Institut Riset dan Publikasi Indonesia (IRPI) MALCOM: Indonesian Journal of Machine Learning and Computer Science Journal Homepage: https://journal. id/index. php/malcom Vol. 5 Iss. 3 July 2025, pp: 841-850 ISSN(P): 2797-2313 | ISSN(E): 2775-8575 Implementation of Computer Vision for Detecting Diseases in Chili and Tomato Plants Using the Convolutional Neural Networks Method Implementasi Computer Vision dalam Mendeteksi Penyakit pada Tanaman Cabai dan Tomat Menggunakan Algoritma Convolutional Neural Networks Deris Pakiding1*. Ahmad Selao2. Wahyuddin3 1,2,3 Program Studi Teknik Informatika. Fakultas Teknik. Universitas Muhammadiyah Parepare. Indonesia E-Mail: 1pakidingd86@gmail. ahmadselao@umpar. id, 3wahyuddin081090@gmail. Received Mar 03rd 2025. Revised May 20th 2025. Accepted Jun 06th 2025. Available Online Jun 23th 2025. Published Jun 23th 2025 Corresponding Author: Deris Pakiding Copyright A 2025 by Authors. Published by Institut Riset dan Publikasi Indonesia (IRPI) Abstract Computer Vision is widely used in agriculture to detect plant diseases automatically. This study develops a web-based application using Convolutional Neural Networks (CNN) to detect diseases in chili and tomato plants. The application was built using HyperText Markup Language (HTML). Cascading Style Sheets (CSS). Python. JavaScript, and Flask, allowing users to upload plant images for classification. The CNN model achieved 91% training accuracy. When tested on a separate dataset, the model maintained a high accuracy of 91%. However, in real-world detection via the application, accuracy dropped to 75%, likely due to lighting, image quality, and dataset differences. Misclassifications were most common in Chili Leaf Curl 50% and Tomato Normal 40% from 10 test samples each. Performance evaluation using precision, recall, and F1-score showed that Chili Leaf Curl had the highest recall of 0. 9619 and precision of 0. In contrast. Tomato Late Blight had the lowest recall, 0. 7594, and F1-score, 0. 8510, indicating classification challenges. Heatmap analysis showed the model focused on specific image features, but not always on the disease areas. Further improvements in data preprocessing, image augmentation, and model architecture are needed to enhance accuracy and reduce Keyword: Computer Vision. Convolutional Neural Networks. Disease. Plant. Python Abstrak Computer Vision banyak diterapkan dalam bidang pertanian untuk mendeteksi penyakit tanaman secara otomatis. Penelitian ini mengembangkan aplikasi berbasis web menggunakan Algoritma Convolutional Neural Networks (CNN) untuk mendeteksi penyakit pada tanaman cabai dan tomat. Aplikasi ini dibangun dengan HyperText Markup Language (HTML). Cascading Style Sheets (CSS). Python. JavaScript, dan Flask, memungkinkan pengguna mengunggah gambar tanaman untuk diklasifikasikan. Model CNN mencapai akurasi pelatihan 91%. Saat diuji menggunakan dataset terpisah, model memperoleh akurasi tinggi. Namun, setelah diterapkan dalam aplikasi untuk deteksi nyata, akurasi menurun menjadi 75%, yang bisa disebabkan oleh kondisi pencahayaan, kualitas gambar, dan perbedaan dataset. Kesalahan untuk deteksi nyata terutama terjadi pada kelas Cabai Leaf Curl 50% dan Tomat Normal 40% dari masing-masing 10 kali uji deteksi Analisis kinerja model menggunakan precision, recall, dan F1-score menunjukkan bahwa Cabai Leaf Curl memiliki recall tertinggi sebesar 0. 9619 dan memiliki precision tertinggi 0. Sementara pada Tomat Late Blight mendapatkan skor terendah pada Recall 0. 7594 dan F1-Score 0. 