Kurikulum Pendidikan Islam dalam Perspektif Tokoh Pendidikan Islam {93 KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF TOKOH PENDIDIKAN ISLAM Fauzan Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Jamiatut Tarbiyah Lhoksukon Aceh Utara email: fznsyarifuddin@yahoo.com Abstract Many scholars who have authority over a field of science is strong evidence of our scholars do not recognize the concept of science dichotomy. in the view of Islam, to some extent, controlled all mandatory. Just call it a distinguished, if studied theology (the basics) was fard 'ayn. That is mandatory for every Muslim man to learn. While studying general sciences is fard kifayah. The division of science becomes fard 'ayn and fard kifayah or Naqli science and science' aqli not need to be understood in a dichotomous or face to face, because he is just sharing knowledge hierarchy based on the level of taklif, needs, priorities and truth. It talks about the views of leaders of Islamic education in the mapping sciences/ teaching materials, which in terms of education today known as the "curriculum”. 'aqli taklif 94} Vol. II, No. 01, Januari 2014 ". Keywords: Curriculum, Education, People A. Pendahuluan Penelusuran kembali pemikiran pendidikan di kalangan umat Islam memang sangat diperlukan. Sebab, hal tersebut mengingatkan kembali khazanah intelektual yang pernah dimiliki oleh umat Islam di masa lalu. Kesadaran historis ini pada gilirannya akan memelihara kesinambungan atau kontinuitas keilmuan, khususnya tentang kajian materi atau kurikulum pendidikan Islam yang bisa diterapkan untuk masa sekarang. Pemikiran-pemikiran kependidikan Islam dan pemikiran tokoh dalam bidang pendidikan Islam juga bisa dijadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan atau kebijakan sesuai dengan kondisi zaman saat ini. Sehingga, hasil atau pokok-pokok pikiran para ahli tersebut layak ditelaah kembali dalam rangka membenahi sistem pendidikan, khususnya kurikulum yang tidak seragam dalam dunia pendidikan Islam. Dalam tulisan ini, penulis hanya akan memaparkan beberapa konsep kurikulum pendidikan yang pernah dikemukakan oleh beberapa tokoh pendidikan Islam. Namun demikian, mungkin tidak banyak tokoh yang bisa diangkat pemikirannya dalam kajian ini, mengingat prinsip kesederhanaan tulisan agar mudah dipahami. Oleh karena itu, pembahasan hanya dibatasi pada beberapa tokoh saja, yang populer dari dua masa, yaitu abad klasik yang menjadi masa kejayaan ilmu pengetahuan dan abad ke-20 yang merupakan representasi dari pemikiran kurikulum masa kini. Memilih dua masa tersebut sebagai batasan, adalah bertujuan untuk membandingkan dua model materi/kurikulum yang sudah jelas sangat berbeda. Paling tidak, perbedaan tersebut dapat dilihat dari dua segi. Pertama, bahwa kedua model tersebut berkembang dalam rentang waktu yang sangat jauh. Kedua, perbedaan juga terasa karena satu masa dikenal sebagai masa kejayaan, sedang masa yang lain sebagai masa kemunduran dalam pendidikan Islam. Adapun tokoh yang mewakili masing-masing masa tersebut adalah Imam al-Ghazali dan Ibn Khaldun pada abad klasik, serta Syed Naquib alAttas sebagai tokoh pendidikan Islam abad ke-20. Kurikulum Pendidikan Islam dalam Perspektif Tokoh Pendidikan Islam {95 Kurikulum yang dimaksud dalam tulisan juga tidak seluas pemahaman kita pada masa kini, yaitu kurikulum yang