Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ, Vol. 12 No. 3, 142 - 148 ISSN(print): 2354-869X | ISSN(online): 2614-3763 STABILITAS FISIK CLAY MASK SERBUK BIJI SALAK WEDI SEBAGAI PERAWATAN KULIT BAGI PELAKU OLAHRAGA REKREASI Romadhiyana Kisno Saputri1*, Akhmad Al-Bari2, Yani’ Qoriati2, Siti Khoirun Nisak2, Rina Alfianita Safitri2 1Program Studi S1 Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Negeri Surabaya 2Program Studi S1 Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri *romadhiyanasaputri@unesa.ac.id INFO ARTIKEL Riwayat Artikel : Diterima : 10 Agustus 2025 Disetujui : 15 September 2025 Kata Kunci : stabilitas, clay mask, biji salak Wedi, olahraga rekreasi ARTICLE INFO Article History : Received : 10 August 2025 Accepted : 15 September 2025 Keywords: stability, clay mask, Wedi salak seeds, recreational sports ABSTRAK Olahraga rekreasi berfokus untuk menjadi sehat, bugar, dan menekankan pada kesenangan. Pelaku olahraga rekreasional, memiliki risiko tinggi mengalami masalah kulit akibat radiasi ultraviolet. Hal ini dapat dicegah dengan penggunaan kosmetik yang berperan sebagai fotoproteksi seperti clay mask dengan tambahan bahan alam yang mengandung antioksidan sebagai perawatan kulit karena kandungan antioksidan yang mampu mencegah kerusakan akibat radikal bebas dan stres oksidatif. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi stabilitas fisik clay mask yang mengandung serbuk biji salak Wedi dan potensinya sebagai produk perawatan kulit bagi pelaku olahraga rekreasi. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan membuat 4 formulasi clay mask dengan perbedaan konsentrasi serbuk biji buah salak Wedi. Clay mask dievaluasi stabilitasnya dengan perbedaan penyimpanan (suhu ruang dan kulkas) dan cycling test 6 siklus dengan pengukuran organoleptik, ph dan uji iritasi. Stabilitas fisik clay mask yang mengandung serbuk biji salak Wedi pada penyimpanan suhu ruang tidak stabil karena muncul jamur pada hari ke-28, sedangkan pada penyimpanan di kulkas dan setelah di kulkas dan setelah cycling test stabil. Adanya aktivitas antioksidan pada buah salak Wedi menjadikan clay mask yang mengandung serbuk biji salak Wedi memiliki potensi sebagai produk perawatan kulit bagi pelaku olahraga rekreasi. ABSTRACT Recreational sports participants have a high risk of experiencing skin problems due to ultraviolet radiation. This can be prevented by using cosmetics that act as photoprotection, such as clay masks with additional natural ingredients containing antioxidants, as skin care because the antioxidant content is able to prevent damage from free radicals and oxidative stress. This study aims to evaluate the physical stability of clay masks containing Wedi snake fruit seed powder and its potential as a skin care product for recreational sports participants. This study is an experimental study by creating 4 clay mask formulations with different concentrations of Wedi snake fruit seed powder. Clay mask stability was evaluated by different storage conditions (room temperature and refrigerator) and 6-cycle cycling tests with organoleptic measurements, pH, and irritation tests. The physical stability of clay masks containing Wedi snake fruit seed powder at room temperature storage was unstable because mould 142 Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ, Vol. 12 No. 3, 142-148 ISSN(print): 2354-869X | ISSN(online): 2614-3763 appeared on the 28th day, while it was stable when stored in the refrigerator and after refrigeration and after cycling tests. The presence of antioxidant activity in Wedi snake fruit makes clay masks containing Wedi snake fruit seed powder have the potential as a skin care product for recreational sports participants. 