Vol. 9(1): 138-150, January 2021 DOI: https://doi.org/10.23960/jsl19138-150 Jurnal Sylva Lestari P-ISSN: 2339-0913 E-ISSN: 2549-5747 Journal homepage: https://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JHT Full Length Research Article Short-Term Impact of Thinning of Mixed Forest on the Diversity of Flying Insects in Forest Management Unit of Banten Dampak Jangka Pendek Penjarangan Hutan Campuran terhadap Keanekaragaman Serangga Terbang di KPH Banten Ahmad Budiaman1,*, Noor Farikhah Haneda2, Sarah Nova Irene Lumbantobing1 1 Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Jl. Ulin, Kampus IPB, Dramaga, Bogor 16680, Indonesia 2 Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Jl. Ulin, Kampus IPB, Dramaga, Bogor 16680, Indonesia * Corresponding author. E-mail address: budiaman@apps.ipb.ac.id ARTICLE HISTORY: Received: 7 October 2020 Peer review completed: 4 November 2020 Received in revised form: 28 November 2020 Accepted: 17 January 2021 KEYWORDS: Diversity index Flying insect Forest ecosystem Forest tending © 2021 The Author(s). Published by Department of Forestry, Faculty of Agriculture, University of Lampung in collaboration with Indonesia Network for Agroforestry Education (INAFE). This is an open access article under the CC BY-NC license: https://creativecommons.org/licenses/bync/4.0/. ABSTRACT Forest thinning is a sylvicultural practice that aims to provide better growth space for increasing tree growth and stand quality. Forest thinning is a form of forest disturbance that has an impact on the forest environment, including flying insects. This study aimed to assess the impact of thinning of mixed forest stands on the diversity of flying insects. Eight circular plots of 0.1 ha were laid out systematically on thinning plots of 15.3 ha. Parameters observed in the plot included environment factors (stand composition, temperature, humidity, and canopy cover), abundance, species composition, and biodiversity index of flying insects (diversity index, species richness index, evenness index, and similarity index). The sweep net was used to collect the flying insects. Mann-Whitney test was used to compare the index of biodiversity of flying insects before and after forest thinning. Forest thinning caused a decrease in abundance, species composition, diversity index, richness index, and evenness index of flying insects. Forest thinning led to a decrease in the abundance of herbivorous flying insects and an increase in the abundance of predatory flying insects. Flying insect species found before thinning was not identical to those after thinning. 1. Pendahuluan Hutan tanaman campuran memiliki ketahanan ekosistem yang lebih baik dibandingkan hutan tanaman monokultur. Hutan tanaman monokultur sering memiliki risiko yang tinggi akibat gangguan biotik maupun abiotik dari agen-agen perusak seperti kebakaran, hama dan penyakit (del Río et al. 2016; Forrester dan Pretzsch 2015; Novak et al. 2017). Penjarangan pertama pada hutan campuran ini diperlukan untuk mendapatkan pertumbuhan dan perkembangan tegakan yang baik (Fahlvik et al. 2015; Hynynen et al. 2011; Waskiewicz et al. 2013). Penjarangan hutan merupakan tindakan silvikultur yang memiliki peran penting dalam pengelolaan hutan tanaman. Penjarangan hutan merupakan penebangan parsial untuk memperlebar jarak tanam atau mengurangi jumlah pohon, yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan 138 Budiaman et al. (2021) Jurnal Sylva Lestari 9(1): 138-150 perkembangan tegakan, serta dapat menghasilkan pendapatan antara sebelum tebang habis (Cabon et al. 2018; Olivar et al. 2014). Penjarangan hutan juga dapat meningkatkan stabilitas tegakan hutan (Novak et al. 2017) dan dapat memfasilitasi perkembangan karakteristik pertumbuhan hutan tua (O’hara et al. 2010). Penjarangan hutan merupakan salah satu bentuk gangguan hutan yang dilakukan oleh manusia, yang dapat mempengaruhi keseimbangan ekosistem hutan. Penjarangan hutan mengurangi kerapatan pohon pada tingkat tertentu sesuai dengan intensitas penjarangan. Pengurangan sejumlah pohon yang menjadi habitat flora maupun fauna dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif terhadap ekosistem hutan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penjarangan hutan mungkin dapat meningkatkan keanekaragaman hidupan liar. Keanekaragaman beberapa jenis burung meningkat setelah penjarangan hutan yang tepat (Cahall et al. 2013; Pollock dan