mencakup semua unsur pendidikan. Namun, kurikulum yang dipahami adalah hanya sebatas materi pelajaran yang diajarkan. Selanjutnya, materi pelajaran tersebut dikelompokkan ke dalam dua kategori umum, seperti yang dijelaskan oleh Ahmad Tafsir, kurikulum yang digagas oleh beberapa tokoh pendidikan abad klasik hanyalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari oleh siswa. B. Kurikulum Pendidikan Islam Menurut al-Ghazali 1. Biografi Singkat al-Ghazali Nama lengkapnya Abu Hamid Ibn Muhammad Ibn Ahmad Ibn alThusi al-Ghazali, lahir pada tahun 45 H/1058 M di Thus, tepatnya di desa Gazaleh.1 Awal pertama beliau belajar agama pada waktu kecil, beliau menimba ilmu pada Abu Hamid Ahmad Ibn Muhammad al-Thusi ArRadzkani seorang ulama terkenal. Kemudian beliau pergi ke Naysabur untuk belajar di Madrasah Nizhamiyah pimpinan Imam Ahmad al-Juwaini (Imam al-Haramain) yang bermadzab Syafi‘i, yang pada saat itu merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan yang terkenal di dunia Islam.2 Karena kecakapannya dalam penguasaan ilmu, al-Ghazali oleh gurunya dikenalkan dengan Nizham al-Mulk, pendiri Madrasah Nizhamiyah.3 Nizham al-Mulk mengangkat al-Ghazali menjadi guru besar sekaligus Rektor Madrasah Nizhamiyah Baghdad dalam usia 34 tahun. Selama menjadi rektor, al-Ghazali banyak menulis buku yang meliputi beberapa bidang seperti fiqh, ilmu kalam dan buku-buku sanggahan terhadap aliran-aliran kebatinan, Ismailiyah.4 Penulisan berbagai karya ilmiah tersebut tidak mengurangi kesibukannya dalam mengajar dan meneliti. Beliau adalah seorang filosof, ahli ilmu kalam dan tasawuf serta ____________ 1 Muhammad Shalihin, Filsafat dan Metafisika dalam Islam: Sebuah Penjelajahan Nalar, Pengalaman Mistik, dan Perjalanan Aliran Manunggaling Kawula-Gusti (Jakarta: Narasi, 2008), h. 182. 2 Saeful Anwar, Filsafat Ilmu al-Ghazali: Dimensi Ontologi dan Aksiologi (Bandung: Pustaka Setia, 2007), h. 53. 3 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 83. 4 Ibid. 96} Vol. II, No. 01, Januari 2014 ahli fiqih selain juga seorang pemikir besar dalam sejarah Islam yang pengaruhnya sangat besar hingga saat ini. 2. Kurikulum Pendidikan Islam al-Ghazali Mengenai kurikulum pelajaran, al-Ghazali telah menyusun kurikulum yang diatur berdasarkan arti penting yang dimiliki oleh masing-masing ilmu seperti yang dikemukakan oleh Ramayulis dan Nizar sebagai berikut ini: 5 Berdasarkan pembidangan ilmu dibagi menjadi dua bidang: (1) Ilmu syari‘at sebagai ilmu terpuji, terdiri atas: a) Ilmu ushul (ilmu pokok): ilmu Alquran, sunah nabi, pendapatpendapat sahabat dan ijma‘. b) Ilmu furu‟ (cabang): fiqh, ilmu hal ihwal hati dan akhlak. c) Ilmu pengantar (muqaddimah) ilmu bahasa dan gramatika. d) Ilmu pelengkap (mutammimah). (2) Ilmu bukan syari‘ah terdiri atas: a) Ilmu terpuji: ilmu kedokteran, ilmu berhitung dan ilmu pustaka. b) Ilmu yang diperbolehkan (tak merugikan); kebudayaan, sastra, sejarah, puisi. c) Ilmu yang tercela (merugikan): ilmu tenun, sihir dan bagianbagian tertentu dari filsafat. Berdasarkan objek, ilmu dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) Ilmu pengetahuan yang tercela secara mutlak, baik sedikit maupun banyak seperti sihir, azimat, nujum dan ilmu tentang ramalan nasib. 2) Ilmu pengetahuan yang terpuji, baik sedikit maupun banyak, namun kalau banyak lebih terpuji, seperti ilmu agama dan tentang ilmu beribadat. 