Jurnal Sylva Lestari Vol. 7 No. Januari 2019 . ISSN . 2339-0913 ISSN . 2549-5747 Pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Tulang Bawang Barat Private Forest Management in Tulang Bawang Barat Oleh: Early Anatika1*. Hari Kaskoyo1. Indra Gumay Febryano1. Irwan Sukri Banuwa1 Magister Ilmu Kehutanan. Pascasarjana Universitas Lampung Jln. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No. Bandar Lampung *email: earlyanatika@yahoo. ABSTRAK Hutan rakyat memiliki peran penting bagi kehidupan masyarakat pedesaan yaitu manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik sosial dan ekonomi masyarakat yang mengelola hutan rakyat serta pengelolaannya di Kabupaten Tulang Bawang Barat. Penelitian dilakukan selama 2 bulan pada bulan Agustus sampai dengan bulan September 2016 di Kabupaten Tulang Bawang Barat. Provinsi Lampung. Pengambilan data dilakukan dengan observasi lapang, wawancara, dan kuisioner. Total jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 responden petani hutan rakyat yang diambil secara purposive. Data yang terkumpul dianalisis secara kuantitatif maupun deskriptif kualitatif untuk menggambarkan sosial ekonomi responden dan praktek pengelolaan hutan rakyat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur yang produktif, tingkat pendidikan yang memadai, luas penguasaan lahan, motivasi sosial, ekologi dan ekonomi, merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap petani untuk mengelola hutan rakyat. Petani menjalankan budidaya hutan rakyat secara sederhana, tanpa menggunakan acuan atau petunjuk teknis budidaya hutan rakyat yang baik. Kebijakan pemerintah setempat sangat diperlukan terutama dalam hal penyediaan informasi mengenai akses pasar, serta penyuluhan sangat penting untuk mendukung keberlanjutan pengembangan hutan rakyat, demi tercapainya kebutuhan ekonomi, ekologi, maupun sosial yang didapat dari pengelolaan hutan Kata kunci: karakteristik sosial ekonomi masyarakat, partisipasi, petani hutan rakyat, masyarakat pedesaan ABSTRACT Community forests have important values for rural communities. The purpose of this study is to determine the social and economic characteristics of the community that affect community forest management in Tulang Bawang Barat Regency. The study was conducted for 2 months in August to September 2016 in the Tulang Bawang Barat Regency. Lampung Povince. Data was collected by field observations, interviews, and questionnaires. The total number of respondents in this study was 50 respondents of community forest farmers who were taken To describe the social and economic conditions of the respondents, as well as analyze the characteristics and practices of community forest management, the data were analyzed quantitatively and qualitatively. The results showed that productive age, adequate level of education, extent of land tenure, social, ecological and economic motivations are factors that influence farmers' decisions to manage community forests. Farmers cultivate their community forest in a simple way, without using good community forest cultivation Local government policies are very necessary to support the sustainability of Jurnal Sylva Lestari Vol. 7 No. Januari 2019 . ISSN . 2339-0913 ISSN . 