Reformasi Hukum JRH ISSN 1693-9336 | e-ISSN 2686-1598 Vol. 28 No. 2 Agustus 2024 . 113Ae. org/10. 46257/jrh. Optimalisasi Fungsi Badan Permusyawaratan Desa dalam Perwujudan Demokrasi Desa Motabang (Studi Peraturan Daerah Kab. Bolaang Mongondow No. 6/2018 tentang Badan Permusyawaratan Des. Optimizing the Functions of the Village Consultative Body in the Realization of Democracy in Motabang Village (Study of Bolaang Mongondow Regency Regional Regulation No. 6 of 2018 on Village Consultative Bod. Fildzah Muzdalifah Djenaan 1*. Nur Mohamad Kasim 2. Mohamad Taufiq Zulfikar Sarson 1 Fakultas Hukum. Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo. Indonesia. 2 Fakultas Hukum. Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo. Indonesia. 3 Fakultas Hukum. Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo. Indonesia. *Corresponding author email: jamesdjenaan@gmail. Paper Abstrak Submitted 12-06-2024 Accepted 31-08-2024 Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaturan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam peraturan daerah serta menilai implementasinya di Desa Motabang. Metode yang digunakan adalah yuridis empiris-sosiologis dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual, serta pengumpulan data lapangan. BPD memiliki peran strategis dalam fungsi legislasi bersama Sangadi, menyalurkan aspirasi masyarakat, dan mengawasi kinerja pemerintahan desa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan fungsi BPD belum optimal, karena masih dijalankan secara formalitas dan belum menyentuh substansi Faktor penghambat antara lain rendahnya pemahaman anggota terhadap regulasi, minimnya partisipasi masyarakat, serta adanya konflik kepentingan. Kesimpulannya, efektivitas fungsi BPD belum berjalan maksimal. Sebagai rekomendasi, perlu dilakukan peningkatan kapasitas anggota melalui pelatihan berkala, pemberdayaan masyarakat untuk aktif dalam forum desa, serta penguatan independensi kelembagaan BPD dalam menjalankan fungsi legislasi dan pengawasan secara profesional. Kata Kunci Badan Permusyawaratan Desa. Demokrasi. Peraturan Daerah. Abstract This study aims to examine the regulation of the functions of the Village Consultative Body (BPD) in regional regulations and assess its implementation in Motabang Village. The research employs a juridical-empirical sociological method with a legislative and conceptual approach, along with field data collection. BPD plays a strategic role in legislative functions with the Village Head (Sangad. , channeling community aspirations, and overseeing the performance of the village The results show that BPDAos functions have not been optimally implemented, as they are carried out mostly in a formalistic manner and have not substantially addressed the oversight Contributing factors include the low understanding of regulations by BPD members, lack of community participation, and conflicts of interest. The study concludes that the effectiveness of BPD's functions has not been maximized. It is recommended to enhance the capacity of BPD members through regular training, empower the community to actively participate in village forums, and strengthen the institutional independence of BPD to perform its legislative and oversight functions professionally. Keywords Democration. Local Regulation. Village Consultative Body. Masukan link jurnal Copyright: A 2024 by the authors. This open-access article is distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution CCAeBY 4. 0 license. Reformasi Hukum | Vol. Agustus 2024 JRH Pendahuluan Salah satu tujuan utama dalam pelaksanaan otonomi desa adalah menciptakan pembangunan desa yang bersifat demokratis yang diatur oleh Undang-Undang No. Tahun 2014 tentang Desa (Selanjutnya disebut UU Des. Dalam mewujudkan demokrasi di tingkat desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memainkan peran penting sebagai lembaga yang merepresentasikan aspirasi masyarakat serta berfungsi untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan desa. BPD tidak hanya berfungsi sebagai perwakilan masyarakat, tetapi juga sebagai penghubung antara pemerintah desa dan masyarakat dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan bersama. Sejak diberlakukannya UU Desa, struktur kelembagaan pemerintah desa mulai diatur untuk menciptakan tata kelola pemerintahan desa yang efektif . Tanggung jawab dalam kelembagaan ini tidak hanya berada pada pemerintah desa saja, melainkan juga mencakup partisipasi berbagai pemangku kepentingan, termasuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai perwakilan masyarakat di tingkat desa . BPD berperan dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat desa. Pemerintahan desa sebagai tingkatan terendah dalam sistem pemerintahan di Indonesia, bertanggung jawab untuk mengelola pemerintahan dan kepentingan lokal . Kepala desa beserta perangkat desa yang dikenal dengan nama lain bertugas menjalankan pemerintahan desa. Dalam melaksanakan tugasnya, kepala desa bekerja bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai salah satu elemen penting dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD merupakan Lembaga yang menjalankan pemerintahan desa bersama kepala desa. BPD juga berperan sebagai organisasi yang berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, serta menampung dan menyampaikan aspirasi masyarakat yang diwakilinya . BPD didirikan sebagai lembaga yang berfungsi untuk menampung dan menyampaikan aspirasi masyarakat desa, mengawasi kinerja pemerintah desa, serta merumuskan kebijakan