3) Ilmu pengetahuan yang kadar tertentu terpuji, tetapi jika mendalaminya tercela, seperti dari sifat naturalisme. Berdasarkan status hukum mempelajari yang dikaitkan dengan nilai gunanya ilmu dapat digolongkan kepada: ____________ 5 Ramayulis & Samsul Nizar, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam (Quantum Teaching, Ciputat, 2005), h. 5. Kurikulum Pendidikan Islam dalam Perspektif Tokoh Pendidikan Islam {97 1) Fardhu „ain, yang wajib dipelajari oleh setiap individu, ilmu agama dan cabang-cabangnya. 2) Fardu kifayah, ilmu ini tidak diwajibkan kepada setiap muslim, tetapi harus ada di antara orang muslim yang mempelajarinya. Dan jika tidak seorang pun di antara kaum muslimin dan kelompoknya mempelajari ilmu dimaksud, maka mereka akan berdosa. Contohnya; ilmu kedokteran, hitung, pertanian. Dalam kurikulum al-Ghazali tersebut tampaklah secara jelas dua kecenderungan:1) Kecenderungan agama dan tasawuf. Kecenderungan ini membuat al-Ghazali menempatkan ilmu-ilmu agama di atas segalanya, dan memandangnya sebagai alat mensucikan diri dan membersihkannya dari karat-karat dunia. 2) Kecenderungan pragmatis. Kecenderungan ini tampak jelas di dalam karya-karyanya. Al-Ghazali beberapa kali mengulangi penilaiannya terhadap ilmu berdasarkan manfaatnya bagi manusia, baik untuk kehidupan di dunia maupun di akhirat.6 C. Kurikulum Pendidikan Islam menurut Ibn Khaldun 1. Biografi Singkat Ibn Khaldun Nama lengkapnya adalah Waliu al-Din 'Abd al-Rahman ibn Muhmmad ibn al-Hasan ibn al-Jabir ibn Muhammad ibn Ibrahim ibn 'Abd al-Rahman ibn Khaldun.7 Lahir di Tunisia tahun 1332 M dan meninggal di Mesir tahun 808 H / 1406 M. Leluhurnya berasal dari Hadharat al-Maut Yaman yang hijrah ke Spanyol pada abad kedelapan bersamaan dengan penaklukan Islam di Semenanjung Andalusia.8 Ibn Khaldun, seperti halnya anak-anak muslim lain, sewaktu kecil belajar menghafal Alquran dan tajwid. Di sana ia belajar membaca dan menghafal Alquran serta ilmu pengetahuan lain dari guru-gurunya.9 Sudah menjadi tradisi pada masa itu, ayah adalah guru pertama. Adalah kewajiban orang tua untuk mengurus pendidikan anaknya sebaik ____________ 6 Lihat., Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulumuddin (Kairo: Mu‟assasat al-Halabi, 1967), h. 67. 7 Muhammad Abdullah Enan, Ibn Khaldun his Life and Work (New Delhi: Kitab Bhavan, 1979), h. 2-3. 8 Lutfi Jum'ah, Tarikh al-Falasifah al-Islami fi al-Masyriq wa al-Maghrib, (Mesir: „Ainus Syams, t.t.), h. 19. 9 Ibid., h. 11. 98} Vol. II, No. 01, Januari 2014 mungkin. Maka dari itu, yang menjadi guru pertama Ibn Khaldun adalah ayahnya sendiri. Kemudian, ia mempelajari bahasa pada sejumlah guru. Di antara guru yang terpenting adalah Abu ‗Abdillah Muhammad Ibn alArabi al-Hasyayiri, Abu al-‗Abbas Ahmad ibn al-Qassar, dan Abu ‗Abdillah Ibn Bahar. Ia mempelajari hadis pada Syamsuddin Abu ‗Abdillah al-Wadiyasi. Mengenai fiqh, Khaldun belajar pada sejumlah guru, diantaranya Abu ‗Abdillah Muhammad al-Jiyani dan Abu Qahiri. Demikian juga ia mempelajari ilmu-ilmu rasional atau filosofis, yakni teologi, logika, ilmu-ilmu kealaman, matematika dan astronomi kepada Abu ‗Abdillah Muhammad ibn al-Abili. Ia sangat mengangumi gurunya yang terakhir ini.10 2. Kurikulum Pendidikan Islam Ibn Khaldun Dalam pembahasannya mengenai kurikulum, Ibn Khaldun mencoba membandingkan