1. PENDAHULUAN Olahraga secara umum dibedakan menjadi dua, yaitu olahraga prestasi yang berfokus pada kompetisi tingkat tinggi dan olahraga rekreasi yang berfokus agar pelakunya menjadi sehat, bugar, dan menekankan pada kesenangan. Pelaku olahraga rekreasi fleksibel memilih jenis olahraga sesuai dengan tingkat kesukaan dan kenyamanan. Beberapa bentuk olahraga rekreasi yang banyak disukai akhir-akhir ini adalah berjalan, bersepeda atau berlari (Sumantri & Agustinah, 2024). Dalam upaya mengoptimalkan derajat kesehatan masayarakat melalui peningkatan semangat olahraga, kegiatan olahraga rekreasi seperti Fun Run banyak diadakan. Fun run merupakan latihan aerobik yang dengan intensitas rendah terbukti bermanfaat untuk meningkatkan kebugaran kardiovaskuler serta dapat membentuk budaya olahraga yang positif (Aprilo et al., 2024). Fun Run yang dilaksanakan di Provinsi Gorontalo pada tahun 2021 berhasil membangkitkan semangat melakukan olahraga di Provinsi Gorontalo (Haryanto et al., 2021). Saat ini, kegiatan fun run semakin banyak dilakukan, dilansir dari kalenderlari.com, pada Januari 2025 terdapat 37 event Fun Run pada bulan Januari 2025 (Kalenderlari.com, 2025). Para pelari, baik atlet atau pelaku olahraga rekreasional, memiliki risiko tinggi mengalami masalah kulit seperti kulit kering, penuaan kulit lebih awal, iritasi kulit bahkan kanker kulit akibat radiasi ultraviolet (Ahomies et al., 2025). Tindakan yang dapat dilakukan untuk melindungi kulit dari kerusakan akibat radiasi ultraviolet disebut dengan fotoproteksi. Beberapa rekomendasi fotoproteksi diantaranya menggunakan seragam atau pakaian yang menutup kulit dan menggunakan sunscreen (Gilaberte et al., 2022). Selain itu, penggunaan masker, khususnya cryomask sedapat menurunkan suhu kulit wajah sehingga memiliki potensi mengurangi efek negatif saat berlari (Nardi et al., 2024). Selain fotoproteksi, perawatan wajah setelah berlari dan terkena debu dapat dilakukan dengan penggunaan clay mask yang dapat membersihkan dan mengencangkan kulit (Febriani et al., 2022). Clay mask dengan tambahan bahan alam yang mengandung antioksidan memiliki potensi sebagai perawatan kulit karena kandungan antioksidan yang mampu mencegah kerusakan akibat radikal bebas dan stres oksidatif. Salak Wedi adalah buah salak lokal dari salah satu Kabupaten di Jawa Timur yang memiliki kandungan antioksidan. Biji buah Salak Wedi yang menjadi sisa pangan diolah menjadi bentuk kopi yang dapat digunakan untuk mencegah penyakit kardiovaskuler (Budi Laksono & Adianita, 2021). Clay mask dengan tambahan biji salak Wedi memiliki sifat fisik yang baik (Qoriati et al., 2024). Namun, dalam pengembangan kosmetik, selain sifat fisik, perlu diperhatikan stabilitas fisik untuk memastikan bahwa sifat fisik sediaan tidak mengalami perubahan saat terjadi perubahan kondisi seperti perbedaan suhu atau waktu pemakaian (Aditama et al., 2024). Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi stabilitas fisik clay mask yang mengandung serbuk biji salak Wedi dan potensinya sebagai produk perawatan kulit bagi pelaku olahraga rekreasi. 