2549-5747 community forest development, in order to achieve economic, ecological, and social needs obtained from community forest management. Keywords: social economy characteristics of community, participation, community forest farmers, rural community PENDAHULUAN Permintaan pasokan bahan baku kayu di Indonesia terus meningkat namun berbanding terbalik dengan kemampuan penyediaan kayu dari hutan negara yang terus menurun (Indartik. Hal ini terjadi karena kawasan hutan di Indonesia mengalami kerusakan dan degradasi dari waktu ke waktu. Sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia berupa transmigrasi, kebakaran hutan, pembalakan liar, perambahan kawasan, pertambangan liar, penggunaan kawasan non-prosedural sampai pada konversi kawasan menjadi pemukiman dan perkebunan (Supriatna, 2008. Forest Watch Indonesia, 2. Upaya pemanfaatan potensi sumber bahan baku kayu secara maksimal dilakukan melalui ekstensifikasi hutan tanaman, antara lain: Hutan Tanaman Industri. Hutan Tanaman Rakyat dan Hutan Rakyat (Awang et al. , 2002. Hendra et al. , 2014. Suryandari, 2. Pengembangan hutan rakyat saat ini memiliki kekuatan dan peluang yang menguntungkan, jika kebijakan pemerintah mendukung serta melindungi petani hutan rakyatnya (Widiyanto et al. , 2. Hutan rakyat memiliki nilai penting bagi kehidupan masyarakat terutama di pedesaan (Dewi et al. , 2. Nilai penting dari hutan rakyat adalah manfaat ekonomi sebagai sumber pendapatan, manfaat sosial-budaya berupa lapangan pekerjaan di bidang bercocok tanam, dan manfaat ekologi berupa perlindungan lahan kritis, bahaya erosi, pengatur tata air, dan keanekaragaman hayati (Kaskoyo et al. , 2014. Widayanti. Hutan rakyat mempunyai potensi yang besar baik dari segi populasi maupun jumlah rumah tangga yang mengusahakannya, yang ternyata mampu menyediakan bahan baku industri kehutanan, bermanfaat untuk rehabilitasi lahan dan konservasi tanah, serta memegang peranan yang sangat penting sebagai penghasil kayu bakar untuk memenuhi kebutuhan energi bagi masyarakat khususnya bagi masyarakat di pedesaan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui karakteristik sosial dan ekonomi masyarakat pengelola hutan rakyat dan cara pengelolaannya di Kabupaten Tulang Bawang Barat. Dengan mengetahui karakteristik tersebut, maka dapat dilakukan intervensi oleh pemerintah melalui penyuluh kehutanan, agar dapat dihasilkan pengelolaan hutan rakyat yang baik sehingga dapat mengashilkan hasil hutan rakyat berupa kayu maupun non kayu, yang pada akhirnya dapat menambah bahan baku kayu yang berguna untuk dapat memenuhi kebutuhan kayu yang semakin meningkat dan mengurangi tekanan terhadap hutan negara. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan selama 2 bulan pada bulan Agustus sampai dengan bulan September 2016 di Kabupaten Tulang Bawang Barat. Provinsi Lampung. Lokasi ditetapkan secara purposive atas dasar keberadaan hutan rakyat yang dicirikan oleh sebaran yang luas dan volume tegakan hutan rakyat yang tinggi di wilayah tersebut, yaitu: Desa Makarti dan Daya Sakti (Kecamatan Tumijaja. Desa Tirta Kencana dan Panaragan (Kecamatan Tulang Bawang Tenga. , serta Desa Gedung Ratu dan Gunung Katun (Kecamatan Tulang Bawang Udi. Peta lokasi penelitian lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1. Jurnal Sylva Lestari Vol. 7 No. Januari 2019 . ISSN . 2339-0913 ISSN . 2549-5747 Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara langsung dengan petani hutan rakyat. Jumlah responden ditentukan secara purposive sampling (Arikunto, 2. , dimana teknik mengambil sampel dengan tidak berdasarkan random, daerah atau strata, melainkan berdasarkan atas adanya pertimbangan yang berfokus pada tujuan tertentu yaitu dengan pertimbangan bahwa responden telah mengelola hutan rakyatnya selama lebih dari 20 tahun dan jumlah responden tiap kecamatan adalah 18 untuk Kecamatan Tumijajar, 16 untuk Kecamatan Tulang Bawang Tengah, dan 16 untuk Kecamatan Tulang Bawang Udik. Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara kuantitatif maupun deskriptif kualitatif untuk menggambarkan kondisi sosial ekonomi responden . mur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, asal-usul lahan, luas lahan, serta legalitas hutan rakya. , serta praktek pengelolaan hutan rakyat di lokasi penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Pengelola Hutan Rakyat Umur Responden Responden pada Kecamatan Tumijajar. Tulang Bawang Udik dan Kecamatan Tulang Bawang tengah memiliki umur rata-rata dalam kisaran antara 25Ae65 tahun. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1 mengenai sebaran umur responden. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden masih produktif untuk bekerja, dimana usia produktif kerja menurut Badan Pusat Statistik . yaitu berkisar antara 15 sampai dengan 64 tahun. Akan tetapi dari data yang tersebut, dapat diketahui bahwa di semua kecamatan yang menjadi lokasi penelitian, petani yang berusia muda cenderung lebih sedikit yang dapat mempengaruhi keberlangsungan usaha hutan rakyat maupun usaha pertanian lainnya. Leni dan Triyono . menyatakan bahwa pada pengelolaan hutan rakyat atau budidaya pertanian lain pada Jurnal Sylva Lestari Vol. 7 No. Januari 2019 . ISSN . 2339-0913 ISSN . 2549-5747 umumnya, kekuatan fisik akan sangat dipengaruhi oleh umur, karena pada batas usia tertentu kekuatan fisik seseorang akan semakin menurun. Herawati dan Sasana . berpendapat bahwa faktor usia atau umur bersama dengan faktor pengetahuan akan mempengaruhi produktivitas kerja seseorang, dimana semakin bertambah umur dan lamanya bekerja, maka produktivtas kerja cenderung meningkat. Tabel 1. Sebaran umur responden per kecamatan LOKASI Kelompok Umur . Tumijajar Makarti 25 Ae 34 35 Ae 44 45 Ae 54 55 Ae 64 Ou 65 Jumlah Tulang Bawang Tengah Daya Sakti Candra Kencana Panaragan Jaya Tulang Bawang Udik Gedung Gunung Ratu Katun Jumlah dan Frekuensi Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan akan mempengaruhi perilaku, pola pikir dan respon masyarakat terhadap suatu informasi dan perubahan. Sebagian besar responden 27 orang atau 54% memiliki tingkat pendidikan Sekolah Dasar. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 2 mengenai sebaran tingkat Pendidikan responden. Meskipun sebagian besar tingkat pendidikannya hanya setara SD seperti terlihat di Kecamatan Tulang Bawang Udik dan Tulang Bawang Tengah, namun wawasan tentang pengelolaan hutan rakyat cukup baik. ini tidak terlepas dari penyuluhan yang dilakukan secara rutin oleh BP4K Kabupaten Tulang Bawang Barat. Selain itu masyarakat menyadari bahwa pengetahuan yang diperoleh dari bangku sekolah dapat digunakan untuk memperbaiki tingkat penghidupannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang petani, maka akan semakin cepat pula petani tersebut dapat menerima suatu teknologi baru. Masyarakat yang berpendidikan tinggi (SMA) seperti pada Kecamatan Tumijajar, memiliki kecenderungan lebih terbuka dan adaptif terhadap perubahan dan inovasi baru seperti inovasi pemanfaatan lahan. Mardikanto dan Rasyid . menyatakan bahwa pendidikan petani mempengaruhi pola pikir petani menjadi lebih dinamis. Hal tersebut sesuai dengan Dewandini . bahwa tingkat pendidikan formal dapat mempengaruhi tingkat kecepatan petani dalam menerima suatu teknologi baru. Tabel 2. Tingkat Pendidikan Responden Kecamatan Rata-rata Lamanya Responden Mengenyam Pendidikan Formal . Petani Rata-rata/Kec Desa Tumijajar Tulang Bawang Tengah Tulang Bawang Udik Makarti Daya Sakti Candra Kencana Panaragan Jaya Gedung Ratu Gunung Katun Jumlah Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Rata-rata responden termasuk pada umur produktif, yang secara umum masih mempunyai banyak tanggungan keluarga. Jumlah tanggungan keluarga responden rataAerata adalah 3 orang, baik di Kecamatan Tumjajar. Kecamatan Tulang Bawang Udik, maupun Kecamatan Tulang Bawang Jurnal Sylva Lestari Vol. 7 No. Januari 2019 . ISSN . 