Philantropy : Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Website: https://journal.utsmakassar.ac.id/index.php/JP E-ISSN: 2964-2167 Tudang Sipulung : Menjaga Eksistensi Laut melalui Penangkapan Ramah Lingkungan Sri Wulandari1,*, Nuraeni L Rapi2, Ibnu Malkan Hasbi1, Muh Isman3, Mesalina Tri Hidayani3, Husni Angreni4, Tri Widayati Putri4 1 Pemanfaatan Sumberdaya Perairan, ITBM Balik Diwa, Jl. Perintis Kemerdekaan 8 Makassar, 90245 2 Sumberdaya Akuatik, ITBM Balik Diwa, Jl. Perintis Kemerdekaan 8 Makassar, 90245 3 Ilmu Kelautan, ITBM Balik Diwa, Jl. Perintis Kemerdekaan 8 Makassar, 90245 4 Teknologi Hasil Perikanan, ITBM Balik Diwa, Jl. Perintis Kemerdekaan 8 Makassar, 90245 *ririsriwulandari@itbm.ac.id ABSTRAK Ekosistem laut beserta seluruh sumberdaya yang terdapat di dalamnya perlu dijaga eksistensinya dalam rangka kelestariannya untuk generasi yang akan datang. FAO sebagai lembaga yang menangani terkait pangan di seluruh dunia, merilis aturan penangkapan ikan yang baik dan bertanggung jawab yang dikenal sebagai Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) dalam rangka menjaga dan mempertahankan populasi ikan agar tetap ada di masa depan. Salah satu upaya tersebut adalah dengan menggunakan alat tangkap ramah lingkungan pada mekanisme penangkapan ikan. Sehingga tujuan dari pengabdian ini adalah memperkenalkan, mengedukasi, meningkatkan kesadaran dan penyamaan persepsi terkait penggunaan alat tangkap ramah lingkungan. Untuk menjaga keharmonisasi, maka pengabdian ini meggunakan model tudang sipulung. Tudang sipulung merupakan budaya di Sulawesi Selatan dalam melaksanakan musyawarah dan mufakat dimana dalam pelaksanaannya tidak ada paksaan untuk mengemukakan pendapat, etos kerja, dan penegakan hukum. Hasil yang diperoleh dari kegiatan ini adalah bahwa nelayan Desa Lamangkia menggunakan mata kail kalampa untuk alat tangkap pancing, dan alat ini dapat digolongkan sebagai alat tangkap yang ramah lingkungan. Pengabdian ini berjalan lancar, dapat dilihat dari antusiasme dan keaktifan peserta dalam sharing discussion yang tentunya akan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman para nelayan sehingga ke depannya dapat mewujudkan perikanan tangkap berkelanjutan untuk mendukung eksistensi ekosistem laut dan pesisir. Kata kunci: CCRF; kalampa; eksistensi laut; penangkapan ramah lingkungan; Tudang Sipulung ABSTRACT Marine ecosystems and the resources they contain need to be preserved for future generations. FAO, as an organization that deals with food-related issues around the world, released a good and responsible fishing rule known as the Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) in order to maintain and sustain fish populations for the future. One of these efforts is to use environmentally friendly fishing gear in the fishing mechanism. So that the purpose of this service is to introduce, educate, raise awareness and equalize perceptions regarding the use of environmentally friendly fishing gear. To maintain harmony, this service uses the tudang sipulung model. Tudang sipulung is a culture in South Sulawesi in carrying out deliberation and consensus where in its implementation there is no coercion to express opinions, work ethic, and law enforcement. The results obtained from this activity are that Lamangkia Village fishermen use kalampa hooks for fishing gear, and this tool can be classified as environmentally friendly fishing gear. This service went well, it can be seen from the enthusiasm and activeness of the participants in sharing discussions which will certainly increase the knowledge and understanding of the fishermen so that in the future they can realize sustainable capture fisheries to support the existence of marine and coastal ecosystems. 