Jurnal Sylva Lestari Vol. 7 No. Januari 2019 . ISSN . 2339-0913 ISSN . 2549-5747 Dinamika Daya Dukung Habitat Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensi. di Areal Pengembangan Suaka Rhino Sumatera Taman Nasional Way Kambas The Dynamic of Habitat Carrying Capacity Sumatran Rhinoceros (Dicerorhinus Sumatrensi. in Development Area Sumatran Rhino Sanctuary Way Kambas National Park Oleh: Harry Anggara1*. Agus Setiawan1 Jurusan Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Jl. Sumantri Brojonegoro. Gedung Meneng. Bandar Lampung 35145. Lampung. Indonesia. *email : anggarafernando@gmail. ABSTRAK Suaka Rhino Sumatera merupakan satu-satunya tempat konservasi semi insitu badak sumatera di Indonesia, terletak di Taman Nasional Way Kambas yang belum pernah diungkapkan melalui riset yang sistemetik tentang kapasitasnya dalam menopang fungsinya sebagai tempat konservasi spesies langka seperti badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 yang bertujuan untuk mengetahui perubahan jenis dan potensi pakan alami, palatabilitas pakan, potensi ketersediaan air, dan cover habitat Badak Sumatera. Penelitian ini menggunakan metode petak contoh. Data daya dukung habitat yang dikumpulkan yaitu data potensi tumbuhan pakan, tingkat kesukaan badak terhadap jenis pakan, ketersediaan air dan cover habitat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah spesies pakan pada fase tumbuhan bawah meningkat, pada fase liana, semai, pancang, dan tiang menurun, sedangkan pada fase pohon tidak terjadi perubahan karena jumlah spesies yang ditemukan sama. Palatabilitas pakan mengalami perubahan, tahun 2001 yang disukai badak adalah spesies Psychotria sclerophylla sedangkan tahun 2015 adalah spesies Planchonia valida. Perubahan terjadi pada potensi ketersediaan air, tahun 2001 ditemukan 14 sumber air sedangkan tahun 2015 8 sumber air. Pada faktor lingkungan terjadi peningkatan intensitas cahaya di kubangan, bawah tajuk, dan sungai, akan tetapi di rawa terjadi penurunan intensitas cahaya matahari, temperatur udara rata-rata meningkat, serta terjadi penurunan kelembaban udara rata-rata. Kata kunci: areal pengembangan, badak sumatera, daya dukung habitat. Suaka Rhino Sumatera. ABSTRACT The Sumatran Rhino Sanctuary is the only place where semi-Sumatran rhinos in Indonesia have been conservation, located in Way Kambas National Park which has never been revealed through systematic research on its capacity to support its function as a conservation site for rare species such as the Sumatran rhinoceros (Dicerorhinus sumatrensi. This study was conducted in August 2015 which aims to determine changes in the type and potential of natural feed, palatability of feed, potential water availability, and the cover of Sumatran Jurnal Sylva Lestari Vol. 7 No. Januari 2019 . ISSN . 2339-0913 ISSN . 2549-5747 rhinoceros habitat. This study uses a sample plot method. Data on carrying capacity of the collected habitat are data on the potential of feed plants, the level of rhino preference for feed types, water availability and habitat cover. The results showed that the number of feed species in the understorey phase increased, in the liana phase, seedlings, stakes and poles decreased, whereas in the tree phase there was no change because the number of species found was the Palatability of food has changed, in 2001 the rhinoceros favoured was a species of Psychotria sclerophylla while in 2015 it was a species of Planchonia valida. Changes occur in the potential for water availability, in 2001 14 water sources were found while in 2015 8 were water sources. In environmental factors, there is an increase in the intensity of light in the puddle, under the canopy, and the river, but in the swamp, there is a decrease in the intensity of sunlight, the average air temperature increases, and the average air humidity Keywords: development areas, habitat carrying capacity, sumatran rhino. Sumatran Rhino Sanctuary. PENDAHULUAN Badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensi. merupakan salah satu jenis satwa yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Binatang Liar Tahun 1931 Nomor 134 dan Peraturan Perlindungan terhadap Binatang Liar tahun 1931 No. Dalam kaitan ini. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) memasukkan satwa ini dalam Red Data Book dengan kategori Critically Endangered. Populasi badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensi. di alam dikhawatirkan saat ini terus mengalami penurunan dan terancam mendekati kepunahan. Menurut Kurniawanto . kekhawatiran ini muncul berkaitan dengan adanya beberapa faktor yang mengancam kelestarian satwa ini. Faktor-faktor tersebut antara lain seperti adanya perburuan liar, perusakan habitat, penyempitan maupun fragmentasi landscape dalam habitat satwa ini. Selain faktor-faktor itu, kekhawatiran ini juga diperkuat oleh karakter dari karakter perkembangbiakan badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensi. itu sendiri. Spesies ini terkenal sebagai Auslow breedersAy atau perkembangbiakannya lambat, padahal di sisi lain badak sumatera termasuk satwa besar yang membutuhkan daerah jelajah dan pergerakan yang luas. Kebutuhan aktivitas untuk menjelajah areal yang luas ini sering beresiko bagi keguguran janin yang dikandung satwa betina yang sedang hamil. Menurut Purnawan . ada hubungan positif antara ukuran pertumbuhan dengan kebutuhan jelajah: semakin besar ukuran tubuh satwa, baik dari golongan karnivora maupun herbivora maka semakin luas pula kebutuhan terhadaap areal jelajahnya. Karena itu, menyusutnya kawasan hutan sangat berpengaruh terhadap pergerakan badak sumatera, karena badak sumatera juga membutuhkan habitat yang luas dalam melakukan pergerakannya untuk mencari makanan maupun aktivitas lainnya. Dalam melakukan pergerakan, badak memiliki dua jalur yaitu jalur permanen maupun tidak permanen. Pada umumnya jalur permanen berbentuk lurus dengan arah tertentu dan bersih dari semak belukar, tetapi jalur tidak permanen pada umumnya jalur baru yang masih dapat dijumpai bekas injakan pada semak belukar dan arah jalur pada umumnya tidak beraturan. Fungsi jalur ini adalah jalan penghubung antara daerah tempat mencari makan, berkubang, mandi dan tempat istirahat (Rinaldi et al 1. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan jenis-jenis dan potensi tumbuhan pakan alami badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensi. di areal pengembangan Suaka Rhino Sumatera Taman Nasional Way Kambas, perubahan tingkat kesukaan pakan Jurnal Sylva Lestari Vol. 7 No. Januari 2019 . ISSN . 2339-0913 ISSN . 2549-5747 badak berdasarkan jenis-jenis tumbuhan yang dimakannya, perubahan potensi ketersediaan air yang digunakan untuk minum, berkubang dan mandi bagi badak sumatera, serta mengetahui perubahan cover bagi badak sumatera yang berfungsi sebagai tempat berlindung, beristirahat, atau berkembang biak. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di areal pengembangan Suaka Rhino Sumatera Taman Nasional Way Kambas Lampung pada bulan Agustus 2015. Objek penelitian ini adalah badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensi. yang berada di areal pengembangan Suaka Rhino Sumatera Taman Nasional Way Kambas, sedangkan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta lokasi, tambang plastik, meteran/pita meter, golok, lux meter, kompas, bola pimpong, stopwatch, pH meter, tally sheet, kamera, hygrometer, dan alat-alat tulis. Jenis data daya dukung habitat yang dikumpulkan yaitu data potensi tumbuhan pakan dengan analisis vegetasi, tingkat kesukaan badak terhadap jenis pakan dengan menggunakan rumus palatabilitas, ketersediaan air berupa sungai, rawa, kubangan dengan melakukan pengukuran lebar, pH air, dan sumber air yang mengisi, serta cover habitat dengan menggunakan alat yang telah disiapkan. Analisis Vegetasi Analisis vegetasi dilakukan dengan menggunakan metode cara garis berpetak (Soerianegara dan Irawan, 1. sehingga diketahui Kerapatan Relatif (KR). Frekuensi Relatif (FR). Dominansi Relatif (DR). Luas Bidang Dasar (LBD) dan Indeks Nilai Penting (INP) masing-masing spesies. Analisis Palatabilitas Analisis tingkat kesukaan badak ini menggunakan Persamaan 1 (Mirwandi 1992. Salampessy 2. Dalam hal ini. P merupakan palatabilitas jenis i. X merupakan jumlah petak contoh tempat ditemukannya jenis i yang bekas dimakan, dan Y merupakan jumlah petak contoh ditemukannya jenis i. P = X / Y a. Persamaan . Ketersediaan Air Air Sungai Data air sungai yang dikumpulkan meliputi pengukuran debit sungai dengan mengukur lebar dan kedalaman sungai, kecepatan aliran serta sampel air untuk diukur pH air tersebut. Pengukuran debit air didasarkan pada hubungan Persamaan 2. Dalam hal ini. Q merupakan laju arus air. A merupakan luas penampang pengukuran air, dan V merupakan kecepatan ratarata. Q = A x V a Persamaan . Kubangan Data yang dikumpulkan adalah diameter kubangan, kedalaman kubangan, jenis tanah penyusun, dan sumber airnya. Cover Habitat Cover merupakan salah satu bagian dari habitat yang berfungsi sebagai tempat untuk berlindung, beristirahat, maupun tempat untuk berkembang biak. Data yang dikumpulkan berupa pengukuran faktor lingkungan seperti pengukuran intensitas cahaya (Lu. , temperature . C), dan kelembaban (%). Jurnal Sylva Lestari Vol. 7 No. Januari 2019 . ISSN . ISSN . HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Tumbuhan Pakan Komposisi jenis penyusun habitus tumbuhan bawah terdapat perbedaan antara tahun 2001 dengan tahun 2015. Perbedaan tersebut yaitu ditemukan spesies tanaman Irut (Maranta arundinace. dan jenis tanaman Imperata exaltata pada tahun 2001 yang tidak ditemukan pada tahun 2015, sedangkan pada tahun 2015 ditemukan spesies baru yaitu legetan (Acmella olerace. yang tidak ditemukan pada tahun 2001. Kualitas serta jumlah pakan yang dikonsumsi menentukan tingkat kesejahteraan satwa dalam penangkaran (Suherli et al 2. Potensi tumbuhan pakan badak sumatera di areal pengembangan Suaka Rhino Sumatera dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perbandingan potensi tumbuhan pakan badak sumatera 2001 dengan tahun 2015 Habitus Tumbuhan Bawah Liana Semai Pancang Tiang Pohon Jumlah Spesies Total Pakan Total Pakan Perubahan Total Pakan Menurut Salampessy . spesies Maranta arundinaceae dan Imperata exaltata bukan merupakan pakan badak sumatera sehingga penurunan spesies tersebut tidak berdampak terhadap ketersediaan pakan badak di areal pengembangan tersebut, sedangkan spesies baru yang ditemukan yaitu spesies Acmella oleracea merupakan pakan badak sehingga spesies tersebut perlu dilakukan perbanyakan untuk menunjang ketersediaan pakan di areal pengembangan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian ini terdapat spesies-spesies yang mengalami peningkatan dan penurunan INP yang signifikan spesies yang mengalami peningkatan yang signifikan yaitu Solanum torvum. Salacca edulis. Donax cannaeformis. Cycas rumphii, dan Calamus sp, sedangkan spesies yang mengalami penurunan INP signifikan yaitu Psychotria sclerophylla. Breynia cernua, dan Pandanus sp. Spesies-spesies yang mengalami peningkatan INP yang signifikan dikarenakan spesiesspesies tersebut melakukan perkembangbiakan dengan cara vegetatif atau tanpa adanya peleburan sel kelamin jantan dan betina serta tahan terhadap penyakit, sedangkan perkembangbiakan spesies-spesies yang mengalami penurunan INP dikarenakan perkembangbiakannya dengan cara generatif. Menurut Ashari . perkembangbiakan generatif lebih lambat pertumbuhannya, karena dalam perkembangbiakannya terjadi peleburan sel kelamin jantan dan sel kelamin betina yang terdapat pada alat reproduksi yang berbeda sehingga membutuhkan perantara dalam penyerbukannya dan memiliki waktu berbunga yang lebih lama dibandingkan dengan perkembangbiakan vegetatif. Komposisi jenis penyusun habitus liana terdapat perbedaan antara tahun 2001 dengan tahun 2015, perbedaan tersebut yaitu ditemukan 5 jenis spesies yaitu spesies Lasianthus reticulatus. Zizyphus