desa bersama kepala desa . Oleh karena itu. BPD diharapkan memiliki peran penting dalam menciptakan demokrasi desa yang ideal, di mana setiap keputusan diambil melalui musyawarah yang melibatkan berbagai elemen, terutama masyarakat desa. Demokrasi di tingkat desa, sebagaimana dijelaskan dalam UU Desa, mencakup prinsip-prinsip dasar partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan pemerintahan desa. Demokrasi partisipatif ini memberikan ruang bagi masyarakat desa untuk ikut serta dalam proses pengambilan keputusan, baik melalui forum-forum musyawarah desa maupun melalui perwakilan mereka di BPD . Melalui partisipasi ini, masyarakat desa diharapkan dapat terlibat aktif dalam menyuarakan kebutuhan dan kepentingan mereka, serta turut mengawasi jalannya pemerintahan agar sesuai dengan aspirasi masyarakat secara umum . BPD memiliki peran yang sangat penting. Sebagai lembaga perwakilan rakyat di desa. BPD menjadi penghubung antara masyarakat dan pemerintah desa. BPD tidak hanya bertindak sebagai wakil masyarakat, tetapi juga sebagai mitra strategis bagi pemerintah desa dalam merancang kebijakan yang berpihak pada kepentingan bersama. Selain itu. BPD memiliki fungsi pengawasan, yang berarti bahwa BPD harus dapat mengontrol jalannya pemerintahan desa agar tetap berada dalam koridor demokrasi dan kepentingan masyarakat. Namun, mewujudkan demokrasi di tingkat desa tidaklah mudah. Banyak desa di Indonesia, terutama di wilayah-wilayah yang terpencil dan kurang berkembang, masih menghadapi berbagai kendala struktural dan kultural yang menghambat terciptanya pemerintahan desa yang benar-benar demokratis. Salah satu tantangan yang sering dihadapi adalah rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam musyawarah desa. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya partisipasi, dominasi elit lokal, atau kurang efektifnya BPD dalam menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat desa. UU Desa menekankan bahwa Badan Permusyawaratan Desa adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis . Untuk merealisasikan ketentuan tersebut, melalui Pasal 31 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016 Tentang Badan Permusyawaratan Desa (Selanjutnya disebut Permendagri No. 110/2. menekankan bahwa BPD memiliki peran penting dalam Fildzah Muzdalifah Djenaan, et. | Optimalisasi Fungsi Badan JRH penyelenggaraan pemerintahan desa, yang meliputi fungsi membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa, menampung serta menyalurkan aspirasi masyarakat, dan mengawasi kinerja kepala desa . Dalam merealisasikan ketentuan Permendagri dimaksud, melalui pemerintah daerah Bolaang Mongondow telah menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Nomor 6 Tahun 2018 tentang Badan Permusyawaratan Desa (Selanjutnya disebut Perda Bolaang Mongondow No. 6/2. BPD diberikan tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa aspirasi masyarakat ditampung dan diterjemahkan ke dalam kebijakan yang dijalankan oleh kepala desa . Fungsi ini menjadi sangat penting dalam konteks desentralisasi dan otonomi desa yang diperkuat dengan lahirnya UU Desa . Desa saat ini diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengelola sumber daya dan anggarannya sendiri, serta merencanakan pembangunan desa secara mandiri. Dalam situasi ini, peran BPD menjadi semakin penting untuk memastikan bahwa kewenangan tersebut dijalankan dengan prinsip-prinsip demokrasi, akuntabilitas, dan transparansi. Peraturan Daerah merupakan salah satu instrumen hukum yang penting dalam mengatur jalannya pemerintahan di daerah, termasuk di tingkat desa . Perda Bolaang Mongondow No. 6/2018 merupakan peraturan daerah yang secara spesifik mengatur tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow . Perda ini menjadi pedoman bagi pemerintah desa dan BPD dalam menjalankan fungsi-fungsinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang Perda Bolaang Mongondow No. 6/2018 memberikan penekanan khusus pada beberapa aspek penting terkait dengan BPD, antara lain: Pertama. Fungsi Legislasi. BPD berperan dalam membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa yang diajukan oleh kepala desa . Fungsi ini menempatkan BPD sebagai mitra strategis kepala desa dalam perumusan kebijakan desa . Kedua. Fungsi Pengawasan. BPD memiliki kewenangan untuk mengawasi pelaksanaan peraturan desa dan kebijakan yang diambil oleh kepala desa. Fungsi pengawasan ini bertujuan untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil kepala desa sesuai dengan aspirasi masyarakat dan tidak melanggar peraturan yang berlaku . Ketiga. Fungsi Aspirasi. BPD berfungsi untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa kepada pemerintah desa . Fungsi ini menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil kepala desa sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat desa . Selain fungsi-fungsi tersebut. Perda ini juga mengatur mengenai hak dan kewajiban anggota BPD, prosedur pembentukan BPD, serta mekanisme kerja BPD dalam menjalankan fungsinya . Dengan adanya Perda ini, diharapkan bahwa BPD dapat menjalankan fungsinya secara efektif dan berkontribusi terhadap peningkatan kualitas pemerintahan desa di Kabupaten Bolaang Mongondow . Dalam Pasal 1 Ayat . Perda Bolaang Mongondow No. 6/2018, dijelaskan bahwa BPD adalah lembaga yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan diterapkan secara demokratis. Mengenai tugas dan fungsi. Pasal 31 Perda Bolaang Mongondow No. 6/2018 menegaskan bahwa Fungsi BPD mencakup membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama sangadi, menampung dan menyalurkan informasi masyarakat desa serta melakukan pengawasan kinerja sangadi. Namun, meskipun telah memiliki landasan hukum yang jelas, implementasi fungsi BPD di lapangan sering kali menghadapi berbagai kendala dan tantangan. Pembangunan desa yang demokratis merupakan salah satu tujuan utama dalam pelaksanaan otonomi desa yang diatur oleh UU Desa. Dalam mewujudkan demokrasi di tingkat desa. Badan Permusyawaratan Desa memainkan peran penting sebagai lembaga yang merepresentasikan aspirasi masyarakat serta berfungsi untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan desa. BPD tidak hanya berfungsi sebagai perwakilan masyarakat, tetapi juga sebagai penghubung antara pemerintah desa dan masyarakat dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan bersama. Namun, dalam praktiknya, pelaksanaan fungsi oleh BPD sering kali menghadapi berbagai tantangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa BPD di banyak desa mengalami keterbatasan dalam menjalankan fungsi pengawasannya, baik karena faktor internal maupun eksternal. Secara internal, anggota BPD sering kali tidak memiliki kapasitas dan keterampilan yang memadai untuk melakukan pengawasan, seperti Reformasi Hukum | Vol. Agustus 2024 JRH keterbatasan dalam pemahaman terhadap regulasi desa atau kurangnya kemampuan dalam menganalisis anggaran desa. Secara eksternal, dominasi kepala desa dalam struktur kekuasaan di desa sering kali menghambat fungsi pengawasan yang dilakukan oleh BPD. Selain itu, tantangan terbesar yang sering dihadapi oleh BPD dalam menjalankan fungsi ini adalah kurangnya komunikasi yang efektif antara masyarakat dan anggota BPD. Banyak warga desa yang merasa tidak terwakili dalam proses musyawarah desa karena minimnya informasi atau karena dominasi elit desa dalam proses pengambilan Di sisi lain, anggota BPD juga sering kali tidak memiliki keterampilan komunikasi yang memadai untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat desa. Desa Motabang adalah salah satu desa di Kecamatan Lolak. Kabupaten Bolaang Mongondow, yang memiliki karakteristik demografis dan sosial yang khas. Beberapa tahun terakhir. Desa Motabang telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan, terutama setelah berlakunya UU Desa yang memberikan kewenangan lebih besar bagi desa dalam mengelola anggarannya sendiri. Peningkatan alokasi Dana Desa dari pemerintah pusat memberikan peluang bagi Desa Motabang untuk melaksanakan berbagai program pembangunan desa yang berbasis pada kebutuhan lokal. Namun, di sisi lain, perubahan ini juga membawa tantangan baru dalam hal tata kelola pemerintahan desa, terutama terkait dengan peran BPD dalam mengawasi penggunaan anggaran dan mengawal jalannya pembangunan desa. Berdasarkan observasi awal, fungsi BPD di Desa Motabang masih menghadapi beberapa kendala. Desa Motabang, sebagai salah satu desa di Kabupaten Bolaang Mongondow, memiliki BPD yang diharapkan dapat menjalankan fungsi-fungsinya dalam mewujudkan demokrasi desa yang sehat. Namun, dalam realitasnya, masih terdapat berbagai kendala yang dihadapi BPD dalam menjalankan fungsinya. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan guna mengetahui sejauh mana peran BPD dalam mewujudkan demokrasi desa di Desa Motabang. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat diperoleh gambaran yang jelas mengenai fungsi dan peran BPD, serta faktor-faktor yang memengaruhi kinerja BPD dalam menjalankan tugasnya. Penelitian ini juga diharapkan dapat mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi oleh BPD dan memberikan rekomendasi untuk peningkatan kinerja BPD dalam mewujudkan pemerintahan desa yang demokratis, partisipatif, dan akuntabel. Metode Metode yuridis empiris-sosiologis atau sering juga disebut socio-legal research adalah metode penelitian hukum yang menggabungkan pendekatan normatif dengan pendekatan empiris atau sosiologis. Dalam metode ini, pendekatan yuridis fokus pada hukum tertulis . turan-aturan, peraturan, atau undang-undan. , sementara pendekatan empiris atau sosiologis fokus pada bagaimana hukum itu diterapkan dan berdampak pada masyarakat secara nyata. Dengan menggunakan metode yuridis empiris-sosiologis, penelitian ini tidak hanya fokus pada aturan hukum yang berlaku, tetapi juga melihat bagaimana hukum tersebut diimplementasikan dan memengaruhi kehidupan sosial melalui pengumpulan data lapangan, seperti wawancara, survei, atau observasi. Dengan mengkaji interaksi antara hukum dan realitas sosial, penelitian ini bertujuan memberikan pemahaman lebih komprehensif tentang efektivitas dan dampak hukum, serta memberikan rekomendasi untuk perbaikan kebijakan atau penerapannya. Metode ini sangat relevan dalam penelitian yang bertujuan untuk menganalisis norma hukum yang berlaku dalam konteks Dalam penelitian ini, digunakan dua metode pendekatan perundang-undangan . tatue approac. dan pendekatan konseptual . onceptual approac. Pertama. Pendekatan perundang-undangan . tatue approac. dilakukan dengan cara menelaah secara mendalam berbagai regulasi yang mengatur tentang BPD. Salah satu regulasi utama yang menjadi bahan kajian adalah Perda Bolaang Mongondow No. 6/2018. Perda ini mengatur secara spesifik tentang peran, tugas, dan fungsi BPD dalam sistem pemerintahan desa di wilayah Bolaang Mongondow. Selain itu, metode ini juga mencakup analisis terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang merupakan dasar hukum nasional bagi penyelenggaraan pemerintahan desa di Fildzah Muzdalifah Djenaan, et. | Optimalisasi