Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ, Vol. 12 No. 3, 209- 215 ISSN(print): 2354-869X | ISSN(online): 2614-3763 ANALISIS KEBUTUHAN MASYARAKAT TERHADAP PENERAPAN AEROPONIK DAN IOT UNTUK PEMBIBITAN KENTANG MELALUI METODE WAWANCARA Ilham Ariawan Al Ashar1, Hermawan2, Ahmad Irfa’I1, Muslim Hidayat5, Gusti Ilman Prayoga3, Ghani Al Fatah4, Jenny Febrina Andini2, Bunga Seroja Sanra Azzahra2, Aditya Dwi Anggoro1, Slamet Miftahul Huda2, Azzam Ghozi Khoirullah1, Abi Thri Nur Rozabin3, Ahmad Latif Hendrawan5, Amy Puspita5, Zayyana Maulida4, Nurohman3 1Teknik Mesin, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Universitas Sains Al-Qur’an 2Arsitektur, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Universitas Sains Al-Qur’an 3Teknik Sipil, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Universitas Sains Al-Qur’an 4Teknik Informatika, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Universitas Sains Al-Qur’an 5Manajemen Informatika, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Universitas Sains Al-Qur’an E-mail : ilhamalashar2@gmail.com INFO ARTIKEL Riwayat Artikel : Diterima : 10 September 2025 Disetujui : 25 September 2025 Kata Kunci : Kentang, IoT, Aeroponik Smart Farming, Adopsi teknologi ARTICLE INFO Article History : Received : 10 September 2025 Accepted : 25 September 2025 Keywords: Potatoes, IoT, Aeroponic, Smart Farming, Technology Adoption ABSTRAK Desa Surengede yang terletak di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, memiliki potensi yang besar dalam sektor hortikultura dengan fokus utama pada produksi kentang. Meskipun demikian, cara bertani yang umum masih menggunakan metode tradisional yang rentan terhadap penyakit, penurunan mutu bibit, serta ketidakstabilan cuaca. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kebutuhan akan teknologi aeroponik dan Internet of Things (IoT) sebagai solusi strategis dalam proses pembibitan kentang. Metode yang digunakan adalah survei deskriptif yang melibatkan 30 petani aktif, dilengkapi dengan pengamatan langsung untuk memverifikasi kondisi teknis dan sosial. Hasil studi menunjukkan bahwa 83% responden berpendapat bahwa biaya investasi untuk sistem aeroponik berbasis IoT adalah tinggi, 83% merasa operasi sistem tersebut sulit, dan 80% menganggap perawatannya rumit. Namun, 69% petani menyatakan siap untuk memanfaatkan teknologi, yang menunjukkan adanya kemungkinan untuk beralih ke pertanian cerdas. Temuan ini menegaskan perlunya dukungan keuangan, pelatihan teknis, serta desain sistem yang fleksibel agar penerapan teknologi aeroponik berbasis IoT dapat meningkatkan produktivitas serta keberlanjutan pertanian kentang di wilayah pegunungan. ABSTRACT Surengede Village, located in Kejajar District, Wonosobo Regency, has significant potential in the horticultural sector, with a primary focus on potato production. However, traditional farming methods are still common, prone to disease, seed deterioration, and weather instability. The purpose of this study was to analyze the need for aeroponics and Internet of Things (IoT) technology as a strategic solution for potato seeding. A descriptive survey involving 30 active farmers was used, complemented by direct observation to verify technical and social conditions. The study results showed that 83% of respondents believed the investment costs for an IoT-based aeroponic system 209 Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ, Vol. 12 No. 3, 209 - 215 ISSN(print): 2354-869X | ISSN(online): 2614-3763 were high, 83% found the system's operation difficult, and 80% considered its maintenance complex. However, 69% of farmers expressed their readiness to utilize the technology, indicating the potential for transitioning to smart farming. These findings underscore the need for financial support, technical training, and flexible system design to ensure the implementation of IoT-based aeroponics technology can increase the productivity and sustainability of potato farming in mountainous areas.. PENDAHULUAN Desa Surengede yang terletak Di kecamatan kejajar kabupaten wonosobo berpotensi sebagai desa holtikultura khususnya komoditas kentang unggulan. Produksi