https://dinastirev. org/JIHHP. Vol. No. 1, 2025 DOI: https://doi. org/10. 38035/jihhp. https://creativecommons. org/licenses/by/4. Kebijakan Hukum Pidana terhadap Perlindungan Pengguna Media Sosial dari Pelaku Doxing sebagai Upaya Perlindungan Hak Privasi Individu Annisa Nabila1. Marlina2. Jelly Leviza3 Universitas Sumatera Utara. Magister Ilmu Hukum. Medan. Indonesia, annsanbl24@gmail. Universitas Sumatera Utara. Magister Ilmu Hukum. Medan. Indonesia, marlina@usu. Universitas Sumatera Utara. Magister Ilmu Hukum. Medan. Indonesia, jelly@usu. Corresponding Author: annsanbl24@gmail. Abstract: This study examines criminal law policies to protect social media users from doxing, a violation of individual privacy rights. Doxing is the unauthorized distribution of a person's personal data through digital media, which can result in psychological, social, and even legal The issues raised include the form of criminal law protection against doxing practices in Indonesia, the obstacles faced by social media users in obtaining legal protection, and the legal remedies available to victims based on national regulations. This study uses a normative juridical method with a statutory and conceptual approach. The results show that legal protection against doxing is not yet specifically regulated in a single law, although several regulations, such as Law Number 27 of 2022 concerning Personal Data Protection, the Electronic Information and Transactions Law, and the Criminal Code, can be used to prosecute doxing perpetrators. This study recommends the establishment of specific regulations regarding doxing crimes to provide clearer, more responsive, and more comprehensive protection for victims and to raise public awareness of the importance of protecting personal data in digital public spaces. Keyword: Doxing. Criminal Law. Privacy Rights. Social Media. Legal Protection Abstrak: Penelitian ini membahas kebijakan hukum pidana dalam memberikan perlindungan terhadap pengguna media sosial dari kejahatan doxing sebagai bentuk pelanggaran hak privasi Doxing merupakan tindakan penyebaran data pribadi seseorang tanpa izin melalui media digital yang dapat mengakibatkan kerugian psikologis, sosial, hingga hukum. Permasalahan yang diangkat mencakup bentuk perlindungan hukum pidana terhadap praktik doxing di Indonesia, hambatan yang dihadapi oleh pengguna media sosial untuk mendapatkan perlindungan hukum, serta upaya hukum yang dapat ditempuh korban berdasarkan ketentuan peraturan nasional. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap doxing belum diatur secara spesifik dalam satu peraturan perundangundangan, meskipun beberapa regulasi seperti Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Undang-Undang ITE, dan KUHP dapat digunakan untuk menjerat . Page https://dinastirev. org/JIHHP. Vol. No. 1, 2025 pelaku doxing. Penelitian ini merekomendasikan pembentukan regulasi khusus tentang kejahatan doxing guna memberikan perlindungan yang lebih jelas, responsif, dan komprehensif bagi korban, serta meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga data pribadi di ruang publik digital. Kata Kunci: Doxing. Hukum Pidana. Hak Privasi. Media Sosial. Perlindungan Hukum PENDAHULUAN Eksistensi hukum dalam proses pembangunan sesungguhnya tidak hanya sekedar memiliki fungsi sebagai alat pengendali sosial . ocial contro. , melainkan lebih dari itu, hukum diharapkan mampu untuk menggerakkan masyarakat agar berperilaku sesuai dengan cara-cara baru dalam rangka mencapai suatu keadaan masyarakat yang dicita-citakan. (Otje Salman, 1. Hukum berfungsi sebagai wahana pembaharuan masyarakat . ocial engineerin. Hukum diharapkan mampu mengarahkan masyarakat kepada pola perilaku baru yang sesuai dan dikehendaki. Hukum dapat mengubah atau bahkan menghapuskan kebiasaan-kebiasaan lama yang sudah tidak lagi sesuai atau sejalan dengan perkembangan zaman dan nilai-nilai yang sahih. (Ahmad Tholabi Kharlie, 2. AuPerubahan sosial dan pembaharuan, termasuk di dalamnya modernisasi di bidang hukum, yang berhubungan satu dan yang lainnya dengan erat. Pembaharuan atau modernisasi dapat diartikan sebagai suatu bentuk dari kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk membawa masyarakat kepada perubahan yang direncanakan dan dikehendaki. (Satjipto Raharjo, 2. Hukum pidana merupakan salah satu bagian dari ilmu hukum yang mengatur dan menjelaskan tentang perbuatan atau tindakan apa saja yang menjadi suatu pelanggaran kejahatan, hukum pidana juga menentukan