Expose: Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol. April, 2025 ISSN 2620-8105 | E-ISSN 2621-0304 ANALISIS TEKS PADA FILM "YANG TAK TERGANTIKAN" TERKAIT KOMUNIKASI IBU TUNGGAL DALAM PENGASUHAN ANAK Clarissa Irmadel1. Mutia Pratiwi2 Universitas Dian Nuswantoro. Indonesia *clarissashafaa@gmail. com, mutia. rahmi@dsn. Abstract. This research analyzes the communication patterns in a single mother's family shown in the film Yang Tak Tergantikan using Koerner and Fitzpatrick's Family Communication Patterns (FCP) approach and Tzvetan Todorov's narrative analysis method. The movie depicts the struggle of a single mother in building effective communication with her children after divorce. The results show that the communication pattern in this movie undergoes a shift from protective towards a combination of consensual and pluralistic, where the mother initially applies more authoritative communication but then adapts to a more open and flexible communication pattern. These communication patterns play an important role in describing the role of single mothers in parenting based on FCP theory. This study provides insight into the importance of open communication in single mother families and is expected to be a reference for future research related to family communication after divorce. Keywords: family communication, single mother, family communication pattern, narrative analysis. The Irreplaceable Movie. Latar Belakang Keluarga utuh pada umumnya dikenali oleh masyarakat dengan anggota keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Sebagai orang tua, mereka memiliki tanggung jawab untuk mengasuh anak secara bersama. Menurut Semman . , orang tua memiliki peran utama serta tanggung jawab besar dalam membimbing, merawat, dan membesarkan anak hingga dewasa. Berbeda dengan keluarga utuh, orang tua yang mengalami perceraian akan menghadapi beberapa masalah pascaperpisahan. Pola asuh orang tua berperan penting dalam membentuk masa depan anak karena keluarga dan lingkungan sekitar merupakan sumber utama pendidikan informal bagi mereka (Putri et , 2. Menurut Rosalia et al. , minimnya komunikasi antara pasangan suami istri dapat memicu ketidakpercayaan serta munculnya prasangka negatif yang pada akhirnya berpotensi menimbulkan kesalahpahaman dan konflik dalam hubungan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dalam GoodStats, lima faktor tertinggi penyebab perceraian di Indonesia adalah perselisihan dan pertengkaran, ekonomi, meninggalkan salah satu pihak. KDRT, dan mabuk. Setelah perceraian terjadi, muncul permasalahan baru yang perlu diselesaikan, terutama terkait status serta hak asuh anak dari pernikahan tersebut. Meskipun orang tua telah berpisah, anak tetap berhak mendapatkan perlindungan serta pengasuhan dari kedua orang tuanya. Dalam praktiknya, hak asuh anak sering kali diberikan kepada ibu sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia (Semman, 2. Seorang ibu tunggal diharuskan menghadapi tantangan berat dalam menjalankan dua peran sekaligus, yaitu sebagai ayah dan ibu, dengan tugas sebagai pencari nafkah sekaligus pengasuh utama bagi anak-anaknya. Perubahan struktur keluarga ini berdampak pada kehidupan anak serta pola komunikasi dalam keluarga. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana interaksi dan pola komunikasi antara ibu tunggal dan anak-anaknya dalam membentuk hubungan keluarga yang baik. Film Yang Tak Tergantikan memberikan gambaran mengenai hubungan komunikasi dalam keluarga yang dipimpin oleh ibu tunggal. Film ini menampilkan tantangan yang dihadapi seorang ibu tunggal dalam berkomunikasi dengan anak23 Expose: Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol. April, 2025 anaknya, mulai dari konflik hingga pencapaian pemahaman bersama. Berbeda dari penelitian sebelumnya yang lebih banyak membahas bentuk tindak tutur dalam film Yang Tak Tergantikan karya Herwin Novianto (Samrina. Nazriani, & Nurlaila, 2. , penelitian ini berfokus pada pola komunikasi yang berkembang dalam keluarga yang dipimpin oleh ibu tunggal. Peneliti menggunakan teori Family Communication Patterns (FCP) dari Koerner dan Fitzpatrick . untuk memahami komunikasi dalam keluarga ibu tunggal dan mendeskripsikan peranan ibu tunggal dalam mengasuh anak berdasarkan teori FCP. Penelitian mengenai film Yang Tak Tergantikan telah dilakukan dengan berbagai pendekatan dan fokus analisis. Nur . meneliti pola komunikasi antara Aryati dan ketiga anaknya dengan metode kualitatif menggunakan analisis semiotika Roland Barthes yang mengidentifikasi makna komunikasi melalui dua