8510, menunjukkan tantangan dalam klasifikasi. Analisis heatmap mengungkapkan bahwa model berfokus pada fitur gambar tertentu tetapi tidak selalu pada area penyakit. Peningkatan kinerja melalui optimasi preprocessing data, augmentasi gambar, dan arsitektur model yang lebih kompleks diperlukan untuk meningkatkan akurasi serta mengurangi kesalahan klasifikasi. Kata Kunci: Computer Vision. Convolutional Neural Networks. Penyakit. Python. Tanaman DOI: https://doi. org/10. 57152/malcom. MALCOM-05. : 841-850 PENDAHULUAN Computer Vision merupakan bidang yang memungkinkan mesin untuk "Melihat" dengan menggunakan kamera dan komputer sebagai pengganti mata manusia untuk mengidentifikasi, melacak, dan mengukur objek sebelum diproses lebih lanjut secara digital . Kemajuan teknologi di bidang Computer Vision telah memberikan berbagai solusi inovatif dalam berbagai sektor, termasuk pertanian. Salah satu tantangan utama dalam pertanian adalah penyakit tanaman, yang dapat menurunkan produktivitas dan kualitas hasil panen secara signifikan. Cabai dan tomat merupakan komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi, namun rentan terhadap berbagai penyakit, seperti Leaf Curl pada cabai, serta Late Blight dan Early Blight pada tomat. Jika tidak terdeteksi secara dini, penyakit-penyakit ini dapat menyebabkan kerugian besar bagi petani . Deteksi penyakit tanaman secara manual sering kali memerlukan keahlian khusus dan membutuhkan waktu yang lama, sehingga kurang efisien jika diterapkan dalam skala luas. Oleh karena itu, diperlukan sistem otomatis yang mampu mengidentifikasi penyakit tanaman dengan akurasi tinggi. Dalam beberapa tahun terakhir. Convolutional Neural Networks (CNN) telah menjadi salah satu pendekatan deep learning yang banyak digunakan dalam analisis citra, termasuk dalam deteksi penyakit tanaman . CNN mampu mengenali pola visual pada gambar tanaman untuk membedakan antara kondisi sehat dan kondisi yang terinfeksi penyakit. Implementasi CNN dalam bidang pertanian juga telah dilakukan oleh beberapa penelitian sebelumnya. Penelitian oleh Rasywir et al. mengembangkan sistem diagnosis penyakit kelapa sawit menggunakan Algoritma CNN dengan tujuan mempercepat proses identifikasi penyakit tanpa keterlibatan langsung tenaga ahli . Model yang dilatih menggunakan citra dari Dinas Perkebunan Provinsi Jambi ini mampu mencapai akurasi rata-rata sebesar 87%, yang menunjukkan potensi besar CNN dalam membantu petani mengenali penyakit secara otomatis dan efisien. Selain itu. Sya'bani et al. berhasil menerapkan CNN untuk klasifikasi buah segar dan busuk . pel merah, pisang, dan jeruk mandari. , serta mengintegrasikan model ke dalam perangkat Android melalui TFLite, sehingga memberikan kemudahan akses dan implementasi secara mobile . Penelitian lain oleh Lesmana et al. menunjukkan bahwa CNN juga efektif dalam mengidentifikasi penyakit pada daun kentang seperti Early Blight dan Late Blight, dengan tingkat akurasi validasi mencapai 99% dari 5400 citra yang digunakan . Ketiga penelitian ini menunjukkan bahwa algoritma CNN sangat potensial untuk diterapkan dalam deteksi penyakit tanaman secara otomatis dan dapat menjadi solusi inovatif untuk permasalahan yang dihadapi petani di lapangan. Penelitian ini mengembangkan aplikasi berbasis web yang tidak hanya berfokus pada satu jenis tanaman atau kondisi, tetapi mencakup dua komoditas sekaligus, yaitu cabai dan tomat, dengan masing-masing memiliki jenis penyakit yang berbeda (Leaf Curl. Early Blight. Anthracnose, dan Late Bligh. Selain itu, aplikasi ini memungkinkan pengguna untuk mengunggah gambar tanaman secara langsung melalui antarmuka web, sehingga dapat digunakan oleh pengguna tanpa harus memasang aplikasi secara lokal. Perbedaan lainnya terletak pada pengujian model dalam kondisi nyata. namun, berdasarkan hasil pengujian, akurasi deteksi penyakit pada aplikasi ini mencapai 