horsfieldii. Tetracera akara. Tetracera scandens dan Rhamnus nevadensis pada tahun 2001 yang tidak ditemukan pada tahun 2015, sedangkan pada tahun 2015 tidak ditemukan spesies baru. Menurut Simamora . liana ditemukan hidup 90% di hutan tropik dan merupakan tumbuhan khas pada hutan hujan tropik. Kepadatan liana bergantung pada temperatur dan kelembapan udara di suatu habitat, sedangkan antara tahun 2001 dengan tahun 2015 terjadi peningkatan suhu udara dan terjadi penurunan kelembaban udara sehingga menyebabkan beberapa jenis spesies tidak ditemukan pada saat penelitian. Jurnal Sylva Lestari Vol. 7 No. Januari 2019 . ISSN . 2339-0913 ISSN . 2549-5747 Selain itu terjadi kenaikan INP yang signifikan pada spesies Hiptage benghalensis dan akar kampret, hal itu disebabkan karena spesies-spesies tersebut merupakan spesies invasif yang memiliki karakteristik dapet tumbuh dengan cepat, dapat bereproduksi dengan cepat, persebaran yang tinggi dan toleransi yang tinggi terhadap keadaan lingkungan dibandingkan dengan spesies-spesies yang lain (Kementrian Lingkungan Hidup 2. Tingkatan semai/tumbuhan bawah dan pancang merupakan pakan badak paling utama sebagai satwa browser atau pemakan semak dan pucuk dedaunan (Putra 2. Pada fase semai terjadi kenaikan INP yang signifikan pada spesies meranti atau Shorea sp. Menurut Pandjaitan . , hampir semua jenis yang termasuk dalam famili Dipterocarpaceae secara ekologis dapat digolongkan pada tipe pohon yang toleran dan memerlukan naungan untuk pertumbuhan awal, hal itu yang menyebabkan terjadi kenaikan INP yang signifikan pada jenis Dipterocarpaceae khususnya meranti (Shorea s. , selain itu pohon meranti juga memiliki zat allelopati sendiri untuk melindungi anakan yang berada dibawahnya sehingga dapat menghambat pertumbuhan spesies lainnya. Pada fase pancang spesies Shorea sp terjadi penurunan INP dan terjadi kenaikan INP yang signifikan pada spesies Dipterocarpus grasilis atau keruwing, sedangkan pada fase tiang dan fase pohon spesies Shorea sp dan Dipterocarpus grasilis terjadi kenaikan INP. Menurut hasil wawancara dengan polhut Taman Nasional Way Kambas, terjadinya kenaikan dan penurunan INP dari masing-masing spesies maupun pengurangan dan penambahan jumlah spesies, dikarenakan pada tahun 1997 terjadi kebakaran hutan di sebagian besar lokasi penelitian. Pada tahun 2001 termasuk fase awal suksesi lahan secara alami terjadi, pada saat proses suksesi beberapa jenis spesies mampu melakukan proses perkembangbiakan yang cepat, reproduksi yang cepat, toleran terhadap penyakit dan perubahan suhu maupun kelembaban udara yang terjadi sehingga ada beberapa jenis spesies yang terlihat mengalami kenaikan jumlah yang cukup signifikan dibandingkan spesies-spesies lainnya. Analisis Palatabilitas Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan hanya ditemukan 4 bekas gigitan maupun pelintiran satwa pada tumbuhan di dalam plot-plot penelitian. Jumlah pakan yang dimakan setiap hari bervariasi, sehingga belum sepenuhnya mewakili palatabilitas pakan Setiap satwa memiliki pakan kesukaan yang berbeda (Indriyani et al 2. Hasil pengamatan analisis palatabilitas dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Palatabilitas tumbuhan pakan badak sumatera No. Tingkat Tumbuhan Bawah Pancang Spesies Salak hutan Gejolang Putat Darat Jambon X/Y 0,13 0,11 0,33 0,16 Ket: X = Jumlah petak contoh tempat ditemukannya jenis i yang bekas dimakan. Y = Jumlah petak contoh ditemukannya jenis i. Menurut Djuri . terdapat 102 jenis tumbuhan dalam 44 famili tumbuhan yang disukai badak sumatera. Daun merupakan bagian tumbuhan yang dikonsumsi paling banyak oleh badak sumatera, baik pada pakan drop-in . %) maupun pakan alami . %) (Awaliah et al 2. Sebanyak 82 jenis tumbuhan dimakan daunnya, 17 jenis dimakan buahnya, 7 jenis dimakan kulit dan batang mudanya, dan 2 jenis dimakan bunganya. Pada tahun 2001 ditemukan 17 spesies tumbuhan bekas gigitan maupun bekas pelintiran di dalam plot penelitian, diantaranya 5 spesies tumbuhan bawah, 5 spesies liana, dan 7 spesies semai dan pohon, sedangkan pada tahun 2015 hanya ditemukan 4 spesies bekas gigitan maupun bekas Jurnal Sylva Lestari Vol. 7 No. Januari 2019 . ISSN . 