Mendudukkan status hukum asuransi syariah dalam tinjauan fuqaha kontemporer Muhamad Nadratuzzaman Hosen FSH UIN JAKARTA dan The Ibrahim Hosen Institute Email: mnhosen@gmail. com dan mnhosen@yahoo. Deden Misbahudin Muayyad Fakultas Agama Islam Universitas Suryakancana Cianjur & Ibrahim Hosen Institute Email: misbahudin2000@yahoo. Insurance Law in The contemporary Islamic Jurists Reviews. The aim of this article is to explain the insurance points of view of contemporary Islamic jurists. In the classical fiqh literatures, discussion of insurance can not be found except in the book of Rad al Muhtar Aoala Dar al Mukhtar, this book is published by Ibn Abidin Hanafiyah as a Islamic Jurist. The Insurance is allowed by the majority of contemporary jurists, namely, insurance taAoawuni based on tabarru . , while insurance tijari is not allowed because it contains elements that are prohibited such as riba and gharar. Tujuan dari artikel ini adalah menerangkan pandangan Fuqaha kontemporer. Dalam kitab-kitab Fiqih klasik, diskusi tentang asuransi tidak dapat ditemukan kecuali pada kitab Rad al Muhtar Aoala Dar al Mukhtar yang dikarang oleh Ibn Abidin Hanafiyah sebagai seorang ahli fiqih. Asuransi dibolehkan oleh mayoritas Fuqaha kontemporer yaitu Asuransi taAoawuni berdasarkan akad tabarru, sementara asuransi tijari tidak dibolehkan karena asuransi ini mengandung unsure riba dan gharar. Keywords: Insurance taAoawuni. Insurance tijari. Riba and gharar Pendahuluan Perdebatan hukum asuransi di antara para ahli fikih dari mulai pertama dikaji sampai saat ini tidak pernah berhenti, satu pihak mengatakan boleh dan pihak yang lain melarangnya. Perdebatan panjang itu juga melebar kepada status hukum asuransi syariah atau islam, bahkan Ijtihad. Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan. Volume 13. No. Desember 2013: 219-232 di Indonesia bagi sebagian kalangan baik asuransi konvensional maupun asuransi islam hukumnya haram. Setidaknya mereka mengajukan empat alasan yang menyatakan asuransi syariah hukumnya haram, pertama mereka memandang salah satu dalil yang dijadikan dasar kebolehan asuransi syariah yaitu hadits asyAoariyin tidak tepat, alasannya dalam hadits tersebut bahaya terjadi terlebih dahulu baru terjadi proses taAoawun . olong menolon. , sedang pada asuransi syariah, taAoawun dilakukan terlebih lebih dahulu padahal bahayanya belum terjadi. Kedua, mereka memandang akad tabarru dalam asuransi syariah tidak sesuai dengan pengertian hibah, karena hibah adalah memberikan kepemilikan tanpa kompensasi, sedangkan dalam asuransi syariah peserta mengharap mendapatkan kompensasi, karena menurutnya menarik kembali hibah hukumnya haram. Ketiga, menurut mereka asuransi syariah tidak sesuai dengan akad pertanggungan . dalam fikih, alasannya pada asuransi syariah hanya ada dua pihak bukan tiga pihak sebagaimana dalam akad dhaman, dua pihak tersebut yaitu penanggung . eserta asurans. dan pihak yang mendapat tanggungan . eserta asuransi jug. , jadi dalam asuransi syariah tidak terdapat pihak ketiga yaitu pihak tertanggung. Keempat, menurut mereka dalam asuransi syariah terjadi penggabungan dua akad menjadi satu akad . , yaitu penggabungan akad hibah, akad ijarah dan akad mudharabah, padahal menurutnya multiakad telah dilarang dalam syariah. Para imam fikih dan ulama syariah klasik tidak ada yang membahas masalah asuransi kecuali setelah paruh pertama abad 13 H dan orang pertama yang membahasnya adalah seorang ahli fikih dari madzhab Hanafi yaitu Ibnu AoAbidin . 