kurikulum-kurikulum yang berlaku pada masanya, yaitu kurikulum pada tingkat rendah yang terjadi di negaranegara Islam bagian barat dan timur. Ia mengatakan bahwa sistem pendidikan dan pengajaran yang berlaku di Maghrib, bahwa orang-orang Maghrib membatasi pendidikan dan pengajaran mereka pada mempelajari Al-Quran dari berbagai segi kandungannya. Sedangkan orang-orang Andalusia, mereka menjadikan Al-Quran sebagai dasar dalam pengajarannya, karena Alquran merupakan sumber Islam dan sumber semua ilmu pengetahuan. Sehingga, mereka tidak membatasi pengajaran anak-anak pada mempelajari Al-Quran saja, melainkan juga dimasukkan pelajaran-pelajaran lain seperti syair, karang mengarang, khat, kaidahkaidah bahasa Arab dan hafalan-hafalan lain. Demikian pula dengan orang-orang Ifrikiya (afrika), mereka mengkombinasikan pengajaran Alquran dengan hadis dan kaidah-kaidah dasar ilmu pengetahuan tertentu. Pemikiran Ibn Khaldun tentang kurikulum pendidikan dapat dilihat dari konsep epistemologinya. Menurutnya, ilmu pengetahuan dalam kebudayaan umat Islam dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu: 11 ____________ 10 Ibid., h. 12. Muhammad Jawad Ridha, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam (Tiara Wacana, Yogyakarta, 2002), h. 187. 11 Kurikulum Pendidikan Islam dalam Perspektif Tokoh Pendidikan Islam {99 a. Ilmu Pengetahuan syar‟iyyah yang berkenaan dengan hukum dan ajaran agama Islam. Ilmu pengetahuan syar‟iyyah yaitu ilmu-ilmu yang bersandar pada ―warta‖ otoritatif syar‟i (Tuhan/Rasul) dan akal manusia tidak mempunyai peluang untuk ―mengotakatiknya‖, kecuali dalam lingkup cabang-cabangnya. Itu pun masih harus berada dalam kerangka diktum dasar ―warta‖ otoritatif tersebut. Ilmu ini di antaranya adalah tentang Al-Quran, hadis, prinsip-prinsip syari‘ah, fiqh, teologi, dan sufisme. b. Ilmu pengetahuan filosofis, yaitu ilmu yang bersifat alami yang diperoleh manusia dengan kemampuan akal dan pikirannya. Lingkup persoalan, prinsip-prinsip dasar dan metode pengembangannya sepenuhnya berdasar daya jangkau akal pikir manusia. Ilmu pengetahuan filosofis meliputi: (1) Ilmu manthiq (logika), yakni ilmu yang menjaga proses penalaran dari hal-hal yang sudah diketahui agar tidak mengalami kesalahan. (2) Ilmu pengetahuan alam, yakni ilmu tentang realitas empirisinderawan, baik berupa unsur-unsur atomik, bahan-bahan tambang, benda-benda angkasa maupun gerak alam jiwa manusia yang menimbulkan gerak dan sebagainya. (3) Ilmu metafisika yakni hasil pemikiran tentang hal-hal metafisis. (4) Ilmu matematika, ilmu ini meliputi empat disiplin keilmuan yang disebut al-Ta‟lim yakni: (1) Ilmu ukur (al-Handasah); (2) Ilmu aritmatika; (3) Ilmu musik; (4) astronomi.12 Ilmu pengetahuan filosofis juga sering disebut sains alamiah. Hal ini disebabkan karena dengan potensi akalnya, setiap orang memiliki kemampuan untuk menguasainya dengan baik. Ilmu pengetahuan syar‟iyyah dan filosofis merupakan pengetahuan yang ditekuni manusia (peserta didik) dan saling berinteraksi, baik dalam proses memperoleh atau proses mengajarkannya. Konsepsi ini kemudian merupakan pilar dalam merekonstruksi kurikulum pendidikan Islam yang ideal, yaitu kurikulum pendidikan yang mampu mengantarkan peserta didik yang memiliki kemampuan membentuk dan membangun peradaban umat manusia.13 ____________ 12 13 Ibid., h. 189. Nizar, Filsafat Pendidikan., h. 95-96. 