Beechie 2014). Sementara itu, penelitian di daerah empat musim menunjukkan bahwa penjarangan hutan dapat menyebabkan penurunan kelimpahan, keanekaragaman jenis dan biomasa serangga indikator seperti kupu-kupu (Forister et al. 2019). Serangga terbang memiliki peran penting dalam proses-proses yang terjadi di suatu ekosistem hutan. Serangga terbang merupakan komponen penting dalam jaring-jaring makanan (Hallmann et al. 2017). Peran penting serangga terbang lainnya dalam ekosistem hutan diantaranya adalah sebagai pemangsa (Rizal dan Hadi. 2015), hama dan penyerbuk (Wali et al. 2017), dan penghasil produk berharga dalam peningkatan mata pencaharian masyarakat di sebagian besar negara berkembang seperti madu atau sutera. Nuraeni et al. (2019) melaporkan bahwa beberapa serangga terbang seperti capung dapat digunakan sebagai pengendali biologis dan bioindikator lingkungan. Penelitian dampak penjarangan hutan terhadap serangga terbang di hutan tanaman, terutama di daerah tropis, masih sedikit. Penelitian tentang penjarangan hutan yang telah dilakukan lebih banyak difokuskan pada pengaruh penjarangan terhadap pertumbuhan dan perkembangan tegakan (Hawe dan Short 2016). Penelitian pengaruh pejarangan hutan terhadap hidupan liar telah dilakukan pada beberapa mamalia kecil (Klenner dan Sullivan 2009). Penelitian serangga terbang di Indonesia, lebih banyak mengkaji komunitas serangga terbang di berbagai tipe habitat, seperti agroekosistem. Sementara penelitian di kawasan hutan, baik hutan alam maupun hutan tanaman, masih terbatas (Rizal dan Hadi 2015; Wijaya et al. 2014). Hill et al. (1995) meneliti pengaruh tebang pilih terhadap keanekaragaman kupu-kupu di hutam alam di Pulau Buru lima tahun setelah penebangan. Penelitian-penelitian serangga terbang yang telah dilakukan belum mengkaji pengaruh kegiatan pengelolaan hutan tanaman terhadap keanekaragaman dan struktur komunitas serangga terbang. Lokasi penjarangan hutan tanaman campuran yang tersedia pada saat penelitian berada di wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banten. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan menganalisis pengaruh penjarangan hutan tanaman campuran terhadap keanekaragaman serangga terbang di KPH Banten. 2. Bahan dan Metode Penelitian ini dilakukan di Petak 31A, Resort Polisi Hutan Bojongmanik, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Gunung Kencana, Kesatuan Pemangkuan Hutan Banten. Luas petak ini sebesar 15,3 ha. Berdasarkan inventarisasi tegakan sebelum penjarangan hutan diperoleh bahwa Petak 31A merupakan tegakan hutan campuran, yang terdiri atas pohon pulai (40%), karet (26%), jengkol (14%), kayu afrika (3%), kecapi (1%), mangium (1%), dan nangka (1%). Tingkat 139 Budiaman et al. (2021) Jurnal Sylva Lestari 9(1): 138-150 pertumbuhan pohon di Petak 31A didominasi oleh pancang (54%), diikuti oleh tiang (42%), dan pohon (4%). Kerapatan pohon di petak ini sebesar 30 pohon/ha, tiang 320 pohon/ha, dan pancang 410 pohon/ha. Penjarangan dilakukan terhadap pancang dan tiang dengan rata-rata intensitas penjarangan sebesar 50%. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Juni 2019. Data yang dikumpulkan di lapangan terdiri atas data biodiversitas serangga dan vegetasi, serta faktor lingkungan. Bentuk plot yang digunakan dalam penelitian ini adalah plot lingkaran dengan jari-jari 17,8 m (0,1 ha) (Simon 1996). Intensitas sampling yang ditetapkan sebesar 50% dari luas areal penjarangan hutan tanaman campuran yang diobservasi, sehingga jumlah plot contoh dalam penelitian ini sebanyak 8 plot. Plot contoh diletakan secara sistematis pada petak penjarangan dengan jarak antar plot sejauh 100 m. Alat yang digunakan untuk menangkap serangga terbang dalam penelitian ini adalah sweep net. Pengambilan sampel serangga terbang yang digunakan pada penelitian ini dimodifikasi dari metode yang sudah ada (umum). Pengambilan sampel serangga dilakukan dengan menangkap langsung serangga terbang dengan jaring yang diayunkan selama 15 menit untuk setiap plot di keempat arah mata angin yang berbeda. Pengambilan sampel serangga dilakukan pada pagi hari (pukul 09.00-11.00) dan sore hari (15.0017.00) sebelum penjarangan dan sesudah penjarangan hutan. Pengumpulan data serangga terbang dan faktor lingkungan sesudah penjarangan dilakukan seminggu setelah penjarangan hutan. Data faktor lingkungan yang dikumpulkan adalah suhu udara, kelembapan udara, kerapatan tajuk, ketebalan serasah, dan