jenis sanksi yang dapat dijatuhi pada setiap orang yang melakukan pelanggaran tersebut. Adanya sanksi dalam hukum pidana yang tertuang dalam Undang-Undang diharapkan dapat memperkuat atau mempertahankan norma-norma administratif agar masyarakat dapat menaatinya, namun harus selalu diingat bahwa sanksi pidana itu merupakan upaya terakhir atau obat terakhir . ltimum remediu. artinya sanksi pidana baru bisa digunakan apabila cabang hukum lainnya atau upaya lainnya sudah tidak (Friedman and Ahmadi Miru, 2. Usaha penanggulangan dengan hukum pidana menurut Barda Nawawi Arief pada hakikatnya merupakan bagian dari usaha penegakan hukum . hususnya merupakan penegakan hukum pidan. Dikatakan bahwa politik hukum atau kebijakan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan penegakan hukum . aw enforcement polic. (Barda Nawawief, 2. Kejahatan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, kejahatan juga merupakan salah satu bentuk tingkah laku yang mengalami perkembangan yang sejajar dengan perkembangan masyarakat. Kejahatan akan terus tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat. (Nursariani Simatupang and Faisal. Indonesia sendiri telah meratifikasi dan memberlakukan instrumen HAM dengan implementasi yang sesuai dengan aturan hukum yang ada, permasalahan tentang pelanggaran HAM tetap muncul. Salah satunya adalah pelanggaran hak privasi dalam penggunaan ruang publik berbasis internet, yang dikategorikan sebagai doxing dalam hukum positif di indonesia. Hak asasi manusia dan kebebasan berbicara juga perlu dipertimbangkan dalam konteks perbuatan doxing. Kebebasan berbicara penting, penggunaannya untuk merugikan atau membahayakan individu lain dapat dibatasi dalam batas-batas tertentu sesuai dengan hukum. Kejahatan dapat terjadi kapan dan dimana saja, kejahatan juga tidak mengenal tempat maupun waktu, tidak mengenal laki-laki dan perempuan, tidak mengenal tua dan muda, tidak mengenal orang dewasa maupun anak Ae anak. Setiap agama selalu mengajarkan akan pentingnya menghargai 10 | P a g e https://dinastirev. org/JIHHP. Vol. No. 1, 2025 hak asasi manusia tanpa memandang agama, ras, suku, dan bahasa. Agama juga mengajarkan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan, karena setiap manusia memiliki harkat dan martabat yang harus dihormati dan tidak ada satupun agama yang mengajarkan tentang keburukan terhadap satu sama lain sebagai umat manusia. Paradigma hukum positif menitikberatkan pada kepentingan manusia semata tanpa mendasari pada sakralitas ketuhanan. Hukum tidak mempunyai hubungan dengan psikologi, sosial, moral, dan ketuhanan. Hukum hanya menjangkau kepentingan manusia di dunia dan tidak menjangkau kepentingan manusia di akhirat. (Zulkarnain Lubis and Bakti Ritonga, 2. Salah satunya adalah perkembangan industrialisasi digital yang ditandai dengan adanya 0 menempatkan media internet sebagai wadah dan sumber informasi didalam era Big Data. Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) memiliki potensi menjadi pedang bermata dua, dimana pada satu sisi dengan adanya TIK akan memberikan kemudahan didalam kehidupan manusia dalam mengakses informasi, namun dilain sisi dengan adanya TIK dapat pula dijadikan sarana untuk melakukan perbuatan melawan hukum. Kejahatan siber mencakup berbagai aktivitas kriminal yang dilakukan melalui jaringan komputer dan internet, termasuk penipuan online, pencurian identitas, serangan malware, peretasan, dan eksploitasi data pribadi. (Afifah Rizqy Widianingrum, 2. Tidak adanya batasan antara ruang publik dengan kehidupan pribadi dapat menyebabkan orang atau sekelompok orang akan melihat celah untuk menyerang dan memanfaatkan orang lain demi keuntungan sendiri melalui media internet. Kondisi ini memiliki peranan dalam mengarahkan pola hubungan perilaku antar individu menjadi konsumtif, artinya terbiasa sehingga menjadi kebiasaan yang disebabkan oleh kemudahan dalam mengakses dan menyebarkan informasi melalui internet berdasarkan faktor efektivitas dan efesien waktu. Berdasarkan Data Statistik pada tahun 2023. Indonesia sendiri pada saat ini menempati peringkat keempat sebagai negara yang memiliki pengguna internet terbesar di dunia. (Agnes Yonatan, 2. Pada tahun 2024 Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyatakan bahwa tingkat penetrasi pengguna internet di Indonesia mencapai 79,5 persen yang menunjukkan peningkatan sebanyak 1,31 persen dari tahun sebelumnya. Terhitung 473 jiwa di Indonesia yang mana di dominasi oleh Generasi Z dengan