2339-0913 ISSN . 2549-5747 Tengah. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 3 mengenai jumlah tanggungan keluarga Jumlah tanggungan keluarga petani responden ini bisa juga dipandang sebagai aset yang berpotensi memperlancar kegiatan usaha hutan rakyat karena untuk mengelola lahan pertanian diperlukan tenaga kerja yang cukup. Semakin besar anggota keluarga, maka akan memiliki kecenderungan semakin mudah dalam menghadapi persoalan yang dihadapi dalam pengelolaan hutan rakyat. Tenaga kerja yang terlibat dalam pengelolaan hutan rakyat utamanya adalah anggota keluarga, sehingga sering disebut sebagai manajemen keluarga (Achmad et. al, 2. Tabel 3. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Kecamatan Desa Rata-Rata Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Responden (Oran. Tumijajar Makarti Daya Sakti Tulang Bawang Tengah Candra Kencana Panaragan Jaya Tulang Bawang Udik Gedung Ratu Gunung Katun Jumlah Petani Rata-Rata/Kec Asal Ae Usul Lahan Sebanyak 41 responden . %) memiliki lahan hutan rakyat yang diwariskan oleh orang tuanya berdasarkan sistem pewarisan dalam agama Islam. Keturunan atau anak laki-laki mendapatkan bagian waris yang lebih besar dibandingkan dengan anak perempuan. Pada Kecamatan Tumijajar dan Tulang Bawang Udik, seluruh lahan yang dimiliki responden adalah dari warisan orang tua, lahan tidak pernah dijual karena tidak ada kebutuhan yang sangat besar dan mendesak sehingga tidak perlu menjual lahan kepada orang lain. Sementara itu di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, ada responden yang memperoleh lahan dengan membeli dari orang lain dikarenakan pemilik awal lahan tersebut membutuhkan jumlah uang yang tidak sedikit sehingga mengharuskan pemilik lahan menjual sebagian atau seluruh lahannya untuk mncukupi kebutuhan tersebut. Selain itu, ada juga kebiasaan masyarakat dalam pembagian waris, yaitu: lahan berupa sawah diprioritaskan untuk dibagi diantara anakanak perempuan, rumah menjadi hak anak laki-laki bungsu, dan lahan kering tempat menanam tanaman keras berkayu biasanya menjadi hak anak laki-laki sulung. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4 mengenai asal usul lahan yang dikelola oleh responden. Tabel 4. Asal Lahan Responden Kecamatan Tumijajar Desa Makarti Daya Sakti Tulang Bawang Candra Kencana Tengah Panaragan Jaya Tulang Bawang Gedung Ratu Udik Gunung Katun Jumlah Asal Lahan Hutan Rakyat Membuka Warisan/ Lahan Membeli Lahan Transmigrasi Desa Jumlah % Jumlah Jumlah % Jumlah 5,55 11,11 9,26 81,48% 18,52% Ada kecenderungan bahwa sistem pewarisan berdasarkan Agama Islam ataupun sesuai dengan adat atau kebiasaan setempat, dapat tetap menjaga keberlangsungan pengelolaan hutan Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikemukakan Wulandari . bahwasanya Jurnal Sylva Lestari Vol. 7 No. Januari 2019 . ISSN . 2339-0913 ISSN . 2549-5747 kebijakan pemerintah yang terkait dengan penguasaan lahan di tingkat kabupaten dan provinsi, akan berdampak pada rasa aman masyarakat dalam mengelola lahan budidayanya, terutama ketika kehidupan masyarakat juga bergantung pada hutan. Akan tetapi menurut Wolf . sistem pewarisan tersebut dapat menjadi faktor ancaman jika ditinjau dari sudut keberlangsungan usaha tani, karena suatu usaha tani akan memiliki keberlanjutan usaha yang tinggi apabila didukung oleh kombinasi antara penguasaan lahan tegalan, tempat mengembalakan ternak, tanah hutan, dan tanah garapan. Luas lahan yang Dikelola Rata-rata luas lahan hutan rakyat di lokasi penelitian adalah sebesar 0. 