jumlah tumbuhan bawah. Pengukuran suhu udara dilakukan pada pagi hari dan sore hari dengan alat thermohygrometer. Pengukuran kerapatan tajuk menggunakan alat spiracle densitometer. Pengukuran kerapatan tajuk dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu pada arah utara, timur, selatan dan barat. Nilai kerapatan tajuk tersebut adalah rata-rata dari pengukuran keempat mata angin. Identifikasi serangga dilakukan di Laboratorium Entomologi Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Serangga diidentifikasi menggunakan kunci determinasi Borror dan Triplehorn (1996). Kelimpahan, komposisi jenis, indeks keanekaragaman Shanon–Wiener, indeks kekayaan jenis Margalef, indeks kemerataan, dan indeks similaritas Jaccard dihitung untuk menggambarkan struktur dan keanekaragaman serangga terbang sebelum penjarangan dan sesudah (Ludwig dan Reynold 1988; Magguran 1988). Distribusi data indeks keanekaragaman serangga dan faktor lingkungan sebelum penjarangan dan sesudah penjarangan tidak memenuhi kaidah sebaran normal, oleh karenanya uji non parametrik Mann-Whitney digunakan untuk menguji perbedaan kelimpahan, komposisi jenis, indeks biodiversitas serangga (indeks keanekaragaman, indeks kekayaan jenis, dan indeks kemerataan), dan faktor lingkungan sebelum dan sesudah penjarangan hutan pada taraf nyata 5% (Gomez dan Gomez 1995). 3. Hasil dan Pembahasan Penjarangan hutan campuran menyebabkan perubahan faktor-faktor lingkungan hutan. Penjarangan hutan dengan intensitas 50% menyebabkan peningkatan suhu udara sebesar 1,3°C, penurunan kelembapan udara sebesar 8,6%, peningkatan ketebalan serasah sebesar 1,6 cm, peningkatan populasi tumbuhan bawah (tanaman herba dan rumput) sebesar 6,5 tanaman, dan penurunan tutupan tajuk sebesar 5,6%. Rata-rata suhu udara, kelembaban udara, dan ketebalan serasah sebelum penjarangan tidak berbeda nyata dengan sesudah penjarangan. Namun, jumlah tumbuhan bawah dan kerapatan tajuk sebelum penjarangan berbeda nyata dengan sesudah penjarangan hutan (Tabel 1). 140 Budiaman et al. (2021) Jurnal Sylva Lestari 9(1): 138-150 Tabel 1. Rata-rata, standar deviasi, nilai Mann-Whitney, dan probabilitas indeks keanekaragaman serangga terbang dan faktor lingkungan sebelum dan sesudah penjarangan hutan campuran di KPH Banten Sebelum Sesudah Penjarangan Penjarangan Kelimpahan (individu/perangkap) 9,38 ± 4,84 8,13 ± 3,27 Komposisi jenis/perangkap 6,88 ± 3,83 4,50 ± 1,85 Indeks keanekaragaman 1,70 ± 0,57 1,24 ± 0.54 Indeks kekayaan 3.19 ± 1,10 2,24 ± 0,10 Indeks kemerataan 0,94 ± 0,10 0,80 ± 0,33 o Suhu udara ( C) 30,44 ± 1,91 31,73 ± 1,70 Kelembaban udara (%) 67,25 ± 9,32 58,25 ± 9,19 Ketebalan serasah (cm) 4,28 ± 1,46 5,94 ± 3,50 Jumlah tumbuhan bawah (tanaman) 16,38 ± 3,50 22,88 ± 6,27 Kerapatan tajuk (%) 13,97 ± 3,81 8,40 ± 4,98 Keterangan: p= probabilitas; ns= tidak signifikan; *= signifikan. Variabel Nilai MannWhitney; p W=73,0; 0,6365 W=77,5; 0,3466 W=76,5; 0,4008 W=81,0; 0,1893 W=75,5; 0,4662 W=53,5; 0,1415 W=84,0; 0,1036 W=62,5; 0,5995 W=48,5; 0,0460 W=93,0; 0,0101 Perbedaan ns ns ns ns ns ns ns ns * * Jumlah total individu serangga terbang yang ditemukan di lokasi penelitian adalah 139 individu, yang terdiri atas 74 individu ditemukan sebelum penjarangan dan 65 individu ditemukan sesudah penjarangan. Jumlah ordo serangga terbang yang ditemukan sebanyak empat ordo, yaitu Odonata, Lepidoptera, Orthoptera, dan Coleoptera. Odonata merupakan ordo serangga terbang terbanyak yang ditemukan sebelum penjarangan (36 individu), diikuti oleh Lepidoptera (28 individu), Orthoptera (7 individu), dan Coleoptera (3 individu). Sementara itu, ordo yang ditemukan sesudah penjarangan hanya Odonata (37 individu), dan Lepidoptera (28 individu). Kelimpahan ordo Odonata sesudah penjarangan lebih besar dibandingkan sebelum penjarangan, sedangkan ordo Lepidoptera mengalami penurunan kelimpahan sesudah penjarangan hutan (Gambar 1). Sesudah Penjarangan Sebelum Penjarangan Orthoptera Ordo Odonata Lepidoptera Coleoptera 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Kelimpahan (Individu) Gambar 1. Kelimpahan Ordo serangga terbang sebelum dan sesudah penjarangan hutan campuran di KPH Banten. Jumlah famili serangga terbang yang ditemukan di lokasi penelitian adalah 10 famili, yaitu Acrididae, Chrysomelidae, Geometridae, Hesperiidae, Libellulidae, Lycaenidae, Nymphalidae, Tenebrionidae, Papilionidae dan Pieridae. Famili Libellulidae merupakan famili serangga