2. METODE Alat dan Bahan Penelitian eksperimental ini menggunakan beberapa bahan seperti biji salak Wedi, kaolin, bentonite, xanthan gum, gliserin, texapon, titanium dioksida, asam askorbat, natrium benzoat dan aquadest. Alat yang digunakan diantaranya timbangan analitik, beaker glass, mortar, stamper, object glass, kulkas, wadah tertutup untuk tempat masker, termometer, hotplate, batang pengaduk, pipet, pHmeter, kertas. Penelitian menggunakan penilaian organoleptik oleh panelis dan uji iritasi oleh sukarelawan. Panelis dan sukarelawan telah 143 Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ, Vol. 12 No. 3, 142 - 148 ISSN(print): 2354-869X | ISSN(online): 2614-3763 menyetujui turut serta dalam kegiatan serta menandatangani informed consent. Pembuatan clay mask Clay mask dibuat dalam 4 formulasi dengan bahan aktif adalah serbuk biji salak Wedi. Formulasi clay mask disajikan pada tabel 1. Bahan-bahan ditimbang sesuai formulasi, proses pembuatan clay mask dimulai dengan menyiapkan mortar dan stamper lalu memasukkan bentonite dan aquadest hingga larut, kemudian menambahkan xanthan gum dan menggerus campuran hingga homogen. Setelah homogen, proses selanjutnya adalah menambahkan kaolin, titanium dioksida dan gliserin dan mencampurkannya sampai rata disusul dengan camputan asam askotbat dan natrium benzoat yang telah larutkan dengan air panas serta texapone dan aquadest. Terakhir, serbuk biji salak Wedi dimasukkan sampai campuran membentuk pasta yang homogen (Qoriati et al., 2024). Tabel 1. Formulasi Clay Mask Bahan Serbuk Biji Salak Wedi Kaolin Bentonite Gliserin Texapon N70 Xanthan Gum Titanium Dioksida Asam Askorbat Natrium Benzoat Aquadest F1 F2 F3 F4 0 1 2,5 5 25 1 2 2 0,8 0,5 0,2 0,1 25 1 2 2 0,8 0,5 0,2 0,1 25 1 2 2 0,8 0,5 0,2 0,1 25 1 2 2 0,8 0,5 0,2 0,1 68,4 67,4 65,9 63,4 Evaluasi stabilitas fisik Evaluasi stabilitas fisik clay mask dilakukan dengan uji penyimpanan pada suhu ruang dan suhu dingin selama 4 minggu dan uji cycling test. Clay mask yang disimpan dalam ruangan tanpa AC dengan suhu sekitar 20-25℃ dan di dalam kulkas dengan suhu 2-4℃. Setiap satu minggu sekali, clay mask diukur pH dan dinilai organoleptiknya berdasarkan parameter warna, aroma dan bentuk serta dilakukan uji iritasi. Uji stabilitas dilakukan dengan pengamatan terhadap parameter organoleptis (warna, bau dan tekstur) menggunakan pancaindera serta uji pH menggunakan pHmeter pada clay mask di hari ke-0, ke-7, ke-14, ke-21 dan ke-28 penyimpanan. Uji iritasi dilakukan terhadap 6 orang sukarelawan dengan menggunakan teknik patch test, dimana sediaan dioleskan pada daerah seluas 2,5 cm2 pada bagian belakang telinga, kemudian dilakukan pengamatan terhadap gejala kemerahan, gatal dan bengkak pada area tersebut (Aditama et al., 2024; Ginting & Siregar, 2022; Ningsih et al., 2023) Cycling test dilakukan dengan menyimpan clay mask pada dua suhu yang berbeda selama waktu tertentu. Waktu yang digunakan disebut dengan siklus, dimana satu siklus pada penelitian ini adalah yaitu suhu ± 4°C selama 24 jam dan kemudian suhu ± 40°C selama 24 jam selama 6 siklus. Saat cycling test, dilakukan pengukuran pH dengan cara melarutkan 1 gram clay mask dalam aquades hingga 100ml, kemudian diukur pH dengan pHmeter. Alat pHmeter dilakukan kalibrasi dengan larutan dapar standar dan dapar pH asam lalu dicuci dengan aquadest sebelum dicelupkan pada larutan clay mask dan aquadest (Febriani et al., 2022; Zainal et al., 2023). 