tahap signifikasi. Selanjutnya. Anjani . menganalisis konflik keluarga dalam film ini dengan pendekatan kualitatif berbasis analisis semiotika Charles Sanders Peirce, yang mengkaji unsur sign, object, dan interpretant dalam adegan konflik antara ibu dan anak maupun antarsaudara. Sementara itu, penelitian oleh Samrina. Nazriani, & Nurlaila . berfokus pada tindak tutur dalam film ini dengan metode deskriptif kualitatif berbasis studi kepustakaan, mengidentifikasi bentuk tindak tutur deklaratif, imperatif, dan interogatif. Film Yang Tak Tergantikan menggambarkan perjuangan seorang ibu tunggal dalam membesarkan anak-anaknya tanpa bantuan seorang suami. Analisis ini membahas pola asuh ibu sebagai orang tua tunggal dalam mengasuh anak berdasarkan teori FCP, seperti yang ditampilkan oleh tokoh ibu bernama Aryati dalam film tersebut. Film ini dipilih sebagai objek penelitian karena menggambarkan interaksi antara ibu tunggal dan anak-anaknya. Dalam film, ibu berperan sebagai pendengar, penasihat, serta mengambil peran ganda sebagai ayah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peranan ibu tunggal dalam mengasuh anak berdasarkan teori FCP. Penelitian terhadap film Yang Tak Tergantikan dilakukan dengan mengaitkan pola komunikasi keluarga berdasarkan Family Communication Patterns (FCP) yang dikembangkan oleh Koerner dan Fitzpatrick . Koerner dan Fitzpatrick . alam Littlejohn & Foss, 2. mengelompokkan keluarga ke dalam empat pola Pola protektif menekankan keselarasan dan kepatuhan, tetapi kurang memberi ruang bagi anak untuk mengemukakan pendapat sehingga mereka mudah Pola konsensual mengutamakan musyawarah, memungkinkan anggota keluarga berdiskusi tanpa mengganggu struktur kekuasaan. Pola laissez-faire memiliki komunikasi yang minim, menyebabkan anak kurang bimbingan dan kesulitan membangun hubungan dengan orang tua. Sementara itu, pola pluralistik mendorong komunikasi terbuka, di mana setiap anggota keluarga dapat berdiskusi, berbagi ide, serta saling mendukung dan menghargai. Family Communication Patterns (FCP) membagi pola komunikasi keluarga menjadi empat tipe utama berdasarkan dua dimensi, yaitu konformitas . onformity orientatio. dan konversasi . onversation orientatio. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peranan ibu tunggal dalam mengasuh anak berdasarkan teori Family Communication Patterns (FCP). Peneliti menganalisis bagaimana pola komunikasi dalam keluarga ibu tunggal memengaruhi hubungan antara orang tua dan anak, serta bagaimana komunikasi yang diterapkan dapat membentuk kemandirian, keterbukaan, dan kedekatan dalam keluarga. Metode Penelitian Penelitian analisis naratif pola komunikasi keluarga ibu tunggal pada film Yang Tak Tergantikan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode kualitatif naratif dipilih karena Expose: Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol. April, 2025 memungkinkan peneliti mengkaji serta mengumpulkan data secara lebih mendalam terkait peran ibu tunggal yang ditampilkan dalam alur film tersebut. Menurut Creswell . , penelitian kualitatif berlandaskan pada asumsi, perspektif teoretis, serta eksplorasi isu-isu sosial atau kemanusiaan yang menekankan bagaimana individu atau kelompok memahami dan memberikan makna terhadap suatu fenomena. Peneliti mengumpulkan data melalui observasi langsung dan dokumentasi untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai pola komunikasi dalam keluarga ibu Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang memungkinkan peneliti mengamati fenomena secara alami serta memahami makna yang diberikan masyarakat terhadap objek yang diteliti (Creswell, 2. Menurut Septiani . , melalui analisis naratif Tzvetan Todorov, film diklasifikasikan ke dalam tiga tahapan utama, yaitu alur awal sebagai tahap keseimbangan, alur tengah yang mencerminkan gangguan atau konflik, serta alur akhir yang menggambarkan pemulihan keseimbangan baru. Ketiga tahapan ini saling berkaitan dan membentuk kesatuan yang melengkapi perkembangan Analisis naratif memandang teks sebagai rangkaian peristiwa yang memiliki struktur logis, baik dalam bentuk fiksi seperti novel, puisi, dongeng, film, dan komik, maupun dalam bentuk fakta seperti berita. Metode ini berupaya memahami bagaimana cerita dibangun melalui tahapan tertentu. Todorov membagi struktur naratif ke dalam beberapa tahap, yakni tahap awal yang menggambarkan pengenalan tokoh dan situasi, tahap tengah yang menampilkan perkembangan konflik, serta tahap akhir yang mencerminkan puncak dan penyelesaian konflik dalam film. Hasil and Diskusi Pada tahap awal alur