terbang 141 Budiaman et al. (2021) Jurnal Sylva Lestari 9(1): 138-150 yang paling banyak ditemukan sebelum penjarangan dan sesudah penjarangan hutan (sebelum penjarangan 36 individu; sesudah penjarangan 41 individu). Famili yang paling sedikit ditemukan sebelum penjarangan adalah famili Chrysomelidae dan Lycaenidae, yang masing-masing sebanyak satu individu, sedangkan sesudah penjarangan adalah Pieridae (satu individu). Famili yang hanya ditemukan setelah penjarangan hutan adalah Geometridae (dua individu). Penjarangan tegakan hutan campuran menyebabkan empat famili serangga terbang, yaitu Acrididae, Chrysomelidae, Lycaenidae dan Tenebrionidae, tidak ditemukan lagi di lokasi penjarangan (Gambar 2). Pieridae Sesudah Penjarangan Sebelum Penjarangan Papilionidae Tenebrionidae Famili Nymphalidae Lycaenidae Libellulidae Hesperiidae Geometridae Chrysomelidae Acrididae 0 5 10 15 20 25 30 Kelimpahan (Individu) 35 40 45 Gambar 2. Kelimpahan famili serangga terbang sebelum dan sesudah penjarangan hutan campuran di KPH Banten. Jumlah keseluruhan jenis serangga terbang yang ditemukan sebanyak 42 jenis, yang terdiri atas 26 jenis yang hanya ditemukan sebelum penjarangan, 9 jenis ditemukan sebelum dan sesudah penjarangan, dan 9 jenis hanya ditemukan sesudah penjarangan. Tiga jenis serangga terbanyak yang ditemukan sebelum penjarangan adalah Ortherum sabina (19 individu), Huonia epinephela (6 individu), dan Neurothermis terminata (5 individu), sedangkan tiga jenis terbanyak sesudah penjarangan adalah Ortherum sabina (26 individu), Ypthima pandocus (7 individu), Cethosia penthesilea, dan Cratilla sp., masing-masing sebanyak 5 individu (Tabel 2). Penjarangan hutan campuran menyebabkan penurunan kelimpahan, komposisi jenis, indeks keanekaragaman, indeks kekayaan dan indeks kemerataan jenis serangga terbang. Rata-rata kelimpahan serangga terbang sebelum penjarangan sebesar 9,38 individu/perangkap, komposisi jenis 6,88, indeks keanekaragaman 1,70, indeks kekayaan 3,19 dan indeks kemerataan sebesar 0,94, sedangkan sesudah penjarangan, rata-rata kelimpahan sebesar 8,13 individu/perangkap, komposisi jenis 4,50, indeks keanekaragaman 1,24, indeks kekayaan sebesar 2,24 dan indeks kemerataan sebesar 0,80 (Gambar 3, 4, 5, 6 dan 7). Meskipun rata-rata kelimpahan, komposisi jenis, indeks keanekaragaman, indeks kekayaan dan indeks kemerataan jenis serangga terbang sebelum penjarangan lebih besar dari sesudah penjarangan, namun perbedaannya tidak signifikan (Tabel 1). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa indeks similaritas jenis serangga terbang sebelum dan sesudah penjarangan adalah tidak identik. Hal ini ditunjukkan oleh nilai indeks similaritas sebesar 37,5%. 142 Budiaman et al. (2021) Jurnal Sylva Lestari 9(1): 138-150 Tabel 2. Kelimpahan jenis serangga terbang sebelum dan sesudah penjarangan hutan campuran di KPH Banten No. Ordo Famili Jenis 1 2 3 4 Lepidoptera Lepidoptera Lepidoptera Lepidoptera Nymphalidae Lycaenidae Hesperiidae Pieridae 5 Lepidoptera Nymphalidae 6 7 8 9 10 11 Lepidoptera Lepidoptera Lepidoptera Lepidoptera Lepidoptera Lepidoptera Nymphalidae Pieridae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Ariadne merionoides Allotinus horsfieldi Astictopterus jama Catopsilia pomona pomona Danaus genutia genutia Doleschallia bisaltide Eurema hecabe Melanitis leda Minois dryas Mycalesis horsfieldia Mycalesis intermedia distanti 12 Lepidoptera Hesperiidae 13 Lepidoptera Papilionidae 14 15 16 17 18 19 Lepidoptera Lepidoptera Orthoptera Orthoptera Orthoptera Odonata Nymphalidae Hesperiidae Acrididae Acrididae Acrididae Libellulidae 20 Odonata Libellulidae 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Odonata Coleoptera Coleoptera Coleoptera Lepidoptera Lepidoptera Lepidoptera Lepidoptera Lepidoptera Lepidoptera Odonata Odonata Libellulidae Chrysomelidae Tenebrionidae Tenebrionidae Hesperiidae Nymphalidae Geometridae Nymphalidae Nymphalidae Nymphalidae Libellulidae Libellulidae 33 34 Odonata Lepidoptera Libellulidae Papilionidae 35 36 37 Lepidoptera Lepidoptera Lepidoptera Nymphalidae Hesperiidae Pieridae 38 39 40 Lepidoptera Lepidoptera Lepidoptera Nymphalidae Nymphalidae Papilionidae 41 42 Odonata Odonata Libellulidae Libellulidae Jumlah Notocrypta feisthamelii Papilio sataspes sataspes Parathyma neftina Pelopidas agna Acrididae 1 Acrididae 2 Acrididae 3 Neurothermis terminata Hasora Mixta fenestrate Huonia epinephela Chrysomelidae 1 