90 ha dengan kisaran 0,3-4 ha. Pada Kecamatan Tumijajar, luas penguasaan lahan terlihat paling sedikit dikarenakan kecamatan tersebut merupakan kawasan pertanian dengan sistem irigasi, sedangkan Kecamatan Tulang Bawang Tengah dan Tulang Bawang udik terlihat lebih luas dari lahan yang dimiliki responden dikarenakan banyak terdapat lahan kering yang tidak teraliri irigasi sehingga dapat dimanfaat untuk usaha yang lain terutama usaha hutan rakyat. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 5 mengenai luas lahan yang dimiliki responden. Jumlah ini telah memenuhi persyaratan hutan rakyat dari sisi luasan seperti yang dinyatakan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Kehutanan Nomor 32 Tahun 2015 tentang Hutan Hak. Berbeda dengan pengusahaan hutan rakyat di Pulau Jawa, dimana hanya sedikit yang dapat digolongkan sebagai hutan berdasarkan ukuran luasan lahan yaitu minimal 0,25 ha (Jariyah dan Wahyuningrum 2. , maka hutan rakyat di Kabupaten Tulang Bawang Barat, khususnya di lokasi penelitian menunjukkan ciri luasan yang jauh lebih besar, sehingga merupakan potensi yang sangat besar dalam mendukung penyediaan bahan baku kayu bagi industri kehutanan. Selain itu jika seorang petani memiliki lahan yang semakin luas, maka semakin pendapatan yang diterima juga akan semakin besar sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya (Saihani, 2. Tabel 5. Luas Lahan Responden Luas Lahan Per Tipe . Kecamatan Tumijajar Tulang Bawang Tengah Tulang Bawang Udik Jumlah Desa Makarti Daya Sakti Candra Kencana Panaragan Jaya Gedung Ratu Gunung Katun Sawah Kebun Jumlah Rata- rata Luas Lahan Rata-rata Kecamatan Legalitas Hutan Rakyat Pada tiga kecamatan di lokasi penelitian, lahan-lahan hutan rakyat yang dikuasai oleh responden umumnya merupakan lahan-lahan yang telah memiliki bukti formal kepemilikan tanah berupa sertifikat hak milik atas tanah maupun akta jual beli tanah yang diketahui oleh pamong setempat. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 6 mengenai legalitas lahan yang dimiliki responden. Kejelasan mengenai hak atas tanah dari hutan rakyat pada tiga kecamatan di lokasi penelitian ini menyebabkan masyarakat sebagai pemilik dan subjek pengelola akan mengusahakan lahannya secara optimal dan berkelanjutan. Pada awalnya sebagian besar penduduknya adalah masyarakat yang mengikuti program transmigrasi pemerintah sehingga bukti kepemilikan tanahnya sangat kuat. Menurut Patunru dan Haryoko . berbagai studi kasus di seluruh dunia telah menunjukkan bahwa reformasi hak kepemilikan telah meningkatkan pengelolaan sumber daya berkesinambungan. Selain itu Wulandari et al . juga menyatakan ada tiga variabel yang dapat dicontoh dari Jurnal Sylva Lestari Vol. 7 No. Januari 2019 . ISSN . 2339-0913 ISSN . 2549-5747 sistem pengelolaan hutan kemasyarakatan untuk menuju ke pengelolan hutan yang lestari, jumlah spesies pohon, banyaknya hasil hutan yang akan dijual, serta tingkat pendidikan Tabel 6. Legalitas Lahan Responden Kecamatan Desa Tumijajar Tulang Bawang Tengah Tulang Bawang Udik Jumlah Makarti Daya Sakti Candra Kencana Panaragan Jaya Gedung Ratu Gunung Katun Legalistas Kepemilikan Lahan % Sertifikat Girik Tidak Ada Pengelolaan Hutan Rakyat Pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Tulang Bawang Barat, telah berlangsung cukup lama yang ditunjukkan oleh rata-rata pengalaman petani mengusahakan hutan rakyat yang mencapai lebih dari 20 tahun. Pola