narasi, terdapat gambaran keseimbangan awal . dalam kehidupan keluarga Aryati, di mana ia bersama ketiga anaknya menjalani kehidupan sehari-hari tanpa kehadiran figur ayah. Meskipun peran ayah telah hilang akibat perceraian, interaksi dalam keluarga masih berlangsung harmonis, seperti yang ditunjukkan dalam adegan di meja makan. Situasi ini mencerminkan kondisi awal yang stabil sebelum konflik muncul. Keseimbangan ini mulai terganggu . ketika Aryati menyaksikan pasangan yang bertengkar di pengadilan, yang membangkitkan kembali kenangan tentang proses perceraiannya. Gangguan semakin jelas ketika anak-anaknya, khususnya Kinanti, mulai mempertanyakan alasan di balik perpisahan Aryati dan Arif . , sementara Aryati tampak menghindari pembahasan mengenai hal tersebut. Ketidakterbukaan Aryati terhadap anak-anaknya menandai awal ketegangan dalam hubungan mereka. Selain itu, muncul adegan yang menimbulkan pertanyaan bagi audiens, seperti pengiriman pizza dari pengirim tak dikenal yang semakin memperkuat nuansa ketidakpastian dalam alur cerita. Anak-anak Aryati juga mulai menjalin komunikasi kembali dengan ayah mereka tanpa sepengetahuan ibu, yang berpotensi menimbulkan konflik lebih lanjut. Permasalahan ekonomi yang dihadapi Aryati, termasuk keterlambatan pembayaran sewa rumah, turut memperumit keadaan dan menambah tekanan dalam kehidupan keluarga. Terdapat pula adegan yang menunjukkan informasi dari teman Aryati mengenai mantan suaminya yang diduga menjalin hubungan dengan wanita lain, yang semakin memperparah kondisi psikologis Aryati. Meskipun Aryati mencoba menyangkal dan mengalihkan pembicaraan, informasi ini memperlihatkan teka-teki baru dan potensi konflik yang lebih besar pada alur berikutnya. Expose: Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol. April, 2025 Family Communication Pattern (FCP) Pola Komunikasi Protektif. Temuan ini menunjukkan pola komunikasi protektif pada menit ke-36. 20, ketika Aryati lebih dominan dalam percakapan dan mengekspresikan kekhawatirannya terhadap kedekatan anak-anak dengan sang ayah. Narasi dalam adegan tersebut menggambarkan adanya pola komunikasi dengan kontrol kuat dari orang tua dan minim diskusi terbuka. Aryati cenderung menekan emosinya sendiri, tetapi tetap menunjukkan ketidaksetujuannya secara tersirat. Sementara itu. Bayu merespons secara singkat tanpa mempertanyakan lebih lanjut, yang mencerminkan rendahnya orientasi percakapan dalam pola komunikasi protektif sesuai teori Family Communication Patterns (FCP). Tabel 1. Hasil Temuan Pola Komunikasi Protektif 1 DOKUMENTASI/ MENIT NARASI Aryati :"Ibu yang salah. Tadi siang, adek jalan sama ayahnya, mbak udah sempat bilang ke ibu, terus ibu telepon adek berkali-kali, nggak diangkat. Ibu pikir ada apa-apa, ternyata baterainya habis. Tapi ibu udah keburu marah-marah, nggak seharusnya ibu marahmarah, ibu tadi merasa. Bayu :"bu, ibu nggak begitu suka adek kinanti jalan sama ayah? Begitu?" Aryati :"Nggak tau mas, ibu bingung. Bagaimanapun juga dia ayahmu, tapi dia sudah mengecewakan kamu sama adik-adik. Bayu :"Mengecewakan ibu juga kan?" Aryati :"ya, tapi tetep mas, nggak seharusnya ibu merasa begini. Ibu takut kalau nanti adek dekat terus sama ayah. Bayu :"yaudah bu. Temuan ini menunjukkan pola komunikasi protektif dalam interaksi antara ibu tunggal (Aryat. dan anaknya (Tik. pada menit ke-1. Pola komunikasi protektif ini ditunjukkan oleh orang tua yang cenderung mengontrol percakapan dan menekankan kepatuhan anak tanpa memberikan banyak ruang untuk diskusi terbuka. Aryati terlihat mendominasi percakapan dengan memberikan batasan terkait penampilan dan pengeluaran Tika, serta menekankan pentingnya pengambilan keputusan finansial yang lebih bijak. Sementara itu. Tika memiliki ruang terbatas untuk menyampaikan pendapat, yang mencerminkan karakteristik utama pola komunikasi protektif sesuai teori Family Communication Patterns (FCP). Expose: Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol. April, 2025 Tabel 2. Hasil Temuan Pola Komunikasi Protektif 1 DOKUMENTASI/ MENIT NARASI Tika : "Hai bu. Aryati : "Kok kamu make up gitu mbak? emang boleh sama sekolah? terus ini juga? aduh, kayaknya kamu belum cukup umur deh untuk gaya kayak begini di sekolah mbak. Tika : "Make up nya dikasih sarah, nanti ulang tahun jasmine aku beli baju sendiri. Aryati : "Beli baju? Ibu belum punya uang loh untuk beli Apa lagi dipakai sekali untuk ulang tahun doang. Naggak ada mbak. 1:00:05 Tika :"Aku dikasih duit sama ayah bu. Aryati : "Kok bisa? Kapan?" Tika : "Kemarin, di transfer ke rekening aku. Aryati : "Iya tapi menurut ibu mendingan kamu pakai untuk yang lebih penting dulu dong mbak, masa beli baju sih. Temuan selanjutnya terdapat pada menit ke-1. 