14 Philantropy : Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Website: https://journal.utsmakassar.ac.id/index.php/JP E-ISSN: 2964-2167 Keywords: CCRF; Eco-Fishing; Kalampa; Ocean Existence; Tudang Sipulung 1. PENDAHULUAN Ekositem laut memiliki sumberdaya hayati yang merupakan aset penting pada suatu wilayah pesisir. Masyarakat pesisir didefinisikan sebagai kelompok yang mendiami di suatu wilayah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir. Penggunaan alat penangkapan ikan sebagai sarana utama dalam pemanfaatan sumberdaya ikan perlu dikelola agar tidak berdampak negatif baik pada habitat ikan yakni pada lingkungan perairan dan sumber daya ikan, serta manfaat lain dari jasa lingkungan yang ada di suatu perairan. Cahyadi (2017) mengemukakan bahwa penggunaan alat penangkapan ikan harus dapat menjaga kestabilan ekosistem, termasuk mencegah musnahnya biota-biota lain yang bukan menjadi sasaran penangkapan ikan atau disebut spesies non target dikarenakan ekosistem dibangun oleh berbagai biota laut. Prinsip keseimbangan lingkungan dan ekonomi seyogyanya berbasis ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS). Prinsip ini mencakup pembinaan hubungan dengan pemangku kepentingan dan selalu melibatkan kemitraan tiga pemangku kepentingan, yaitu pihak Institut Teknologi dan Bisnis Maritim Balik Diwa, masyarakat dan pemerintah. Di sisi lain, masyarakat desa diharapkan mampu menemukan dan mengembangkan potensi yang sudah ada untuk diwujudkan menjadi kegiatan nyata atau mengembangkan kegiatan yang telah dirintis masyarakat menjadi lebih berkembang dan bermanfaat sehingga dapat mewujudkan ketahanan nasional di Wilayah Republik Indonesia (Suriamihardja dan Ferial, 2015). Institut Teknologi dan Bisnis Maritim Balik Diwa rutin melaksanakan pengabdian kepada masyarakat dalam rangka pemenuhan Tri Darma Perguruan Tinggi. Salah satunya berlangsung di Dusun Lamangkia Desa Topejawa Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan yang dilaksanakan melalui model tudang sipulung. Dalam budaya Bugis-Makassar, untuk menjaga keharmonisasi dalam sebuah hubungan, biasanya masyarakat menggunakan model tudang sipulung. Tudang sipulung merupakan budaya musyawarah di Sulawesi Selatan untuk melaksanakan musyawarah dan mufakat dan pelaksanaan tidak ada paksaan dalam mengemukakan pendapat, etos kerja (resopa natemmangingi Malomo naletei pammase dewata), dan penegakan hukum (getteng, lempu, ada tongeng) (Wekke dan Salim 2018 dalam Yunus, 2020). Secara etimologis, kata tudang sipulung berasal dari dua kata Bugis, yakni tudang yang berarti duduk, dan sipulung yang berarti bersama. Sehingga istilah tudang sipulung itu dipahami sebagai kegiatan duduk bersama dengan orang lain untuk berdiskusi demi mencapai kesepahaman (Ibrahim et al., 2024). Budaya tudang sipulung merupakan budaya Bugis-Makassar yang merupakan salah satu kearifan lokal. Tudang sipulung didefinisikan sebagai duduk bersama untuk mendiskusikan kesulitan dan memilih solusi terbaik setelah berkonsultasi bersama, nilai-nilai yang penting dalam musyawarah ini adalah kekeluargaan dan gotong royong (Arifin, 2009 dalam Yunus, 2020). Melihat pentingnya partisipasi, kerjasama, dan sikap transaparansi dari semua pihak dalam sebuah perusahaan untuk mengurangi tindak kecurangan, tudang sipulung mempunyai peran sebagai wadah untuk penyelesaian suatu masalah dan menjadikan nilai-nilai yang terkandung dalam tudang sipulung sebagai pegangan. Di sisi lain, ekosistem laut beserta seluruh sumberdaya dan keanekaragaman hayati yang terdapat di dalamnya