6: . dalam kitabnya Rad al Muhtar Aoala al Dar al Mukhtar. Sehingga hal tersebut menjadi salah satu alasan yang paling utama timbulnya perbedaan di antara fuqaha kontemporer tentang boleh atau tidaknya Salah satu perbedaan yang paling menonjol adalah antara Profesor Mushtafa Zarqa seorang ahli fikih dari Syiria dan Syaikh Muhamad Abu Zahrah yaitu pada acara perayaan Ibnu Taimiyah tahun 1960 terkait dengan hukum asuransi. Tidak ditemukannya dalil yang melarang praktek asuransi menjadi salah satu alasan pihak yang membolehkan asuransi yaitu dengan berpegang pada kaidah Auhukum asal sesuatu adalah boleh kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Ay Pihak kedua memandang bahwa hukum asuransi adalah haram karena adanya aspek riba dan gharar. Pihak yang ketiga melarang satu jenis asuransi dan membolehkan jenis asuransi yang lain. Mendudukkan status hukum asuransi syariah. (Muhamad Nadratuzzaman Hose. Fuqaha kontemporer melakukan kajian dan bahasan mendalam terkait dengan format pengganti transaksi asuransi yang selama ini ada karena dianggap tidak sesuai dengan prinsipprinsip syariah Islam. Setelah melakukan kajian, akhirnya para ahli fikih dan ahli hukum sepakat format asuransi yang sesuai Islam adalah asuransi taAoawuni. Perusahaan asuransi Islam pertama didirikan di Khartum Sudan tahun 1979 dengan nama al-Shirkah al-TaAomin> al-Islamiyah, setelah itu pada tahun 1980 didirikan perusahaan asuransi Islam lainnya dengan nama alShirkah al-Islamiyah al-Arabiyah Li TaAomi>n di Jedah Arab Saudi, kemudian al-Shirkah al-Takaful al-Islamiyah di Riyadh Arab Saudi pada tahun 1982, kemudian pada tahun 1984 di Malaysia didirikan perusahaan Takaful Islam. Pada tahun yang sama didirikan dua perusahaan asuransi yaitu Bait al-TaAomi>n al-SuAoudi al-Tunisi di Tunisia dan Shirkah al-Barkah Li TaAomi>n di Sudan. Di Indonesia fatwa tentang asuransi tertuang dengan dikeluarkannya fatwa nomor 21/ DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum asuransi syariah. Beberapa poin penting fatwa tersebut adalah sebagai berikut: Pertama. Asuransi Syariah (TaAomi>n. Takaful atau Tadhamu. adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarruAo yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad . yang sesuai dengan syariah. Kedua. Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud pada point . adalah yang tidak mengandung gharar . , maysir . , riba, zhulm . , risywah . , barang haram dan maksiat. Ketiga. Akad yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan terdiri atas akad tijarah dan/atau akad tabarruAo. Keempat, akad tijarah yang dimaksud dalam ayat . adalah mudharabah. Sedangkan akad tabarruAo adalah hibah. Kelima, dalam akad tijarah . , perusahaan bertindak sebagai mudharib . dan peserta bertindak sebagai shahibul mal . emegang poli. Keenam, dalam akad tabarruAo . , peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah. Dalam fatwa tersebut. DSN membolehkan asuransi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah dan membagi akad asuransi syariah menjadi dua yaitu akad tabarru yang berdasarkan tolong menolong dan akad tijarah yang berdasarkan mudharabah. Klasifikasi asuransi syariah yang dibuat oleh DSN dalam fatwanya berbeda dengan klasifikasi dan pengertian asuransi syariah yang disepakati mayoritas para ahli fikih dunia dan Ijtihad. Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan. Volume 13. No. Desember 2013: 219-232 lembaga fatwa internasional. Oleh sebab itu, tulisan ini akan mengkaji pengertian, klasifikasi dan hukum asuransi menurut pandangan para ahli sehingga didapatkan tinjauan komprehensif. Selain itu, sebagai pendukung akan disajikan beberapa keputusan penting lembaga fatwa fikih dunia dan pendapat individu terkait dengan asuransi. Asuransi TaAoawuni Pengertian Dalam bahasa arab padanan kata asuransi adalah al-TaAomi>n yang memiliki akar kata al amnu artinya aman lawan dari kata al khauf artinya takut (Mandzur: t. Dalam al quran akar kata yang memiliki arti al amnu dapat ditemukan dalam beberapa ayat misalnya dalam surat al Baqarah ayat 125 dan surat Ali Imran ayat 154. AuDan . , ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitulla. tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang amanAy . l-Baqarah:. AuKemudian setelah kamu berdukacita. Allah menurunkan kepada kamu keamanan . kantuk yang meliputi segolongan