75%, lebih rendah dibandingkan akurasi model saat pelatihan yang mencapai 91%. Disparitas ini kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor seperti perbedaan pencahayaan, kualitas gambar, sudut pengambilan gambar, serta distribusi data antara dataset pelatihan dan data uji. Pendekatan yang dapat diterapkan untuk meningkatkan akurasi dan mengurangi misklasifikasi antara lain adalah optimalisasi prapemrosesan data, teknik augmentasi gambar, serta penggunaan arsitektur model yang lebih kompleks. Dengan pengembangan lebih lanjut, diharapkan sistem ini dapat memberikan solusi yang lebih akurat dan efisien dalam mendeteksi penyakit tanaman cabai dan tomat di dunia METODE PENELITIAN Penelitian ini melakukan implementasi Computer Vision dalam mendeteksi penyakit tanaman melalui citra menggunakan Algoritma CNN. Algoritma ini dipilih karena kemampuannya melakukan ekstraksi fitur spasial dan tekstural secara otomatis tanpa rekayasa fitur manual yang sangat penting untuk mengenali beragam gejala penyakit pada sayuran seperti kentang, tomat, cabai, mentimun, dan kubis . Selain itu, survei terhadap 100 publikasi terkini menyimpulkan bahwa Deep CNN (DCNN) yang dilatih pada dataset citra daun nyata mampu mendeteksi penyakit sejak tahap awal . arly detectio. dengan akurasi tertinggi, sehingga intervensi dapat dilakukan lebih cepat sebelum penyebaran penyakit meluas . Studi-studi tersebut juga menunjukkan bahwa CNN berskala baik dalam menangani kumpulan data besar seperti PlantVillage dengan metrik performa . kurasi, presisi, recal. yang konsisten tinggi . Namun, kompleksitas komputasi, kebutuhan data pelatihan yang besar, dan potensi overfitting tetap menjadi tantangan utama. Berbagai pendekatan termasuk augmentasi data, regularisasi, dan fine-tuning arsitektur dipaparkan sebagai solusi untuk meningkatkan generalisasi dan mengurangi risiko tersebut . Dengan fondasi ini, dapat dikatakan bahwa CNN menjadi salah satu algoritma terbaik untuk kasus deteksi penyakit tanaman berbasis citra, baik dari segi akurasi klasifikasi maupun kemampuan deteksi dini. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan implementasi computer vision dalam mendeteksi penyakit tanaman melalui citra menggunakan Algoritma CNN. Proses dan tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Implementasi Computer Vision Dalam Mendeteksi PenyakitA (Pakiding et al, 2. ISSN(P): 2797-2313 | ISSN(E): 2775-8575 Gambar 1. Metodologi Penelitian Pengumpulan Data (Data Acquisitio. pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui dua metode utama, yaitu pemanfaatan dataset publik dan pengambilan gambar secara mandiri. Dataset Publik (PlantVillage - Kaggl. Dataset ini digunakan sebagai sumber utama karena memiliki label yang jelas dan variasi gambar yang Sebelum digunakan, dataset diproses dengan pengecekan kualitas, penyesuaian ukuran, dan pengelompokan ulang menjadi enam kelas utama. Cabai Antraknosa. Cabai Normal. Cabai Leaf Curl. Tomat Normal. Tomat Early Blight, dan Tomat Late Blight. Dataset Mandiri Gambar diambil langsung menggunakan kamera dengan berbagai pencahayaan, sudut, dan latar belakang untuk meningkatkan performa model. Ini membantu mengidentifikasi tantangan seperti perbedaan kualitas gambar dan variasi lingkungan. Explore the Dataset Eksplorasi data dilakukan untuk mendapatkan wawasan lebih dalam mengenai karakteristik dataset yang digunakan . Proses ini mencakup analisis distribusi kategori penyakit tanaman, jumlah sampel per kelas, serta pemeriksaan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi performa model, seperti variasi pencahayaan, sudut pengambilan gambar, dan latar belakang gambar. Dengan memahami pola-pola ini, peneliti dapat mengidentifikasi