100} Vol. II, No. 01, Januari 2014 Pandangan Ibn Khaldun tentang materi ilmu dan kurikulum demikian tidak mengandung makna pemilahan yang bersifat taksonomi, tapi pengklasifikasiannya dilihat dari segi urgensinya bagi kepentingan manusia. Ia masih dalam kerangka kesatuan yang sesuai dengan pandangan Al-Quran. Sebagaimana al-'Ainain mengungkapkan, ―Karena Al-Quran menyatukan (menganut sistem kesatuan) di antara material dan spiritual, ilmu dan agama, ilmu dan amal, antara agama dan negara, manusia dan realitas‖.14 Jadi, pengaruh Al-Quran tampak jelas dalam memandang ilmu sebagai bagian dari aktivitas pendidikan insani. Secara umum Ibn Khaldun telah mengklasifikasikan ilmu pengetahuan yang banyak dipelajari manusia pada masa beliau menjadi dua macam yaitu:15 1) Ilmu-ilmu tradisional (Naqliyah). Ilmu naqliyah adalah yang bersumber dari Al-Quran dan Hadis yang dalam hal ini peran akal hanyalah menghubungkan cabang permasalahan dengan cabang utama, karena informasi ilmu ini berdasarkan kepada otoritas syari‘at yang diambil dari Al-Quran dan Hadis. 2) Ilmu-ilmu filsafat atau rasional (Aqliyah). Ilmu ini bersifat alami bagi manusia, yang diperolehnya melalui kemampuannya untuk berpikir. Ilmu ini dimiliki semua anggota masyarakat di dunia, dan sudah ada sejak mula kehidupan peradaban umat manusia di dunia D. Kurikulum Pendidikan Islam Menurut Syed Naquib al-Attas 1. Biografi Singkat Syed. Naquib al-Attas Syed Muhammad Naquib ibn Ali ibn Abdullah ibn Muhsin al-Attas lahir pada 5 September 1931 di Bogor, Jawa Barat. Silsilah keluarganya bisa dilacak hingga ribuan tahun ke belakang melalui silsilah sayyid dalam keluarga.16 Ayahnya bernama Syed Ali bin Abdullah al-Attas, sedangkan ____________ 14 Ali Khalil Abu al-'Ainain, Falsafah al-Tarbiyah al-lslamiyah fi al-Quran al-Karim (Mesir: Dar al-Fikr al-'Arabi, 1980), h. 297. 15 Abdurahman Ibn Khaldun, Muqaddimah, Terj. Ahmadie Thoha, Cet I (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986), h. 543-547. 16 Wan Mohd Nor Wan Daud, The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naguib al-Attas: An Exposition of the Original Concept of Islamization (Kuala Lumpur: International Institute of Islamic Thought and Civilization, 1998), h. 45. {101 Kurikulum Pendidikan Islam dalam Perspektif Tokoh Pendidikan Islam ibunya bernama Syarifah Raguan Al-Idrus, keturunan kerabat raja-raja Sunda Sukapura, Jawa Barat. Ayahnya berasal dari Arab yang silsilahnya merupakan keturunan ulama dan ahli tasawuf yang terkenal dari kalangan sayid.17 Syed Muhammad Naquib al-Attas mengembangkan potensi dasarnya yakni bidang intelektual. Untuk itu, Syed Muhammad Naquib alAttas sempat masuk Universitas Malaya selama 2 tahun. Berkat kecerdasan dan ketekunannya, ia dikirim oleh pemerintah Malaysia untuk melanjutkan studi di Institute of Islamic Studies McGill, Canada. Dalam waktu relatif singkat, yakni 1959-1962, dia berhasil menggondol gelar master dengan mempertahankan tesis Raniry and the Wujuddiyah of 17th Centhury Acheh.18 Alasan dia mengambil judul tersebut karena ingin membuktikan bahwa islamisasi yang berkembang di kawasan tersebut bukan dilaksanakan oleh kolonial Belanda, melainkan murni dari upaya Islam sendiri.19 Kemudian melanjutkan studi School of Oriental and African Studies di Universitas London, di sinilah ia mempunyai pengaruh sebagai tokoh