perlu dijaga eksistensinya dalam rangka kelestariannya untuk generasi yang akan datang. Keanekaragaman hayati mencakup semua bentuk kehidupan di planet ini, mulai dari yang paling sederhana hingga yang paling kompleks. Keanekaragaman ini dapat dibagi menjadi tiga tingkatan, yakni tingkat genetik, tingkat spesies, dan tingkat ekosistem (Wulandari et al., 2023). Indonesia 15 Philantropy : Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Website: https://journal.utsmakassar.ac.id/index.php/JP E-ISSN: 2964-2167 merupakan Negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia pada kategori spesies ikan, hal ini berkaitan dengan panjang garis pantai Indonesia yang merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia (Saputra et al., 2024). FAO sebagai lembaga yang menangani terkait pangan di seluruh dunia, merilis aturan penangkapan ikan yang baik dan bertanggung jawab yang dikenal sebagai Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) dalam rangka menjaga dan mempertahankan populasi ikan agar tetap ada di masa depan. Salah satu upaya tersebut adalah dengan menggunakan alat tangkap ramah lingkungan pada mekanisme penangkapan ikan. Sehingga tujuan dari pengabdian ini adalah memperkenalkan, mengedukasi, meningkatkan kesadaran dan penyamaan persepsi terkait penggunaan alat tangkap ramah lingkungan. 2. MASALAH, TARGET DAN LUARAN Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat ini merupakan aspirasi dari masyarakat nelayan Dusun Lamangkia. Peta lokasi pengabdian disajikan pada Gambar 1, sedangkan rincian masalah, target dan luaran pada pengabdian ini ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 1. Peta Lokasi Pengabdian kepada Masyarakat 16 Philantropy : Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Website: https://journal.utsmakassar.ac.id/index.php/JP Masalah Target Luaran E-ISSN: 2964-2167 1. Kurangnya pemahaman terkait pentingnya menjaga eksistensi laut 2. Nelayan tidak mendapatkan informasi terkait regulasi penangkapan ramah lingkungan 1. Tudang sipulung terkait pentingnya menjaga eksistensi laut 2. Tudang sipulung terkait regulasi penangkapan ramah lingkungan 1. Nelayan mendapatkan informasi terkait pentingnya eksistensi laut 2. Nelayan mendapatkan informasi terkait regulasi penangkapan ramah lingkungan Gambar 2. Bagan masalah, target, dan luaran Pengabdian kepada Masyarakat Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat ini dilaksanakan di Desa Topejawa Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan seperti yang ditunjukan pada Gambar 1. Jarak yang ditempuh dari Institut Teknologi dan Bisnis Maritim Balik Diwa ke lokasi Pengabdian kepada Masyarakat sekitar 60.4 km yang dapat ditempuh selama 2 jam lebih seperti yang ditunjukan pada Gambar 3. Gambar 3. Ilustrasi jarak tempuh dari kampus ke lokasi Pengabdian kepada Masyarakat 17 Philantropy : Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Website: https://journal.utsmakassar.ac.id/index.php/JP E-ISSN: 2964-2167 3. METODE PELAKSANAAN Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat ini dilaksanakan pada 30 September 2023 yang bertempat di Gazebo Wisata Pantai Lamangkia Desa Topejawa Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar. Kegiatan ini berlangsung selama satu hari yang dimulai pukul 14.00 – 16.30 WITA yang dihadiri oleh nelayan, tokoh masyarakat setempat, mahasiswa dan Dosen dari Institut Teknologi dan Bisnis Maritim Balik Diwa. Metode pelaksanaan terdiri atas beberapa tahap yakni: 1. Tahap Perencanaan Pada tahap perencanaan, tim Dosen yang terlibat dalam kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat ini melakukan perencanaan awal, dimulai dari mencari lokasi pelaksanaan dan menemukan permasalahan yang perlu diangkat menjadi tujuan pengabdian. Selain itu, pada tahap ini juga ditetapkan waktu pelaksanaan dan pembagian tugas, baik tugas mahasiswa maupun tugas dosen. 