Tenebrionidae 2 Tenebrionidae 1 Caltoris canaraica Cethosia penthesilea Geometridae Neptis columella Symbrenthia lilaea Junonia atlites Tholymis tillarga Brachythemis contaminata Cratilla sp. Papilio sataspes sataspes Ypthima pandocus Darpa striata striata Euroma andersoni udana Ideopsis vulgaris Junonia hedonia Pachlioptera aristolochiae Ortherum Sabina Pantala flavescens 143 Kelimpahan Sebelum Sesudah Penjarangan Penjarangan Individu % Individu % 1 1,35 0 0,00 1 1,35 0 0,00 1 1,35 0 0,00 1 1,35 0 0,00 1 1,35 0 0,00 1 1 4 1 1 1 1,35 1,35 5,41 1,35 1,35 1,35 0 0 0 0 0 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1 1,35 0 0,00 1 1,35 0 0,00 2 2 3 2 1 5 2,70 2,70 4,05 2,70 1,35 6,77 0 0 0 0 0 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2 2,70 0 0,00 5 1 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 6,77 1,35 1,35 2,70 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0 0 1 5 3 1 1 1 2 3 0,00 0,00 0,00 0,00 1,54 7,70 4,62 1,54 1,54 1,54 3,08 4,62 0 1 0,00 1,35 5 2 7,70 3,08 2 1 1 2,70 1,35 1,35 7 1 1 10,77 1,54 1,54 2 2 1 2,70 2,70 1,35 1 1 1 1,54 1,54 1,54 19 2 74 25,68 2,70 100 26 3 65 41,54 4,62 100 Budiaman et al. (2021) Jurnal Sylva Lestari 9(1): 138-150 12 Kelimpahan Jenis 10 8 6 4 2 0 Sebelum Penjarangan Sesudah Penjarangan Gambar 3. Kelimpahan serangga terbang sebelum dan sesudah penjarangan hutan campuran di KPH Banten. 9 8 Komposisi Jenis 7 6 5 4 3 2 1 0 Sebelum Penjarangan Sesudah Penjarangan Gambar 4. Komposisi jenis serangga terbang sebelum dan sesudah penjarangan hutan campuran di KPH Banten. 2,0 Indek Keanekaragaman 1,8 1,6 1,4 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 Sebelum Penjarangan Sesudah Penjarangan Gambar 5. Indeks keanekaragaman serangga terbang sebelum dan sesudah penjarangan hutan campuran di KPH Banten. 144 Budiaman et al. (2021) Jurnal Sylva Lestari 9(1): 138-150 4,0 Indek Kekayaan Jenis 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 Sebelum Penjarangan Sesudah Penjarangan Gambar 6. Indeks kekayaan jenis serangga terbang sebelum dan sesudah penjarangan hutan campuran di KPH Banten. 1,2 Indek Kemerataan 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 Sebelum Penjarangan Sesudah Penjarangan Gambar 7. Indeks kemerataan jenis serangga terbang sebelum dan sesudah penjarangan hutan campuran di KPH Banten. Berdasarkan peran fungsionalnya, serangga terbang yang ditemukan di lokasi penelitian terdiri atas pemakan daun (herbivora) dan pemangsa (predator). Penjarangan hutan menyebabkan penurunan kelimpahan pemakan daun dan peningkatan kelimpahan serangga pemangsa. Kelompok serangga terbang herbivora sebelum penjarangan berasal dari tiga ordo, yaitu Lepidoptera (30 individu), Orthoptera (6 individu) dan Coleoptera (4 individu). Sesudah penjarangan, kelompok serangga herbivora yang ditemukan hanya berasal dari ordo Lepidoptera, yaitu sebanyak 26 individu. Kelompok serangga pemangsa yang ditemukan sebelum maupun sesudah penjarangan hanya berasal dari satu ordo, yaitu Odonata. Kelimpahan kelompok serangga pemangsa sebelum penjarangan sebanyak 34 individu dan sesudah penjarangan sebanyak 40 individu (Gambar 8). 145 Budiaman et al. (2021) Jurnal Sylva Lestari 9(1): 138-150 50 45 Sebelum Penjarangan Sesudah Penjarangan Kelimpahan (Individu) 40 35 30 25 20 15 10 5 0 Herbivora Pemangsa Peran Fungsional Gambar 8. Kelimpahan serangga terbang sebelum dan sesudah penjarangan hutan campuran di KPH Banten berdasarkan peran fungsionalnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penjarangan hutan tanaman campuran mengakibatkan penurunan semua indeks komnuitas serangga terbang (kelimpahan, komposisi jenis, indeks keanekaragaman, indeks kekayaan dan indeks kemerataan jenis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penjarangan hutan dengan intensitas 50% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap struktur komunitas serangga terbang. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Akbar et al. (2019), yang melaporkan bahwa kelimpahan dan indeks-indeks keanekaragaman serangga sebelum penjarangan dan sesudah penjarangan hutan pinus tidak berbeda nyata, namun terdapat kecenderungan penurunan setelah penjarangan hutan. Penurunan kelimpahan dan indeks keanekaragaman serangga terbang ini diduga karena perubahan kondisi iklim mikro akibat penjarangan hutan, yang tidak sesuai lagi sebagai habitat beberapa jenis serangga terbang. Jenis serangga terbang yang tidak ditemukan lagi sesudah penjarangan hutan (24 jenis) diduga sebagai kelompok serangga yang peka terhadap perubahan habitat akibat penjarangan hutan. Saiful dan Latiff (2014) menyatakan bahwa penebangan hutan menyebabkan beberapa jenis serangga kehilangan habitat aslinya, sehingga kelimpahannya menurun. Jenis serangga yang tidak ditemukan sesudah penjarangan hutan diduga bermigrasi ke habitat hutan yang tidak terganggu di sekitar lokasi penjarangan. Indeks keanekaragaman serangga terbang sebelum penjarangan hutan lebih besar dibandingkan sesudah penjarangan hutan. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum keanekaragaman suatu jenis akan cenderung lebih rendah pada kondisi lingkungan yang terganggu dan kondisi habitat berpengaruh terhadap indeks komunitas suatu jenis. Respon jenis serangga terbang terhadap penjarangan hutan bervariasi. Sebagian besar serangga terbang yang ditemukan di lokasi penelitian adalah serangga terbang yang peka terhadap perubahan habitat hutan akibat penjarangan (24 jenis), selebihnya adalah serangga terbang yang memiliki kemampuan adaptasi terhadap perubahan habitat (9 jenis), dan jenis yang menyukai daerah yang lebih terbuka yang disebabkan oleh penjarangan hutan (9 jenis). Kelompok jenis serangga terbang yang peka terhadap perubahan habitat hutan akibat penjarangan adalah jenis yang berasal dari famili Acrididae, Chrysomelidae, Lycaenidae dan Tenebrionidae. Keempat famili ini tidak ditemukan lagi setelah 146 Budiaman et al. (2021) Jurnal Sylva Lestari 9(1): 138-150 penjarangan hutan. Kelompok serangga terbang ini diduga sebagai famili serangga terbang spesialis hutan atau serangga terbang yang memiliki wilayah jelajah yang sempit (Lien 2013). Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya. Saha et al. (2011) melaporkan bahwa keanekaragaman dan kelimpahan jenis (Acridae: Orthoptera) di ekosistem yang tidak terganggu lebih tinggi dibandingkan ekosistem yang terganggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penjarangan hutan menyebabkan penurunan kelimpahan pemakan daun (herbivora) dan peningkatan kelimpahan serangga pemangsa. Kelimpahan serangga terbang pemakan daun berkurang sebesar 35% sesudah penjarangan, sedangkan peningkatan kelimpahan serangga terbang pemangsa sebesar 14%. Serangga terbang herbivora merupakan serangga yang sangat tergantung dengan keberadaan vegetasi. Pengurangan jumlah pohon menyebabkan sumber makanan dan habitat herbivora berkurang. Serangga terbang herbivora memanfaatkan pohon sebagai sumber makanan, tempat meletakan telur dan tempat beristirahat. Penelitian ini memperoleh hasil yang mirip dengan penelitian sebelumnya. Yi (2007) melaporkan bahwa kelimpahan pemangsa lebih tinggi di hutan yang dijarangi daripada hutan yang tidak dijarangi, dan kelimpahan herbivora menurun sesudah penjarangan hutan. Penurunan kerapatan pohon memiliki pengaruh yang kuat terhadap populasi herbivora. Mangels et al. (2015) melaporkan bahwa kelimpahan herbivora dipengaruhi oleh jenis pohon dan intensitas tebang. Kelimpahan herbivora menurun seiring dengan meningkatnya intensitas penebangan dan berhubungan erat dengan kerusakan daun. Peningkatan kelimpahan serangga terbang pemangsa sesudah penjarangan hutan diduga karena adanya waktu jeda (time lack) yang singkat antara kegiatan penjarangan dan waktu penangkapan serangga sesudah penjarangan hutan. Penangkapan serangga terbang sesudah penjarangan pada penelitian ini dilakukan enam hari sesudah penjarangan. Pada model klasik Lotka-Vortera, waktu menentukan dinamika hubungan antara pemangsa dan mangsa hingga mencapai titik keseimbangan (steady state). Sebelum mencapai titik keseimbangan, kelimpahan pemangsa terus akan meningkat, dan selanjutnya berkurang setelah melewati titik keseimbangan. Jika ukuran populasi pemangsa adalah besar, maka pemangsa akan memiliki lebih banyak makanan untuk mendukung populasi yang lebih besar. Namun, ketika populasi pemangsa tumbuh terlalu besar, maka pemangsa akan mulai mati. Hal ini akan menghasilkan penurunan ukuran populasi pemangsa. Kecenderungan ini terus berlanjut seiring berjalannya waktu hingga populasi pemangsa dan mangsa berada pada titik keseimbangan/kestabilan (Hadžiabdić et al. 2017; Tonnang et al. 2009). Selain itu, peningkatan kelimpahan serangga terbang pemangsa sesudah penjarangan hutan mungkin disebabkan oleh munculnya serangga terbang pemangsa yang lebih menyukai habitat yang terbuka dan memiliki daya jelajah geografis yang luas (Lien 2013; Simatupang et al. 2019). Brachythemis contaminate, Cratilla sp., dan Tholymis tillarga diduga sebagai jenis serangga terbang pemangsa yang memiliki karakteristik tersebut. 