INDONESIAN JOURNAL OF LIBRARIANSHIP HOW DO LIBRARIANS SERVE USERS IN DIGITAL LITERACY ERA? Case Study at Governance Institute of Home Affairs Eti Sumiati1, I Wayan Wijanaraga2. e-ISSN: 2723-6234 p-ISSN: 2723-6226 Indonesian Journal of Librarianship Vol. 1 No. 1, Juni (2020): pp. 33-43 Dikirim: 15/06/2020; Direvisi: 10/07/2020; Disetujui: 13/07/2020; Publikasi Online: 30/07/2020; Pengutipan Artikel: Sumiati, E., Wijanaraga, I. W. (2020). HOW DO LIBRARIANS SERVE USERS IN DIGITAL LITERACY ERA? Case Study at Governance Institute of Home Affairs. Indonesian Journal of Librarianship. 1 (1), pp.33-43. DOI: https://doi.org/10.33701/ijolib.v1i1.1109 Korespondensi Penulis: Email: eti.sumiati@ipdn.ac.id Afiliasi: Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor Penerbit Library Department of Governance Institute of Home Affairs (IPDN) Editorial Office Jalan Ir. Soekarno KM 20 Jatinangor, Kab. Sumedang, Jawa, Barat, Indonesia (45363) Website: http://ejournal.ipdn.ac.id/ijolib e-Mail: perpustakaan@ipdn.ac.id, ijolib@ipdn.ac.id © Eti Sumiati, I Wayan Wijanaraga. This work is licensed under the Creative Commons Attribution Non Commercial Share Alike 4.0 International License 1 Pustakawan Madya, Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Jl. Ir. Soekarno KM 20 Jatinangor, Kab. Sumedang, Prov. Jawa Barat (45363), Indonesia 2 Pustakawan Madya, Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Kampus Nusa Tenggara Barat Jl. Gajah Mada No. 1 Praya, Kab. Lombok Tengah, Prov. Nusa Tenggara Barat (85113), Indonesia 33 HOW DO LIBRARIANS SERVE USERS IN DIGITAL LITERACY ERA? Abstract Problem Statement: Growth and development of science and information technology in the current digital era, also influence the world of literacy towards digital literacy. Librarians, as one of the drivers of literacy, are demanded to be fast adaptive to the development of digital literacy. The distribution of librarians in Governance Institute of Home Affairs is uneven, and some libraries do not have librarians. In line with the statement by Supriyanto (2012) that the librarian profession is not as popular as other professional staff, library staff, and librarians, in particular, have all the limitations of both quantity and quality. Purpose: The purpose of this research is to find out the attitudes and strategies that librarians can take in facing challenges in the era of digital literacy. Method: The method used in this research is descriptive method with a qualitative approach Result: The research findings are the lack of information technology capabilities in serving customers, the uneven distribution of librarians, and some campuses do not have librarians. It can hamper library development in the era of digital literacy. Conclusion: In dealing with users of various characteristics in the age of digital literacy, librarians must have necessary abilities: tool literacy; resource literacy; social-structural; research literacy; publishing literacy; emerging technology literacy; and critical literacy. The realization of the role of librarians in the era of digital literacy also requires academic and government support in the use of online libraries, the provision of technology, equitable distribution of human resources, librarian development capabilities and guidance from the government to build a much better library. Keywords: Librarian, Digital Literacy, Information Technology. Abstrak Permasalahan: Tumbuh kembang ilmu pengetahuan dan teknologi informasi pada era digital saat ini, turut mempengaruhi dunia literasi ke arah literasi digital. Pustakawan sebagai salah satu penggerak literasi dituntut cepat adaptif dengan perkembangan literasi digital. Penyebaran pustakawan di wilayah kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri tidak merata dan beberapa perpustakaan tidak memiliki pustakawan. Selaras dengan pernyataan oleh Supriyanto (2012) bahwa profesi pustakawan belum sepopuler tenaga profesi lainnya, tenaga perpustakaan dan pustakawan pada khususnya memiliki segala keterbatasan baik dari kuantitas maupun kualitas. Tujuan: Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap dan strategi yang dapat dilakukan pustakawan dalam menghadapi tantangan di era literasi digital. Metode: Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil: Temuannya adalah kemampuan pustakawan dalam penggunaan teknologi informasi masih rendah, penyebaran jumlah pustakawan yang tidak merata di wilayah kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri, dan beberapa kampus tidak memiliki pustakawan dianggap dapat menghambat pengembangan perpustakaan di era literasi digital. Kesimpulan: Dalam menghadapi pemustaka dalam berbagai karakteristik di era literasi digital, pustakawan dituntut untuk memiliki kemampuan dasar yaitu: tool literacy; resource literacy; social-structural; research literacy; publishing literacy; emerging technology literacy; dan critical literacy. Terwujudnya peran pustakawan di era literasi digital ini pun dibutuhkan dukungan akademis dan pemerintah dalam penggunaan perpustakaan online, penyediaan teknologi, penyebaran sumber daya manusia yang merata, pengembangan kemampuan yang dimiliki pustakawan dan bimbingan dari Pemerintahan untuk membangun perpustakaan yang jauh lebih baik lagi Kata kunci: Pustakawan, Literasi Digital, Teknologi Informasi. 34 INDONESIAN JOURNAL OF LIBRARIANSHIP I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Era industri 4.0 menitikberatkan pada teknologi digital sebagai alat sentral penopang sendi-sendi peradaban manusia beraktivitas, termasuk di dalamnya aktivitas literasi yang mengalami perluasan pesat di samping kebiasaan yang masih eksis dan literasi digital menjadi kebutuhan pokok. Literasi digital dalam situs wikipedia adalah pengetahuan dan pemahaman untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan taat hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari (Literasi Digital Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas, n.d.). Ilmu pengetahuan merupakan kesadaran untuk menemukan dan mengembangkan pemahaman dari berbagai sudut pandang pada fenomena di alam manusia. Tumbuh kembang ilmu pengetahuan dan teknologi informasi pada era digital saat ini, turut mempengaruhi dunia literasi ke arah literasi digital. Pustakawan sebagai salah satu penggerak literasi dituntut cepat adaptif dengan perkembangan literasi digital. Oleh karenanya pustakawan sebagai bagian integral tumbuh kembang literasi digital diharapkan mengambil peran lebih dalam penguasaan teknologi digital menjadi keharusan yang harus dimiliki oleh insan pustakawan saat ini. Permasalahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri memiliki kampus yang tersebar di seluruh Indonesia yaitu di Jatinangor (pusat), Cilandak (Jakarta), Bukit Tinggi (Sumatera Barat), Pontianak (Kalimantan Barat), Manado (Sulawesi Utara), Gowa (Sulawesi Selatan), Mataram (NTB), dan Jayapura (Papua). Fasilitas perpustakaan Institut Pemerintahan Dalam Negeri pun disediakan tersebar mengikuti lokasi kampus masing – masing daerah. Fenomena yang terjadi adalah dengan jumlah pustakawan sebanyak 23 orang yang penyebarannya tidak merata pada masing-masing perpustakaan di seluruh wilayah. Era literasi digital saat ini menuntut pustakawan untuk berpikir lebih cerdas. Era digital menuntut Pustakawan menjadi profesi yang bersentuhan langsung dengan dunia digital, banyak hal baru yang terjadi dan harus dikuasai (Ayuditya et al., 2020). Namun, dengan penyebaran pustakawan yang tidak merata dapat menghambat pengembangan pelayanan perpustakaan secara merata, karena tidak adanya pengawasan secara langsung oleh ahlinya. Sejalan dengan pernyataan Supriyanto bahwa profesi pustakawan belum sepopuler tenaga profesi lainnya, tenaga perpustakaan dan pustakawan pada khususnya memiliki segala keterbatasan baik dari kuantitas maupun kualitas (Supriyanto, 2012). Pada kenyataannya jumlah pustakawan yang tidak merata menjadi kendala dan terhambatnya perkembangan perpustakaan di era literasi digital, dikarenakan pustakawan tidak menjadikan fokus utama dalam membangun dan merubah perpustakaan saat ini. Dan menjadi tantangan yaitu keterbatasan jumlah pustakawan untuk melakukan perubahan terhadap perpustakaan di era literasi digital bersamaan dengan tugas utama dalam pengelolaan pelayanan yang sedang berjalan di perpustakaan. Kajian Literatur Terdahulu, Adanya kebijakan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mengenai kelas jabatan tentang aturan bagi pustakawan untuk naik pangkat akan menghentikan kreativitas pustakawan. Untuk mencegah terdispursinya pustakawan harus berpikir cerdas untuk menghadapi era digital (Rumani, 2018). Ulpah dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa perlu adanya strategi penguatan kompetensi para pustakawan akademik agar dapat menjawab tantangan, sehingga para pustakawan tidak hanya menjadi supporter akan tetapi kontributor bagi produksi pengetahuan. Pergeseran peranan pustakawaan era digital ini menekankan pentingnya perpustakaan agar bertindak lebih atraktif kepada pemustaka. Pustakawan dituntut memiliki mekanisme pencapaian target dalam pengelolaan kebutuhan pemustaka (Andayani, 2018). 