dari pada kamuAy (Ali Imran:. Dalam hadits nabi yang diterima dari Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah: Rasululah saw bersabda: AuMuAomin adalah orang yang memberikan rasa aman kepada manusia terhadap harta dan dan jiwanya dan Muhajir adalah orang yang hijrah dari kesalahan dan dosaAy. Sedangkan menurut istilah, beberapa ahli memberikan definisi asuransi taAoawuni, yaitu sebagai berikut: Pertama. Asuransi taAoawuni adalah akad tabaruAo yang berdasarkan hukum syariah islam dalam memberikan jaminan untuk kemaslahan bagi kedua belah pihak. Di mana muAomin lahu sebagai partner menerima untuk membayar setoran kerjasama, sedangkan muAomin sebagai pekerja dan sebagai wakil dari para partner serta menerima setoran kerjasama dan oleh karenanya mereka berjanji akan membayar bagi pihak yang mendapatkan manfaat sejumlah harta dengan jalan mengganti keseluruhan secara sekaligus atau secara temporal atau dengan cara membayar uang muka apabila terjadi kecelakaan yang menimpa. Sedangkan muAomin lahum adalah mereka yang melakukan kerjasama yang mendapatkan keuntungan apabila ada Mendudukkan status hukum asuransi syariah. (Muhamad Nadratuzzaman Hose. dan merugi apabila terjadi dan mereka memiliki andil dalam manajemen (Muhamad, t. Kedua. Asuransi taAoawuni adalah tolong menolong di antara sekelompok orang bagi orang yang ditimpa bahaya untuk mengganti kerugian yang menimpa salahsatu dari mereka dengan jalan melakukan kesepakatan pembayaran uang sebagai pengganti apabila terjadi bahaya . yang menimpa mereka (Zarqa, t. Ketiga. Asuransi taAoawuni adalah akad asuransi sekelompok orang yang karenanya mengharuskan setiap partner membayar sejumlah harta dengan jalan sumbangan untuk mengganti kemadaratan yang menimpa salahsatu di antara mereka pada saat terjadinya kecelakaan (Mulhim, 2002: . Dari beberapa pengertian di atas maka asuransi taAoawuni adalah akad sumbangan di antara sekelompok orang yang bekerjasama dalam sebuah perusahaan asuransi untuk membantu apabila salahsatu pihak mendapatkan kecelakaan atau bahaya. Tujuan asuransi taAoawuni Tujuan asuransi taAoawuni secara umum adalah untuk saling tolong menolong di antara pihak yang melakukan kerjasama berdasarkan prinsip syariah. Sedangkan secara khusus tujuan asuransi taAoawuni adalah (Mulhim, 2002: . Pertama. Menciptakan rasa aman bagi nasabah. Asuransi taAoawuni memberikan ketenangan bagi nasabah dalam kegiatan sehari-harinya tanpa khawatir akan kemungkinan bahaya masa depan yang bertubi-tubi. Kedua. Media usaha Di mana asuransi taAoawuni menjadi jalan yang dibolehkan untuk mencari keuntungan secara halal, hal tersebut dengan cara perusahaan asuransi bertindak sebagai wakil yang mendapatkan upah atau dengan cara mudharabah Di mana perusahaan asuransi menginvestasikan harta atau uang yang terkumpul dari setoran nasabah, keuntungan perusahaan asuransi didapatkan dari keuntungan akad mudharabah dengan pihak lain. Ketiga. Merefleksikan hukum-hukum syariah dan senantiasa memelihara kemaslahatannya pada setiap zaman dan tempat. Keempat. Ikut serta dalam membangun perekonomian dengan cara mengelola dan menginvestasikan dana nasabah asuransi. Kelima. Memelihara perekonomian dalam skala makro dari tumbuh kembangnya asuransi tijari yang mencari keuntungan sebesarbesarnya dari setoran nasabah. Sebagai partner lembaga-lembaga keuangan Islam, karena setiap lembaga keuangan membutuhkan perusahaan asuransi. Ijtihad. Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan. Volume 13. No. Desember 2013: 219-232 Hukum asuransi taAoawuni Mayoritas fuqaha kontemporer membolehkan asuransi taAoawuni yang berdasarkan tolong menolong (Qurahdaghi, 2009: . Ketetapan tersebut berdasarkan fatwa lembaga-lembaga fatwa baik skala lokal maupun skala internasional disamping pendapat ulama terkemuka seperti Muhamad Abu Zahrah. Berikut beberapa lembaga yang menetapkan kebolehan asuransi taAoawuni: Pertama. Tahun 1965 MajmaAo al Buhuts al Islamiah pada muAotamar kedua di Kairo memutuskan bahwasanya hukum asuransi islam . yang berlandaskan taAoawun adalah boleh. Kedua. Tahun 1966 majmaAo al Buhuts al Islamiah mempertegas kembali keputusannya tentang bolehnya asuransi islam. Keputusan tersebut disertai dengan detail bidang asuransi yang dibolehkan, yaitu asuransi kesehatan, jaminan pengangguran, jaminan hari tua dan asuransi kecelakaan kerja. Ketiga. Tahun 1972 Nadwah al TasyriAo al Islami memutuskan akad asuransi hukumnya boleh kecuali asuransi jiwa hukumnya haram atau asuransi yang sifatnya taAoawuni hukumnya halal dan asuransi jiwa hukumnya haram. Kehalalan tersebut sifatnya temporer atau masih terbukanya pintu perbedaan seputar hukum asuransi. Keempat. Tahun 1976 al MuAotamar al AoAlami al Awal Liliqtishad al Islami yang dilaksanakan di Makkah. Keputusan muAotamar tersebut adalah bahwasanya asuransi tijari . tidak sesuai dengan syariah karena karakternya bukan taAoawun . olong menolon. serta tidak terpenuhinya ketetapan syariah yang terkait dengan hal tersebut. Selain itu, muAotamar memberi masukan agar dibentuk sebuah komite yang terdiri dari ulama syariah dan ekonom muslim untuk merumuskan pembentukan asuransi yang bebas riba dan gharar. Kelima. Tahun 1977 Haiah Kibar al Ulama al SuAoudiah mengharamkan asuransi tijari dengan semua jenisnya. Keenam. Tahun 1978 MajmaAo al Fiqh al Islami al TabiAo Lirabithah al AoAlam al Islami mengharamkan asuransi tijari dengan semua jenisnya dan membolehkan asuransi taAoawuni. Ketujuh. Tahun 1985 MajmaAo al Fiqh al Islami al Dauli pada muAotamar kedua di Jedah tanggal tanggal 28 Desember memutuskan asuransi tijari adalah haram. Selain itu, dalam fatwanya juga ditetapkan bahwa asuransi dan reasuransi taAoawuni yang berdasarkan tabaruAo dan taAoawun adalah boleh. Prinsip asuransi taAoawuni Pertama. Prinsip TabarruAo. Prinsip ini merupakan asas yang paling penting dalam asuransi taAoawuni karena sebagai pembeda dengan asuransi tijari yang didalamnya terkandung gharar. Mendudukkan status hukum asuransi syariah. (Muhamad Nadratuzzaman Hose. Dalam asuransi, baik asuransi taAoawuni maupun asuransi tijari didalamnya terdapat unsur gharar, tetapi dalam asuransi tijari gharar tersebut akan senantiasa ada karena merupakan akad pertukaran, sedangkan dalam asuransi taAoawuni gharar tersebut menjadi hilang karena merupakan akad tabarruAo (Muhammad, t. : . Rasululah saw melarang praktek jual beli gharar, larangan tersebut terkait dengan jual beli dan tabarru bukan merupakan akad jual Oleh sebab itu, asuransi yang dibolehkan dalam Islam adalah asuransi yang berdasarkan tolong menolong . aAoawu. , dalam al Quran surat al-Maidah ayat 2 Allah berfirman: AuDan tolong-menolonglah kamu dalam . kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaranAy. Dalam surat al Anfal ayat 72-73 Allah berfirman: AuSesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan . epada orang-orang muhajiri. , mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan . orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetap. jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam . rusan pembelaa. agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu . ai para muslimi. tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besarAy. Selain itu dalam surat At Taubah ayat 71 Allah berfirman: AuDan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka . menjadi penolong bagi sebahagian yang lainAy. TabarruAo dalam akad asuransi tersebut menunjukan sikap saling tolong menolong di antara pihak yang melakukan kerjasama dalam sebuah perusahaan yaitu pada saat salah satu pihak mendapatkan musibah atau kecelakaan. Kedua. Prinsip berpegang teguh pada hukum syariat Islam. Manifestasi dari prinsip tersebut misalnya mengangkat dewan pengawas syariah yang senantiasa mengawasi dan memberi masukan dari aspek kepatuhan pada syariat islam, menginvestasikan dana nasabah pada bidang yang dibolehkan syariat Islam, memberikan pelayanan dan kerjasama kepada nasabah yang melakukan usaha halal, bekerjasama dengan perusahaan resasuransi syariah (Muhammad, t. : . Ketiga. Prinsip pembagian keuntungan Yaitu pembagian jumlah sisa dana yang disetorkan kepada nasabah setelah dikurangi biaya penggantian resiko atau kecelakaan dan upah perusahaan asuransi . pabila perusahaan Ijtihad. Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan. Volume 13. No. Desember 2013: 219-232 bertindak sebagai wakil nasaba. Keempat. Prinsip pemisahan dana nasabah dengan dana Kelima. Prinsip keterbukaan atas laporan keuangan kepada nasabah. Asuransi tijari Pengertian Fuqaha kontemporer mengklasifikasikan asuransi tijari sebagai asuransi konvensional. Disebut asuransi tijari karena pihak-pihak yang melakukan kesepakatan sama-sama bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya (Ghamidi, 1428H: . Menurut Undang-undang Nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri dengan pihak tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan pergantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya orang yang dipertanggungkan. Menurut KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagan. pasal 246 asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu. Berdasarkan definisi tersebut, maka dalam asuransi terkandung 4 unsur, yaitu: Pertama. Pihak tertanggung . yang berjanji untuk membayar uang premi kepada pihak penanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur. Kedua. Pihak penanggung . yang berjanji akan membayar sejumlah uang . kepada pihak tertanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur apabila terjadi sesuatu yang mengandung unsur tak tertentu. Ketiga. Suatu peristiwa . yang tak tertentu . idak diketahui sebelumny. Keempat. Kepentingan . yang mungkin akan mengalami kerugian karena peristiwa yang tak tertentu. Mendudukkan status hukum asuransi syariah. (Muhamad Nadratuzzaman Hose. Hukum auransi tijari Hukum asuransi tijari menurut mayoritas fuqaha kontemporer adalah haram. Keputusan haramnya asuransi tijari tersebut tercantum dalam keputusan lembaga-lembaga fatwa yang sudah disebutkan di atas, keputusan tersebut sesuai dengan pendapatnya Ibnu Abidin. Beberapa dalil keharaman tersebut adalah (Ahmad, 1420H: . Pertama. Asuransi adalah Yaitu pertukaran uang dengan uang . ang saat ini dengan uang yang akan datan. disertai dengan tambahan. Kedua. Asuransi adalah qimar. Karena asuransi tidak akan ada kecuali terdapat aspek bahaya dan sifat mungkin, kedua aspek tersebut adalah qimar. Oleh sebab itu, asuransi disepakati keharamannya. Ketiga. Asuransi adalah gharar. Akad asuransi adalah akad pertukaran, apabila terdapat gharar dalam akad pertukaran maka akadnya menjadi Menurut Shadiq Dharir, gharar dalam akad asuransi tidaklah sedikit tetapi ghararnya banyak atau sedang, hal tersebut karena dari sebagian rukun asuransi yang utama adalah bahaya, sedangkan terjadinya bahaya sifatnya mungkin, sehingga gharar merupakan unsur pokok dalam asuransi dan merupakan karakter yang menjadi pembeda . engan akad lainny. Oleh sebab itu maka asuransi dilarang. Tetapi beberapa fuqaha kontemporer membolehkan asuransi tijari seperti Mushtafa Zarqa. Abdul Wahab Khalaf, dan Ali Khafif. Sementara fuqaha yang lain mengharamkan asuransi tijari dan membolehkan asuransi taAoawuni. Dasar kebolehan asuransi tijari menurut pendapat yang membolehkannya adalah sebagai berikut (Ahmad, 1420H: . : Pertama. Hukum asal akad muamalat adalah boleh selama tidak adanya dalil yang mengharamkannya. Tidak ada dalil yang mengharamkan akad asuransi. Kedua. Asuransi sama seperti bolehnya akad menyewa penjaga. Kesamaan tersebut terletak pada manfaat yang didapatkan penyewa penjaga yaitu rasa aman, dalam asuransi nasabah mendapatkan rasa aman. Ketiga. Asuransi diqiyaskan dengan akad wadiAoah. Di mana pihak perusahaan mendapatkan manfaat dari setoran nasabah yang ditukar dengan jaminannya kepada nasabah, manfaat tersebut didapatkan perusahaan dari uang sewa menjaga dana yang dititipkan nasabah. Keempat. Asuransi diqiyaskan dengan akad salam. Para ulama membolehkan salam karena kebutuhan terhadap akad tersebut walaupun pada dasarnya akad tersebut terkandung unsur jahalah yaitu menjual barang yang tidak ada pada saat akad. Begitu juga dalam asuransi, banyak pihak yang membutuhkan asuransi. Kelima. Asuransi Ijtihad. Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan. Volume 13. No. Desember 2013: 219-232 diqiyaskan pada akad mudharabah. Di mana nasabah memberikan dananya kepada perusahaan dan perusahaan mengusahakan dana tersebut supaya mendapat keuntungan, keuntungan tersebut untuk membayar nasabah mengalami kecelakan atau adanya bahaya. Keenam. Salah satu dalil pokok bolehnya asuransi adalah mengqiyaskannya pada akad muwalat. Perusahaan asuransi bertanggung jawab pada resiko nasabah atas cicilan yang diberikan nasabah, hal itu seperti halnya seorang muslim yang menanggung resiko pidana atas harta Ketujuh. Asuransi diqiyaskan pada hukum Aoawaqil . rang-orang beraka. Dalam hukum Aoawaqil tersebut disepakati bahwa orang yang berakal menanggung diyat al Kha. enda karena bersala. demi kemaslahatan dan saling tolong menolong. Hal tersebut berlaku juga pada akad asuransi. Kedelapan. Asuransi boleh karena berdasarkan mashlahah mursalah. Dalam asuransi terdapat kemaslahatan umum yaitu kemudahan bagi manusia dan mempersiapkan diri dari kesulitan bagi mereka. Kesembilan. Adat kebiasaan di masyarakat sudah mentolerir akad asuransi, sehingga menjadi kebiasaan yang berlaku umum. Dalam fikih, ada kebiasaan menjadi salah satu landasan penetapan hukum khususnya bagi fuqaha Hanafiyah. Selain itu, berikut ini pendapat Mushtafa Zarqa sebagai jawaban atas beberapa pendapat terkait dengan asuransi tijari dalam buku Isa Abduh . 8H: 159-. Pertama. Pendapat yang mengatakan bahwa asuransi adalah muqamarah. Qimar atau muqamarah adalah permainan untung-untungan serta membunuh karakter akhlak dan perbuatan manusia. Quran mengkategorikan qimar sebagai perangkap syaitan dan alat saling menjatuhkan di antara manusia, menciptakan permusuhan serta menumbuhkan kebencian. Selain itu, menjadikan manusia lupa mengingat Allah dan Rasul-Nya. Maka Di mana adanya qimar dalam aturan yang berdiri di atas asas yang memperbaiki akibat kesusahan yang terjadi pada manusia yang terkait dengan jiwanya, hartanya atau dalam kegiatannya. Hal tersebut dengan cara saling tolong menolong . aAoawu. pada sebagian kesusahan. Selain itu, akad asuransi memberikan rasa aman dan ketenangan kepada mustaAomi>n dari bahaya. Di mana ada ketenangan dan rasa aman bagi pihak yang melakukan qimar yang pada hakikatnya menimbulkan kesusahan. Kedua. Pendapat yang mengatakan bahwa asuransi adalah rihan . aruhan/bertaru. Jawaban dari pendapat ini sudah dijelaskan pada jawaban atas pendapat yang pertama, karena orang yang bertaruh . berdasarkan untung-untungan seperti Mendudukkan status hukum asuransi syariah. (Muhamad Nadratuzzaman Hose. halnya muqamarah. Perbedaan mendasar antara asuransi dan rihan yaitu rihan tidak ada keterkaitan dalam memperbaiki bahaya kemadaratan yang akan terjadi dalam kehidupan ekonomi bagi kehidupan manusia, tidak dengan jalan tolong menolong atau dengan jalan tanggungan individu yang tidak berdasarkan tolong menolong . hair taAoawun. Salah satu pihak yang bertaruh tidak memberikan keamanan atau ketenangan seperti halnya akibat dalam akad asuransi. Ketiga. Pendapat yang mengatakan bahwasanya akad asuransi melampaui ketentuan Tuhan khususnya asuransi jiwa. Jawaban atas pendapat ini yaitu asuransi bukan jaminan hilangnya bahaya, karena hal tersebut diluar kuasa manusia. Seseorang tidak dapat melihat bagi dirinya sendiri suatu ketentuan atau ketetapan apapun dan seseorang tidak dapat meyakini ketetapan apapun bagi orang lain kecuali orang gila. Asuransi adalah jaminan untuk memperbaiki akibat