2339-0913 ISSN . 2549-5747 pelintiran yang terdiri dari 1 spesies tumbuhan bawah dan 3 spesies pancang. Perubahan tersebut diduga disebabkan oleh penyusutan ketersediaan suplai air, yang merupakan faktor esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan tumbuh pakan badak. Pada tahun 2001 sumber air yang merupakan salah satu komponen utama daya dukung habitat masih berlimpah, sedangkan pada tahun 2015 sumber-sumber air, baik anak sungai maupun kubangan kondisinya kering. Spesies putat darat (Planchonia valid. adalah spesies yang paling disukai oleh badak dengan palatabilitas tertinggi yaitu 0,33, sedangkan spesies gejolang adalah spesies yang kurang diminati oleh badak, palatabilitasnya paling rendah yaitu 0,11. Pada tahun 2001 spesies yang paling disukai oleh badak adalah spesies liana, yaitu anggrung, sedangkan dari hasil penelitian tahun 2015 pakan yang paling disukai adalah spesies putat darat pada fase Ketersediaan Air Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 8 sumber air di lokasi penelitian. Sumber air berupa sungai besar dan anak cabang sungai sebanyak 3 buah, rawa sebanyak 3 buah, dan kubangan sebanyak 2 buah. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil pengamatan sumber air berupa sungai Nama Sungai Sungai Way Kanan Sungai Way Negara Batin Sungai Way Binjai Lebar Sungai . Kedalaman ratarata . 1,26 Kecepatan rata-rata . 3/de. 0,156 6,10 Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa sungai Way Negara Batin dan sungai Way Binjai kering dan tidak dapat diukur kedalaman rata-rata serta kecepatan rata-ratanya sehingga tidak dapat dihitung debit airnya, sedangkan sungai Way Kanan berisi air, sehingga dapat diukur kedalaman dan kecepatan rata-ratanya untuk penghitungan debit air, akan tetapi sungai tersebut dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga pada saat pagi hari air dipengaruhi pasang air laut yang dapat dilihat dari arah aliran sungai dari hilir menuju ke hulu, sedangkan pada sore hari air sungai dipengaruhi oleh surutnya air laut dan dapat dilihat dari arah alirannya bergerak dari hulu sungai menuju ke hilir sungai. Pada sungai-sungai yang berair tersebut Tim Rhino Protection Unit (RPU) dan Tim Penyelamat dan Konservasi Harimau Sumatra (PKHS) meletakkan beberapa bak-bak berisi air yang bertujuan untuk membantu ketersediaan air minum untuk satwa-satwa yang belum pindah ke lokasi yang menyediakan air yang cukup. Satwa-satwa yang minum dari bak-bak tersebut biasanya satwa rusa, kijang, dan burung. Sumber air berupa rawa yang ditemukan sebanyak 3 buah, sumber air pada rawa-rawa tersebut tidak memiliki sumber air sendiri. Rawa-rawa tersebut tergantung pada air hujan sehingga pada saat penelitian tidak dilakukakn pengukuran kedalaman rawa karena rawa-rawa tersebut tidak berair. Hasil pengamatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil pengamatan sumber air berupa rawa No. Lebar Rawa . Kedalaman Rawa 6,29 5,74 5,95 Sumber air berupa kubangan yang ditemukan sebanyak 2 buah, sumber air kubangan tersebut tergantung pada air hujan dan air yang mengalir dari rawa-rawa disekitarnya. Pada Jurnal Sylva Lestari Vol. 7 No. Januari 2019 . ISSN . 2339-0913 ISSN . 2549-5747 saat penelitian dilakukan sedang terjadi kemarau panjang dan jarang terjadi hujan sehingga kubangan tersebut terkena dampak kekeringan dari kemarau panjang karena sumber utama air kubangan tersebut adalah air hujan. Hasil pengamatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil pengamatan sumber air berupa kubangan. Diameter Kubangan . Kedalaman Kubangan . 