35 HOW DO LIBRARIANS SERVE USERS IN DIGITAL LITERACY ERA? Dikatakan oleh Meri dalam penelitiannya bahwa transformasi pustakawan masa era digital harus mampu menjadi fasilitator yang dapat mempermudah akses jaringan, berperan sebagai pendidik yang diharapkan dapat melatih pemustaka jika kesulitan dalam penggunaan internet (Susanti R, 2018). Roro dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pustakawan dituntut untuk menjadi seorang pustakawan yang memiliki kemampuan multitasking yaitu menguasai beberapa jenis literasi demi terciptanya pelayanan yang dinamis (Ganggi, 2018). Menurut penelitian Iman menyimpulkan bahwa Perkembangan teknologi informasi begitu pesat dan beragam, maka sudah selayaknya seorang pustakawan sebagai pekerja informasi dituntut memiliki kemampuan atau kompetensi diri dalam mengkases dan mengidentifikasi sumber- sumber informasi mana yang valid, reliable dan akurat sesuai kebutuhan pemustaka (Wahyudi, 2017). Penelitian oleh Laila menjelaskan bahwa perkembangan komunikasi, teknologi dan informasi telah mempengaruhi peran pustakawan dari seseorang yang menjaga informasi dan menggunakannya untuk kepentingan pengguna menjadi intermediary, pemandu pengetahuan dan instruktur yang mengajarkan ilmu serta pembimbing penelusuran informasi secara cepat dan mudah(Rahmawati, 2012). Pernyataan Kebaruan Ilmiah (State of The Art), Berdasarkan fenomena yang terjadi dan beberapa hasil penelitian terdahulu maka penulis melakukan penelitian tentang peran strategis pustakawan pada era literasi digital. Berbeda dengan peneliti terdahulu, penulis melakukan penelitian di lingkungan Perpustakaan Institut Pemerintahan Dalam Negeri. Indikator yang menjadi alat analisis berasal dari teori Shapiro dan Hughes yang dikutip oleh Putu Laxman Sanjaya Pendit mengatakan bahwa kemampuan yang dimiliki pustakawan di era digital terdiri dari 7 (tujuh) hal yaitu : tool literacy, resource literacy, social-structural, research literacy, publishing literacy, emerging technology literacy, dan critical literacy (Pendit, 2007). Tujuan: Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap dan strategi yang dapat dilakukan pustakawan dalam menghadapi tantangan di era literasi digital. II. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sugiyono menyatakan bahwa metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan tafsiran melalui proses pengamatan peneliti dimana data yang diperoleh dilakukan dengan gabungan observasi yaitu merasakan dan memahami fenomena yang sedang terjadi, wawancara beberapa narasumber informasi yang berkaitan dengan fenomena yang terjadi dan dokumentasi yaitu mengumpulkan bukti-bukti baik di media cetak maupun sarana internet sebagai pengumpulan fakta-fakta dari fenomena yang terjadi dengan hasil penelitian bersifat memahami suatu makna, keunikan, mengkonstruksi suatu fenomena dan mendapatkan hipotesis (Sugiyono, 2017). Penulis memaparkan fenomena yang terjadi di era literasi digital khususnya pada profesi pustakawan. Tantangan yang dihadapi oleh pustakawan, kriteria pemustaka di era literasi digital, peran pustakawan, dan strategi yang dapat dilakukan pustakawan dalam meningkatkan kualitas layanan di era literasi digital dari berbagai aspek. Sumber data yang diambil oleh penulis merupakan sumber data sekunder yaitu mengumpulkan data-data fakta berdasarkan artikel dengan teknik pengumpulan data secara observasi dan dokumentasi. Menemukan fakta mengenai kondisi pustakawan saat ini dan kondisi di era literasi digital saat ini. 36 INDONESIAN JOURNAL OF LIBRARIANSHIP III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan penyebaran pustakawan di seluruh kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri tidak merata dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Jumlah Pustakawan pada IPDN Kampus Pusat dan Daerah Jumlah No Sebaran Perpustakaan IPDN Pustakawan 1 Perpustakaan Jatinangor 19 orang 2 Perpustakaan Cilandak 3 Perpustakaan Sumatera Barat 1 orang 4 Perpustakaan Kalimantan Barat 5 Perpustakaan Sulawesi Utara 6 Perpustakaan Sulawesi Selatan 1 orang 7 Perpustakaan NTB 2 orang 8 Perpustakaan Papua - Jumlah Pemustaka 3.711 1.040 405 166 333 399 393 297 Sumber: Data Perpustakaan Institut Pemerintahan Dalam Negeri, 