dari bahaya yang ditimbulkan apabila memang terjadi, yaitu terjadinya perpindahan pertangguhan bahaya oleh individu yang tidak mampu kepada sekumpulan orang yang mampu. Perumpamaan tersebut seperti halnya penangkal petir yang disimpan di atas bangunan yang tinggi dan tertanam ditanah yang dalam, penangkal petir tersebut dibuat oleh insinyur bukan untuk mencegah terjadinya petir karena tidak punya kuasa atas hal tersebut, tetapi sebagai alat untuk memindahkan kilat petir yang dapat menyebabkan hubungan arus pendek. Inilah logika sederhana atas asuransi, apakah hal tersebut disebut melampaui ketetapan Allah swt atau hal tersebut pada hakikatnya adalah melaksanakan perintah Allah sebagaimana firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 2. AuDan tolong-menolonglah kamu dalam . kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaranAy. Lebih dari itu al Quran menyebut kematian sebagai musibah atau bahaya yaitu dalam surat al Maidah ayat 106. AuAlalu kamu ditimpa bahaya kematianAy, maka hal tersebut pantas apabila saling tolong menolong dalam memperbaiki dampak bahaya yang ditimbulkan. Keempat. Pendapat yang mengatakan bahwa dalam asuransi terkandung gharar. Jawaban atas pendapat ini adalah dalam akad asuransi terdapat pertukaran hasil yang bisa terwujud. Adanya sifat mungkin dalam asuransi hanya terkait dengan muAomin saja yaitu apabila terjadi kecelakaan maka harus dibayar dan apabila tidak terjadi kecelakaan maka tidak perlu membayar. Tetapi sifat mungkin ini tidak terkait dengan keseluruhan akad asuransi dan keseluruhan sistem asuransi. Adapun bagi mustaAomi>n . sifat kemungkinannya tidak ada karena adanya pertukaran hakiki pada asuransi dengan setoran tetap, yaitu antara setoran yang dibayarkan mustaAomi>n dengan rasa Ijtihad. Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan. Volume 13. No. Desember 2013: 219-232 aman yang didapatkan. Keamanaan dan ketenangan yang diberikan muAomin merupakan timbal balik dari cicilan mustaAomi>n, hal tersebut adalah pertukaran hakiki. Para fuqaha membolehkan akad kafalah walaupun didalamnya terdapat sifat mungkin, yaitu sahnya akad kafalah walaupun makful bihnya majhul . idak diketahu. Apabila ada pertanyaan bukankah rasa aman bukan barang yang bisa dijadikan obyek pertukaran? Sesungguhnya rasa aman merupakan kebutuhan terbesar dalam hidup manusia seperti firman Allah dalam surat al Quraisy ayat 3-4 AuMaka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (KaAoba. Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutanAy. Kita juga akan menemukan dalam akad yang disepakti kebolehannya oleh fuqaha madzhab yaitu akad menyewa penjaga. Dalam akad tersebut tujuan penyewa adalah mendapatkan keamanan, hal tersebut sama halnya dengan asuransi, setoran yang diberikan oleh nasabah kepada perusahaan asuransi bertujuan untuk mendapatkan rasa aman dari resiko kecelakaan atau bahaya. Kelima. Pendapat yang mengatakan bahwa dalam asuransi terkandung jahalah, karena mustaAomi>n tidak tahu jumlah cicilan yang harus dibayar sampai dia meninggal. Karena jahalah menjadikan tidak sahnya akad syariah. Jawaban atas pendapat tersebut adalah fuqaha Hanafiyah mengajukan analisa secara terperinci terkait dengan bahasan jahalah dan mereka membedakan akibat yang ditimbulkan dari jahalah berdasarkan jenisnya, mereka tidak memberi hukum batal atau rusak secara mutlak apabila dalam suatu akad terdapat jahalah seperti halnya madzhab yang lain, tetapi mereka membedakan antara jahalah yang mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan akad dan jahalah yang tidak mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan akad. Jenis pertama yaitu jahalah yang mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan akad adalah sesuatu yang menghalangi sahnya akad, seperti jika seseorang berkata kepada yang lain Ausaya jual sesuatu kepada andaAy atau Ausaya sewakan sesuatu kepada anda dengan harga sekianAy, sesuatu tersebut