rentang usia 12-27 tahun mayoritas terbanyak sebagai pengguna internet. Perkembangan teknologi pada saat ini sangat mempengaruhi akan dampak kebebasan setiap orang untuk berpendapat di Internet. Salah satu contoh kasus yang terjadi di Indonesia baru-baru ini adalah sebuah akun beredar di media sosial dengan username AoFufufafaAo yang menjadi trending di Twitter sampai pada saat ini. Bermula dari akun tersebut mengeluarkan unggahan yang berisikan kritik dan hinaan terhadap Presiden terpilih Prabowo Subianto dan keluarganya sejak bertahun-tahun Banyak warganet yang mencurigai akun tersebut dan dalam beberapa waktu mulai di cari serta diketahui bahwa pemilik akun adalah Gibran Rakabuming yang merupakan Wakil Presiden terpilih sebagai pasangan Prabowo Subianto. Tidak berselang lama, mulai tersebar data pribadi milik Gibran mulai dari nomor telepon. Kartu Tanda Penduduk, email, serta data Ae data lainnya yang bersifat pribadi yang berkaitan dengan akun AoFufufafaAo dan disebar oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab di Twitter. Pemanfaatan teknologi yang bersifat negatif dapat memunculkan kejahatan jenis baru yang disebut dengan cybercrime. Cybercrime sendiri memiliki banyak jenis, yang dimana salah satunya adalah doxing. Secara singkat doxing adalah kejahatan yang dilakukan di internet dengan cara mengumpulkan data pribadi korban secara ilegal yang kemudian disebarluaskan di internet ataupun media sosial yang tanpa persetujuan korban dengan tujuan mengintimidasi dan disertai dengan ancaman terhadap korban. Pelaku sengaja menyebarkan data pribadi seseorang yang didapatkannya secara tidak sah dan tanpa izin korban di internet atau di media Perbuatan doxing juga bisa terjadi karena pelaku tidak menyukai korban karena satu dan 11 | P a g e https://dinastirev. org/JIHHP. Vol. No. 1, 2025 lain hal. Salah satunya jika korban pernah memaparkan pendapatnya di media sosial yang kemudian hal tersebut menyinggung pelaku dan menyebabkan pelaku tidak menyukai korban. Doxing bisa dilakukan secara individu maupun secara berkelompok. Pengaturan mengenai kejahatan doxing di Indonesia tidak secara spesifik disebutkan dalam satu undang-undang tertentu, tetapi beberapa peraturan dan undang-undang dapat digunakan untuk menangani kasus doxing, baik yang dilakukan oleh individu maupun Berdasarkan hal tersebut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi, perbuatan doxing dapat dikenakan pidana tepatnya diatur pada pasal 67 ayat 1 dan 2 UU PDP, disebutkan bahwa kegiatan yang yaitu mengumpulkan data pribadi seseorang kemudian mengungkapkan data tersebut tanpa izin . Dapat di ancam pidana penjara dan sanksi. Perbuatan Doxing sendiri dapat menyerang siapapun tanpa pandang bulu, mulai dari orang biasa, pejabat, eksekutif perusahaan, hingga pimpinan pemerintahan. Doxing juga dapat dilakukan oleh siapa saja tidak hanya dari kalangan professional, seperti perbuatan stalking atau menguntit social media korbannya, lalu menyebarkan data pribadi korban dengan menganonimkan diri atau tidak menggunakan nama asli. Ruang publik berbasis internet yang pada saat sekarang ini memiliki jutaan pengguna disetiap platfrom media sosial seperti: Instagram. Twitter. Tiktok. Facebook, dan tak jarang kasus doxing kerap terjadi karena kurangnya kesadaran oleh masyarakat pengguna media sosial akan hal ini, oleh sebab itu maka dari itu diperlukannya Perlindungan dan kepastian hukum terhadap pengguna media sosial dari pelaku doxing demi melindungi hak privasi individu. Indonesia dalam hal ini membutuhkan produk undang-undang yang mengatur tentang Perlindungan hak privasi seseorang secara spesifik dan jelas, setiap produk yang dihasilkan undang-undang oleh legislatif harus dapat menampung aspirasi masyarakat, sehingga undangundang tersebut dapat berlaku efektif di dalam masyarakat sehingga dapat mencapai dari citacita hukum itu sendiri yang tidak lain adalah dapat menjamin rasa keadilan di dalam Meskipun tidak semua produk hukum itu dapat menampung aspirasi dari masyarakat tetapi menampung aspirasi kelompok, elitis, dan politiknya. Informasi pribadi serta kerahasiaan seseorang . merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dibagi menjadi 2 bagian, karena hal ini saling berkaitan erat satu sama lain, dimana jika kita membahas mengenai informasi individu yang dimiliki oleh seseorang, secara tidak langsung kita membahas mengenai pribadi orang itu yang wajib dilindungi dan dihormati. Asas hukum membentuk norma hukum yang dirumuskan