2020 Berdasarkan Tabel 1. menunjukkan jumlah pustakawan di perpustakaan Institut Pemerintahan Dalam Negeri hanya tersebar di wilayah Jatinangor (sebagai pusat) sebanyak 19 orang dengan jumlah pemustaka sebanyak 3.711 orang. Pustakawan di wilayah Sumatera Barat sebanyak 1 orang dengan jumlah pemustaka 405 orang. Pustakawan di wilayah Sulawesi Selatan sebanyak 1 orang dengan pemustaka 399 orang dan pustakawan di wilayah Nusa Tenggara Barat sebanyak 2 orang dengan jumlah pemustaka 393 orang. Dan untuk wilayah Cilandak, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, dan Papua tidak memiliki pustakawan sedangkan masing-masing wilayah ini memiliki pemustaka sebanyak 1.040 orang, 166 orang, 333 orang dan 297 orang. Berdasarkan jurnal penelitian oleh Rina membahas bahwa perpustakaan dan pustakawan adalah dua hal yang tak terpisahkan, dimana ada perpustakaan pasti ada pustakawan yang bernaung di bawahnya (Handayani, 2015). Namun, pada kenyataannya di beberapa wilayah perpustakaan Institut Pemerintahan Dalam Negeri masih ada perpustakaan yang tidak memiliki pustakawan. Sedangkan, pada era literasi digital saat ini pustakawan memiliki peranan dalam penunjang pengembangan ilmu pengetahuan. Peran strategis pustakawan dalam pengembangan ilmu pengetahuan sangatlah penting, karena perpustakaan merupakan sumber ilmu pengetahuan yang dikatakan valid atau legal. Sumber-sumber ilmu terpercaya yang sudah memiliki lisensi merupakan syarat dalam penyediaan bahan pustaka. Di era literasi digital pustakawan bukan hanya sebagai penyedia sumber-sumber bahan pustaka dalam bentuk buku akan tetapi dituntut untuk memberikan penyediaan sumber pustaka dalam bentuk digital. Tentunya dalam pengembangan peran pustakawan dibutuhkan kemampuan dalam memenuhi tuntutan perkembangan saat ini. Pernyataan Shapiro dan Hughes yang dikutip oleh Putu (Pendit, 2007) mengatakan bahwa kemampuan yang dimiliki pustakawan di era digital terdiri dari 7 (tujuh) hal yaitu: tool literacy; resource literacy; social-structural; research literacy; publishing literacy; emerging technology literacy; dan critical literacy. Tool literacy. Merupakan kemampuan dalam memahami dan menggunakan perangkat teknologi informasi baik secara teoretis maupun praktik, keterampilan dalam menggunakan perangkat lunak (software), perangkat keras (hardware), multimedia, dan lainnya. Pustakawan dituntut menguasai teknologi komputer, smartphone dan perangkat lainnya dalam melakukan pelayanan kepada pemustaka. Pelayanan di era literasi digital ini 37 HOW DO LIBRARIANS SERVE USERS IN DIGITAL LITERACY ERA? tidak menuntut sepenuhnya para pemustaka bertatap muka langsung dengan petugas layanan perpustakaan. Pada umumnya pustakawan Institut Pemerintahan Dalam Negeri sudah memahami penggunaan teknologi perangkat keras dan perangkat lunak. Adanya program kerja yang terdiri dari pelaksanaan pelatihan pustakawan secara terjadwal dan evaluasi kemampuan pustakawan secara berkesinambungan (evaluasi kinerja masing-masing personal) adalah salah satu upaya agar kualitas pustakawan tetap terjaga. Permasalahan yang dihadapi pustakawan Institut Pemerintahan Dalam Negeri adalah kurang idealnya jumlah pustakawan di masing-masing kampus daerah. Penelitian oleh Ahmad dan Erni menunjukkan bahwa kapabilitas teknologi informasi akan meningkatkan koordinasi dan kecepatan respon dalam perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan sehingga keunggulan kompetitif dan kinerja perusahaan dapat dipertahankan ataupun ditingkatkan (Sidiq & Astutik, 2017). Selaras dengan hasil penelitian tersebut, teknologi informasi telah dimanfaatkan oleh pustakawan dan staff perpustakaan Institut Pemerintahan Dalam Negeri dalam upaya pengawasan dan pemenuhan ketersediaan bahan pustaka di masingmasing daerah. Melalui teknologi internet perpustakaan daerah memberikan informasi berkaitan tentang kebutuhan, kendala dan berbagi solusi tentang kegiatan operasional perpustakaan tanpa tatap muka. Dengan waktu yang singkat, cepat, koordinasi dan kewenangan yang jelas kebutuhan pemustaka di perpustakaan daerah dapat terpenuhi. Tentunya pustakawan pun harus memahami tool literacy pada setiap perubahan teknologi salah satunya di era literasi digital saat ini agar kualitas perpustakaan tetap terjaga dan berkembang jauh lebih baik. Penggunaan media online baik situs e-library yang dapat diakses pada komputer maupun aplikasi perpustakaan pada smartphone sudah harus dimiliki oleh seluruh perpustakaan di