pemikir pendidikan Islam.20 Memasuki tahapan pengabdian kepada Islam, Syed Muhammad Naquib al-Attas memulai dengan jabatan di jurusan kajian Melayu pada Universitas Malaya. Hal ini dilaksanakan pada tahun 1966-1970. Di sini ia menekankan arti pentingnya kajian Melayu. Sebab mengkaji sejarah Melayu dengan sendirinya juga mendalami proses islamisasi di Indonesia dan Malaysia. Karya-karya pujangga Melayu banyak yang berisi tentang ajaran Islam, terutama tasawuf. Bahkan, Syed Muhammad Naquib al-Attas mendirikan lembaga pengajaran dan penelitian yang khusus pada pemikiran Islam terutama filsafat sebagai jantung proses islamisasi. Gagasan tersebut disambut positif oleh pemerintah Malaysia, sehingga pada tanggal 22 November 1978 berdirilah secara resmi ISTAC ____________ 17 Ibid., Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan., h. 117-112. 19 Ibid., 20 Ibid., 18 102} Vol. II, No. 01, Januari 2014 (International Institute of Islamic Thought and Civilization) dengan Syed Muhammad Naquib al-Attas sebagai ketuanya.21 2. Kurikulum Pendidikan Islam al-Attas Kajian al-Attas mengenai kurikulum pendidikan Islam berangkat dari pandangan bahwa karena manusia itu bersifat dualistis, ilmu pengetahuan yang dapat memenuhi kebutuhannya dengan baik adalah yang memiliki dua aspek. Pertama, yang memenuhi kebutuhannya yang berdimensi permanen dan spiritual; dan kedua, yang memenuhi kebutuhan material dan emosional. Al-Attas juga secara tegas mengusulkan pentingnya pemahaman dan aplikasi yang benar mengenai ilmu fardhu „ain dan fardhu kifayah. Penekanannya pada kategorisasi ini mungkin juga karena perhatiannya terhadap kewajiban manusia dalam menuntut ilmu dan mengembangkan adab. Al-Attas membagi materi pendidikan hanya kepada dua kelompok saja secara garis besar:22 1) Ilmu fardhu ‟ain (ilmu-ilmu agama), yaitu a. Al-Quran. b. Sunnah. c. Syari‘at. d. Teologi. e. Metafisika. f. Ilmu Bahasa (bahasa Arab). 2) Ilmu fardhu kifayah, yaitu a. Ilmu Kemanusiaan (Sosial, Budaya, Politik) b. Ilmu Alam c. Ilmu Terapan. d. Ilmu Teknologi. e. Perbandingan Agama. f. Kebudayaan Barat. g. Ilmu Linguistik: Bahasa Islam, dan h. Sejarah Islam. ____________ 21 Ibid,. Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, Syed M. Naquib AlAttas, Cet-1, (Mizan: Bandung, 2003), h.134. 22 Kurikulum Pendidikan Islam dalam Perspektif Tokoh Pendidikan Islam {103 Syed Muhammad Naquib al-Attas, termasuk salah satu pemikir dan pembaharu pendidikan Islam dengan ide-ide segarnya. Al-Attas tidak hanya sebagai intelektual yang concern kepada pendidikan dan persoalan umum umat Islam, tetapi juga pakar dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Ia juga dianggap sebagai tokoh penggagas islamisasi ilmu pengetahuan yang mempengaruhi banyak tokoh lainnya.23 Ia secara sistematis merumuskan strategi Islamisasi ilmu dalam bentuk kurikulum pendidikan untuk umat Islam. Meski demikian, ide-ide al-Attas tentang Islamisasi ilmu pengetahuan dalam pendidikan Islam banyak memperoleh tantangan dari para pemikir yang terlahir dari dunia Barat. E. Penutup Meletakkan dasar kurikulum pendidikan tidak terlepas dari klasifikasi ilmu, al-Ghazali menghirarki ilmu menjadi dua bagian. Ilmu fardhlu ‗ain dan ilmu fardhlu kifayah. Apa yang dilakukan al-Ghazali ini adalah mengutamakan muatan ilmu dari pada metode pendidikan. Bagi alGhazali bahwa kemuliaan sebuah