dalam peraturan hukum. Tanpa asas hukum, maka norma hukum akan kehilangan kekuatan mengikatnya. (Satjipto Rahardjo, 2. Privasi merupakan sebutan lain yang setelah itu dipakai oleh negara-negara maju yang berhubungan dengan informasi individu selaku hak yang wajib dilindungi, dan menjadi hak seseorang agar tidak diusik kehidupan pribadinya. Aktivitas doxing seringkali melanggar hak privasi individu seseorang memiliki konsekuensi yang cukup serius terhadap korban, karena dapat mengancam keuangan, atau bahkan reputasi korban. Berasaskan Perlindungan dan penghormatan terhadap hak dan kewajiban sebagai bentuk keadilan dan kepastian hukum, maka karena itu, praktik doxing dilarang karena dapat mengakibatkan tindakan hukum terhadap pelakunya, terutama apabila bertujuan untuk menyebabkan kerugian dan bahaya terhadap korbannya. Praktik doxing juga dianggap melanggar moral dan etika dalam menggunakan ruang publik berbasis internet dan media sosial. Orang harus bertanggung jawab terhadap perbuatannya yang dilakukan dengan sengaja. Perbuatan yang dilakukan dengan sengaja harus sesuai dengan kesadaran etisnya. Bagi etika, baik buruknya, tercela tidaknya, perbuatan itu diukur dengan tujuan hukum, yaitu ketertiban Etika mempunyai nilai yang mendalam dan meresap ke dalam seluruh aspek kehidupan manusia, serta menguasai seluruh kehidupan manusia yang paling hakiki. Oleh 12 | P a g e https://dinastirev. org/JIHHP. Vol. No. 1, 2025 karena itu, etika menurut moralitas, berarti bahwa yang dituntut adalah pelanggaran etika dan pelanggaran hukum. Namun perlu diketahui bahwa angka-angka ini mungkin belum mencerminkan seluruh insiden yang terjadi, karena beberapa kasus mungkin tidak dilaporkan atau tidak terdeteksi. Selain itu, doxing juga sering terjadi di forum-forum atau komunitas online . edia sosia. di mana pengguna menggunakan nama alias untuk berinteraksi. Fenomena doxing dan budaya cancel culture di media sosial dapat mempengaruhi pandangan pengguna terhadap privasi dan keamanan online. Oleh karena itu, peningkatan kesadaran dan respons terhadap tindakan doxing sangat diperlukan. METODE Metode penelitian ini adalah metode hukum normatif yang menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Penelitian hukum normatif disebut juga sebagai penelitian hukum doktrinal yang mengacu pada norma-norma hukum. (NAM eka dan Hadita. Op. Cit. ,) Sifat penelitian dalam proposal tesis ini bersifat deskriptif Deskriptif disini dimaksudkan agar penelitian ini memperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis yang dilakukan secara menggambarkan dan menjelaskan serta menganalisa permasalahan menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dalam peraturan perundang- undangan Indonesia yang mengatur tentang kebijakan hukum pidana terhadap Perlindungan pengguna media sosial dari pelaku doxing sebagai upaya perlindungan hak privasi individu. (Soekanto dan Mamudji. Op. Cit. , hlm . Sumber data yang digunakan pada penelitian hukum dalam penulisan artikel ini adalah data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan atau literatur yang berkaitan dengan obyek penelitian. Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dengan melaksanakan inventarisasi serta sistematisasi literatur yang memiliki keterkaitan terkait dengan permasalahan hukum yang ada dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif, pada bagian analisis data disini dijelaskan alasan-alasan yang menggunakan metode analisis data yang digunakan serta prosedur yang dilakukan dalam analisis data sampai dengan pengambilan kesimpulan di dalam penelitian hukum ini. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Upaya Hukum Terhadap Korban Perilaku Doxing Berdasarkan Hak Privasi Individu Aspek Perdata dan Pidana dalam Perlindungan Hukum bagi Pengguna Media Sosial . Aspek Perdata Dalam konteks hukum perdata, perlindungan privasi juga penting untuk memelihara kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan teknologi. Tanpa perlindungan privasi yang memadai, individu mungkin enggan untuk berbagi informasi pribadi mereka atau menggunakan teknologi baru yang dapat memberikan manfaat bagi mereka. (Septiani and Jayakusuma, 2. Hal ini dapat menghambat inovasi dan pertumbuhan dalam berbagai sektor yang bergantung pada penggunaan data pribadi, seperti e-commerce, kesehatan digital, dan kecerdasan buatan. Perlindungan privasi juga berkaitan erat dengan hak untuk mengendalikan informasi pribadi, namun dalam era digital, kendali atas informasi pribadi