20, ketika Aryati sebagai kepala keluarga menunjukkan kontrol penuh atas percakapan dengan menggunakan gaya komunikasi instruktif dan menekan, yang terlihat dari penggunaan kalimat imperatif serta ekspresi emosional yang kuat. Bayu dan Tika cenderung menerima perintah tanpa banyak perlawanan, sehingga mencerminkan pola komunikasi satu arah dengan ruang yang sangat terbatas untuk dialog terbuka. Tabel 3. Hasil Temuan Pola Komunikasi Protektif 1 DOKUMENTASI/ MENIT NARASI Bayu : "Nggak ada bu, sudah ke rumah temennya tika, nggak ada yang tau kemana dia. Apa kita lapor polisi aja?" Aryati : "Kamu satu sekolah, masa nggak tau kakaknya nggak masuk? Kamu suka sama catur aja sih. Percuma kamu dapet gelar tapi nggak peduli sama keluarga. Bayu : "Tika!" Aryati : "Pulang kamu? Jam berapa ini? Kamu bolos kan? nggak sekolah kan? Kalau nggak mau diatur nggak usah pulang sekalian!" Bayu : "Bu. Aryati : "Diem kamu! Kamu juga banyak masalah yang belum selesai. Kalian nggak ngerti ya kita banyak persoalan? Ini kakak kalian nggak punya pekerjaan! Mestinya kamu punya banyak waktu untuk urusin adek-adek kamu! Kamu juga. Jangan asik sendiri, perhatiin kakaknya! Tika! Nurut apa kata ibu, jangan Expose: Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol. April, 2025 melawan melulu! Bantu ibu dong, dan jangan nambah Ini rumah kontrakan sudah habis, kita mau tinggal dimana kalau diusir?" Bayu : "Sudah, sudah tenang aja, mbak nggak papa. Udah dek, nggak papa. Masuk kamar. Pola Komunikasi Konsensual. Temuan ini menunjukkan pola komunikasi konsensual pada menit 03:55, di mana terdapat kombinasi antara keterbukaan dalam diskusi dan pengendalian dari orang tua. Aryati mendengarkan permintaan Tika dan memberikan tanggapan dengan alasan yang jelas, baik dari segi finansial maupun norma yang ia anggap penting. Meskipun Aryati tetap memiliki kontrol atas keputusan akhir, ia tetap membuka ruang diskusi dengan mempertimbangkan aspek lain, seperti ketersediaan baju lama dan batasan yang perlu didiskusikan lebih lanjut. Pola ini sesuai dengan teori Family Communication Patterns (FCP), yang menekankan pentingnya keseimbangan antara ekspresi pendapat dan kepatuhan dalam keluarga. Tabel 4. Hasil Temuan Pola Komunikasi Konsensual 1 DOKUMENTASI/ MENIT NARASI Tika : AuBu, aku butuh baju buat ulang tahun Jasmine tanggal 24 nanti, soalnya ulang tahunnya ada temanya, semua yang datang harus pake baju dengan tema back to nature. Ay Aryati : AuSetahu ibu. Nature itu bajunya minim-minim atau yang warnanya hijau? ibu ngga ngerti ah. Ay Tika : AuIya bu, bajunya dominan hijau dan bajunya agak tipis-tipis gitu. Ay Aryati : Aymaksudnya? aduh mbak, ibu nggak setuju deh kalau harus beli baju-baju baru lagi. Pertama, itu nambah pengeluaran ibu, lagi pula ibu pikir bajunya mbak yang lama juga masih banyak yang bisa dipakai, yang hijau-hijau juga ada. Kedua, soal tipis tipis harus diomongin lagi deh mba. Ay Temuan konsensual berikutnya terdapat pada menit ke-43. 50, ketika Aryati sebagai ibu tetap menunjukkan peran otoritatif dengan mempertanyakan perubahan gaya berpakaian Tika. Namun, dalam interaksi tersebut Aryati tetap memberikan ruang bagi anak-anaknya untuk mengungkapkan pendapat. Tika menjelaskan alasannya mengubah gaya berpakaian agar sesuai dengan tren teman-temannya, sementara Kinanti memberikan perspektif berbeda yang didasarkan pada kenyamanan pribadi. Expose: Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol. April, 2025 Tabel 5. Hasil Temuan Pola Komunikasi Konsensual 2 DOKUMENTASI/ MENIT NARASI Aryati :"Mbak! Kok kamu gitu?" Tika :"Ibu kenapa kagetnya begitu banget sih?" Aryati :"Kamu yang gendutan, apa bajunya yang mengecil? Ini kan baju yang ibu baru beli empat bulan yang lalu kan?" Tika :"Semua temen-temen aku pada pakai baju kayak gini Ini baju yang ibu beliin, iya tapi aku kecilin aja, itu biar kayak temen-temen aku. Aryati :"Kok adek bajunya nggak begitu?" Kinanti :"Akunya yang nggak mau bu. Baju sempit-sempit begitu bikin panas badan. Lagian ya, kalau gerak-gerak terus itu gampang sobek. Temen aku yang kayak begitu tiap hari mesti bawa jarum sama benang buat jahit di Aryati :"Mbak, itu kalau ada masalah sama baju kamu, ibu nggak mau tau ya, suruh ayah yang datang. Pola komunikasi konsensual dalam adegan pada menit ke-1. 