Fungsi Badan JRH Indonesia. Undang-Undang Desa mengatur kerangka umum bagi struktur pemerintahan desa, termasuk kewenangan dan fungsi BPD dalam menjalankan fungsi pengawasan dan keterwakilan aspirasi masyarakat. Selain itu, peraturan-peraturan lain, seperti peraturan pemerintah yang memberikan pedoman teknis pelaksanaan fungsi BPD, juga dianalisis. Misalnya, peraturan pemerintah yang mengatur tentang partisipasi masyarakat dalam pemerintahan desa, tata cara pemilihan anggota BPD, serta hubungan antara BPD dan kepala desa. Pendekatan ini penting untuk memahami sinkronisasi antara Perda dan peraturan nasional serta untuk mengetahui sejauh mana aturan-aturan tersebut diimplementasikan secara efektif di tingkat lokal. Dengan demikian, pendekatan ini memungkinkan penelitian hukum yang komprehensif terhadap fungsi BPD dalam pemerintahan desa. Kedua, pendekatan konseptual . onceptual approac. Pendekatan ini dilakukan dengan mengkaji konsep-konsep hukum yang berkaitan dengan pemerintahan desa, fungsi BPD, dan tata kelola desa. Pendekatan ini berguna untuk memahami fungsi teoretis dan normatif dari BPD. Bahan Hukum Penelitian ini menggunakan beberapa jenis bahan hukum. Pertama. Bahan Hukum Primer. Bahan hukum primer meliputi Perda Bolaang Mongondow No. 6/2018. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, serta peraturan lain yang terkait dengan pemerintahan desa dan fungsi BPD. Kedua. Bahan Hukum Sekunder. Bahan hukum sekunder mencakup literatur ilmiah, jurnal hukum, buku-buku, dan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan BPD, pemerintahan desa, serta kajian hukum Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen . ocument stud. terhadap peraturan perundang-undangan yang relevan dan bahan hukum lainnya. Dokumen-dokumen yang dikaji meliputi: Peraturan Daerah Bolaang Mongondow Nomor 06 Tahun 2018 tentang BPD. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan dokumen hukum lain yang berkaitan dengan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Selain itu, wawancara dengan pihak-pihak terkait, seperti anggota BPD Desa Motabang atau aparat desa, digunakan sebagai data pendukung untuk memperkaya analisis implementasi fungsi BPD. Data yang telah dikumpulkan dianalisis menggunakan metode analisis hukum Dalam analisis ini, bahan hukum yang telah dikumpulkan akan diinterpretasikan untuk mengidentifikasi dan memahami bagaimana fungsi BPD diatur dalam Perda Bolaang Mongondow No. 6/2018. Analisis ini juga akan membandingkan antara norma hukum yang tertulis dengan praktik implementasi di Desa Motabang, untuk mengetahui apakah terdapat kesesuaian antara peraturan dan pelaksanaan di Hasil dan Pembahasan 1 Fungsi Badan Permusyawaratan Desa Menurut Perda Bolaang Mongondow Nomor 06 Tahun 2018 tentang BPD Secara teknis, fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang memberikan landasan hukum bagi operasional dan kinerjanya . Menurut Pasal 55 UU Desa. BPD berperan sebagai lembaga yang berfungsi untuk menampung aspirasi masyarakat desa serta mengawasi jalannya pemerintahan desa . Permendagri No. 110/2016 juga memberikan pedoman lebih rinci mengenai struktur, tugas, dan tanggung jawab BPD, termasuk tata cara pemilihan anggotanya dan mekanisme pelaksanaan tugasnya . Lebih spesifik. Perda Bolaang Mongondow No. 6/2018 mengatur secara mendetail mengenai pelaksanaan fungsi BPD di wilayah tersebut. Pasal 1 ayat 7 dari peraturan daerah ini mendefinisikan BPD sebagai lembaga yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan dengan anggota yang merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan diterapkan secara demokratis. Ini berarti bahwa BPD harus memastikan bahwa semua bagian desa terwakili dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kebijakan desa. Fungsi dan tugas BPD yang lebih terperinci diatur dalam Pasal 31 Peraturan Daerah BPD memiliki tanggung jawab untuk membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama sangadi . epala des. , yang merupakan bagian dari proses Reformasi Hukum | Vol. Agustus 2024 JRH legislasi desa. Selain itu. BPD juga berfungsi untuk menampung dan menyalurkan informasi dari masyarakat desa kepada pemerintah desa, serta melakukan pengawasan terhadap kinerja sangadi. Pengawasan ini penting untuk memastikan bahwa kebijakan dan keputusan yang diambil oleh sangadi sesuai dengan aspirasi masyarakat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Secara keseluruhan, peraturan-peraturan ini memberikan kerangka kerja yang jelas untuk pelaksanaan fungsi BPD dan memastikan bahwa lembaga ini dapat berfungsi dengan efektif dalam mendukung tata kelola pemerintahan desa yang transparan dan akuntabel . BPD tidak hanya berperan sebagai saluran komunikasi antara masyarakat dan pemerintah desa, tetapi juga sebagai pengawas yang membantu menjaga agar pemerintah desa menjalankan tugasnya dengan baik dan sesuai dengan kepentingan publik. 