Kentang di Kabupaten wonosobo mencapai 53.656 ton, dengan produksi terbesar di Kecamatan Kejajar yang mencapai 44.614 ton ( BPS Kabupaten Wonosobo, 2023 ). Kontur tanah dan iklim dataran tinggi di Kecamatan Kejajar yang berlokasi di Pegunungan Dieng sangat cocok untuk tanaman kentang sehingga mayoritas petani di Kecamatan Kejajar khususnya desa surengede dengan jumlah penduduk 3.920 jiwa dan mencapai 58 % sebagai petani kentang. Kentang merupakan pertanian yang menjanjikan dengan di buktikan setengah lebih masyarakat surengede sebagai petani kentang unggulan, Namun sayangnya pertanian yang ada masih menggunakan sistem konvensional, Hal ini menyebabkan kurang optimalnya hasil panen umbi kentang. Budidaya kentang secara konvensional menghadapi berbagai tantangan, seperti serangan patogen tanah, jamur, bakteri, dan nematode serta praktik monokultur yang menyebabkan akumulasi penyakit akibat rotasi tanaman yang kurang baik. Masalah ini mendorong pengembangan teknologi untuk menghasilkan benih kentang berkualitas tinggi (Marpaung et al., 2024). Penelitian ini menjadi penting karena ketersediaan benih kentang (Solanum tuberosum L.) bermutu di Indonesia masih terbatas, sementara harga benih yang mahal menjadi kendala bagi petani (Deperiky et al., 2023). Dengan mengandalkan benih kentang dari luar daerah yang tidak jelas kualitasnya serta benih kentang yang berulang kali di tanam sehingga berdampak pada produktivitas dan kualitas hasil panen menurun. Permasalahan yang ada tentu perlu adanya penanganan dengan langkah yang benar dan setrategis salah satunya melalui pembibitan umbi kentang dengan sitem aeroponik, Aeroponik 210 sendiri merupakan sistem bercocok tanam dengan media tanpa tanah, di mana akar tanaman mengantung di udara dan disemprotkan ke akar dengan larutan nutrisi untuk pertumbuhan tanaman secara optimal (Lakhiar et al., 2018). Teknik ini memiliki keunggulan seperti efisiensi penggunaan air, kontrol nutrisi yang lebih baik, dan pertumbuhan tanaman yang lebih cepat (Nurpauziah & Riani, 2024). Dalam pembibitan kentang dengan sistem aeroponik perlu adanya penggabungan sistem Internet of Things (IoT) guna mengintegrasikan sensor, aktuator, dan jaringan komunikasi untuk memantau serta mengendalikan variabel lingkungan secara real-time. Penerapan IoT pada sistem pembibitan kentang, khususnya yang berbasis aeroponik, memungkinkan pengendalian suhu, kelembapan, dan konsentrasi nutrisi secara otomatis dan presisi (Paridah et al., 2019). Studi oleh (Khoa et al., 2019) menunjukkan bahwa implementasi IoT dalam budidaya hortikultura mampu meningkatkan efisiensi penggunaan air hingga 30% dan nutrisi hingga 25% dibandingkan metode konvensional, dengan hasil panen yang lebih konsisten. Berangkat dari kondisi aktual petani kentang Desa Surengede, pemecahan masalah dirancang dalam tiga langkah terpadu: (1) melakukan survei terstruktur dan observasi lapangan untuk memetakan kebutuhan spesifik terhadap teknologi aeroponik dan IoT yang selaras dengan kebutuhan masyarakat. (2) menyusun rekomendasi penerapan teknologi aeroponik dengan pemantauan IoT berupa suhu, kelembapan, dan nutrisi. sementara arsitektur IoT pada green house mampu memonitor dan mengendalikan parameter secara real-time untuk efisiensi operasional (Khoa et al., 2019)(Tunio et al., 2019). (3) mengedukasi petani melalui sosialisasi dan pelatihan berbasis temuan survei dengan model partisipatif/peer learning agar kesiapan adopsi meningkat dan keberlanjutan. Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ, Vol. 12 No. 3, 209- 215 ISSN(print): 2354-869X | ISSN(online): 2614-3763 (Agricultural Information and Extension Services, 2023) Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan kebutuhan masyarakat dalam teknologi aeroponik dan Internet of Things (IoT) yang tepat guna untuk mendukung proses pembibitan kentang di Desa Surengede, mengingat praktik pertanian masyarakat yang ada masih mengandalkan metode Konvensional dengan keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengendalian faktor lingkungan. Hasil analisis ini menjadi dasar dalam penyusunan strategi penerapan aeroponik dan IoT yang berbasis pada data