semakin kabur. Data pribadi seringkali dijual, di transfer atau digunakan oleh pihak ketiga tanpa persetujuan pihak yang bersangkutan. Menurut hukum perdata di Indonesia, doxing dapat dianggap sebagai tindakan melawan hukum . nrechtmatige daa. sesuai dengan Pasal 1365 KUHPerdata, yang berbunyi: Setiap tindakan yang melanggar hukum dan menyebabkan kerugian bagi orang lain, mewajibkan 13 | P a g e https://dinastirev. org/JIHHP. Vol. No. 1, 2025 pihak yang secara salah menghasilkan kerugian tersebut untuk mengganti kerugian ituAy. (Hadi. R, 2. Doxing, yang melibatkan penyebaran data pribadi tanpa persetujuan dan sering kali mengakibatkan kerugian psikis, reputasi, atau bahkan finansial, merupakan satu bentuk pelanggaran terhadap hak pribadi seseorang. Hak atas privasi dan perlindungan data pribadi diakui sebagai bagian dari hak sipil yang melekat pada setiap individu. Dalam beberapa tahun terakhir khususnya pada Tahun 2020 munculnya isu privasi yang signifikan, seperti pengungkapan data yang tidak salah oleh individu. Perusahaan teknologi besar, pelanggaran data yang melibatkan jutaan orang, dan penyalahgunaan data untuk tujuan politik maupun komersial, telah memicu perdebatan publik tentang perlindungan Perkembangan inu pula yang menujukkan perlunya kerangka hukum yang lebih kuat dan efektif untuk melindungi privasi individu dalam hukum perdata. (Muhammad Husni. Abdullah Pakarti, dkk, 2. Dalam rangka mengatasi tantangan ini, berbagai negara telah mengadopsi atau merevisi Undang-Undang privasi untuk mengakomodasi perubahan teknologi dan memperkuat perlindungan privasi individu. Contohnya adalah General Data Protection Regulation (GDPR) di Uni Eropa yang diberlakukan pada tahun 2018. Undang-undang ini memberikan kerangka kerja yang komprehensif untuk melindungi privasi individu di era digital, termasuk pengaturan tentang persetujuan, hak untuk dihapus, dan kewajiban bagi organisasi untuk melindungi data pribadi dengan baik. Secara perdata, korban doxing dapat menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita akibat penyebaran informasi pribadinya tanpa . Aspek Pidana Secara umum, hukum positif di Indonesia sudah menetapkan aturan tentang perlindungan data pribadi, yang terdapat dalam Peraturan Menteri Komunikasi. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 mengenai AuPerlindungan Data Pribadi. Namun, ada tantangan dalam pelaksanaan hukum tersebut. Penanganan kasus doxing memerlukan tindakan hukum yang melibatkan pemerintah, pemilik data pribadi, penegak hukum, serta masyarakat. (Balqis. & Monggilo. Z, 2. Upaya pemerintah dalam melindungi hak privasi masyarakat terlihat melalui regulasi seperti Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 mengenai Perlindungan Data Pribadi. Tetapi, masih ada kelemahan dalam melindungi pemilik data dari penyalahgunaan data oleh pihak ketiga untuk kepentingan pribadi. Untuk memperbaiki masalah ini, perlu dilakukan peningkatan dalam penerapan regulasi yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Terdapat keterbatasan dalam perundang-undangan terkait kejahatan doxing, yang menyebabkan ketidakpastian dalam penanganan kasus doxing, hal ini menciptakan celah hukum dan ketidakpastian dalam perlindunganterhadap korban kejahatan doxing. Analisis Upaya Hukum Terhadap Korban Perilaku Doxing Berdasarkan Perlindungan Hak Privasi Individu Indonesia telah memiliki Undang-Undang Perlindungan Pribadi Nomor 27 Tahun 2022 sebagai langkah pemerintah Indonesia yang patut diapresiasi mengingat telah banyak perkembangan pengaturan hukum Perlindungan pribadi, baik secara internasional, regional, maupun nasional. Pada saat sekarang ini hukum Perlindungan data pribadi menjadi salah satu bidang ilmu baru yang akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi, informasi, dan komunikasi dan kini telah ada 145 negara yang memiliki pengaturan khusus 14 | P a g e https://dinastirev. org/JIHHP. Vol. No. 1, 2025 tentang data pribadi. Di negara ASEAN. Indonesia merupakan negara kelima yang memiliki pengaturan tentang data pribadi setelah Malaysia . Singapura . Filipina . , dan Thailand . Jadi, bisa dikatakan bahwa masalah hukum data pribadi masih relatif baru di Indonesia. Upaya hukum memiliki dua jenis yaitu upaya hukum preventif dan upaya hukum represif sebagaimana berikut: Tabel 2. Upaya Hukum dalam Kasus Doxing Jenis Upaya Bentuk Preventif Administratif Represif Contoh dalam Kasus Doxing Memintai Kominfo untuk takedown postingan yang memuat data pribadi sebelum