1 Membahas dan Menyepakati Peraturan Desa Salah satu fungsi penting dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam kelembagaan desa adalah menjalankan fungsi legislasi . Fungsi ini sangat strategis karena BPD, sebagai representasi dari masyarakat desa, berperan dalam pembentukan regulasi yang akan mengatur kehidupan di desa . Berdasarkan UU Desa dan Permendagri No. 110/2016. BPD memiliki tanggung jawab untuk membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama dengan sangadi atau kepala desa. Menurut Pasal 52 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, peraturan desa merupakan instrumen hukum yang ditetapkan oleh kepala desa dan BPD sebagai wujud dari partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan desa . Proses penyusunan peraturan desa ini harus melalui mekanisme pembahasan bersama yang melibatkan BPD dan kepala desa, dengan tujuan agar peraturan desa yang ditetapkan benar-benar mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat desa. Selain itu, ketentuan lebih lanjut mengenai tugas BPD dalam bidang legislasi juga diatur dalam Permendagri No. 110/2016, khususnya dalam Pasal 31. Pasal tersebut secara eksplisit menyebutkan bahwa salah satu tugas utama BPD adalah membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa. Ini menunjukkan adanya hubungan kerjasama yang kuat antara BPD dan kepala desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, terutama dalam pembuatan regulasi yang mengatur kehidupan desa. Dalam konteks Kabupaten Bolaang Mongondow, peran BPD dalam fungsi legislasi juga diatur lebih terperinci dalam Perda Bolaang Mongondow No. 6/2018. Pasal 44 dan 45 Perda Bolaang Mongondow No. 6/2018 menekankan bahwa BPD memiliki tugas dan wewenang untuk merancang dan menetapkan peraturan desa bersama sangadi. Ini berarti bahwa dalam setiap tahap penyusunan peraturan desa. BPD berperan aktif, baik dalam proses perumusan maupun dalam pengambilan keputusan akhir terkait pengesahan peraturan desa. Proses penyusunan peraturan desa ini dimulai dari identifikasi masalah dan kebutuhan di masyarakat. BPD sebagai wakil masyarakat akan mengajukan usulan peraturan desa yang sesuai dengan kepentingan warganya. Setelah itu, rancangan peraturan desa yang disusun oleh BPD akan dibahas bersama dengan kepala desa dalam forum musyawarah. Pembahasan ini bertujuan untuk mencapai kesepakatan antara kedua belah pihak sehingga peraturan yang ditetapkan tidak hanya legal secara hukum, tetapi juga memenuhi kebutuhan masyarakat desa. Pada tahap selanjutnya, setelah kesepakatan tercapai, rancangan peraturan desa akan disahkan menjadi peraturan desa yang sah dan memiliki kekuatan hukum mengikat. Peraturan desa yang telah ditetapkan ini akan menjadi acuan dalam pelaksanaan berbagai program dan kebijakan di tingkat desa, sehingga BPD dan kepala desa memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa peraturan tersebut dapat dijalankan dengan baik demi kepentingan masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian, fungsi BPD di Desa Motabang dalam membahas dan menyepakati peraturan desa belum berjalan dengan optimal. Proses pembahasan peraturan desa sering kali masih terbatas pada formalitas, di mana BPD hanya mengikuti alur yang sudah ditentukan oleh pemerintah desa tanpa memberikan masukan atau kritik yang berarti. Seharusnya, sesuai dengan regulasi yang ada. BPD memiliki hak dan kewenangan untuk memeriksa secara cermat setiap draf peraturan desa yang diajukan Fildzah Muzdalifah Djenaan, et. | Optimalisasi Fungsi Badan JRH oleh kepala desa, dan memastikan bahwa aturan-aturan tersebut benar-benar mewakili kepentingan masyarakat serta sesuai dengan peraturan yang lebih tinggi. Berikut hasil wawancara bersama bapak Dandy Gonibala selaku kaur pemerintahan desa Motabang : Aukurangnya pemahaman setiap anggota BPD desa Motabang terkait dengan fungsi BPD dalam hal ini merumuskan perdes bersama kepala desa dan keaktifan yang mengakibatkan kurang optimalnya kami selaku BPD dalam melaksanakan fungsi dan banyaknya kesibukan diluar tugas BPDAy Berdasarakan hasil wawancara di atas maka dapat disimpulkanlkan bahwa, kurangnya keterlibatan BPD secara aktif dalam membahas peraturan desa di Desa Motabang disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah rendahnya kapasitas anggota BPD dalam memahami regulasi yang ada, sehingga mereka merasa kurang percaya diri atau tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk berdebat atau memberikan alternatif pandangan dalam pembahasan peraturan. Selain itu, minimnya partisipasi masyarakat dalam tahap-tahap pembahasan juga menjadi kendala, karena BPD tidak mendapatkan masukan yang cukup dari warga desa terkait peraturan yang sedang disusun. Dalam proses penyepakatan. BPD juga seharusnya memiliki peran yang lebih besar dalam memastikan bahwa peraturan desa yang disepakati tidak hanya menguntungkan sebagian pihak saja, tetapi juga mencerminkan kepentingan seluruh elemen masyarakat desa . Namun, penelitian menunjukkan bahwa proses ini di Desa Motabang seringkali dilakukan tanpa kajian mendalam, di mana BPD lebih cenderung memberikan persetujuan tanpa evaluasi kritis terhadap dampak jangka panjang peraturan yang 2 Menampung dan Menyalurkan Aspirasi Masyarakat Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga penting dalam pemerintahan desa, berfungsi menampung serta menyalurkan aspirasi masyarakat untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih partisipatif dan responsif terhadap kebutuhan warga, khususnya dalam menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat . BPD berfungsi sebagai penghubung antara masyarakat dan pemerintah desa, serta memiliki peran dalam mengawasi jalannya pemerintahan desa, termasuk memberikan masukan untuk pembangunan desa . Menurut Perda Bolaang Mongondow No. 6/2018. BPD diharuskan menjalankan beberapa fungsi utama dalam kaitannya dengan penyerapan aspirasi masyarakat. Dalam pasal 33 hingga Pasal 42, fungsi ini mencakup lima hal penting: Penggalian Aspirasi Masyarakat BPD wajib melakukan penggalian aspirasi langsung dari masyarakat, termasuk kelompok-kelompok tertentu seperti masyarakat miskin, kelompok perempuan, penyandang kebutuhan