lapangan serta mempertimbangkan kondisi social dan ekonomi masyarakat setempat. (Kang et al., 2020; Setiawan et al., 2022). Transisi pendekatan survei dan observasi lapangan kepada masyarakat merupakan metode yang saling melengkapi dalam pengumpulan data pada penelitian pengabdian masyarakat berbasis smart farming. Survei dilakukan untuk memperoleh informasi dari responden mengenai kebutuhan masyarakat dalam pertanian berbasis aeroponik dan Internet of Things (IoT) untuk pembibitan kentang unggulan. Instrumen survei terdiri dalam bentuk kuesioner guna menghasilkan data yang dapat dianalisis secara kuantitatif. untuk kebenaran data melalui pengamatan langsung terhadap kondisi fisik lahan, infrastruktur penunjang, dan praktik budidaya yang tengah berlangsung. (Creswell & Creswell, 2017) Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik melaksanakan penelitian dengan judul “Analisis Kebutuhan Teknologi Aeroponik Dan IoT Untuk Pembibitan Kentang Melalui Survei Dan Observasi Lapangan”. 1. METODE Penelitian ini mengadopsi metode kuantitatif dengan desain deskriptif-survey yang diperkaya oleh observasi lapangan, sehingga dapat menggambarkan kebutuhan teknologi aeroponik dan IoT dalam budidaya kentang di Desa Surengede secara terukur dan berdasarkan fakta lapangan, bukan hanya asumsi. Survey digunakan untuk mengumpulkan data kuantitatif tentang kebutuhan, hambatan, dan kesiapan adopsi para petani melalui instrumen berupa google form dan wawancara, serta kondisi fisik lingkungan sehingga hasil penelitian menjadi lebih sahih dan aplikatif (Aeroponik et al., 2025). Sampel penelitian ditetapkan dengan purposive sampling yang menargetkan sekitar 30 petani kentang aktif di Desa Surengede yang dipilih berdasarkan kriteria: (1) telah menanam kentang minimal selama tiga musim tanam terakhir, (2) menjadi anggota kelompok tani, dan (3) bersedia untuk menjadi responden. Dengan kriteria ini, data yang terkumpul dipastikan representatif terhadap berbagai kebutuhan, kapabilitas, dan tantangan di tingkat desa. Agar mempermudah dalam pelaksanaan penelitian, diperlukan diagram alir untuk memberikan gambaran tentang kebutuhan masyarakat terhadap teknologi aeroponik berbasis IoT di Desa Surengede. Dapat dilihat pada gambar 1. Identifikasi Masalah & Tujuan Penelitian Desain Penelitian Penentuan Populasi dan Sampel Pengumpulan Data Analisis Data Interpretasi Hasil Kesimpulan Gambar 1. Diagram Alir Tahapan Penelian 2. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Pengetahuan Masyarakat Tentang Aeroponik Hasil dari survei menunjukkan bahwa banyak petani di Desa Surengede sudah memiliki pengetahuan dasar tentang teknologi aeroponik. Sebanyak 56,7% dari responden mengaku mengerti konsep dasar aeroponik, sedangkan 43,3% sisanya belum memiliki pengetahuan yang cukup. Temuan ini menunjukkan adanya kemungkinan penerimaan 211 Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ, Vol. 12 No. 3, 209 - 215 ISSN(print): 2354-869X | ISSN(online): 2614-3763 awal terhadap teknologi aeroponik, meskipun masih ada kelompok besar yang membutuhkan peningkatan kemampuan melalui program pelatihan dan penyuluhan. Hal ini dapat dilihat pada gambar 1. perawatan pada sistem aeroponik berbasis Internet of Things (IoT). Gambar 3. Diagram responden biaya kebutuhan pembuatan aeroponik berbasi IoT. Gambar 1. Diagram Pengetahuan Petani tentang Aeroponik dan IoT (n=30) Sebaliknya, pemahaman petani tentang Internet of Things (IoT) dalam pertanian kentang masih tergolong minim. Hanya 23,3% dari responden yang mengerti ide dasar IoT, sedangkan sebagian besar (76,7%) tidak mengetahuinya. Situasi ini menunjukkan adanya jurang teknologi antara pengetahuan aeroponik dan IoT, yang mengindikasikan perlunya upaya pendidikan yang lebih sistematis, terutama dalam memperkenalkan penggunaan sensor, sistem pemantauan otomatis, dan pengendalian yang berbasis data. Gambar 2. Foto Kegiatan wawancara kepada masyarakat. 