30 tercermin melalui interaksi antara Aryati dan anak-anaknya. Dalam adegan ini. Aryati tetap berperan sebagai pengambil keputusan utama dalam keluarga, namun ia memberikan ruang bagi anak-anak untuk mengekspresikan keinginan mereka. Hal tersebut terlihat ketika Kinanti menyampaikan keinginannya untuk ikut ke pasar, dan Aryati merespons dengan mempertimbangkan kondisi fisik anaknya sebelum akhirnya memberikan izin. Selain itu, komunikasi dua arah juga terjalin antara Aryati dan Bayu, ketika Aryati memberikan instruksi sambil memastikan kesiapan Bayu dalam menjalankan tugas. Expose: Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol. April, 2025 Tabel 6. Hasil Temuan Pola Komunikasi Konsensual 3 DOKUMENTASI/ MENIT NARASI Aryati : "Siap-siap yuk, anterin ibu ke pasar, itu kotak sama bumbu buat besok sudah habis soalnya. Kinanti : "Ibu mau kemana? aku mau ikut dong, aku masih kangen sama ibu, sama mbak sih nggak. Aryati : "Memang nggak capek? nggak masu istirahat Kinanti : "Aku sudah tidur dimobil, aku ikut ya?" Aryati : "Ayo deh, berarti mas yang beresin semuanya Bayu : "Oke bu. Aryati : "Nanti ada orang yang mau ambil pesenan ini Bisa?" Bayu : "Bisa. Aryati : "Yaudah ayo, eh pulang dari pasar ibu mau ngomong sama kamu ya. Bayu menganggukkan kepala Temuan pola komunikasi konsensual terakhir terjadi pada menit ke-1. ketika Bayu menyampaikan peluang kerja yang ia dapatkan dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap keluarga. Hal ini menunjukkan adanya rasa tanggung jawab dalam dinamika komunikasi keluarga. Aryati, sebagai orang tua, tidak langsung memberikan keputusan mutlak, melainkan menyampaikan pandangan yang mempertimbangkan situasi keluarga sekaligus tetap mendorong Bayu untuk mengeksplorasi kesempatan Tabel 7. Hasil Temuan Pola Komunikasi Konsensual 4 DOKUMENTASI/ MENIT NARASI Bayu : "Bu, tadi pagi bayu ketemu temen lama bu, dia ngajakin kerja di kantornya yang baru. Tapi aku masih mikir-mikir sih bu, soalnya harus ke surabaya. Nanti gimana ibu sama adek-adek aku tinggal ya?" Aryati : "nggak papa juga sih mas, kan adek-adek kamu sudah mulai gede. Yang perlu dipikirin kalau si adek lolos turnamen, mesti ada yang nemenin ke bandung. Tapi menurut ibu coba aja temuin dulu, barangkali Bayu : "oke deh bu. Pola Komunikasi Laissez-Faire. Temuan ini menunjukkan pola komunikasi LaissezFaire pada menit 15:30, yang ditandai dengan rendahnya orientasi percakapan dan konformitas dalam keluarga. Dalam interaksi ini. Tika dan Kinanti mengambil keputusan Expose: Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol. April, 2025 sendiri tanpa berkonsultasi dengan ibu mereka. Mereka cenderung lebih mandiri dalam berdiskusi, tetapi tanpa adanya arahan atau keterlibatan orang tua. Sikap mereka yang ragu-ragu namun tetap melanjutkan rencana sendiri mencerminkan pola komunikasi Laissez-Faire sesuai teori Family Communication Patterns (FCP), di mana anggota keluarga memiliki kebebasan tinggi dalam mengambil keputusan, tetapi dengan keterlibatan minimal dari orang tua. Tabel 8. Hasil Temuan Pola Komunikasi Laissez-Faire DOKUMENTASI/ MENIT NARASI Tika : "Dek, tadi siang ayah miss call, tapi teleponnya aku lagi kelas makannya nggak aku angkat. Kinanti : "Terus?" Tika : "Ya aku telepon balik. Ayah ngajak kita ketemuan belanja apa gitu pokoknya. Kalau aku sih mau minta beli baju aja untuk ulang tahun jasmine tanggal 24 nanti, biar nggak usah minta sama ibu kan?" Kinanti : "Eh tapi kita mesti bilang ke ibu nggak? Maksudnya laporan gitu, biar kalo ada apa-apa kita nggak salah. Tika : "Emang kita salah apa? Ketemu ayah sendiri kok salah? Kita tinggal janjian aja kapan mau ketemuannya gitu Kinanti : "Perlu nanya ke mas bayu nggak?" Tika : "Menurut kamu gimana?" Kinanti : "Em. Kayaknya nggak usah deh. Nanti aja kalau sudah ketemuan baru kita cerita. Jadi kalau tiba-tiba ibu marah, kan tinggal bilang kita udah bilang ke mas Bayu. Pola Komunikasi Pluralistik. Temuan ini menunjukkan pola komunikasi pluralistik pada menit ke-27. 06, yang ditandai dengan tingginya orientasi percakapan dan rendahnya orientasi konformitas dalam keluarga. Aryati secara jujur menyampaikan pandangannya mengenai pentingnya menjaga kesehatan demi masa depan anakanaknya. Di sisi lain. Bayu merasa leluasa menawarkan bantuan kepada ibunya. Meskipun Aryati menolak tawaran tersebut, ia tetap membuka ruang diskusi dan menghargai pendapat Bayu tanpa memberikan tekanan atau kontrol berlebihan. Pola komunikasi ini sejalan dengan teori Family Communication Patterns (FCP), yang menekankan pentingnya dialog terbuka dalam keluarga sehingga setiap anggota dapat menyampaikan ide dan perasaannya dengan bebas. Expose: Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol. April, 2025 Tabel 9. Hasil Temuan Pola Komunikasi Pluralistik 1 DOKUMENTASI/ MENIT NARASI Aryati : "ibu semakin berumur semakin harus jaga badan mas, harus tetep fit,. Adek adek kamu itu masih kecil. Kinanti baru kelas sepuluh. Tika kelas dua belas, masih lama ibu biayain mereka, makanya ibu gamau sakit ah, sakit sebuah kemewahan mas. Bayu : "Aku kan bisa bantu ibu. Aryati : "Enggak, enggak, enggak. Kamu nanti akan punya kehidupan sendiri mas, kamu bisa sekolah lagi, bisa punya bisnis sendiri, atau apalah. Yang pasti ibu nggak mau ganggu keinginan kamu. Hasil temuan ini menggambarkan pola komunikasi pluralistik pada menit ke1. 