tanam hutan rakyat dilakukan secara monokultur. Alasannya adalah petani sudah memiliki lahan yang ditanami tanaman pertanian seperti padi, singkong, pisang dan tanaman lainnya. Kegiatan pengelolaan hutan tanaman rakyat dilakukan sesuai dengan tata waktu yang berlaku di masyarakat seperti dalam kegiatan persiapan lahan, dan penanaman, yang dilakukan pada awal musim penghujan, pemupukan yang dilakukan pada awal musim penghujan dan akhir musim penghujan serta waktu yang tepat untuk melakukan pemanenan. Hal ini disebabkan bahwa petani memiliki pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama bertahun-tahun dalam mengolah lahannya serta mendapatkan hasil yang optimal baik dari segi ekonomi, sosial, maupun ekologi dari lahan yang diusahakan tersebut. Sejalan dengan penelitian Febryano et al . yaitu pendapatan uang, kontinuitas produksi, kecepatan berproduksi, kemudahan pemeliharaan dan pemanenan, kemudahan pengolahan pascapanen, kemampuan ditanam dengan tanaman lain, dan keamanan penguasaan lahan . husus di lahan hutan Negar. , sehingga dapat digunakan pemenuhan kebutuhan keluarga merupakan tujuan utama petani dalam mengusahakan hutan Sebanyak 44 responden . %) menyatakan bahwa bibit yang digunakan merupakan bibit yang dibeli di sekitar lokasi tempat tinggal petani. Hal ini disebabkan harga bibit hasil pembelian, akan lebih mudah dalam hal pengadaan serta harga yang relatif terjangkau bagi Pertimbangan utama petani dalam menentukan jenis bibit yang akan ditanam di lahan miliknya adalah pertimbangan ekonomi, yang pengetahuan tersebut diperoleh petani dari penyuluhan oleh penyuluh kehutanan, diskusi dengan petani lain, maupun pengalaman pribadi (Fanuzia, 2. Jarak tanam yang digunakan oleh petani pada umumnya adalah 3m x 4m, bila dibandingkan dengan teknologi anjuran, yaitu jarak tanam 3m x 6m (Janudianto et al. maka jarak tanam yang dilakukan petani responden lebih rapat atau sempit dari Hal ini dikarenakan semakin rapat jarak tanamnya, maka jumlah tanaman tiap hektar akan lebih banyak sehingga kayu yang dihasilkan akan juga bertambah. Kegiatan penyisipan/penyulaman dilakukan oleh 42 responden . %) dan dilakukan ketika bibit yang ditanam ada yang mati atau pertumbuhannya kurang optimal. Bibit ditanam di samping lubang bibit yang mati. Kematian bibit disebabkan karena kurang adanya seleksi bibit sebelum dilakukan penanaman serta serangan penyakit. Menurut Pramono et al . penyulaman adalah kegiatan mengganti tanaman yang mati dengan bibit baru, serta diperlukan untuk mempertahankan jumlah tanaman atau kerapatan pohon jati dalam luasan tertentu, mengganti tanaman yang patah, tidak sehat, atau pertumbuhannya buruk serta sebaiknya dilakukan pada musim hujan. Jurnal Sylva Lestari Vol. 7 No. Januari 2019 . ISSN . 2339-0913 ISSN . 2549-5747 Adapun perawatan yang diberikan petani berupa pemberian pupuk baik dengan pupuk kimia maupun pupuk kandang dengan frekuensi 1-2 setahun, tetapi mayoritas sekali dalam setahun sebanyak 40 responden . %), dan ada juga yang tidak memberikan pupuk sama sekali dengan membiarkan saja tanamannya. Sedangkan menurut Mashud et al . dalam hal perbaikan pertumbuhan tanaman, dianjurkan untuk menggunakan pupuk organik yang diperkaya dengan mikroorganisme. Penyiangan gulma dilakukan oleh sebanyak 36 responden . %) dengan tujuan agar diperoleh pertumbuhan yang optimal bagi tanaman pokok, memudahkan pekerjaan pada waktu melakukan pemeliharaan dengan membersihkan gulma yang tumbuh, diantaranya rumput dan lalang, serta mengurangi persaingan antara tanaman pokok dengan tanaman pengganggu terutama dalam hal pemupukan. Menurut Fitriana . menyatakan bahwa gulma yang tumbuh bersama tanaman dapat mengurangi kualitas dan kuantitas hasil tanaman karena gulma menjadi pesaing dalam pengambilan unsur hara, air dan cahaya serta menjadi inang hama dan penyakit. Penjarangan dilakukan untuk mengatur jarak tanam sehingga tanaman yang tertinggal diharapkan bisa tumbuh dan berkambang lebih cepat. Petani tidak banyak yang melakukan penjarangan, hanya 20 responden . %) yang melakukan kegiatan tersebut. Tujuan utama penjarangan adalah untuk meningkatkan pertumbuhan pohon-pohon tegakan sisa yang diprediksikan akan dipanen pada akhir daur. Hal ini sesuai dengan Direktorat Jendral Pengusahaan Hutan . , dan Kosasih et al . , bahwa penjarangan adalah kegiatan pengurangan jumlah batang per satuan luas untuk mengatur kembali ruang tumbuh pohon dalam rangka mengurangi persaingan antarpohon dan meningkatkan kesehatan pohon dalam Pemanenan dilaksanakan dengan menggunakan dasar daur butuh, dan banyaknya pohon yang dipanen disesuaikan dengan kebutuhan petani saat tertentu, tetapi ada juga memanenan berdasarkan daur tebang 6-7 tahun sebanyak 15 responden . %). Pemanenan tersebut dilakukan saat diameter batang sudah mencapai 23,33 cm sampai dengan 31,50 cm atau sudah mencapai ukuran permintaan pasar. Harga jual di tingkat petani berkisar pada Rp 500. 000,hingga Rp 700. 000,- per m3 bergantung dari kemudahan mengakses lokasi penebangan. Pemasaran hasil merupakan kegiatan yang mencakup arus barang dan jasa mulai dari produsen hingga ke konsumen. Hal ini tercakup dalam suatu rangkaian aktivitas yang dikenal dengan bauran pemasaran yang meliputi produk, distribusi, harga dan promosi. Dalam hal pemasaran, petani HR langsung menjual ke tengkulak . , baik dalam bentuk log maupun pohon yang masih berdiri di lahan miliknya. Kelebihan dari menjual hasil kepada tengkulak diantaranya adalah proses penjualan yang tidak rumit karena tengkulak langsung menjemput hasil yang didapatkan ke rumah petani, dan ada beberapa tengkulak yang meminjamkan dana ke petani untuk mengelola usahatani ataupun memenuhi kebutuhan rumah tangga petani. Bagi petani, pedagang perantara sangat diperlukan karena dengan produksi yang dihasilkan dalam jumlah kecil dan jauhnya jarak antara petani dengan industri yang umumnya berada di ibukota provinsi, akan sangat tidak efisien bagi petani untuk langsung membawanya ke industri. Sebaliknya bagi industri, keberadaan pedagang perantara sangat diperlukan untuk menghindari keterlambatan dan kekurangan pasokan bahan baku yang dapat menimbulkan kerugian bagi industri kayu skala kecil. Menurut penelitian Malian dan Aman . , keberadaan tengkulak sebagai pedagang perantara dalam pemasaran kayu sangat diperlukan baik oleh petani maupun oleh industri kayu skala kecil. Jurnal Sylva Lestari Vol. 7 No. Januari 2019 . ISSN . ISSN . SIMPULAN Karakteristik petani yang terlibat dalam pengelolaan hutan rakyat adalah umur yang masih produktif, tingkat pendidikan yang memadai, luas penguasaan lahan, serta motivasi sosial, motivasi ekologi dan motivasi ekonomi. Petani menjalankan budidaya hutan rakyat dengan menggunakan teknik yang sederhana, seperti penggunaan input produksi yang disesuaikan dengan kebutuhan, intensitas pemeliharaan yang cenderung secukupnya, penjarangan yang kurang optimal, serta pemanenan dengan sistem ditebas tengkulak, sehingga hasil yang didapatkan petani kurang maksimal. Pemerintah perlu mendorong pengembangan hutan rakyat dengan memberikan kebijakan yang mendukung program pengembangannya seperti dengan perluasan informasi tentang pemasaran hasil hutan rakyat yang dihasilkan oleh petani. DAFTAR PUSTAKA