3.2. Pengetahuan Masyarakat Tentang Penggunaan sistem IoT Berdasarkan hasil survei terhadap 30 responden, ditemukan bahwa sebagian besar petani memiliki persepsi yang cenderung kritis terhadap aspek biaya, pengoperasian, dan 212 Sebanyak 83% responden berpendapat bahwa teknologi ini membutuhkan biaya yang besar, sedangkan hanya 17% partisipan yang melihat biaya itu cukup minim. Hasil ini mengindikasikan bahwa aspek ekonomi masih menjadi penghalang utama dalam penerapan teknologi pertanian yang modern. Pandangan tentang biaya yang tinggi dapat dihubungkan dengan keterbatasan ekonomi para petani, yang menimbulkan kebutuhan akan skema bantuan keuangan atau subsidi agar pengaplikasian teknologi lebih terjangkau. Gambar 4. Diagram responden Pengoprasian sistem IoT Sebanyak 83% dari para responden berpendapat bahwa sistem aeroponik sulit untuk digunakan, sementara hanya 17% yang merasa penggunaannya mudah. Ini menunjukkan bahwa kurangnya pemahaman tentang teknologi digital dan keterampilan teknis petani masih menjadi hambatan yang besar. Situasi ini sejalan dengan Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ, Vol. 12 No. 3, 209- 215 ISSN(print): 2354-869X | ISSN(online): 2614-3763 penelitian sebelumnya yang menegaskan bahwa kemampuan teknis merupakan syarat penting untuk keberhasilan penerapan teknologi cerdas dalam bidang pertanian.. Gambar 5. Diagram persepsi perawatan sistem IoT dalam pembibitan aeroponic. yang mendukung berada di urutan teratas, masing-masing mencapai 97%. Ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan dan teknologi adalah kendala utama dalam pertanian kentang. Di samping itu, hama dan penyakit tanaman juga merupakan isu penting dengan tingkat keberhasilan 93%, yang menunjukkan perlunya penerapan metode pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) yang lebih efisien. Kualitas benih yang rendah (90%) menunjukkan adanya hambatan dalam penyediaan benih unggul yang berkaitan langsung dengan hasil produktivitas tanaman. Sementara itu, terbatasnya lahan (67%) menjadi permasalahan yang cukup berarti, mengingat peningkatan penggunaan lahan yang terbatas di area pegunungan. 3.4. Kesiapan Adopsi Teknologi 80% dari responden berpendapat bahwa sistem aeroponik memerlukan perawatan yang kompleks, sedangkan 20% lainnya memiliki pandangan yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mempertahankan penggunaan teknologi tersebut, dibutuhkan desain sistem yang lebih mudah dan program pelatihan yang praktis bagi para petani.. 3.3. Kendala masyarakat dalam Pertanian Konvensional Tabel 1. Hasil Survei Masalah Utama Petani Kentang di Desa Surengede Masalah Jumlah Persentase Utama Responden (%) Kualitas bibit 27 90% kurang baik Hama/penyakit 28 93% tanaman Keterbatasan 20 67% lahan Cuaca/iklim 29 97% tidak menentu Kurangnya teknologi 29 97% pendukung Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar petani mengalami masalah yang rumit dalam menanam kentang. Kondisi cuaca yang berubah-ubah dan kekurangan teknologi Gambar 6. Diagram Kesiapan Petani Adopsi Teknologi (n=30) Hasil survei mengenai kesiapan adopsi teknologi smart farming menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki kecenderungan positif terhadap penerapan inovasi tersebut. Sebanyak 69% responden menyatakan sangat bersedia, sedangkan 27,6% responden menyatakan bersedia, dan hanya 3,4% responden yang masih ragu-ragu. Distribusi ini mengindikasikan bahwa terdapat potensi penerimaan yang sangat tinggi terhadap teknologi baru, dengan tingkat resistensi yang relatif rendah. Dari perspektif tingginya persentase responden yang "sangat bersedia" menempatkan sebagian besar petani pada kategori early 213 Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ, Vol. 12 No. 3, 209 - 215 ISSN(print): 2354-869X | ISSN(online): 2614-3763 adopters. Kondisi ini menjadi indikator positif bagi percepatan transformasi pertanian berbasis teknologi, terutama jika faktor penghambat dapat diminimalisasi. 