10, yang dicirikan oleh tingginya tingkat percakapan dan rendahnya tuntutan konformitas dalam keluarga. Aryati berbicara dengan Tika secara terbuka mengenai pilihan pakaian dengan menggunakan pendekatan yang lembut dan penuh apresiasi, alihalih memberikan larangan secara langsung. Tika pun merasa leluasa mengungkapkan pandangannya terkait kebiasaannya di lingkungan sosial. Dalam pola ini, keputusan tidak sepenuhnya bergantung pada otoritas orang tua, melainkan diperoleh melalui diskusi yang mempertimbangkan sudut pandang anak. Pola ini sejalan dengan teori Family Communication Patterns (FCP), di mana keluarga dengan komunikasi pluralistik mendorong interaksi terbuka serta menghargai setiap pendapat tanpa adanya tekanan atau kontrol berlebihan. Tabel 10. Hasil Temuan Pola Komunikasi Pluralistik 2 DOKUMENTASI/ MENIT NARASI Aryati : "Anak ibu yang cantik, sini ngobrol sama ibu Mbak sudah gede deh sekarang, mbak tumbuh jadi remaja yang cantik, badannya bagus, pinter lagi. Biasanya nih, banyak yang naksir di sekolah, ada yang beneran suka, tapi juga pasti ada yang goda-godain Menurut ibu, sebaiknya baju ketat kayak begini dipakainya dirumah aja, disekolah mbak tetep pakai seragam normal. Setuju nggak?" Tika : "Tapi semua temen-temen aku juga pakai baju kayak gitu bu. Aryati : : "Iya mbak, tapi kan nggak semua secantik dan sebagus mbak badannya. Terus tadi ibu angkat telepon mbak, maaf ya. Si beb minta dibikinin PR matematika, salam ya buat si beb. Mbak nggak usah deh ditraktirtraktir gitu mbak. Bukannya apa-apa, ibu nggak mau anak ibu utang budi sama orang lain, lagian kan mbak masih banyak bajunya yang bisa dipakai, masih bagus. Ya sayang ya?" Narasi ini mencerminkan pola komunikasi pluralistik yang ditandai dengan keterbukaan, dukungan emosional, serta penyelesaian masalah secara demokratis dalam Aryati dan Bayu berkomunikasi secara dua arah, di mana Aryati memberikan dukungan emosional dan motivasi, sementara Bayu mengungkapkan perasaan serta Expose: Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol. April, 2025 permasalahannya secara jujur. Temuan ini menegaskan bahwa pola komunikasi pluralistik dalam keluarga dapat membantu mengatasi konflik, meningkatkan resiliensi individu, serta memperkuat hubungan antaranggota keluarga. Tabel 11. Hasil Temuan Pola Komunikasi Pluralistik 3 DOKUMENTASI/ MENIT NARASI Aryati : "Kamu nggak salah mas, ibu yang salah. Ibu penyebab semua ini, ibu egois, sampai ibu harus memutuskan untuk pisah sama ayah. Udah berapa lama kamu pakai barang itu? udah ibu buang alatnya. Udah sampai kecanduan?" Bayu : "Bu, aku minta maaf bu, tiga bulan yang lalu kantor lagi nggak bagus dan aku kena PHK, lalu gimana ibu sama adek-adek kalau aku nggak punya pekerjaan bu. Aku nggak bolehin ibu pulang malam terus, aku minta maaf bu. Aryati : "Mas, siapa yang ingetin ibu waktu habis ibu kecelakaan? Kamu. Sekarang gantian, ibu yang harus semangatin kamu. Kamu harus tetep semangat mas, jangan nyerah. Kamu masih muda, nggak usah takut kehilangan pekerjaan. Kamu pinter, masih banyak pekerjaan yang lain, usaha ibu juga udah lumayan kok. Yang penting kamu jauhin barang itu mas, ibu mohon. Putus asa boleh, tapi jangan berkepanjangan, bodoh itu namanya. Lihat adek-adek kamu, kinanti yang juara catur, tika yang tiba-tiba sudah remaja, kamu kakak laki-laki satu-satunya mas. Kemana mereka lari kalau ada masalah kalau kamunya gampang nyerah begini? Kamu bisa kok narik online pakai mobil. Dengerin ya mas, nggak ada yang nggak mungkin dalam hidup, nggak ada yang nggak bisa dalam hidup, percaya sama Satu lagi, cincin ibu?" Bayu : "Bu, bayu minta maaf bu, janji nggak bakal terulang lagi bu. Tolong adek sama mbak jangan sampai tau, aku malu sebagai kakak bu. Aryati : "Kalau kamu janji tobat, nggak ngulangi lagi. Ibu janji ini rahasia kita berdua. Janji kamu mas? Bayu : "Janji bu, janji. Aryati : "Udah, udah, kamu tenangin diri. Cuci muka, malu dilihat adek-adek, ya? Jangan nyerah ya, mas ya. Ayo" Pembahasan Bagian awal film Yang Tak Tergantikan . enit ke-1. 