2. Tahap Persiapan a. Observasi awal Observasi dilakukan melalui pengamatan kondisi yang terjadi di lokasi Pengabdian. Pada tahap ini juga dilakukan wawancara kepada nelayan Dusun Lamangkia Desa Topejawa Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan. b. Menyusun rencana kegiatan Setelah melakukan observasi awal, selanjutnya dilakukan penyusunan rencana kegiatan tudang sipulung beserta lokasi pengabdian. c. Menyiapkan alat dan bahan Setelah menyusun rencana kegiatan, selanjutkan penyiapan alat dan bahan yang akan digunakan saat tudang sipulung berlangsung, itu hasil print out file presentasi berhubung Kantor Desa Topejawa tidak memiliku LCD Proyektor. Bahan materi dikumpulkan dari Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dan hasil permintaan data sekunder dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar. 3. Tahap pelaksanaan kegiatan Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan di Gazebo Wisata Pantai Lamangkia sesuai dengan susunan acara yang telah disepakati sebelumnya. 4. Tahap evaluasi Pada tahap evaluasi, dilakukan monitoring kegiatan dan evaluasi kegiatan. Berikut adalah alir dari metode pelaksanaan Tudang Sipulung: Menjaga Eksistensi Laut melalui Penangkapan Ramah Lingkungan Tahap Perencanaan Tahap Persiapan Tahap Pencarian Lokasi Observasi Pengamatan Permasalahan Menyusun Rencana Kegiatan Penentuan Waktu Menyiapkan Alat dan Bahan Awal Tahap Pelaksanaan Kegiatan Tudang Sipulung Tahap Evaluasi Monitoring Kegiatan Evaluasi Kegiatan Gambar 4. Bagan alir tudang sipulung 18 Philantropy : Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Website: https://journal.utsmakassar.ac.id/index.php/JP E-ISSN: 2964-2167 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat yakni “Tudang Sipulung : Menjaga Eksistensi Laut melalui Penangkapan Ramah Lingkungan” dihadiri oleh nelayan, tokoh masyarakat setempat, mahasiswa dan Dosen dari Institut Teknologi dan Bisnis Maritim Balik Diwa. Sasaran utama PkM ini adalah warga Desa Topejawa yang berprofesi sebagai nelayan perikanan tangkap. Berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar Tahun 2018 diketahui bahwa terdapat 98 Rumah Tangga Perikanan di Desa Topejawa yang menggunakan alat tangkap jaring, pancing dan bubu, dengan hasil tangkapan berupa ikan layang, baronang, kerapu, ketamba, kuwe, kakap merah, kembung, kepiting, kakap putih, ikan merah, dan bambangan. Oleh karena itu, pengabdian ini akan memberikan tambahan pengetahuan mengenai kriteria alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan guna menjaga eksistensi laut sesuai dengan tema pengabdian yang diusung. Kegiatan ini diawali dengan pembukaan dan sambutan yang dilanjutkan dengan sesi pemberian materi dan sharing discussion. Adapun sub pokok bahasan materi “Tudang Sipulung : Menjaga Eksistensi Laut melalui Penangkapan Ramah Lingkungan” yang disampaikan adalah sebagai berikut: 1. Potensi sumberdaya laut di Indonesia; 2. Pertimbangan bio-technico-socio-economic approach; 3. Penjelasan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009; 4. Penjelasan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 beserta gambar; 5. Penjelasan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71 Tahun 2016 beserta gambar; 6. Kriteria Alat Penangkap Ikan yang Ramah Lingkungan berdasarkan Code of Conduct for Responsible Fisheries dari FAO. 7. Identifikasi alat penangkap ikan yang digunakan di Desa Topejawa berdasarkan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar Tahun 2019. Terkait CCRF (Code of Conduct for Resposible Fisheries) terdapat 9 (sembilan) kriteria bagi teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan, yaitu : 1. Memiliki selektivitas tinggi Artinya, alat tangkap tersebut diupayakan hanya dapat menangkap ikan/organisme lain yang menjadi sasaran penangkapan saja. Ada dua macam selektivitas yang menjadi sub kriteria, yaitu selektivitas ukuran dan selektivitas jenis. 