4. Kesimpulan Penelitian ini telah mengumpulkan informasi penting tentang pengaruh penjarangan hutan tanaman campuran terhadap indeks keanekaragaman serangga terbang. Penjarangan hutan tanaman campuran dengan intensitas 50% menyebabkan penurunan kelimpahan dan indeks keanekaragaman serangga terbang. Penelitian ini menghasilkan temuan awal tentang hubungan penjarangan hutan tanaman campuran dengan struktur komunitas serangga terbang di Indonesia. Hasil studi dapat digunakan untuk mengembangkan penelitian lanjutan yang mempertimbangkan 147 Budiaman et al. (2021) Jurnal Sylva Lestari 9(1): 138-150 berbagai intensitas penjarangan, metode penangkapan (jenis perangkap) serangga, jenis tegakan, dan jangka waktu penangkapan serangga terbang sesudah penjarangan hutan yang lebih panjang, serta skala yang lebih luas. Sanwacana Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan Banten, terutama Kepala Resort Polisi Hutan Bojongmanik, Kepala Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Gunung Kencana dan staf, yang telah menyediakan lokasi penelitian, dukungan teknis, dan akomodasi. Daftar Pustaka Akbar, A., Budiaman, A., and Haneda, N.F. 2019. Dampak Penjarangan Hutan Tanaman Terhadap Komunitas Serangga di KPH Sukabumi. Jurnal Media Konservasi 24(1): 52-59. Borror, D.J., Triplehorm, C.A., and Johnson, N.F. 1996. An introduction to the study of insects. Hartcourt Brace College Publisher, New York. Cahall, R.E., Hayes, J.P., and Betts, M.G. 2013. Will They Come? Long-Term Response of Forest Birds to Experimental Thinning Support the “Fields of Dreams” Hyphotesis. Forest Ecology and Management 304: 137-149. DOI: 10.1016/j.foreco.2013.04.042 Cabon, A., Mouillot, F., Lempereur, M., Qurcival, J.M., Simioni, G., and Limousin, J.M. 2018. Thinning Increases Tree Growth by Delaying Drought-Induced Growth Cessation in a Mediterranean Evergreen Oak Coppice. Forest Ecology and Management 409: 333-342. DOI: 10.1016/j.foreco.2017.11.030 del Río, M., Pretzsch, H., Alberdi, I., Bielak, K., Bravo, F., Brunner, A., Condés, S., Ducey, M.J., Fonseca, T., von Lüpke, N., Pach, M., Peric, S., Perot, T., Souidi, Z., Spathelf, P., Sterba, H., Tijardovic, M., Tomé, M., Vallet, P., and Bravo-Oviedo, A. 2016. Characterization of the Structure, Dynamics, and Productivity of Mixed-Species Stands: Review and Perspectives. European Journal of Forest Research 135: 23-49. DOI: 10.1007/s10342-0150927-6 Fahlvik, N., Ekö, P.M., and Petersson, N. 2015. Effects of Precommercial Thinning Strategies on Stand Structure and Growth in a Mixed Even-Aged Stand of Scots Pine, Norway Spruce and Birch in Southern Sweden. Silva Fennica 49: 1-17. DOI: 10.14214/sf.1302 Forrester, D.I., and Pretzsch, H. 2015. Tamm Review: On the Strength of Evidence When Comparing Ecosystem Functions of Mixtures with Monocultures. Forest Ecology and Management 356: 41–53. DOI: 10.1016/j.foreco.2015.08.016 Forister, M.L., Pelton, E.M., and Black, S.H. 2019. Declines in Insects Abundance and Diversity: We Know Enough to Act Now. Conservation Science and Practice 1:E80. DOI: 10.1111/Csp2.80 Gomez, K.A., and Gomez, A.A. 1995. Statistical procedures for agricultural research. John Wiley and Sons. New York. Hallmann, C.A., Song, M., Jongejans, E., Siepel, H., Hofland, N., Schwan, H., Stenmans, W., Muller, A., Sumser, H., Harren, T., Gouilson, D., and de Kroon, H. 2017. More than 75 Percent Decline Over 27 Years in Total Flying Insect Biomass in Protected Area. Plos ONE 12(10):E0185809. DOI: 10.1371/Journal.Portal.0185809 148 Budiaman et al. (2021) Jurnal Sylva Lestari 9(1): 138-150 Hadžiabdić, V., Mehuljić, M., and Bektešević, J. 2017. Lotka-Volterra Model with Two Predators and Their Prey. TEM Journal 6 (1): 2217-8309. DOI: 10.18421/TEM61-19 Hawe, J., and Short, I. 2016. Broadleaf Thinning in Ireland – A Review of European Silvicultural Best Practice. Irish Forestry 73: 25-64. Hill, J.K., Hamer, K.C., Lace, L.A., and Banham, W.M.T. 1995. Effects of Selective Logging on Tropical Forest Butterflies on Buru, Indonesia. Journal of Applied Ecology 32: 754-760. DOI: 10.2307/2404815 Hynynen, J., Repola, J., and Mielikäinen, K. 2011. The Effects of Species Mixture on the Growth and Yield of Mid-Rotation Mixed Stands of Scots Pine and Silver