potensi ketidakseimbangan data, menentukan langkah-langkah preprocessing yang diperlukan, serta menyesuaikan strategi augmentasi guna meningkatkan akurasi dan generalisasi model dalam mendeteksi penyakit tanaman. Data Preparation Data preparation berperan dalam memastikan bahwa data pelatihan memiliki kualitas yang baik dan Tahapan ini mencakup proses data preprocessing untuk menstandarkan input serta data augmentation untuk meningkatkan keragaman data . Kedua proses ini saling melengkapi guna menghasilkan model yang akurat dan mampu melakukan generalisasi dengan baik. Data Preprocessing Preprocessing menjadi tahap awal yang bertujuan menyiapkan gambar agar kompatibel dengan arsitektur model serta dapat diproses secara efisien. Pada penelitian ini dilakukan Resizing (Penyesuaian Ukura. Seluruh gambar disesuaikan ke ukuran 256 y 256 piksel agar sesuai dengan spesifikasi input Proses ini dilakukan tanpa mengurangi kualitas gambar serta mempertahankan connected components, yaitu bagian gambar yang merepresentasikan objek utama. Penyesuaian ukuran penting untuk menjamin konsistensi format input selama pelatihan . MALCOM - Vol. 5 Iss. 3 July 2025, pp: 841-850 MALCOM-05. : 841-850 Data Augmentation Augmentasi data bertujuan untuk memperkaya variasi citra dalam data pelatihan tanpa harus menambah jumlah gambar secara manual. Teknik ini memungkinkan model belajar mengenali objek dalam berbagai kondisi yang berbeda, sehingga memperkuat kemampuan generalisasi. Beberapa teknik augmentasi yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: Rotation (Rotas. Gambar diputar dalam berbagai sudut untuk mensimulasikan variasi orientasi objek. Teknik ini membantu model tetap akurat meskipun objek tidak selalu berada dalam posisi yang sama. Flipping (Pencermina. Flipping dilakukan secara horizontal untuk menciptakan citra bayangan dari gambar asli. Teknik ini berguna dalam kasus di mana objek dapat muncul dengan arah yang berlawanan, sehingga model tidak menjadi bias terhadap arah tertentu. Brightness and Contrast Adjustment (Penyesuaian Kecerahan dan Kontra. Tingkat kecerahan dan kontras citra diubah untuk mengakomodasi berbagai kondisi Penyesuaian ini membantu meningkatkan kejelasan objek serta mempertahankan detail penting dalam gambar . Convolutional Neural Network (CNN) CNN merupakan jenis arsitektur jaringan saraf tiruan atau turunan dari ilmu neural network. CNN telah merevolusi bidang ML dengan kemampuannya untuk secara otomatis mengekstraksi fitur-fitur yang relevan dari citra data. komponen utama CNN, termasuk lapisan-lapisan yang ada di dalamnya . Lapisan Konvolusi (Convolutional Laye. Digunakan untuk mengekstraksi fitur dari gambar dengan operasi konvolusi, menggantikan perkalian matriks yang biasa digunakan dalam jaringan saraf tiruan tradisional. Operasi konvolusi memungkinkan jaringan mempelajari hubungan antara input dan output dengan lebih efisien, sehingga dapat menangkap fitur penting dalam gambar . Lapisan ini bekerja dengan menerapkan sejumlah filter konvolusi . yang digeser di seluruh citra input. Proses ini menghasilkan feature map, yang menyoroti keberadaan fitur tertentu seperti tepi, garis, tekstur, atau pola yang lebih kompleks. Setiap filter memiliki bobot . yang dapat dipelajari, yang diperbarui selama pelatihan untuk mengoptimalkan pengenalan pola . Persamaan Output neuron dari convolutional layer dapat ditulis pada persamaan 1 dan 2. yce Oe1 yce Oe1 yce Oe1 Ea yc Ocyc=0 OcycoycuA=0 ycuycn , ,yc A ,yco A . ycyc,yc,yco , ,yco ycycn,yc,yco = ycayco Ocyc=0 ycn A = ycn y ycEa yc dengan = { A yc = yc y ycyc yc Lapisan Aktivasi (Activation Laye. Setelah lapisan konvolusi, fungsi aktivasi non-linear seperti Rectified Linear Unit (ReLU) diterapkan untuk memperkenalkan non-linearitas dan membantu jaringan mempelajari hubungan kompleks antara fitur. ReLU mengubah nilai negatif menjadi nol, sementara nilai positif tetap, sehingga memperkuat fitur penting dan mempercepat proses pembelajaran. Keunggulan utama ReLU adalah beban komputasi yang lebih rendah dibandingkan fungsi aktivasi lainnya . = max. , yc. Lapisan Pooling Lapisan pooling digunakan untuk mengurangi dimensi spasial dari fitur-fitur yang ditemukan oleh lapisan konvolusi. Metode pooling yang umum adalah max pooling. Pooling membantu mengurangi jumlah parameter dalam jaringan dan menghasilkan fitur representasi yang lebih tahan terhadap pergeseran dan deformasi kecil pada citra. Ini juga membantu dalam menghindari overfitting dan membuat model lebih umum . Lapisan Fully Connected Menghubungkan semua neuron dari lapisan sebelumnya ke setiap neuron di lapisan berikutnya, seperti pada jaringan saraf tiruan biasa. Lapisan ini bertugas menggabungkan fitur yang diekstraksi untuk mempelajari hubungan kompleks dan melakukan klasifikasi. Pada tahap akhir, fungsi aktivasi Softmax dapat digunakan untuk mengubah output menjadi distribusi probabilitas, sehingga model dapat menentukan kelas dengan probabilitas tertinggi. Softmax menghitung nilai probabilitas setiap kelas dengan persamaan 4 . Implementasi Computer Vision Dalam Mendeteksi PenyakitA (Pakiding et al, 2. ISSN(P): 2797-2313 | ISSN(E): 2775-8575 cycn ) = yce ycycn Ocycyce ycycn Evaluasi Performa Model Evaluasi model pada CNN adalah proses untuk menilai kinerja dan akurasi model dalam mengklasifikasi objek atau matriks. Dilakukan melalui metode evaluation matrix yang menggunakan tabel Confusion Matrix. Confusion Matrix yakni metode visualisasi untuk hasil algoritma klasifikasi. Dalam kata lain ini merupakan tabel yang memecah jumlah instansi kebenaran dasar dari kelas tertentu terhadap jumlah instansi kelas yang diprediksi . Adapun evaluasi matriks yang dapat digunakan untuk menghitung nilai dari Accuracy. Precision. Recall dan F-1 Score dari performa model Machine Learning yang telah dilatih . Accuracy Akurasi dari pengklasifikasi diukur dengan metrik ini. Jumlah data yang diklasifikasikan dengan benar dibagi oleh total jumlah data untuk menghitung akurasi. Rumus untuk menghitung akurasi adalah sebagai berikut: yaycaycaycycycaycayc = ycNycE ycNycA ycNycE ycNycA yaycE yaycA Precision Presisi menunjukkan seberapa banyak data yang diprediksi sebagai positif yang diprediksi dengan Dengan kata lain, presisi yang tinggi berarti lebih sedikit false positives. Rumus untuk menghitung presisi adalah sebagai berikut : ycEycyceycaycnycycnycuycu = . ycNycE ycNycE yaycE Recall Recall adalah metrik untuk menentukan kelengkapan dari pengklasifikasi. Recall yang lebih tinggi menunjukkan false negatives yang lebih rendah, sementara recall yang lebih rendah menunjukkan false negatives yang lebih tinggi. Presisi sering kali menurun dengan peningkatan recall. Rumus untuk menghitung recall adalah sebagai berikut: ycIyceycaycaycoyco = ycNycE ycNycE yaycA F1-Score Untuk mendapatkan F1-Score, hasil kali dari recall dan precision dibagi oleh jumlah dari recall dan precision. Rumus untuk menghitung F1-Score adalah sebagai berikut: ya1 Oe ycIycaycuycyce = 2 ycu ycIyceycaycaycoyco ycu ycEycyceycaycnycycnycuycu ycIyceycaycaycoyco ycEycyceycaycnycycnycuycu Deployment Deployment adalah proses menerapkan model yang telah dilatih ke dalam aplikasi agar dapat digunakan oleh pengguna. Dalam penelitian ini, model CNN untuk deteksi penyakit tanaman diterapkan dalam aplikasi berbasis web dengan menggunakan Flask sebagai backend. Flask berfungsi untuk menangani permintaan dari pengguna dan menjalankan model