2. Hasil tangkapan sampingan (bycatch) rendah Bycatch merupakan tangkapan ikan non target yang tertangkap dalam proses penangkapan, dimana tangkapan sampingan ini tertangkap bersamaan dengan ikan target penangkapan. 3. Hasil tangkapan berkualitas tinggi Hasil tangkapan yang diperoleh masih mempunyai kualitas mutu yang baik pada saat sampai di tangan konsumen/ pengguna. 4. Tidak merusak habitat / lingkungan (destruktif) Alat tangkap yang tidak merusak habitat dapat dilihat dari metode penangkapan ikan dan pengoperasian alat tangkap, baik yang dioperasikan di dasar perairan, di tengah perairan maupun di permukaan perairan. 5. Mempertahankan keanekaragaman hayati Dampak terhadap biodiversity merupakan pengaruh buruk dari pengoperasian alat tangkap terhadap keanekaragaman hayati yang ada di lingkungan tempat pengoperasian alat tangkap. Alat tangkap yang digunakan tidak dimodifikasi, selain itu tidak menggunakan bahan yang merusak lingkungan seperti penggunaan racun, bom, potas dan lainnya. Hal ini dapat dapat merusak kelangsungan kehidupan biota perairan (ikan, plankton, benthos dan lainnya). 6. Tidak menangkap spesies yang dilindungi/terancam punah Alat tangkap dikatakan berbahaya terhadap spesies yang dilindungi apabila dalam pengoperasiannya tertangkap spesies yang dilindungi dalam frekuensi relatif besar. Dalam pengoperasian alat tangkap tidak menangkap ikan yang dilindungi atau ikan yang dilarang oleh pemerintah untuk ditangkap misalnya penyu, dugong dan lumba-lumba. 7. Pengoperasian alat tangkap tidak membahayakan keselamatan 19 Philantropy : Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Website: https://journal.utsmakassar.ac.id/index.php/JP E-ISSN: 2964-2167 Tingkat bahaya atau resiko yang diterima oleh nelayan dalam mengoperasikan alat tangkap tergantung pada jenis alat tangkap yang digunakan dan keahlian nelayan dalam mengoperasikan alat tangkap tersebut. 8. Tidak melakukan penangkapan di daerah terlarang Tidak menangkap ikan di daerah penangkapan yang dinyatakan: lebih tangkap, di kawasan konservasi, di daerah penangkapan yang ditutup, di daerah yang tercemar dengan logam berat dan di kawasan perairan lainnya yang dinyatakan terlarang, seperti alur masuk pelabuhan. 9. Dapat diterima secara sosial Suatu alat diterima secara sosial oleh masyarakat apabila biaya investasi murah, menguntungkan secara ekonomi, tidak bertentangan dengan budaya setempat, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 menyebutkan bahwa setiap orang dilarang memiliki, menguasasi, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. Dengan adanya peraturan ini masyarakat khususnya di Dusun Lamangkia sadar oleh hal tersebut, sehingga nelayan antusias untuk menjaga ekosistem laut yang ada disekitar perairan kabupaten Takalar. Selain pemberian informasi kepada nelayan, dalam kegiatan tersebut juga dilakukan diskusi aktif dan diketahui bahwa nelayan setempat menggunakan mata pancing jenis kalampa (Gambar 5) sehingga dapat mengoptimalkan operasi penangkapan ikan di Perairan Lamangkia. Mata pancing jenis kalampa merupakan alat tangkap yang telah dimodifikasi dari pancing tonda oleh nelayan Desa Topejawa. Mata pancing jenis