3. PENUTUP 4.1. Kesimpulan Penelitian ini mengungkapkan bahwa Desa Surengede memiliki kpotensi besar untuk menjadi pusat hortikultura, terutama dalam komoditas kentang unggulan, didukung oleh kondisi agroklimat Pegunungan Dieng yang sangat sesuai. Namun, praktik budidaya tradisional yang masih mendominasi menghadirkan berbagai masalah, seperti serbuan hama dan penyakit, kualitas bibit yang tidak memadai, keterbatasan lahan, serta ketidakpastian cuaca. Hasil dari survei menunjukkan bahwa sebagian besar petani menganggap biaya, pengoperasian, dan perawatan teknologi aeroponik berbasis IoT sebagai hambatan utama. Meskipun demikian, tingkat kesiapan untuk mengadopsi teknologi ini cukup tinggi, di mana 69% responden menyatakan sangat bersedia, 27,6% bersedia, dan hanya 3,4% merasa ragu. Hasil ini menunjukkan bahwa implementasi sistem aeroponik berbasis IoT memiliki potensi besar untuk meningkatkan hasil kentang di Desa Surengede, dengan catatan bahwa perlu ada dukungan berupa: (1) penyediaan bibit unggul dan teknologi yang terjangkau, (2) peningkatan pengetahuan digital dan keterampilan teknis petani melalui pelatihan partisipatif, serta (3) dukungan dari lembaga dan pendanaan. Dengan cara ini, transformasi menuju pertanian cerdas dapat dilakukan secara berkelanjutan, selaras dengan kebutuhan dan kondisi sosial-ekonomi masyarakat lokal. 4.2. Saran Berdasarkan hasil studi, disarankan agar penggunaan teknologi aeroponik yang didukung IoT dalam pembibitan kentang terus ditingkatkan dengan bantuan praktis seperti pelatihan, subsidi alat, dan pendampingan teknis supaya adopsi teknologi itu dapat berkelanjutan. Hasil ini juga berdampak pada pengembangan teori dengan memberikan penekanan pada integrasi IoT dan aeroponik sebagai model untuk 214 meningkatkan efisiensi serta penerapan teori adopsi inovasi untuk memahami faktor sosialpsikologis yang memerlukan pertimbangan dalam penerimaan petani. Untuk penelitian yang akan datang, penting untuk melakukan pengujian parameter teknis secara lebih rinci, menganalisis aspek ekonomi dan keberlanjutan lingkungan, serta memperluas kajian ini ke komoditas hortikultura lain agar teknologi ini tidak hanya unggul secara teknis, tetapi juga layak dari segi biaya dan ramah lingkungan. 4. DAFTAR PUSTAKA Aeroponik, S., Sahputeri, R. P., Gunawan, H., Studi, P., Biologi, P., & Korespondensi, P. (2025). Pengaruh Penurunan Batang dan Pewiwilan Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Produksi Benih Kentang (. 8(2), 197– 212. Agricultural information and extension services. (2023). September. Creswell, J. W., & Creswell, J. D. (2017). Research design: Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches. Sage publications. Deperiky, D., Febrianto, H., & Yoga, T. C. (2023). Pemanfaatan Teknologi Aeroponik Berbasis Precision Agriculture Dalam Optimalisasi Rantai Pasok Benih Kentang G-0 Pada Kelompok Tani Di Kabupaten Agam. Jurnal Teknologi Pertanian, 12(2), 120–129. https://doi.org/10.32520/jtp.v12i2.2786 Khoa, T. A., Man, M. M., Nguyen, T. Y., Nguyen, V. D., & Nam, N. H. (2019). Smart agriculture using IoT multi-sensors: A novel watering management system. Journal of Sensor and Actuator Networks, 8(3). https://doi.org/10.3390/jsan8030045 Lakhiar, I. A., Gao, J., Syed, T. N., Chandio, F. A., & Buttar, N. A. (2018). Modern plant cultivation technologies in agriculture under controlled environment: A review on aeroponics. Journal of Plant Interactions, 13(1), 338–352. https://doi.org/10.1080/17429145.2018.14 72308 Marpaung, P. H., Siburian, F., Marina Rawaty Sinaga, N., & Fauzan Zulazmi, M. (2024). Analisis Sistem Aeroponik Tertutup Pada Budidaya Tanaman Kentang (Solanum Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ, Vol. 12 No. 3, 209- 215 ISSN(print): 2354-869X | ISSN(online): 2614-3763 Tuberosum L.) di Unit Pelaksana Teknis Benih Induk Hortikultura Kutagadung Berastagi. Jurnal Agroteknosains, 8(1). Nurpauziah, I., & Riani, S. (2024). Identifikasi Budidaya Tanaman Kentang (Solanum Tuberosum L.) Varietas Granola Dengan Sistem Aeroponik. Jurnal Biosains Medika, 2(1), 15–21. Paridah, Pranata, A., & Setiawan, D. (2019). Sistem Monitoring dan Pemberian TDS pada Tanaman Aeroponik Menggunakan Internet Of Things (IOT) Berbasis Nodemcu. Jurnal CyberTech, x, 1–10. https://ojs.trigunadharma.ac.id/ Tunio, M. H., Gao, J., Shaikh, S. A., Lakhiar, I. A., Qureshi, W. A., Solangi, K. A., & Chandio, F. A. (2019). Potato production in aeroponics : An emerging food growing system in sustainable agriculture for food security. 80(March 2020), 118–132. https://doi.org/10.4067/S071858392020000100118 215