khusus, dan kelompok marjinal lainnya . BPD harus aktif mengidentifikasi kebutuhan dan harapan dari berbagai elemen masyarakat yang mungkin belum terakomodasi dalam kebijakan pemerintah desa . Penampungan Aspirasi Masyarakat Setiap aspirasi masyarakat yang telah didapatkan melalui berbagai forum atau pertemuan, baik formal maupun informal, harus ditampung dan disusun dalam laporan . Proses penampungan ini dilakukan melalui sekretariat BPD sesuai dengan ketentuan administrasi yang berlaku. Aspirasi yang berhasil ditampung kemudian disampaikan dalam musyawarah BPD . Pengelolaan Aspirasi Masyarakat Setelah BPD mengadministrasikan dan merumuskan aspirasi tersebut agar dapat diolah menjadi masukan yang relevan dan berdaya guna bagi pemerintah desa . Pengelolaan ini termasuk mencatat dan memproses aspirasi agar tidak hilang atau terabaikan dalam pelaksanaan pembangunan desa. Penyaluran Aspirasi Masyarakat Aspirasi masyarakat yang telah dirumuskan akan disampaikan kepada pemerintah desa, baik secara lisan maupun tertulis . Penyaluran aspirasi ini dilakukan di hadapan sangadi . epala des. atau forum-forum desa yang relevan. Reformasi Hukum | Vol. Agustus 2024 JRH seperti musyawarah desa. Penyaluran aspirasi dilakukan secara transparan dan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Penyelenggaraan Musyawarah BPD BPD juga memiliki fungsi penting dalam menyelenggarakan musyawarah yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan, serta evaluasi hasil-hasil yang telah dicapai . Musyawarah ini merupakan wadah utama bagi BPD dan masyarakat untuk berdialog, mengevaluasi, serta menentukan langkah-langkah strategis bagi pembangunan desa di masa mendatang . Pasal 38 Perda Bolaang Mongondow No. 6/2018 menekankan pentingnya keterlibatan seluruh komponen masyarakat desa dalam penyelenggaraan musyawarah Musyawarah yang diselenggarakan oleh BPD harus melibatkan berbagai unsur masyarakat, seperti tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pendidikan, serta perwakilan kelompok petani, nelayan, pengrajin, dan perempuan. Dengan melibatkan berbagai elemen ini. BPD diharapkan dapat menyusun kebijakan desa yang inklusif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Selain itu. Pasal 39 hingga Pasal 42 mengatur tentang berbagai fungsi tambahan BPD dalam proses penyaluran aspirasi masyarakat. Beberapa di antaranya adalah pembentukan panitia pemilihan sangadi serta penyelenggaraan musyawarah untuk pemilihan sangadi antar waktu. Fungsi ini menunjukkan bahwa BPD memiliki peran strategis tidak hanya dalam penyaluran aspirasi, tetapi juga dalam menjaga kelancaran proses demokrasi di tingkat desa. Namun, data hasil penelitian yang dilakukan di Desa Motabang. Kecamatan Lolak. Kabupaten Bolaang Mongondow, menunjukkan bahwa kinerja BPD dalam menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat masih belum optimal. Meskipun Perda Bolaang Mongondow No. 6/2018 telah mengatur dengan jelas fungsi dan tugas BPD dalam penyerapan aspirasi masyarakat, masih terdapat berbagai kendala yang menghambat pelaksanaan fungsi ini di lapangan. Beberapa anggota BPD di Desa Motabang, misalnya, masih belum sepenuhnya memahami fungsi mereka sebagai wakil masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi dan pelatihan terkait peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota BPD. Selain itu, kesibukan anggota BPD di luar tugas mereka sebagai perwakilan masyarakat juga menjadi faktor penghambat dalam menjalankan fungsi penyerapan aspirasi secara Banyak anggota yang lebih fokus pada pekerjaan utama mereka di luar desa, sehingga kurang aktif dalam menghadiri musyawarah BPD atau berinteraksi langsung dengan masyarakat. Kondisi ini tentu berdampak pada proses pembangunan di desa. Berbagai aspirasi masyarakat, terutama yang berkaitan dengan masalah pembangunan, belum terealisasi oleh pemerintah desa. Beberapa proyek pembangunan yang diusulkan oleh masyarakat melalui BPD masih tertunda atau bahkan diabaikan. Hal ini menunjukkan adanya celah dalam komunikasi antara masyarakat. BPD, dan pemerintah desa. Untuk mengatasi masalah ini, perlu adanya peningkatan kapasitas dan pemahaman anggota BPD tentang fungsi dan tugas mereka. Pelatihan rutin serta pendampingan dari pihak pemerintah kabupaten atau lembaga terkait sangat dibutuhkan agar BPD dapat menjalankan perannya dengan lebih efektif. Selain itu, mekanisme pengawasan terhadap kinerja BPD juga perlu diperkuat, sehingga setiap aspirasi masyarakat yang telah ditampung dapat segera diolah dan disampaikan kepada pihak yang berwenang. Pemerintah desa juga harus lebih responsif terhadap aspirasi masyarakat yang disalurkan melalui BPD. Kolaborasi yang baik antara BPD dan pemerintah desa sangat penting untuk memastikan bahwa setiap aspirasi masyarakat dapat diwujudkan dalam kebijakan dan program pembangunan desa yang sesuai. Tanpa kolaborasi ini, aspirasi masyarakat hanya akan menjadi catatan tanpa realisasi, yang pada akhirnya akan merugikan masyarakat desa secara keseluruhan. 3 Pengawasan Kinerja Sangadi Pasal 46 Perda Bolaang Mongondow No. 6/2018 menegaskan bahwa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memiliki peran penting dalam mengawasi kinerja Sangadi atau kepala desa. BPD bertugas untuk mengawasi semua aspek pemerintahan desa, mulai dari perencanaan kegiatan pemerintah desa, pelaksanaan kegiatan, hingga pelaporan penyelenggaraan pemerintahan desa. Selain itu. BPD juga bertanggung jawab melakukan Fildzah Muzdalifah Djenaan, et. | Optimalisasi Fungsi Badan JRH monitoring dan evaluasi atas kinerja Sangadi, yang harus didasarkan pada prinsip demokrasi, transparansi, akuntabilitas, responsivitas, dan objektivitas. Adapun ruang lingkup pengawasan BPD meliputi beberapa hal, yakni capaian pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Des. Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Des. , dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDe. Selain itu, pengawasan juga dilakukan terhadap capaian pelaksanaan penugasan yang diberikan oleh pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten kepada Sangadi, tingkat kepatuhan Sangadi dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut, serta prestasi yang telah dicapai Sangadi selama masa kepemimpinannya. Hasil dari evaluasi dan monitoring ini harus diikuti dengan beberapa langkah penting yang dilakukan oleh BPD, seperti membuat catatan kinerja Sangadi, meminta keterangan atau klarifikasi dari Sangadi, menyampaikan pendapat BPD terhadap kinerja Sangadi, serta memberikan masukan yang konstruktif dalam musyawarah desa. Dalam konteks implementasi di lapangan, pengawasan yang dilakukan oleh BPD terhadap kinerja Sangadi di Desa Motabang. Kecamatan Lolak. Kabupaten Bolaang Mongondow, belum berjalan secara optimal. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa persoalan yang menghambat BPD dalam menjalankan fungsinya sebagai Salah satu masalah utama adalah kurangnya partisipasi aktif dari anggota BPD dalam menjalankan tugas pengawasan. Banyak anggota BPD yang memiliki kesibukan lain di luar tugas mereka sebagai anggota BPD, sehingga mereka tidak bisa berperan aktif dalam proses pengawasan. Hal ini tentu berdampak pada efektivitas pengawasan yang dilakukan oleh BPD, mengingat tugas pengawasan memerlukan keterlibatan yang intensif dan berkesinambungan dari seluruh anggota BPD. Selain itu, ikatan emosional yang kuat antara anggota BPD dan Sangadi juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan BPD kehilangan peranannya dalam mengawasi pemerintahan desa. beberapa kasus, anggota BPD merasa enggan untuk memberikan kritik atau saran yang bersifat korektif kepada Sangadi karena adanya hubungan keluarga atau persahabatan yang erat dengan Sangadi. Kondisi ini menyebabkan pengawasan yang seharusnya bersifat objektif menjadi bias, dan BPD gagal menjalankan tugasnya secara independen. Selain itu, tantangan lain yang dihadapi oleh BPD di Desa Motabang adalah kurangnya pemahaman yang mendalam dari anggota BPD mengenai tugas dan fungsi mereka sebagai pengawas kinerja Sangadi. Beberapa anggota BPD masih belum memahami secara jelas apa yang seharusnya mereka awasi dan bagaimana cara melakukan pengawasan yang efektif. Minimnya pemahaman ini berdampak pada lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh BPD, karena mereka tidak memiliki panduan yang jelas tentang aspek-aspek apa saja yang perlu diawasi dalam kinerja Sangadi. Akibatnya, pengawasan yang dilakukan sering kali bersifat formalitas semata tanpa menghasilkan evaluasi yang mendalam dan komprehensif. Pengawasan yang kurang optimal ini tentu berdampak pada kualitas penyelenggaraan pemerintahan desa, terutama dalam hal perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa. Pengawasan yang lemah dari BPD juga berpotensi menyebabkan penyimpangan dalam penggunaan anggaran desa. Tanpa adanya pengawasan yang ketat. Sangadi bisa saja memanfaatkan anggaran desa secara tidak sesuai dengan perencanaan yang telah disepakati bersama. Hal ini tentu menimbulkan risiko terjadinya penyelewengan anggaran yang dapat merugikan masyarakat desa. Selain itu, pelaksanaan program pembangunan desa juga berisiko tidak berjalan dengan efektif jika BPD tidak melakukan pengawasan dengan baik. Program-program yang telah direncanakan bisa saja tidak terlaksana dengan optimal, sehingga pembangunan desa tidak mencapai hasil yang Tantangan lain yang muncul akibat pengawasan yang kurang optimal dari BPD adalah menurunnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa. Ketika masyarakat melihat bahwa pengawasan yang dilakukan oleh BPD terhadap Sangadi tidak berjalan dengan baik, mereka akan kehilangan kepercayaan terhadap pemerintahan Hal ini akan berdampak pada menurunnya partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan desa, karena mereka merasa bahwa pemerintahan desa tidak transparan dan tidak bertanggung jawab dalam mengelola sumber daya desa. Padahal, partisipasi masyarakat merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan pembangunan Tanpa adanya dukungan dari masyarakat, pembangunan desa tidak akan berjalan secara efektif dan berkelanjutan. Reformasi Hukum | Vol. Agustus 2024 JRH Meskipun terdapat berbagai tantangan dalam pelaksanaan pengawasan, penting bagi BPD untuk terus berupaya meningkatkan kualitas pengawasannya terhadap kinerja Sangadi. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah dengan meningkatkan pemahaman anggota BPD mengenai tugas dan fungsi mereka sebagai pengawas. Pelatihan atau sosialisasi tentang tugas pengawasan bisa menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan kapabilitas anggota BPD dalam menjalankan tugas mereka. Selain itu. BPD juga harus menjaga independensi mereka dalam menjalankan pengawasan. Anggota BPD harus mampu memisahkan hubungan pribadi atau emosional mereka dengan Sangadi agar pengawasan bisa dilakukan secara objektif dan tidak bias. 2 Optimalisasi Fungsi Badan Permusyawaratan Desa dalam Perwujudan Demokrasi Desa Motabang Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berperan penting dalam mengembangkan praktik demokrasi di tingkat desa, salah satunya di Desa Motabang. Perwujudan demokrasi di tingkat desa bukan hanya tentang adanya pemilihan umum atau mekanisme suara, tetapi juga melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan yang berdampak langsung pada kehidupan mereka. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berperan sebagai lembaga yang menghubungkan masyarakat dengan pemerintah desa, serta memastikan bahwa suara dan aspirasi masyarakat didengar dan dipertimbangkan dalam proses pemerintahan. Perwujudan demokrasi dapat diartikan sebagai implementasi nilai-nilai demokrasi, termasuk partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan keadilan, dalam pengelolaan . Pada tingkat pemerintahan desa, ini berarti menciptakan sistem di mana semua warga desa memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, berkontribusi dalam pembangunan, dan memiliki akses terhadap informasi yang relevan. BPD sebagai lembaga perwakilan masyarakat memiliki tanggung jawab yang besar dalam memastikan demokrasi berjalan efektif di desa. Beberapa peran kunci BPD dalam perwujudan demokrasi antara lain: Menyerap Aspirasi Masyarakat BPD berfungsi sebagai saluran untuk menyampaikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat kepada pemerintah desa. Melalui forum-forum musyawarah. BPD dapat menggalang masukan dari berbagai kelompok, termasuk mereka yang terpinggirkan, untuk memastikan bahwa semua suara didengar. Pengambilan Keputusan Partisipatif Proses legislasi di desa, yang melibatkan BPD dalam pembahasan dan pengesahan peraturan desa, harus dilaksanakan dengan pendekatan partisipatif. Keputusan yang diambil seharusnya mencerminkan kehendak masyarakat, bukan hanya kepentingan elit atau individu tertentu. Pengawasan dan Akuntabilitas BPD memiliki tugas untuk mengawasi kinerja Sangadi . epala des. dan memastikan bahwa pemerintah desa menjalankan tugasnya dengan transparansi dan akuntabilitas. Dengan melakukan pengawasan yang efektif. BPD dapat mencegah penyalahgunaan wewenang dan memastikan bahwa sumber daya desa dikelola secara baik. Optimalisasi fungsi BPD adalah kunci untuk mencapai demokrasi yang efektif di Desa Motabang. Dengan struktur hukum yang jelas. BPD diharapkan mampu menjalankan perannya dalam membahas dan menyepakati peraturan desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta mengawasi kinerja Sangadi. Sebagaimana diatur dalam Pasal 31 Perda Bolaang Mongondow No. 6/2018. BPD memiliki tanggung jawab untuk membahas rancangan peraturan desa bersama Sangadi, memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan aspirasi masyarakat. Namun, tantangan yang ada sering kali membuat fungsi ini tidak berjalan optimal. Proses pembahasan sering kali menjadi formalitas belaka, di mana BPD kurang memberikan masukan berarti. Untuk meningkatkan fungsi BPD dalam perwujudan demokrasi desa, beberapa langkah perlu diambil. Pertama, pelatihan dan peningkatan kapasitas anggota BPD harus menjadi prioritas untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang tugas dan tanggung Fildzah Muzdalifah Djenaan, et. | Optimalisasi Fungsi Badan JRH Kedua. BPD perlu memperkuat mekanisme pengawasan agar dapat menjalankan fungsi mereka secara independen dan objektif. Ketiga, kolaborasi antara BPD dan pemerintah desa harus ditingkatkan, agar setiap aspirasi masyarakat dapat diwujudkan dalam kebijakan yang konkret. Dengan mengoptimalkan fungsi BPD, diharapkan Desa Motabang dapat menjadi contoh bagi desa-desa lain dalam pelaksanaan demokrasi yang inklusif dan partisipatif. Keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan pengawasan yang efektif akan menciptakan pemerintahan desa yang transparan dan akuntabel, yang pada akhirnya berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat secara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memiliki peran strategis dalam mewujudkan sistem pemerintahan yang demokratis di tingkat desa. BPD berfungsi sebagai perwakilan masyarakat yang menyerap dan menyampaikan aspirasi warga kepada pemerintah desa. Dengan demikian. BPD harus mampu menjalankan fungsinya secara optimal untuk memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil oleh pemerintah desa mencerminkan kebutuhan dan harapan masyarakat. Kesimpulan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Motabang memiliki peran strategis dalam mewujudkan demokrasi desa, namun pelaksanaan fungsi tersebut masih belum Meskipun BPD diharapkan dapat menjalankan fungsi legislasi, pengawasan, dan penampungan aspirasi masyarakat, realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak anggota BPD yang cenderung melakukan tugas secara formalitas. Faktor-faktor yang menghambat kinerja BPD, seperti rendahnya pemahaman anggota terhadap regulasi desa, kurangnya partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, dan adanya konflik kepentingan, telah mengganggu upaya penciptaan lingkungan demokrasi yang sehat. Optimalisasi fungsi BPD dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas anggota BPD dengan pelatihan-pelatihan, menjaga independensi dalam menjalankan tugas pengawasannya agar pengelolaan desa dapat berjalan lebih transparan, dan mengupayakan mekanisme yang lebih baik untuk mendorong partisipasi masyarakat. Dengan memperkuat komunikasi antara BPD dan masyarakat, diharapkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat dapat lebih terwakili, sehingga mendukung perwujudan demokrasi di tingkat desa. Dengan langkah-langkah tersebut. BPD di Desa Motabang dapat berperan lebih efektif dalam perwujudan demokrasi. Daftar Pustaka