kalampa telah dimanfaatkan oleh masyarakat Dusun Lamangkia, sebagai alat tangkap. Pancing tonda adalah alat memancing yang diadaptasi khusus untuk fokus pada spesies pelagis besar seperti barakuda, tongkol, tuna, dan atau cakalang. Namun, Nelayan Lamangkia menggunakan mata pancing kalampa untuk menangkap barakuda. Gambar 5. Mata pancing kalampa 20 Philantropy : Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Website: https://journal.utsmakassar.ac.id/index.php/JP E-ISSN: 2964-2167 Gambar 6. Dokumentasi tudang sipulung Berdasarkan informasi dari nelayan, diketahui bahwa mata pancing kalampa lebih efektif dan efisien dalam penggunaannya berhubung tidak menggunakan umpan karena dapat dikatakan bahwa kalampa ini merupakan umpan buatan. Selain itu, dapat menghasilkan tangkapan yang melimpah dan hasil tangkapannya memiliki nilai ekonomis tinggi. Kalampa terbuat dari pipa paralon yang berbentuk menyerupai bentuk ikan ikan kecil agar menarik ikan pelagis besar seperti ikan. Setiap jenis kalampa memiliki dua mata pancing nomor 6. Penyampaian informasi dari pihak dosen maupun nelayan berhasil menarik antusiasme para peserta dan pemateri. Sharing discussion berlangsung aktif, hangat dan lancar. Pada sesi ini juga berlangsung monitoring dan evaluasi secara terselubung. Pada Gambar 6 disajikan dokumentasi kegiatan ini. 5. KESIMPULAN Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat Tudang Sipulung : Menjaga Eksistensi Laut melalui Penangkapan Ramah Lingkungan” telah dilaksanakan dengan lancar dan mendapatkan respon positif oleh peserta. Hal tersebut tercermin dari keaktifan peserta dalam mengikuti serangkaian seluruh kegiatan dan saat sharing discussion secara terarah dengan tim dosen. Transfer ilmu pengetahuan dapat dikatakan berjalan dengan baik serta secara keseluruhan kegiatan pengabdian dikatakan baik berdasarkan penilaian peserta. 21 Philantropy : Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Website: https://journal.utsmakassar.ac.id/index.php/JP E-ISSN: 2964-2167 UCAPAN TERIMAKASIH Tim Pengabdian kepada Masyarakat Institut Teknologi dan Bisnis Maritim Balik Diwa yang terdiri dari dosen dan mahasiswa mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada nelayan dan tokoh masyarakat Dusun Lamangkia Desa Topejawa Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan. DAFTAR PUSTAKA Cahyadi, R. (2017). Perancangan alat bantu penangkap ikan (fishing deck machinery) untuk peningkatan produktifitas nelayan. Prosiding Semnastek. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar. (2019). Alat penangkap ikan yang digunakan di Kabupaten Takalar. FAO. 1995. Kriteria Alat Penangkap Ikan yang Ramah Lingkungan berdasarkan Code of Conduct for Responsible Fisheries. Ibrahim, A., Kanna, A. S., & Gumelar, f. (2024). Tinjauan Teologis Tudang Sipulung dalam Tradisi Bugis-Makassar dan Implikasinya terhadap Hubungan Islam-Kristen di Sulawesi Selatan. Melo: Jurnal Studi Agama-Agama, 4(1), 20-33. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71 Tahun 2016 Saputra, D. Wulandari, S., Sari, D. A. W., Anggraini, A., Rahmawati, I. F., Nurlaili, R., Rahmawati, J. M., ... & Rahmadani, D. F. (2024). Ekonomi Biru untuk Keberlanjutan Indonesia. CV. Future Science. Suriamihardja, D., & Ferial, E. W. (2015). Wawasan ipteks: ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Wulandari, S., Sari, D. A. W., Anggraini, A., Rahmawati, I. F., Nurlaili, R., Rahmawati, J. M., & Rahmadani, D. F. (2023). Biologi Lingkungan. CV. Future Science. Yunus, Y. (2020). Model Tudang Sipulung dalam Pembelajaran Islam dan Lokal. MANAGERE: Indonesian Journal of Educational Management, 2(3), 293-308. Kearifan 22