1,25 1,46 Jenis Tanah Penyusun Sumber Air Podsolik dan alluvial Podsolik dan alluvial Air Hujan Air Hujan 6,29 5,87 Berdasarkan Tabel 5, kubangan yang ditemukan memiliki diameter rata-rata 3,25 m, kedalaman rata-rata 1,35 m, jenis tanah penyusun podsolik dan alluvial, sumber air kubangan berasal dari air hujan, dan pH rata-rata 6,08. Kubangan yang ditemukan tidak berisi air sehingga pengukuran pH dilakukan dengan cara mengukur pH sampel lumpur yang ada pada kubangan tersebut. Hasil pengukuran pH pada kubangan adalah 6-7. Hal ini sesuai dengan pernyataan Santosa . yang menyatakan bahwa kubangan pH basa sangat jarang Sumber air berupa kubangan mengalami penurunan, pada tahun 2001 ditemukan 6 buah kubangan sementara pada tahun 2015 hanya ditemukan 2 buah kubangan. Menurut Rahmat . kubangan tidak hanya berfungsi sebagai tempat berkubang saja, melainkan juga sebagai tempat minum dan membuang air seni. Perilaku membuang air seni bertujuan untuk menandai daerah jelajahnya. Perlindungan Habitat Secara umum perlindungan habitat bagi satwa termasuk badak sumatera meliputi kawasan Taman Nasional Way Kambas. Menurut Salampessy . perlindungan habitat badak sumatera secara spesifik meliputi vegetasi, sungai, dan kubangan yang sering digunakan oleh badak sumatera sebagai tempat untuk berkembang biak, mencari makan, beristirahat, berlindung, dan tempat sebagian besar aktifitas hidupnya. Hasil pengukuran terhadap faktor-faktor lingkungan di lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Tabel perbandingan faktor lingkungan tahun 2001 dengan tahun 2015. No. Lokasi Kubangan Bawah Tajuk Rawa Sungai Tempat Istirahat Rata-rata Intensitas cahaya ratarata . Temperatur rata-rata . C) Kelembaban Ratarata (%) Berdasarkan Tabel 6, intensitas cahaya rata-rata mengalami kenaikan di kubangan, bawah tajuk, dan sungai, sedangkan penurunan intensitas cahaya matahari terjadi di rawa. Pada saat penelitian tidak ditemukan tanda-tanda tempat yang digunakan oleh badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensi. untuk istirahat sehingga pengukuran faktor lingkungan tidak dapat dilakukan. Hasil pengukuran temperatur rata-rata mengalami kenaikan pada tahun 2001 dengan 2015, sedangkan kelembaban udara mengalami penurunan pada tahun 2001 dengan Pada hasil penelitian Adnun tahun 2001 baik temperatur maupun kelembaban hanya disebutkan rata-ratanya sehingga hasil pengukuran tidak dapat dibandingkan di setiap lokasi pengambilan data. Berdasarkan hasil pengukuran intensitas cahaya, temperatur rata68 Jurnal Sylva Lestari Vol. 7 No. Januari 2019 . ISSN . 2339-0913 ISSN . 2549-5747 rata, dan kelembaban udara rata-rata serta ditunjang penutupan tajuk yang masih rapat dan tegakan hutan yang masih jarang di Taman Nasional Way Kambas khususnya di areal pengembangan Suaka Rhino Sumatera masih mendukung sebagai habitat badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Adnun . bahwa habitat badak sumatera memiliki tutupan tajuk yang rapat dan dibagian bawah tegakan hutan alam juga memiliki kondisi yang relatif terbuka dengan sedikit tumbuhan bawah belukar. SIMPULAN Pada rentang waktu 2001-2015 telah terjadi perubahan sumber pakan badak sumatera baik komposisi jenis-jenis penyusun maupun indeks nilai penting (INP) pada semua habitus di areal pengembangan Suaka Rhino Sumatera dan perubahan palatabilas pakan. Pada tahun 2001 spesies yang paling disukai badak adalah spesies liana yaitu anggrung sedangkan pada tahun 2015 spesies yang paling disukai oleh badak sumatera adalah spesies putat darat. Dibandingkan dengan tahun 2001, tahun 2015 terjadi penurunan jumlah sumber air. Pada tahun 2001 ditemukan 14 sumber air dengan rincian 6 buah kubangan, 4 buah rawa, dan 4 buah sungai besar dan anak cabang sungai, sedangkan pada tahun 2015 hanya ditemukan 8 sumber air dengan rincian 2 buah kubangan, 3 buah rawa, dan 3 buah sungai besar dan anak cabang sungai. Terjadi peningkatan intensitas cahaya pada kubangan, sungai, dan di bawah tajuk pohon, sedangkan di rawa mengalami penurunan intensitas cahaya. Temperatur rata-rata mengalami kenaikan dari 26,8oC pada tahun 2001 menjadi 29 oC pada tahun 2015, sedangkan kelembaban udara rata-rata terjadi penurunan dari 98% pada tahun 2001 menjadi 89% pada DAFTAR PUSTAKA