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Clay mask yang telah dibuat 4 formulasi dibagi menjadi tiga bagian, bagian pertama disimpan dalam suhu ruang, bagian kedua disimpan pada kulkas dan bagian ketiga dilakukan cycling test. Secara umum, warna clay mask coklat muda dengan formula yang konsentrasi serbuk biji salak Wedi makin banyak, warnanya semakin gelap. Aroma clay mask tidak muncul bau khusus atau tidak berbau dengan tekstur semipadat. Visualisasi clay mask disajikan pada gambar 1. F1 F2 F3 F4 Gambar 1. Clay Mask 4 Formulasi Dua bagian clay mask yang disimpan di suhu ruang dan suhu kamar diamati warna, aroma dan bentuk serta diukur pH. Hasil uji organoleptik pada penyimpanan suhu kamar dan kulkas tidak menunjukkan perbedaan signifikan, dari minggu pertama hingga minggu terakhir, warna, aroma dan bentuk tidak berubah. Namun, berdasarkan pengamatan, clay mask yang disimpan pada suhu kamar saat pengamatan di hari ke-28 tumbuh jamur kecil berwarna putih pada F3 dan F4 seperti yang ditunjukkan pada 144 Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ, Vol. 12 No. 3, 142-148 ISSN(print): 2354-869X | ISSN(online): 2614-3763 gambar 2. Hal ini menunjukkan formulasi clay mask tidak stabil pada penyimpanan suhu kamar. Beberapa penyebab tumbuhnya jamur pada sediaan adalah penggunaan bahan antimikroba yang tidak cukup untuk menghadang tumbuhnya jamur atau suhu penyimpanan yang dapat menyebabkan jamur tumbuh. Pada formulasi yang dibuat, bahan yang berfungsi sebagai pengawet adalah natrium benzoat. Natrium benzoat digunakan sebagai pengawet karena memiliki kemampuan sebagai antibakteri dan antijamur. Pada penelitian yang dilakukan oleh Amalliyah, (2014), body scrub yang menggunakan pengawet natrium benzoat lebih stabil dibandingkan yang menggunakan DMDM hydantoin. Perbedaan hasil kemungkinan karena perbedaan perlakuan, dimana penelitian tersebut, body scrub dengan natrium benzoat disimpan pada suhu 40℃, sedangkan pada penelitian ini, tumbuh jamur pada sediaan yang disimpan pada suhu 20-25℃. Beberapa jenis jamur dapat tumbuh secara cepat pada suhu 2537℃ (Rachan, 2019). Hal ini mengkonfirmasi bahwa stabilitas fisik clay mask pada dipengaruhi oleh suhu penyimpanan. pada produk kosmetik luar negeri, lebih banyak beredar produk kosmetik dengan dua jenis pengawet dibandingkan satu pengawet (Poddebniak & Kalinowska-Lis, 2024). Penambahan pengawet dapat dijadikan perkembangan dalam pengembangan formulasi yang lebih baik Gambar 2. Penampakan Jamur pada F3 Hasil uji pH pada dua perlakuan penyimpanan tidak menunjukkan rentang perbedaan yang tinggi seperti yang disajikan pada tabel 2. Nilai pH berkisar pada 6,13 hingga 7,97. Pada penyimpanan suhu kamar, semakin lama penyimpanan terjadi penurunan nilai pH, serta peningkatan konsentrasi serbuk biji salak menunjukkan semakin menurun nilai pH sediaan. Pada penyimpanan suhu kulkas juga diamati hasil yang sama, dan jika dibandingkan, nilai pH clay mask pada dua jenis penyimpanan memiliki nilai yang tidak jauh berbeda dan masih dalam rentang nilai standar pH yang aman bagi kulit wajah, yaitu 4,5 – 8. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Trevina Mikha Sinuraya, (2024) yang menunjukkan pH masker clay yang menggunakan bahan kaolin, bentonit dan gliserin dengan tambahan bahan alam berupa kelopak bunga rosella bernilai 6,7, tidak berbeda jauh dengan yang menggunakan propilen glikol, yaitu 6,8. Peningkatan konsentrasi bahan alam yang digunakan menunjukkan penurunan nilai pH sediaan clay mask, hasil ini sejalan dengan penelitian Pradana et al., (2025) yang menunjukkankan konsentrai ekstrak etanol daun kapuk randu yang semakin besar menyebabkan nilai pH sediaan masker clay semakin rendah. Tabel 2. Nilai pH Berdasarkan Penyimpanan Formula Hari ke-0 F1 F2 F3 F4 7,97 7,80 7,73 7,08 F1 F2 F3 F4 7,35 7,02 6,79 6,73 Hari Hari ke-7 ke-14 Suhu kamar 7,23 7,21 7.21 6,88 6,54 6,49 6,41 6,34 Kulkas 7,23 7,21 7,08 6,88 6,70 6,47 6,54 6,44 Hari ke-21 Hari ke-28 7,07 6,83 6,36 6,23 6,92 6,73 6,15 6,19 7,08 7.01 6,36 6,41 6,45 6,42 6,23 6,13 Hasil uji iritasi pada 6 orang sukarelawan menujukkan clay mask yang dioleskan tidak menyebabkan kulit menjadi merah, tidak menyebabkan gatal dan tidak terjadi pembengkakan pada area yang dioles masker pada semua sukarelawan seperti yang disajikan pada tabel 3. Iritasi kulit oleh sediaan masker clay dapat terjadi karena pH yang dimiliki sediaan dan bahan yang digunakan (Maharani et al., 2024). Nilai pH yang terlalu asam atau terlalu basa dapat menyebabkan iritasi. Pada penelitian ini, nilai pH sediaan masih dalam rentang aman untuk kulit. Basis bahan yang digunakan dalam pembuatan clay mask adalah kaolin dan bentonite,kombinasi bahan ini bukan merupakan bahan iritan dengan pH yang normal sehingga 145 Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ, Vol. 12 No. 3, 142 - 148 ISSN(print): 2354-869X | ISSN(online): 2614-3763 clay mask yang dihasilkan tidak menyebabkan iritasi. Evaluasi kestabilan fisik dapat dipercepat dengan pengukuran organoleptik dan uji pH setelay dilakukan cycling test. Hasil uji organoleptik pada 6 siklus tidak menunjukkan perbedaan yang berarti. Visualisasi bentuk clay mask pada 6 siklus disajikan pada gambar 3. Formula 4 dengan kandungan serbuk biji salak Wedi paling banyak pada siklus ke-6 tampak memiliki perubahan warna menjadi lebih gelap dibandingkan dengan formula lain pada siklus yang sama. Hal ini menunjukkan formula clay mask stabil secara organoleptik. Hasil ini sejalan dengan penelitian Febriani et al., (2022) yang menunjukkan tidak ada perubahan organoleptik masker clay selama 6 siklus. Gambar 3. Clay Mask pada 6 Siklus Pengukuran nilai pH clay mask pada cycling test menunjukkan bahwa clay mask memiliki nilai pH pada rentang 6,37 – 7,31. Sama seperti nilai pH dengan perbedaan suhu penyimpanan, nilai pH pada cycling test masih dalam nilai aman untuk kulit wajah. Hasil ini sejalan dengan penelitian Halifa, (2022) yang menunjukkan clay mask dengan basis kaolin dan bentonit memiliki pH dalam rentang 5-6 yang masih dalam batas aman pH kulit yaitu 4,5-8. Tabel 3. Nilai pH Clay Mask sesuai Siklus Formula F1 F2 F3 F4 Siklus 1 2 7,31 7.33 7,24 6,86 6,98 6,77 6,74 6,73 3 7,22 6,70 6,71 6,60 4 7,16 6,65 6,66 6,39 5 6,75 6,59 6,48 6,31 6 6,73 6,25 6,26 6,37 Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa stabilitas fisik clay mask dengan tambahan serbuk biji salak Wedi baik, namun dalam proses penyimpanan, direkomendasikan disimpan dalam suhu dingin untuk menjaga kualitas clay mask dengan lebih baik. Buah salak Wedi, berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan peneliti, buah salak Wedi mengandung flavonoid dan memiliki IC50 pada uji DPPH sebesar 480,70 ppm yang menunjukkan buah salak Wedi memiliki aktivitas antioksidan. Bahan aktif dari buahbuahan seperti flavonoid memiliki efek fotoproteksi bagi kulit (Kusumawardany et al., 2023). Kandungan flavonoid pada buah salak Wedi memungkinkan serbuk biji salak Wedi dan clay mask yang mengandung serbuk biji salak Wedi juga memiliki aktivitas antioksidan. Hal ini dapat meningkatkan kemungkinan clay mask dengan tambahan serbuk biji salak Wedi untuk digunakan sebagai perawatan kulit yang berperan sebagai fotoprotektor. Ghazi, (2022) menyampaikan bahwa kemampuan fotoprotektor dari fenolik, termasuk flavonoid dapat digunakan untuk optimalisasi produk perlindungan kulit dari radiasi sinar UV. Pelaku olahraga rekreasi dapat dengan mudah terpapar sinar UV dan menyebabkan sunburn atau kanker kulit, sehingga memerlukan perlindungan yang tepat dari sinar matahari. 