disebarluaskan lebih Hukum privasi Melapor ke platform sosial agar konten tidak viral dan agar segera dihapus. Pidana Membuat laporan kepada kepolisian atas pelanggaran UU ITE atau UU PDP. Perdata Menggugat secara perdata pelaku doxing untuk ganti rugi immateriel. Menurut Philipus M. Hadjon. Perlindungan hukum diartikan sebagai tindakan melindungi atau memberikan pertolongan kepada subyek hukum dengan perangkat-perangkat Dalam kasus doxing, perlindungan hukum preventif belum berjalan dengan optimal disebabkan oleh lemahnya pengawasan dan respons cepat dari platform digital, sementara perlindungan represif juga mengalami hambatan dalam lambannya proses hukum dalam melakukan pelacakan terhadap akun anonim yang menjadi pelaku doxing. (Saly. Sulthanah. Hal ini menunjukkan bahwa teori Philipus M. Hadjon masih lebih ideal daripada implementasinya dilapangan, mengingat perkembangan teknologi yang cepat, terdapat kemungkinan bahwa beberapa ketentuan dalam UU PDP mungkin perlu disesuaikan atau diperbarui untuk memenuhi tantangan baru yang muncul. Misalnya, perkembangan terbaru dalam kecerdasan buatan dan pembelajaran mesin mungkin memerlukan pemikiran ulang tentang bagaimana data pribadi diproses dan perlindungan privasi yang diperlukan. Dalam hal ini, mungkin diperlukan amandemen terhadap beberapa pasal dalam UU PDP untuk memastikan bahwa undang-undang tersebut tetap relevan dan efektif dalam melindungi hak privasi warga. Akhirnya. UU turunan harus memiliki batasan yang jelas untuk menghindari pengumpulan data yang berlebihan dan tidak relevan, serta menjamin bahwa akses ke data pribadi dibatasi hanya untuk tujuan yang sah dan telah disetujui oleh subjek data. Transparansi dari pengontrol dan pemroses data dalam semua aktivitas pengolahan data juga harus Dengan langkahlangkah ini. Indonesia dapat memperkuat perlindungan privasi warganya dalam menghadapi tantangan era digital, sambil mendukung inovasi dan pertumbuhan yang bertanggung jawab. Upaya Hukum . Upaya Filosofis Berdasarkan teori sistem hukum yang digunakan dalam penulisan ini, secara filosofis, upaya pengaturan hak privasi atas data diri merupakan manifestasi dari pengakuan dan Perlindungan hak-hak dasar manusia. Oleh karena itu, penyusunan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi memiliki landasan filosofis yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan. Secara khusus. UU PDP mengharuskan pengolahan data pribadi dilakukan berdasarkan prinsip legalitas, proporsionalitas, dan 15 | P a g e https://dinastirev. org/JIHHP. Vol. No. 1, 2025 Ini berarti bahwa data pribadi tidak boleh diproses tanpa dasar hukum yang kuat, harus sebanding dengan tujuan pengolahan, dan dilakukan secara terbuka serta jujur. Dengan demikian, doxing yang melibatkan penggunaan data pribadi tanpa izin dan sering kali untuk tujuan yang merugikan tidak memenuhi kriteria ini dan jelas merupakan tindakan ilegal. Landasan filosofis adalah Pancasila yang merupakan recthsidee . ita huku. atau konstruksi pikir . untuk mengarahkan hukum kepada apa yang dicita-citakan. (Rosadi Sinta,Op. Cit, hlm. Rudolf Stammler mengatakan bahwa rechtsidee berfungsi sebagai leitsern . intang pemand. bagi terwujudnya cita-cita sebuah Dari situlah disusun konsep dan politik hukum sebuah negara. Cita hukum merupakan sesuatu yang bersifat normatif dan konstitutif, normatif berarti memiliki fungsi sebagai prasyarat transendental yang mendasari bermartabatnya hukum positif. Selain itu,cita hukum juga merupakan landasan moral hukum sekaligus tolak ukur sistem hukum positif. Konstitutif berarti rechtsidee berfungsi sebagai arah bagi hukum untuk mencapai tujuan. Gustav Radbruch menyatakan bahwa rechtsidee memberikan makna bagi hukum sebagai dasar yang bersifat konstitutif bagi hukum positif. Rechtsidee merupakan tolok ukur yang bersifat regulatif untuk menguji keadilan hukum Cita hukum akan berpengaruh dan berfungsi sebagai asas umum Yang memberikan pedoman . uiding principl. , norma kritik . aidah evaluas. ) dan faktor yang memotivasi dalam penyelenggaraan hukum dalam hal Pembentukan, penemuan, penerapan, dan perilaku hukum. Sila kedua Pancasila yang berbunyi. Kemanusiaan yang adil dan beradab, merupakan landasan filosofis Perlindungan data pribadi. Perlindungan yang dimaksud akan menciptakan keadilan, juga membentuk peradaban manusia yang menghormati dan menghargai data pribadi. Secara yuridis, nilai-nilai Pancasila harus diderivasikan ke dalam seluruh peraturan perundang-undangan sebagai konsekuensi