masa kini. Perpustakaan Institut Pemerintahan Dalam Negeri telah memiliki e-library, namun masih belum dapat dipergunakan secara maksimal. Diharapkan dapat terus diperbaharui sehingga pemustaka dapat menggunakannya dalam pemanfaatan pelayanan. Resource literacy. Merupakan kemampuan dalam memahami bentuk, konsep, lokasi dan cara untuk mendapatkan informasi pada jaringan informasi yang berkembang secara berkesinambungan. Di era literasi digital saat ini pustakawan dituntut untuk lebih peka dan membaca keadaan dalam penerapan pelayanan dan penyediaan bahan pustaka. Perkembangan ilmu pengetahuan menjadi titik acuan dalam menentukan konsep perpustakaan yang akan disajikan kepada pemustaka. Informasi yang dibutuhkan bukan hanya dalam bahan pustaka akan tetapi tampilan yang akan disajikan oleh pustakawan sehingga menarik minat pemustaka pada umumnya sehingga terjadi peningkatan dalam penggunaan media online sebuah perpustakaan. Hartoyo mengatakan Pengembangan aplikasi online yang mempercepat akses informasi dan diseminasi informasi pun disajikan lebih lengkap dan berkualitas. Maka, tidak heran jika angka kunjungan dan pemanfaatan layanan perpustakaan meningkat hingga 300% bila dibandingkan pada tahun sebelumnya (Darmawan, 2019). Perlunya resource literacy dimiliki pustakawan agar tujuan suatu perpustakaan dapat sesuai target dan pemustaka dapat dengan mudah mendapatkan informasi yang valid. Adapun cara mendapatkan informasi yang berkesinambungan, pustakawan dapat bekerja sama dengan pihak penerbit, guru, dosen, tim pengajar lainnya, dan para peneliti lainnya. Training atau pun pelatihan perlu dilakukan dalam menunjang perubahan dan penambahan informasi yang secara berkelanjutan terus mengalami perubahan. Di era literasi digital saat ini pustakawan Institut Pemerintahan Dalam Negeri telah memiliki kemampuan dalam memahami bentuk bahan pustaka yang tidak hanya buku saja. E-journal, e-book, e-magaine, e-bulletin dan laporan akhir online merupakan suatu bentuk 38 INDONESIAN JOURNAL OF LIBRARIANSHIP bahan pustaka yang telah disediakan perpustakaan Institut Pemerintahan Dalam Negeri terhadap pemustaka. Namun, belum berjalan maksimal sehingga pustakawan harus fokus dalam pengembangan bahan pustaka secara digital agar informasi yang dimiliki terus diperbaharui. Social-structural literacy. Merupakan pengetahuan atas kebenaran informasi yang disediakan oleh berbagai pihak dalam masyarakat. Berbeda halnya dengan media sosial yang disediakan oleh berbagai macam perusahaan dalam menarik perhatian masyarakat yang pada dasarnya masih diragukan kebenaran informasinya. Informasi yang disediakan media sosial lain dapat berisi tentang suatu hal positif dan negatif sehingga masyarakat harus memilih sendiri kebenaran dari informasi yang disajikan. Sedangkan perpustakaan online seharusnya merupakan satu-satunya media online yang menyediakan informasi secara akurat dan terpercaya. Namun pada kenyataannya media sosial lain lebih banyak diminati oleh masyarakat dibandingkan layanan perpustakaan online. Padahal nilai tambah yang dimiliki oleh perpustakaan ini menjadi salah satu strategi pustakawan dalam menarik minat masyarakat sebagai pemustaka dalam pencarian informasi sesuai dengan kenyataan. Pengembangan perpustakaan dalam bentuk e-library ini dapat dikembangkan disesuaikan dengan keinginan pemustaka. Sehingga pemustaka dapat mencari informasi, mengumpulkan informasi terkait yang dibutuhkan dapat dengan mudah. Pengendalian data informasi dalam berbagai bidang pun harus terus dilakukan oleh pustakawan. Prosedur dalam proses pengklasifikasian bahan pustaka telah dijalankan oleh pustakawan Institut Pemerintahan Dalam Negeri sehingga terjamin informasi yang disediakan adalah benar. Pengawasan dalam penyampaian informasi oleh narasumber pun telah dilakukan pustakawan Institut Pemerintahan Dalam Negeri sebelum dipublikasikan dan dikonsumsi oleh pemustaka. Research literacy. Merupakan kemampuan menggunakan peralatan berbasis teknologi informasi dalam melakukan riset. Perkembangan pengetahuan selaras dengan perkembangan riset yang dilakukan oleh berbagai narasumber (peneliti). Dalam melakukan penelitian bukan hanya dibutuhkan data yang aktual akan tetapi alat dalam melakukan riset atau penelitian. Di era digital saat ini peralatan riset berbasis teknologi merupakan perangkat yang harus dikuasai dalam mempermudah proses penyampaian hasil dari riset yang telah dilakukan. Di era digital saat ini, pustakawan pun