4. PENUTUP 4.1. Kesimpulan Stabilitas fisik clay mask yang mengandung serbuk biji salak Wedi telah baik dengan penyimpanan yang disarankan dalah penyimpanan pada suhu dingin atau di dalam kulkas. Adanya aktivitas antioksidan pada buah salak Wedi menjadikan clay mask yang mengandung serbuk biji salak Wedi memiliki potensi sebagai produk perawatan kulit bagi pelaku olahraga rekreasi. 4.2. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait aktivitas antioksidan, uji flavonoid dan uji fenolik serbuk biji salak Wedi dan clay mask dengan tambahan serbuk biji salak Wedi untuk memastikan potensinya sebagai perawatan kulit bagi pelaku olahraga rekreasi. 146 Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ, Vol. 12 No. 3, 142-148 ISSN(print): 2354-869X | ISSN(online): 2614-3763 5. DAFTAR PUSTAKA Aditama, A. P. R., Kusumaningtyas, R., Karimah, W. N., Paramita, D. R. A., Rashati, D., & Muslikh, F. A. (2024). Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan Masker Wajah Gel Peel-Off Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus). Jurnal Riset Kefarmasian Indonesia, 6(1), 79–96. https://doi.org/10.33759/jrki.v6i1.467 Ahomies, H., Descamps, V., Leclerc-Mercier, S., & Kluger, N. (2025). Skin Diseases in Long-Distance Runners. JEADV Clinical Practice, 4(2), 378–388. https://doi.org/10.1002/jvc2.613 Amalliyah, B. (2014). Stabilitas Fisika Sediaan Body Scrub Mengandung Bekatul, Rice Bran Oil, Virgin Coconut Oil (VCO), Kopi dan Ekstrak Aloe Vera dengan Bahan Pengawet Dmdm Hydantoin dan Natrium Benzoat. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 3(1), 1–16. Aprilo, I., Arfanda, P. E., Mappaompo, M. A., & Yusnadi. (2024). Fun Run : Gaya Hidup Sehat Dengan Peningkatan Daya Tahan Kardiovaskular ( Literature Review ). 85– 89. Budi Laksono, A., & Adianita, H. (2021). Analisis Strategi Pemasaran Kopi Biji Salak Di Desa Wedi Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro. JEMeS - Jurnal Ekonomi Manajemen Dan Sosial, 4(1), 1– 8. https://doi.org/10.56071/jemes.v4i1.253 Febriani, Y., Sudewi, S., & Sembiring, R. (2022). Formulation And Antioxcidant Activity Test Of Clay Mask Extracted Ethanol Tamarillo (Solanum betaceum Cav.). Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology, 1(1), 22. https://doi.org/10.24198/ijpst.v1i1.36432 Ghazi, S. (2022). Do the polyphenolic compounds from natural products can protect the skin from ultraviolet rays? Results in Chemistry, 4(June), 100428. https://doi.org/10.1016/j.rechem.2022.100 428 Gilaberte, Y., Trullàs, C., Granger, C., & de Troya-Martín, M. (2022). Photoprotection in Outdoor Sports: A Review of the Literature and Recommendations to Reduce Risk Among Athletes. Dermatology and Therapy, 12(2), 329–343. https://doi.org/10.1007/s13555-021-006710 Ginting, O. S. B., & Siregar, S. S. (2022). Formulasi Formulasi Dan Evaluasi Sediaan Masker Clay Dari Kombinasi Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carita Papaya L) Dan