ilmu ditentukan oleh buahnya dan keaslian prinsip-prinsipnya (watsaqat al-dalil wa qawwatihi), dan yang pertama itu lebih penting dari yang kedua. Sebagai contoh, walaupun tidak setepat matematika, ilmu kedokteran lebih penting bagi seseorang. Begitu juga ilmu agama, („ulumuddin) adalah lebih mulia dari ilmu kedokteran, sehingga al-Ghazali mengklasifikasi kepada dua garis besar; ilmu fardhu „ain dan ilmu fardhu kifayah. Tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan al-Ghazali, Ibn Khaldun dengan membagi ilmu kepada ilmu naqliyah dan aqliyah juga telah meletakkan peta dasar konsep ilmu/materi/kurikulum dalam Islam. Perbedaan keduanya hanya terletak pada skala prioritas, al-Ghazali lebih menekankan akan urgensi ilmu fardhu „ain di atas semua ilmu (materi), tapi bukan berarti Ibn dengan konsep ilmu naqliyah dan aqliyah-nya mengabaikan prioritas tersebut, hal ini tampak jelas bagaimana argumen Ibn khaldun yang menitik beratkan pelajaran AlQuran terutama pada masa-masa awal usia pendidikan. Sedangkan alAttas sendiri yang dikenal sebagai konseptor Islamisasi ilmu pengetahuan ____________ 23 Ibid., h. 98. 104} Vol. II, No. 01, Januari 2014 memandang bahwa ilmu-ilmu atau kurikulum mata pelajaran umum yang berkembang dewasa nini harus disucikan kembali, ini diakibatkan karena pengaruh liberalisasi ilmu yang dikembangkan oleh barat/non muslim, yang pada akhirnya akan mempengaruhi cara pandang umat Islam dari penetrasi liberalisasi pemikiran melalui ilmu yang dapat menciptakan muslim materialis, sebagaimana tujuan dari pendidikan mereka. Jika melihat konsep kurikulum yang dibawa oleh ketiga tokoh pendidikan Islam di atas, begitu jelas tergambar bagaimana idealnya sebuah kurikulum yang harus diterapkan dalam lembaga pendidikan masa kini. Kurikulum tanpa dikotomi ilmu, kurikulum yang terpadu dalam satu ruh, yaitu ruhuddin (ruh agama Islam).*** DAFTAR PUSTAKA Abu Hamid al-Ghazali, 1967. Ihya Ulumuddin. Kairo: Mu‘assasat al-Halabi. Abuddin Nata, 2001. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Abdurahman Ibn Khaldun, 1986. Muqaddimah, Terj. Ahmadie Thoha, Cet I. Jakarta: Pustaka Firdaus. Ali Khalil Abu al-'Ainain, 1980. Falsafah al-Tarbiyah al-lslamiyah fi al-Quran al-Karim. Mesir: Dar al-Fikr al-'Arabi. Lutfi Jum'ah, t.t. Tarikh al-Falasifah al-Islami fi al-Masyriq wa al-Maghrib. Mesir: ‗Ainus Syams. Muhammad Shalihin, 2008. Filsafat dan Metafisika dalam Islam: Sebuah Penjelajahan Nalar, Pengalaman Mistik, dan Perjalanan Aliran Manunggaling Kawula-Gusti. Jakarta: Narasi. Muhammad Abdullah Enan, 1979. Ibn Khaldun his Life and Work. New Delhi: Kitab Bhavan. Muhammad Jawad Ridha, 2002. Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam. Tiara Wacana, Yogyakarta. Ramayulis & Samsul Nizar, 2005. Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam. Quantum Teaching, Ciputat. Kurikulum Pendidikan Islam dalam Perspektif Tokoh Pendidikan Islam {105 Saeful Anwar, 2007. Filsafat Ilmu al-Ghazali: Dimensi Ontologi dan Aksiologi. Bandung: Pustaka Setia. Wan Mohd Nor Wan Daud, 1998. The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naguib al-Attas: An Exposition of the Original Concept of Islamization. Kuala Lumpur: International Institute of Islamic Thought and Civilization. -----------, 2003. Filsafat dan Praktek Pendidikan Islam, Syed M. Naquib Al- Attas, Cet-1. Mizan: Bandung.