memiliki tuntutan dalam melakukan penelitian dalam menunjang perkembangan informasi berbasis online. Kemampuan ini dibutuhkan bagi pustakawan di era literasi digital dikarenakan teknologi dapat dimanfaatkan untuk mencapai kemandirian dan daya saing. Tujuan penggunakan teknologi informasi dalam riset yaitu memberi kemudahan untuk meningkatkan kemampuan inovasi, meningkatkan produktivitas, dan menumbuhkan sinergi antar instansi terkait. Peralatan atau perangkat berbasis teknologi informasi dalam riset berupa perangkat lunak yang digunakan dalam mengolah data-data yang digunakan dalam penelitian. Peralatan pun disesuaikan dengan kebutuhan peneliti yang disesuaikan dengan metode penelitian yang akan digunakan. Beberapa pustakawan Institut Pemerintahan Dalam Negeri telah menggunakan teknologi dalam melakukan penilaian kepuasan pelanggan (pemustaka). Pustakawan telah menyebarkan angket dalam bentuk digital sehingga tidak perlu melakukan riset tentang kualitas pelayanan secara tatap muka. Selain efektif, hal ini memudahkan pustakawan untuk mengetahui permasalahan, menanggapi masalah dan memberikan solusi dalam pencapaian pemanfaatan perpustakaan secara maksimal. Publishing literacy. Merupakan kemampuan dalam memberikan informasi dan ide ilmiah yang dipublikasikan pada masyarakat dalam pemanfaatan komputer dan internet. Menurut penelitian yang dilakukan Agung menyimpulkan bahwa publikasi ilmiah 39 HOW DO LIBRARIANS SERVE USERS IN DIGITAL LITERACY ERA? merupakan kekayaan sebuah perpustakaan yang seharusnya terus menerus diperbaharui selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan (Nugrohoadhi, 2017). Pustakawan dituntut untuk memiliki kemampuan dalam penggunaan perangkat sistem informasi adalah untuk memberikan informasi kepada pemustaka melalui media digital. Dibutuhkan kebijakan dalam pemilihan media digital yang tepat dalam penyediaan informasi ilmu pengetahuan. Peran pustakawan Institut Pemerintahan Dalam Negeri dalam mengolah sumbersumber informasi yang telah tersedia untuk dapat dimanfaatkan secara maksimal dengan pemanfaatan komputer dan internet sebagai akses publikasi. Selama ini pustakawan Institut Pemerintahan Dalam Negeri telah mengolah bahan pustaka secara manual bekerja sama dengan penerbit. Namun, perpustakaan Institut Pemerintahan Dalam Negeri saat ini sedang mengembangkan jurnal publikasi penelitian, dimana peran pustakawan adalah ikut meneliti, menyeleksi dan memperbaiki agar informasi yang diberikan sesuai dengan ketentuan dan menjaga agar prosedur publikasi jurnal berjalan sesuai aturan. Pustakawan pun mengkoordinir informasi-informasi dan ide ilmiah yang didapat dari pengelola program studi, pengajar dan peneliti lainnya. Sehingga penyampaian informasi secara digital melalui internet dapat dilakukan setiap saat dan berkembang sesuai dengan ilmu pengetahuan yang ada. Emerging technology literacy. Merupakan kemampuan yang secara berkesinambungan menyesuaikan dengan perkembangan teknologi dan bersama tim menentukan sasaran pemanfaatan layanan informasi untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan. Peran pustakawan dalam “research and development” dalam menghadapi tantangan perkembangan ilmu dan teknologi harus dikembangkan sehingga maksud dan tujuan perpustakaan di era literasi digital ini dapat terus ada. Research dan development merupakan suatu kegiatan melakukan penelitian dan melakukan pengembangan dari suatu objek sehingga menghasilkan sesuatu yang memiliki nilai lebih baik untuk pemanfaatan suatu tujuan. Pustakawan Institut Pemerintahan Dalam Negeri masih belum mampu secara maksimal melakukan inovasi yang berhubungan dengan teknologi internet di perpustakaan. Pemanfaatan perpustakaan digital hanya dapat diakses dalam jaringan lokal. E-library perpustakaan Institut Pemerintahan Dalam Negeri telah disediakan namun masih terlihat sederhana. Kemampuan pustakawan masih perlu ditingkatkan sehingga selain e-library, m-library dapat disediakan perpustakaan sehingga dapat diakses dengan menggunakan smartphone dalam upaya penyesuaian perubahan teknologi secara terus-menerus sehingga peningkatan ketertarikan pemustaka akan terus ada. Critical literacy. Merupakan kemampuan dalam mengevaluasi secara kritis dalam penentuan penggunaan teknologi informasi dalam kegiatan ilmiah. Tentunya dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era literasi digital ini dibutuhkan inisiatif pustakawan yang memiliki daya saing dalam pencapaian tujuan perpustakaan. Tidak