dari kedudukan Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pancasila terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia. UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan dasar hukum bagi pembentukan hukum positifyang mengandung empat ide pokok. Cita Perlindungan mengandung makna bahwa hukum menjamin Perlindungan untuk segenap bangsa Indonesia. Hal ini selaras dengan prinsip keadilan kumulatif yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham. la mengemukakan bahwa fungsi utama dari hukum adalah memberikan penghidupan, mendorong persamaan, dan memelihara keamanan bagi semua orang. Sementara itu, cita keadilan sosial mencerminkan hukum yang menjamin keadilan dalam bermasyarakat. Keadilan sosial yang mengutamakan perlakuan adil kepada seluruh rakyat Indonesia tanpa memandang ras, golongan, dan Aristoteles dan Thomas Aquinas memandang keadilan semacam itu sebagai keadilan distributif. Keadilan distributif merupakan pembagian barang dan kehormatan kepada masing-masing anggota masyarakat sesuai dengan kedudukannya dalam Selanjutnya, cita kemanfaatan adalah cita hukum mengenai kegunaan hukum dalam bernegara. Sunaryati Hartono memandang para pendiri bangsa Indonesia menganut falsafah hukum bahwa rakyat memiliki hak asasi manusia, baik sebagai kelompok maupun Perlindungan data pribadi merupakan perwujudan dari Perlindungan hak asasi manusia sebagaimana paham yang dianut oleh bangsa Indonesia. Negara hukum yang demokratis merupakan cita-cita para pendiri bangsa . he founding father. dengan menjadikan keadilan sebagai tujuan dari negara hukumAy. Dengan terciptanya negara 16 | P a g e https://dinastirev. org/JIHHP. Vol. No. 1, 2025 hukum yang demokratis, peningkatan kesejahteraan umum dan kecerdasan bangsa juga menjadi tujuan negara kesejahteraan . Dengan lain kata, penyusun Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bukan hanya mengharapkan negara hukum dalam arti sempit. Penyusun juga tidak hanya mengharapkan negara yang berdasar undang-undang atau kehidupan bernegara yang berdasarkan kepada supremasi hukum semata. Harapan utamanya adalah kehidupan berbangsa dan bernegara yang membawa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak hanya adil bagi Indonesia sebagai satu kesatuan politik, tetapi juga bagi tiap warga negara tanpa memandang perbedaan asal-usul etnologis atau rasial, strata status sosial seseorang, maupun agama yang dianut. Upaya Sosiologis Perumusan aturan mengenai pelindungan data pribadi dapat dipahami secara Hal tersebut karena kebutuhan untuk melindungi hak-hak individual dalam masyarakat yang berhubungan dengan pengumpulan, pemrosesan, pengelolaan, dan penyebarluasan data pribadi. Pelindungan privasi mengenai data diri pribadi yang memadai akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat untuk menyediakan data pribadi guna berbagai kepentingan yang lebih besar tanpa disalahgunakan atau dilanggar hakhak pribadinya. Dengan demikian, pengaturan ini akan menciptakan keseimbangan antara hak-hak individu dan masyarakat yang diwakili kepentingannya oleh negara. Dalam hal praktik doxing menyoroti perlunya kesadaran yang lebih besar tentang risiko dan konsekuensi hukum dari kegiatan ini, baik bagi pelaku maupun bagi korban. Untuk mengatasi dan mencegah doxing, penting bagi pemerintah untuk melakukan edukasi kepada publik tentang pentingnya melindungi privasi online dan juga untuk memperkuat implementasi peraturan yang melindungi data pribadi. Penerapan efektif UU PDP dan kerjasama antar lembaga, termasuk lembaga penegak hukum dan penyedia layanan internet, adalah kunci untuk menangani masalah doxing dengan cara yang efektif dan menghormati hak privasi setiap individu. (Fikri. & Rusdiana. Pengaturan tentang pelindungan data pribadi akan memberikan kontribusi yang besar terhadap terciptanya ketertiban dan kemajuan dalam masyarakat informasi. Secara sosiologis terkesan bahwa masyarakat Indonesia belum atau kurang menghargai privasi karena nilai-nilai tersebut bukan berasal dari bangsa Indonesia. Padahal masyarakat juga menghargai privasi dengan tidak mengganggu atau mengusik kehidupan setiap individu sebagai anggota masyarakat. Bahkan tindakan-tindakan seperti itu disadari sebagai tindakan yang kurang pantas dan bertentangan dengan nilainilai luhur berbangsa dan Hal ini juga tercermin dari hasil survei yang menunjukkan bahwa bernegara. terdapat kesadaran data pribadi. dan harapan masyarakat terhadap pelindungan privasi menyangkut data pribadi. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pelindungan privasi menyebabkan adanya ruang atas sejumlah pelanggaran dan penyalahgunaan data pribadi. Potensi pelanggaran hak privasi terhadap data pribadi ini tidak hanya di dunia maya atau online, tetapi juga dapat terjadi di dunia nyata atau offline. Beberapa contoh potensi pelanggaran yang dapat terjadi secara online, yaitu pengumpulan data pribadi secara massal . igital dossie. , pemasaran langsung . , media sosial, pelaksanaan program KTP-el, pelaksanaan program e-health, hingga kegiatan komputasi awan . loud computin. 17 | P a g e https://dinastirev. org/JIHHP. Vol. No. 1, 2025 Upaya Yuridis Upaya yuridis tentang pelindungan data pribadi bersumber kepada Pada Pasal 28G dan Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan demikian pelindungan data pribadi merupakan salah satu bentuk perwujudan amanat konstitusi yang harus diatur dalam bentuk undang-undang. Pasal 28G Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa, "Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu merupakan hak "Lebih lanjut. Pasal 28H ayat . Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa, "Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun. " Pasal-pasal ini menjadi pertimbangan bagi perlunya pembentukan peraturan perundang-undangan yang melindungi data pribadi. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-I/2003 semakin mempertegas bahwa pengaturan pelindungan data pribadi harus dalam bentuk Undang-undang. Dalam putusan Mahkamah Konstitusi tersebut disebutkan bahwa ketentuan yang menyangkut HAM harus dalam bentuk Undang-Undang. (Adi Nugraha and Saputra, 2. Penegakan hukum terhadap doxing menimbulkan tantangan tersendiri, terutama terkait dengan identifikasi pelaku dan pembuktian bahwa doxing memang terjadi. Banyak kasus doxing terjadi secara anonim atau melalui platform online yang memungkinkan pelaku untuk menyembunyikan identitas mereka. Ini mempersulit proses penegakan hukum dan sering kali memerlukan kerjasama antara agen penegak hukum dan penyedia layanan internet Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dilakukan untuk mewujudkan bangsa yang berdayasaing sebagaimana telah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 20052025. Upaya Non Hukum Permasalah kebocoran informasi indivu di internet kian kerap bermunculan. Apalagi, bermacam permasalahan kebocoran informasi mengenai industri global raksasa. Kebocoran informasi pula terjalin di Indonesia, beberapa akun serta informasi individu konsumen internet bocor lewat internet naik melalui media sosial, maupun e-commerce. Sayangnya, penguatan hukum permasalahan kebocoran informasi individu di Indonesia amat lemah dibanding luar Situasi ini beresiko permasalahan kebocoran informasi individu hendak lalu kesekian tanpa penguatan hukum. Upaya-upaya non hukum yang dilakukan untuk mengurangi dampak negatif dari penggunaan media sosial adalah sebagai berikut : Upaya Konseling ke Psikolog, jika seseorang telah kecanduan media sosial dan cenderung mengubah kepribadiannya menutup diri dalam interaksi sosial dan lingkungannya di masyarakat agar dapat kembali menjadi seseorang yang memiliki kehidupan sosial dengan berkomunikasi yang baik terhadap lingkungan sekitarnya, menghindarkan dari perbuatan yang dapat merusak moral. Upaya pengawasan dan pengontrolan oleh orang tua terhadap anak, karena permasalahan interaksi sosial di dunia nyata akibat media sosial kebanyakan terjadi kepada anak, sehingga orang tua perlu untuk mengawasi kegiatan anak. 18 | P a g e https://dinastirev. org/JIHHP. Vol. No. 1, 2025 KESIMPULAN Upaya yang dapat dilakukan oleh pengguna media sosial guna mendapatkan Perlindungan hukum akibat pelanggaran hak privasi individu berdasarkan peraturan nasional adalah sistem hukum pidana nasional dapat lebih responsif dalam menghadapi dinamika kejahatan digital sekaligus memberikan jaminan nyata atas perlindungan hak privasi individu di tengah kemajuan teknologi informasi, upaya hukum juga dapat dilakukan melalui mekanisme perdata, seperti gugatan ganti kerugian atas pelanggaran hak privasi. Upaya hukum terhadap korban perilaku doxing memerlukan pendekatan yang lebih terintegrasi dan adaptif, baik dalam aspek regulasi, penegakan hukum, maupun edukasi publik. Negara memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap individu mendapatkan perlindungan maksimal atas hak privasinya sebagai bentuk penghormatan terhadap martabat manusia di tengah kemajuan teknologi informasi. REFERENSI