00Ae30. menggambarkan situasi kehidupan Aryati sebagai ibu tunggal pascaperceraian. Pada tahap ini, narasi berfokus pada pengenalan karakter utama serta latar belakang konflik yang dihadapi, seperti permasalahan ekonomi dan tunggakan kontrakan. Sosok ayah tidak ditampilkan secara langsung, melainkan hanya disebut dalam percakapan tokoh utama. Alasan perceraian Aryati belum diungkap, sehingga membangun rasa penasaran bagi audiens. Expose: Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol. April, 2025 Secara keseluruhan, bagian awal menunjukkan kondisi yang stabil tanpa konflik, sesuai dengan konsep equilibrium dalam teori naratif Tzvetan Todorov. Alur Tengah. Pada tahap ini konflik mulai berkembang hingga mencapai klimaks. Perselisihan diawali antara Aryati dan Kinanti akibat kurangnya komunikasi terkait pertemuan anak-anak dengan ayah mereka. Permasalahan yang dihadapi Aryati semakin kompleks, mencakup kesulitan ekonomi yang memaksanya bekerja sebagai pengemudi daring, kehilangan perhiasan akibat tindakan Bayu, serta keterlibatan Bayu dalam penyalahgunaan narkoba. Selain itu. Tika merasa diperlakukan tidak adil sehingga memutuskan untuk pergi dari rumah. Konflik mencapai klimaks ketika terungkap bahwa mantan suami Aryati berselingkuh dengan siswi di sekolah tempat ia mengajar dan hal itu diketahui oleh teman serta anak-anaknya. Pada fase ini, karakter utama mengalami tekanan emosional yang tinggi, sejalan dengan konsep gangguan atau kekacauan . dalam analisis naratif Todorov. Alur Akhir. Bagian akhir film menampilkan resolusi berbagai konflik. Keseimbangan dalam keluarga Aryati mulai pulih seiring meningkatnya pemahaman dan kedewasaan di antara anggota keluarga. Momen harmonis antara Aryati dan Tika menjadi titik balik dalam hubungan mereka, diikuti keputusan keluarga untuk pindah ke kontrakan baru sebagai simbol awal kehidupan yang lebih baik. Narasi ditutup dengan adegan kebersamaan keluarga di meja makan yang menandakan hubungan keluarga yang semakin kuat dan harmonis. Film Yang Tak Tergantikan menggambarkan hubungan komunikasi dalam keluarga Aryati yang didominasi oleh pola konsensual, yakni terbuka dalam diskusi, tetapi keputusan tetap berada di tangan orang tua. Pola pluralistik juga tampak melalui komunikasi sehat antara Aryati dan anak-anaknya yang mulai beranjak dewasa. Film ini menekankan pentingnya memahami serta menghormati pendapat satu sama lain dalam membangun hubungan harmonis. Peran ibu dalam mendidik anak perempuan sangat penting dalam membentuk kepribadian, nilai moral, dan keterampilan sosial yang dibutuhkan dalam kehidupan. Menurut Das & Rahman . , ibu berperan dalam menanamkan nilai moral, spiritual, dan sosial melalui kasih sayang, pendidikan, serta bimbingan yang konsisten. Ibu menjadi teladan bagi anak-anaknya dengan membentuk karakter dan kepribadian yang berpengaruh pada masa depan mereka. Oleh karena itu, ibu memiliki peran utama dalam menciptakan generasi yang cerdas, beretika, dan berakhlak baik. Sebagai sosok utama dalam keluarga, ibu mengajarkan norma, etika, serta cara berinteraksi yang baik agar anak perempuan dapat memahami dirinya sendiri dan lingkungannya. Melalui komunikasi terbuka, bimbingan, serta contoh nyata, ibu membantu anak menjadi lebih percaya diri, mandiri, dan mampu mengambil keputusan secara bijak. Selain itu, pendidikan dari ibu juga membekali anak perempuan dengan ketahanan emosional serta kemampuan beradaptasi dalam menghadapi berbagai tantangan. Berdasarkan teori Family Communication Patterns (Koerner & Fitzpatrick, 2. , terdapat empat pola komunikasi keluarga yang dapat diidentifikasi dalam film ini. Pertama, pola protektif. Pola ini menekankan kepatuhan pada otoritas orang tua dengan komunikasi satu arah serta aturan yang tegas. Dalam film Yang Tak Tergantikan, pola ini terlihat ketika Aryati menegur Tika terkait seragam pendek dan make-up tebal . enit ke1. , tanpa memberi ruang diskusi. Selain itu. Aryati membatasi komunikasi anakanak dengan sang ayah demi kebaikan mereka. Sikap ini mencerminkan dominasi orang tua dalam pengambilan keputusan dengan tingkat konformitas tinggi dan percakapan yang minim, lebih berfokus pada kepatuhan daripada pemahaman bersama. Expose: Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol. April, 2025 Kedua, pola konsensual. Pola ini menunjukkan komunikasi dua arah, di mana orang tua memberi kebebasan anak untuk berpendapat, tetapi tetap mengarahkan Dalam film, pola ini tampak pada interaksi Aryati dan anak-anaknya Misalnya, ketika Aryati bertanya