hanya perkembangan ilmu pengetahuan, dibutuhkan penggunaan teknologi maksimal agar dapat mengevaluasi proses dalam pencapaian tujuan sehingga kegiatankegiatan operasional dapat dilakukan lebih mudah dan jauh lebih baik. Selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang terus-menerus dilakukan, penggunaan teknologi informasi sebagai pendukung kegiatan ilmiah pun akan terus menyesuaikan dan berkembang sesuai kebutuhan. Kemampuan pustakawan dalam menjalankan kegiatan operasional perpustakaan tidak hanya melihat dalam sudut pandang hasil dari kegiatan ilmiah yang dilakukan peneliti bahkan oleh pustakawan sendiri. Pustakawan dituntut untuk membantu proses dalam pengembangan ilmu pengetahuan dengan menyediakan alat pengolah data dan informasi sehingga menghasilkan suatu informasi dengan lebih mudah. 40 INDONESIAN JOURNAL OF LIBRARIANSHIP Kerjasama yang dilakukan pustakawan Institut Pemerintahan Dalam Negeri kampus pusat, antar kampus daerah dan para pengajar akademik selalu dilakukan. Evaluasi kualitas perpustakaan selalu dilakukan oleh pustakawan. Hal ini terbukti dengan penerapan Standar Nasional Perpustakaan Perguruan Tinggi oleh perpustakaan dan penerapan ISO 9001-2008 dalam upaya peningkatan kualitas sebagai pencapaian target kepuasan pemustaka. Kerjasama dan komunikasi yang baik dapat mempermudah penyelesaian yang dapat menghambat pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini harus dilakukan secara berkelanjutan sesuai perkembangan ilmu dan persepsi masyarakat sebagai pemustaka dalam mencari informasi yang dibutuhkan dan diinginkan. Diskusi Temuan Utama Penelitian. Dalam penelitian ini penulis menemukan fakta bahwa pernyataan oleh Supriyanto mengenai jumlah pustakawan yang tidak merata menjadi kendala dan terhambatnya perkembangan perpustakaan di era literasi digital (Supriyanto, 2012). Hal tersebut terbukti dengan adanya jumlah pustakawan yang tidak merata di lingkungan perpustakaan Institut Pemerintahan Dalam Negeri. Jumlah pustakawan terbanyak ditemukan berada di lingkungan perpustakaan Institut Pemerintahan Jatinangor yang merupakan pusat pendidikan. Sedangkan di empat wilayah kampus tidak memiliki pustakawan yaitu terletak di perpustakaan IPDN Cilandak (Jakarta), IPDN Kalimantan Barat, IPDN Sulawesi Utara dan IPDN Papua. Dengan jumlah sebanyak 19 pustakawan di perpustakaan pusat terlihat ketidakseimbangan sumber daya manusia untuk perpustakaan daerah lainnya yang semestinya terdapat minimal 1 orang pustakawan demi terjaminnya kualitas pelayanan dan pengembangan perpustakaan yang merata di seluruh wilayah kampus. IV. KESIMPULAN Perkembangan ilmu pengetahuan di era literasi digital berkaitan dengan profesi pustakawan. Perubahan peran strategis pustakawan dalam menghadapi tantangan masyarakat sebagai pemustaka di era literasi digital sangat dibutuhkan. Untuk menghadapi pemustaka berbagai karakteristik, pustakawan dituntut untuk memiliki kemampuan dasar yaitu: tool literacy (kemampuan memahami teknologi secara teori dan praktek), resource literacy (kemampuan untuk mendapatkan informasi secara berkesinambungan), socialstructural literacy (memiliki pengetahuan dalam menentukan kebenaran informasi), research literacy (kemampuan dalam penggunaan peralatan berbasis teknologi informasi), publishing literacy (kemampuan mempublikasikan informasi kepada masyarakat dengan menggunakan komputer dan internet), emerging technology literacy (kemampuan pengembangan informasi dan pemanfaatan yang tepat sasaran), dan critical literacy (kemampuan melakukan evaluasi secara berkesinambungan dalam penggunaan teknologi informasi). Kemampuan yang harus dimiliki oleh pustakawan ini dapat terwujud jika pustakawan memiliki kualifikasi secara personal yaitu sadar dasar, sadar ajar dan sadar kembang. Terwujudnya peran pustakawan di era literasi digital ini pun dibutuhkan dukungan akademis dan Pemerintahan dalam penggunaan perpustakaan online, penyediaan teknologi, penyebaran sumber daya manusia yang merata, pengembangan kemampuan yang dimiliki pustakawan dan bimbingan dari Pemerintahan untuk membangun perpustakaan yang jauh lebih baik lagi. Diskusi Keterbatasan Penelitian. Keterbatasan penelitian ini adalah hanya menganalisis ketidakmerataan jumlah pustakawan dengan mengandalkan potensi yang dimiliki pustakawan dalam menghadapi tantangan di era literasi digital. Penelitian kuantitatif sebaiknya perlu dilakukan untuk mengetahui standar idealnya jumlah pustakawan berdasarkan