Birch. Forest Ecology and Management 262: 1174–1183. DOI: 10.1016/j.foreco.2011.06.006 Klenner, W., and Sulivan, T.P. 2009. Partial and Clearcut Harvesting of Dry Douglas-Fir Forests: Implications for Small Mammal Communities. Forest Ecology and Management 257 (3): 1078-1086. DOI: 10.1016/j.foreco.2008.11.012 Lien, V.V. 2013. The Effect of Habitat Disturbance and Altitudes on the Diversity of Butterflies (Lepidoptera, Rhopalocea) in a Tropical Forest of Vietnam: Result of a Long-Term and Large-Scale Study. Russian Entomological Journal 22(1): 51-65. Ludwig, J.A., Reynolds, J.F. 1988. Statistical Ecology: A Primer on Methods and Computing. John Wiley & Sons. New York. Magguran, A.E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. Croom Helm. London. Mangels, J., Bluthigen, N., Frank, K., Grassein, F., Hilpert, A., and Mody, K. 2015. Tree Species Composition and Harvest Intensity Affect Herbivore Density and Leaf Damage on Beech, Fagus Sylvatica, in a Different Landscape Context. Plos ONE 10(5): E0126140. DOI: 10.1371/Journal.Portal.0126140 Novak, J., Dusek, D., Slodicak, M., and Kacalek, D. 2017. Importance of the First Thinning in Young Mixed Norway Spruce and European Beech Stands. Journal of Forest Science 63: 254-262. DOI: 10.17221/5/2017-JFS Nuraeni, S., Budiaman, and Yaspeta, S. 2019. Identification of Dragonfly and Damselfly Species around Mahaka River, Hasanudin University Teaching Forest. IOP Conference Series: Earth And Environmental Science 343: 012052. DOI: 10.1018/1755-1315/1/012052 Olivar, J., Bagino, S., Ratgeber, C., Bounesoeur, V., and Bravo, F. 2014. Thinning Has a Positive Effect on Growth Organics and Growth-Climate Relationships in Allepo Pine (Pinus Halepensis) Trees of Different Crown Classes. Annals of Forest Science 71: 395-404. DOI: 10.1007/S13595-0348-4 O’hara, K.L., Nesmith, J.C., Leonard, L., and Porter, D.J. 2010. Restoration of Old Forest Features in Carst Redwood Forest Using Large-Stage Variable-Density Thinning. Restoration Ecology 18: 125-135. DOI: 10.1111/j.1526-100X.2010.00655.x Pollock, M.M., and Beechie, T.J. 2014. Does Riparian Forest Restoration Thinning Enhance Biodiversity? The Ecological Importance of Large Wood. Journal of the American Water Resources Association 50: 543-559. DOI: 10.1111/jawr.12206 Rizal, S., and Hadi, M. 2015. Inventarisasi Jenis Capung (Odonata) pada Areal Persawahan di Desa Pundenarum, Kecamatan Karangwen, Kabupaten Demak. Bioma 17: 16-20. Saiful, I., and Latiff, A. 2014. Effects of Selective Logging on Tree Species Composition, Richness and Diversity in a Hill Dipterocarp Forest in Malaysia. Journal of Tropical Forest Science 26 (2): 188-202. 149 Budiaman et al. (2021) Jurnal Sylva Lestari 9(1): 138-150 Saha, H.K., Sarkar, A., and Haldar, P. 2011. Effects of Anthropogenic Disturbance on the Diversity and Composition of the Acridae Fauna of Sites in the Dry Deciduous Forest of West Bengal, India. Journal of Biodiversity and Ecological Science 1: 313-320. Simatupang, S., Syamsi, F., Rahmi, and Effendi, Y. 2019. The Diversity of Dragonflies (Odonata) in Duriangkang Protected Forest Area Tanjung Playu Batam. Simbiosa 8(2): 158-167. Simon, H. 1996. Metode Inventore Hutan. Aditya Medya. Yogyakarta. Tonnang, H.E.Z., Nedorezov, L.V., Ochanda, H., Owino, J., and Löhr, B. 2009. Assessing the Impact of Biological Control of Plutella Xylostella through the Application of Lotka– Volterra Model. Ecological Modelling 220: 60–70. DOI: 10.1016/j.ecolmodel.2008.09.002 Wali, M., Haneda, N.F., and Maryana, N. 2017. Biologi Moduza Procris CRANER (Lepidoptera: Nymphalidae) pada Jabon Merah (Anthocephalus Macrophyllus). Jurnal Agritek Lestari 3: 46-55. DOI: 10.35308/jal.v3i1.366 Wijaya, R.P., Diana, P., Anggraeni, S., Kusyaifah, E., and Amalia, N. 2014. Respon Perilaku Kupu-Kupu pada Kanopi Bercelah dan Kanopi Tertutup di Hutan PPKA Bodogol, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Bioma 10: 19-23. DOI: 10.21009/Bioma10(2).3 Waskiewicz, J., Kenefic, L., Weiskittel, A., Seymour, R. 2013. Species Mixture Effects in Northern Red Oak-Eastern White Pine Stands in Maine, USA. Forest Ecology and Management 298: 71–81. DOI: 10.1016/j.foreco.2013.02.027 Yi, H. 2007. Effect of Thinning on Flying Insect Communities Using Window Traps in Young Douglas-Fir (Pseudotsuga menziesii (Mirb.) Franco) Forests in the Pacific Northwestern America. Journal of Plant Biology 50: 190-197. DOI: 10.1007/BF03030629 150