alasan Tika mengenakan seragam pendek . enit ke-03. , ia mendengarkan penjelasan Tika, tetapi tetap mengarahkan agar berpakaian lebih sopan. Pola ini juga muncul dalam adegan di meja makan, ketika Aryati membuka ruang diskusi, namun tetap memberi bimbingan serta kontrol sebagai orang tua. Hal ini mencerminkan keseimbangan antara kebebasan berbicara dan kepatuhan terhadap nilai keluarga. Ketiga. Pola Laissez-Faire. Pola ini ditandai dengan minimnya komunikasi dan keterlibatan orang tua dalam pengambilan keputusan. Dalam film, pola ini tampak ketika Tika dan Kinanti memutuskan bertemu ayah mereka tanpa memberi tahu Aryati . , yang kemudian memicu konflik. Pola ini mencerminkan rendahnya konformitas dan diskusi dalam keluarga, di mana anak-anak cenderung bertindak mandiri tanpa banyak berkonsultasi dengan orang tua. Meskipun jarang muncul, pola ini menunjukkan tingkat kepercayaan tinggi dari orang tua terhadap anak dalam menentukan pilihan mereka sendiri. Keempat, pola pluralistik. Pola ini dicirikan oleh keterbukaan serta kebebasan berpendapat tanpa paksaan. Dalam film Yang Tak Tergantikan, pola ini terlihat ketika Aryati membiarkan Bayu menentukan masa depannya sendiri . enit ke-27. , serta ketika ia bertanya. AuSetuju nggak?Ay kepada Tika sebelum memberi nasihat . enit ke1. Pola ini menunjukkan tingginya tingkat diskusi dalam keluarga, di mana setiap anggota bebas menyampaikan pendapat tanpa takut dihakimi. Setelah melewati konflik. Aryati dan anak-anak saling terbuka, mendengarkan, dan menghargai perasaan satu sama Sebagai ibu tunggal. Aryati tidak selalu mengendalikan anak-anaknya, melainkan memberi mereka ruang untuk menentukan pilihan sendiri. Kesimpulan dan Saran Keluarga yang mengalami perceraian kerap menghadapi gangguan komunikasi yang pada akhirnya dapat memunculkan berbagai permasalahan. Salah satu permasalahan utama adalah perubahan peran orang tua yang semula dipegang oleh dua orang menjadi hanya satu, yang sering kali berdampak pada pola komunikasi dalam Masalah lain yang muncul adalah kesulitan dalam membangun kepercayaan serta keterbukaan antara orang tua dan anak. Hal ini tergambar dalam film Yang Tak Tergantikan, yang menampilkan sosok ibu tunggal yang menghadapi beragam tantangan, seperti kesulitan membuka diri kepada anak-anaknya, munculnya sikap protektif yang berlebihan, serta perjuangan untuk tetap menjalankan perannya sebagai satu-satunya orang tua dalam keluarga. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa pola komunikasi dalam keluarga ibu tunggal pada film Yang Tak Tergantikan mengalami perkembangan dari pola protektif menuju pola konsensual dan pluralistik. Pada awalnya, komunikasi antara ibu dan anak-anaknya masih terbatas dan lebih banyak didominasi oleh ibu, mencerminkan pola protektif. Namun, seiring perkembangan cerita, terjadi peningkatan keterbukaan dalam komunikasi keluarga, di mana ibu mulai menerima serta memahami sudut pandang anak-anaknya. Hal ini menunjukkan peralihan ke pola konsensual, dengan adanya keseimbangan antara keterbukaan komunikasi dan arahan dari orang tua, serta pola pluralistik, yang ditandai dengan meningkatnya diskusi bebas dan pemahaman bersama dalam keluarga. Expose: Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol. April, 2025 Penelitian ini menegaskan bahwa ibu tunggal memiliki peran sangat penting dalam membangun komunikasi yang sehat dengan anak-anaknya. Ketika ibu tunggal menerapkan pola komunikasi yang lebih terbuka dan fleksibel, mereka dapat menciptakan lingkungan yang mendukung anak untuk mengekspresikan pendapat dan Berdasarkan teori Family Communication Patterns (FCP), pola komunikasi ini memungkinkan terciptanya hubungan yang lebih terbuka antara orang tua dan anak, sehingga anak merasa lebih dihargai dan didukung dalam perkembangannya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan bagi ibu tunggal dalam menerapkan pola komunikasi yang lebih efektif serta menjadi rujukan untuk penelitian lebih lanjut dalam studi komunikasi keluarga. Penelitian mengenai pola komunikasi dalam keluarga pascaperceraian dapat dikembangkan lebih lanjut dengan mengeksplorasi representasi pola komunikasi ibu tunggal melalui pendekatan yang lebih luas, misalnya dengan membandingkan representasi komunikasi dalam berbagai film atau melalui studi kasus nyata. Selain itu, penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan faktor-faktor eksternal yang memengaruhi komunikasi ibu tunggal dan anak, seperti lingkungan sosial, kondisi ekonomi, serta dukungan keluarga besar, guna memperoleh pemahaman yang lebih Referensi