jumlah pemustaka di masing-masing daerah sehingga jumlah 41 HOW DO LIBRARIANS SERVE USERS IN DIGITAL LITERACY ERA? ideal pustakawan dapat diketahui. Keterbatasan waktu dalam penelitian dan penelitian yang akan meluas dalam prosesnya maka penelitian dilakukan penulis hanya berupa kualitatif. Keterbatasan data jumlah koleksi, luas gedung perpustakaan, jam operasional real yang diterapkan masih perlu banyak data yang diambil agar bukan hanya saja kemampuan pustakawan yang terus berkembang. Akan tetapi faktor-faktor pendukung dalam memajukan perpustakaan di era literasi digital saat ini. Diskusi Arah Masa Depan Penelitian (future work). Analisis penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi terhadap temuan serupa pada lingkungan yang berbeda. Penelitian ini telah memperluas dari hasil penelitian sebelumnya dimana langkah utama penanganan penyebaran pustakawan yang tidak merata salah satunya dapat memanfaatkan teknologi yang disediakan di era literasi digital. Tentunya dengan menjamin bahwa kemampuan pustakawan sejalan dengan kondisi pada era literasi digital saat ini. Dan diharapkan bagi penelitian selanjutnya peran pustakawan pada era literasi digital ini dapat memberikan solusi berbeda dengan sudut pandang yang berbeda sehingga dapat memaksimalkan peran strategis pustakawan pada masa pengembangan ilmu pengetahuan yang terus berubah. Menganalisis mengenai jumlah idealnya pustakawan untuk menjamin strategis yang sebaiknya dilakukan oleh pustakawan secara terus menerus. V. UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kepada Allah SWT (Tuhan Yang Maha Esa) atas seizin-Nya kami berharap dapat berperan aktif di bidang kepustakawanan. Sahabat pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan IPDN kampus pusat dan daerah, salam literasi. VI.DAFTAR REFERENSI Andayani, U. (2018). Strategi Penegmbangan Kompetensi Pustakawan Akademik Sebagai Blended Librarian Dalam Penyediaan Layanan Perpustakaan Di Era Keilmuan Digital. Al-Maktabah, 17, 13–24. http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/almaktabah/article/download/11061/5684 Ayuditya, A., Wijaya, M., & Sase, M. M. (2020). Pustakawan VS Digital Library; Transformasi dalam dunia kepustakaan – YONULIS. Yonulis. https://yonulis.com/2020/03/19/pustakawan-vs-digital-librarytransformasi-dalam-dunia-kepustakaan/ Darmawan, H. (2019). Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Berita Perpustakaan Nasional RI. https://www.perpusnas.go.id/newsdetail.php?lang=id&id=190520063601rGScOq8zZl Ganggi, R. I. P. (2018). Mempersiapkan Pustakawan Multitasking untuk Melayani Pemustaka Generasi Z. Anuva, 2(3), 299–305. https://doi.org/10.14710/anuva.2.3.299-305 Handayani, R. (2015). Personal Branding Pustakawan. Pustakaloka, 7(1), 101–110. https://docplayer.info/73797256-Personal-branding-pustakawan-diperpustakaan.html Nugrohoadhi, A. (2017). Pemanfaatan Publikasi Ilmiah di Perguruan Tinggi. Pustakaloka, 9(2), 266–282. https://doi.org/10.21154/pustakaloka.v9i2.1087 Pendit, P. L. S. (2007). Perpustakaan Digital : Perspektif Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia. CV. Sagung Seto. 42 INDONESIAN JOURNAL OF LIBRARIANSHIP Rahmawati, L. (2012). Peran Pustakawan Perguruan Tinggi Dalam Era Informasi & Digitalisasi. Jurnal Ta’lim, 2(3), 105–133. https://idr.uin-antasari.ac.id/7592/ Rumani, S. (2018). Profesi Pustakawan di Era Disrupsi 4.0 Halaman 1 Kompasiana.com. Kompasiana. https://www.kompasiana.com/srirumani/5a90dfa5f13344690749dfc2/mela yani-denganhati-bukan-emosi Sidiq, A., & Astutik, E. P. (2017). Analisis Kapabilitas Teknologi Informasi Terhadap Kinerja Bisnis Ukm Dengan Orientasi Pelanggan Sebagai Variabel Intervening (Studi pada UKM Sektor Manufaktur di Wilayah Solo Raya). 32(1), 9–27. https://media.neliti.com/media/publications/163473-ID-analisis-kapabilitasteknologi-informasi.pdf Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. CV. Alfa Beta. Supriyanto. (2012). Karakteristik Pustakawan Profesional. Media Pustakawan, 19(2), 5–11. https://ejournal.perpusnas.go.id/mp/article/view/858/841 Susanti R, M. (2018). Transformasi Pustakawan Dan Perpustakaan Di Era Digital. Al Makhatab, 3(1), 1–7. https://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/almaktabah/article/view/122 2/1034 Wahyudi, P. I. H. (2017). Pentingnya Keterampilan Digital Literasi Bagi Pustakawan. Khizanah Al-Hikmah : Jurnal Ilmu Perpustakaan, Informasi, Dan Kearsipan, 5(2), 187–195. https://doi.org/10.24252/kah.v5i2a6 43