Labu Kuning (Cucurbita Moschata.). Forte Journal, 2(1), 22–31. https://doi.org/10.51771/fj.v2i1.196 Halifa, M. (2022). Formulasi dan Evaluasi Clay Mask Ekstrak Daun Sirih (Piper betle. Linn) dengan Variasi Konsentrasi Bentonit dan Kaolin sebagai Basis [Politeknik Kesehatan Palembang]. In Karya Tulis Ilmiah. https://repository.poltekkesjkt2.ac.id/index .php?p=fstreampdf&fid=11797&bid=9787 Haryanto, A. I., Kadir, S. S., Ramadan, G., Fataha, I., Samin, G., & Gani, A. A. (2021). Membangkitkan Semangat Berolahraga Melalui Kegiatan Fun Run. Jurnal Sibermas (Sinergi Pemberdayaan Masyarakat), 10(2), 442–449. https://doi.org/10.37905/sibermas.v10i2.11 356 Kalenderlari.com. (2025). Jadwal Event Lari Indonesia 2025. https://kalenderlari.com/jadwal-event-lariindonesia-2025/#google_vignette Kusumawardany, S. F., Utami, N., & Saryanti, D. (2023). Fotoproteksi Dan Aktivitas Antioksidan Nanoenkapsulasi Ekstak Etanol Buah Kersen (Muntingia calabura L.). Majalah Farmasi Dan Farmakologi, 27(3), 133–139. https://doi.org/10.20956/mff.v27i3.24892 Maharani, T. A., Norhabibah, N., Ira Wati, N. R., Putri, L. R., & Malahayati, S. (2024). Pengembangan Formulasi Clay Mask Stick Ekstrak Rumput Gandum (Triticum Aestivum L) Komoditas Lokal yang Berpotensi Sebagai Antioksidan. Jurnal Surya Medika, 10(2), 6–14. https://doi.org/10.33084/jsm.v10i2.7718 Nardi, M. De, Filipas, L., Di Gennaro, S., Allemano, S., Gallo, G., Meloni, A., Della 147 Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ, Vol. 12 No. 3, 142 - 148 ISSN(print): 2354-869X | ISSN(online): 2614-3763 Guardia, L., Luzi, L., La Torre, A., & Codella, R. (2024). Effects of cryo-facial mask on running performance in amateur middle-distance runners. Cryobiology, 117(October), 1–7. https://doi.org/10.1016/j.cryobiol.2024.105 158 Ningsih, W. P., Widiastuti, R., & Eltivitasari, A. (2023). Formulasi dan Uji Karakteristik Fisik Sediaan Masker Clay Serbuk Biji Kopi Robusta (Coffea robusta). Sinteza, 3(1), 1–8. https://doi.org/10.29408/sinteza.v3i1.7427 Poddebniak, P., & Kalinowska-Lis, U. (2024). A Survey of Preservatives Used in Cosmetic Products. Applied Sciences, 14(1581), 1– 15. https://doi.org/10.4324/9781315232140-14 Pradana, R., Mahfud, A., Pertiwi, R. D., & Ghozaly, R. M. (2025). Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan Masker Clay Ekstrak Daun Kapuk Randu (Ceiba pentandra(l.)Gaertn). Archives Pharmacia, 7(1), 78–90. Qoriati, Y., Saputri, R. K., Al-Bari, A., Amelya, R., & Wulandari, V. A. (2024). Formulasi Dan Uji Stabilitas Masker Clay Dari Serbuk Biji Salak Wedi. Forte Journal, 4(2), 502– 511. https://doi.org/10.51771/fj.v4i2.982 Rachan, B. N. (2019). Keberadaan Mikroba pda Kosmetik Tradisional [Universitas Jember]. https://repository.unej.ac.id/ Sinuraya, T. M. (2024). Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap Karakteristik Mutu Masker Clay. Prosiding Seminar Nasional Pembangunan Dan Pendidikan Vokasi Pertanian, 5(1), 991–996. https://doi.org/10.47687/snppvp.v5i1.1175 Sumantri, A., & Agustinah, N. (2024). Sosialisai Pemahaman Tentang Apa Itu Olahraga Rekreasi dan Apa Itu Olahraga Prestasi di Desa Padang Batu. Jurnal Dehasen Untuk Negeri, 3(1), 125–130. https://doi.org/10.37676/jdun.v3i1.5585 Zainal, T. H., Ulfa, M., Nisa, M., & Pawarrangan, T. J. (2023). Formulasi Masker Clay Ekstrak Kulit Buah Pisang Muli (Musa acuminata L.). Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia, 12(1), 7–12. https://doi.org/10.51887/jpfi.v12i1.1760 148