tidak ditentukan atau bisa juga ditentukan tetapi harga atau sewanya tidak ditentukan, bagi sebagian pihak lain akad tersebut diterima walaupun terdapat Akad dan contoh tersebut semuanya tidak sah karena jahalah tersebut dapat dijadikan alasan bagi masing-masing pihak, pada kasus tersebut hakim tidak bisa memvonis karena penjual atau yang menyewakan menginginkan menyerahkan seminimal mungkin dan mengambil semaksimal mungkin dengan alasan tidak adanya ketentuan, dilain pihak pembeli atau penyewa menginginkan mengambil semaksimal mungkin dan menyerahkan seminimal Mendudukkan status hukum asuransi syariah. (Muhamad Nadratuzzaman Hose. mungkin dengan alasan tidak adanya ketentuan, sehingga jahalah tersebut menjadi alasan yang bobotnya sama bagi masing-masing pihak, maka akadnya menjadi tidak sah. Adapun jenis kedua yaitu jahalah yang tidak mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan akad adalah jahalah yang tidak berdampak pada akad, seperti jika seseorang menyerahkan semua yang menjadi haknya kepada orang lain . an masing-masing pihak tidak mengetahui jumlah dan jenisny. , hal tersebut sah dan semua hak tersebut menjadi jatuh. Ini adalah pandangan Hanafiyah terkait dengan jahalah dalam akad. Pelaksanaan prinsip tersebut dalam cicilan asuransi jiwa adalah jahalah dari jenis yang dibolehkan, karena jumlah setiap cicilan adalah jumlah yang diketahui, adapun jahalah dalam jumlah seluruh cicilan dibolehkan sepanjang pihak asuransi berjanji apabila nasabah meninggal dunia akan membayar sejumlah yang telah disepakati kepada keluarganya, tanpa melihat jumlah cicilan yang sudah dibayarkan banyak atau sedikit. Hal tersebut didasarkan pada pendapat Hanafiyah yang berpendapat sahnya jual beli barang dalam kotak yang terkunci tanpa diketahui jenis dan jumlahnya dengan harga tertentu. Hanafiyah berpendapat walaupun akad tersebut terdapat jahalah tetapi tidak menghalangi pelaksanaan akad berdasarkan kesepakatan dua belah pihak. Penutup Fuqaha kontemporer membagi asuransi menjadi dua yaitu asuransi taAoawuni atau tabarru yang landasannya adalah tolong menolong dan asuransi tijari yang landasannya adalah bisnis atau profit oriented. Sebagian fuqaha membolehkan asuransi tijari dan sebagian yang lain Tetapi mayoritas ulama fikih kontemporer sepakat bahwa asuransi taAoawuni atau tabarruAo adalah boleh. Menurut penulis, asuransi boleh dengan catatan perusahaan asuransi syariah harus selalu memperhatikan prinsip-prinsip syariah sehingga terhindar dari praktek asuransi tijari yang diharamkan oleh mayoritas fuqaha. Efektifitas ketaatan tersebut dimanifestasikan dengan berfungsinya dewan pengawas syariah, kelurusan niat manajemen perusahaan asuransi dan cara pandang nasabah terhadap asuransi yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah. Ijtihad. Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan. Volume 13. No. Desember 2013: 219-232 Daftar pustaka Abduh. Isa. al-TaAomi>n Bain al-H. l wa al-Ta. Kairo: Da>r al IAotisham, 1398 H. Ahmad. Usman Baker. Waqa>iAo Nadwah al-Tat. iqath al-Iqtis. >diyah al-Mua>shirah. Jedah: Maktabah Malik Fahad, 1420 H. Ghamidi, al-Abdul Aziz. IAoa>dah al-TaAomi>n wa al-Badil al-Islami. Riyadh: Majalah al AoArabiyah Lidirasat al Amniyah wa al Tadrib, 1428 H. Ibnu Mandzur. Lisan al-Arab. Beirut: Da>r al S. dir, t. Muhamad. Hamid Hasan. AuAl-TaAomi>n al-TaAoa>wuni> al-A. kam wa al-Dhawa>bit al-SharAoiyahAy, paper yang diterbitkan oleh MajmaAo al Fiqh al Isla>mi> al Dauli> pada muktamar kedua Mulhim. Ahmad Salim. al-TaAomi>n al-Isla>mi>. Da>r al IAolam, 2002. Al-Qurahdaghi. Ali Muhyidin. al-TaAomin> al-TaAoaw > uni> Mahiyatuhu wa Da{ wabituhu wa MuAoawiqatuhu. Riyadh. Paper pada Multaqa al TaAomi>n al TaAoawuni Tahun 2009. Salus. Ali Ahmad, al-Iqti. a>d al-Isla>mi> wa al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-MuAoashirah. Doha: Dar alTsaqofah, 1996. Zarqa. Mushtafa. Ni. am al-TaAomi>n. Amman: Muasasah al Risalah, t.