AI dalam menghasilkan prediksi . Python digunakan sebagai bahasa pemrograman utama untuk membangun model, mengolah data, serta mengintegrasikan model dengan sistem . Sementara itu. JavaScript berperan dalam meningkatkan interaktivitas pada frontend, seperti menampilkan hasil prediksi secara dinamis di halaman web, sehingga pengalaman pengguna menjadi lebih responsif . HASIL DAN PEMBAHASAN Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dataset publik Plant Village dari kaggle dan dataset yang diambil secara mandiri menggunakan kamera gawai. Dataset yang digunakan dalam penelitian ini 734 data terbagi menjadi 6 . kelas dengan data yang terdiri dari citra daun tomat dan buah cabai dengan kondisi normal dan kondisi terserang penyakit, dengan distribusi data Pada Tabel 1 : Tabel 1. Distribusi data Kelas Cabai Normal MALCOM - Vol. 5 Iss. 3 July 2025, pp: 841-850 Jumlah Data MALCOM-05. : 841-850 Kelas Cabai Antraknosa Cabai leaf curl Tomat Normal Tomat Early Blight Tomat Late Blight Jumlah Data Dataset tersebut dibagi menjadi 3 bagian . plit datase. yakni Train Dataset. Validation Dataset, dan Test Dataset dengan rasio 70:15:15 dan juga dilakukan augmentasi data dengan teknik flipping, dan rotasi, contrast dan brightness. Gambar 2. Training Accuracy dan Loss Pada Gambar 2 merupakan Grafik akurasi yang menunjukkan tren positif di mana akurasi untuk data training dan validasi meningkat seiring bertambahnya epoch. Peningkatan ini mencerminkan bahwa model mampu mempelajari pola dalam data secara efektif. Pada tahap akhir training, terutama pada epoch ke-18 hingga ke-20 berada di kisaran 91%, akurasi training dan validasi berada pada tingkat yang hampir sama. Hal ini mengindikasikan bahwa model telah mencapai titik konvergensi, di mana kemampuan model untuk mempelajari data training dan generalisasi terhadap data validasi berada dalam keseimbangan. Menariknya, pada beberapa epoch awal, akurasi validasi terlihat lebih tinggi dibandingkan akurasi training. Ini menunjukkan bahwa model mampu melakukan generalisasi dengan baik pada data baru. Grafik loss memperlihatkan penurunan nilai loss untuk data training dan validasi seiring bertambahnya Penurunan ini menunjukkan bahwa model berhasil meminimalkan error dengan baik selama proses Pada sebagian besar epoch, loss validasi sedikit lebih tinggi dibandingkan loss training, yang merupakan hal umum karena model diuji pada data yang belum pernah dilihat sebelumnya. Selain itu, pada epoch-epoch akhir, nilai loss validasi cenderung stabil dan tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Pada Gambar 3 merupakan tampilan Confusion Matrix. Gambar 3. Confusion Matrix Implementasi Computer Vision Dalam Mendeteksi PenyakitA (Pakiding et al, 2. ISSN(P): 2797-2313 | ISSN(E): 2775-8575 Pada Tabel 2 menunjukkan Nilai pada diagonal utama . ari kiri atas ke kanan bawa. menunjukkan jumlah deteksi yang benar untuk setiap kelas. Tabel 2. Deteksi benar dataset test Kelas Aktual Cabai Antraknosa Cabai Normal Cabai Leaf Curl Tomat Normal Tomat Early Blight Tomat Late Blight Deteksi Benar Tabel 3. Deteksi salah pada dataset test Kelas Aktual Kesalahan Kelas Deteksi Jumlah Kesalahan Cabai Antraknosa Cabai Normal Cabai Antraknosa Tomat Early Blight Cabai Normal Cabai Antraknosa Cabai Normal Cabai Leaf Curl Cabai Normal Tomat Normal Cabai Leaf Curl Cabai Antraknosa Cabai Leaf Curl Tomat Early Blight Tomat Normal Tomat Normal Tomat Early Blight Tomat Late Blight Tomat Late Blight Cabai Leaf Curl Tomat Late Blight Tomat Normal Tomat Late Blight Tomat Early Blight Keterangan Beberapa sampel salah diklasifikasikan sebagai Cabai_Normal. Satu sampel salah diklasifikasikan sebagai Tomat Early Blight Sebagian kecil prediksi salah diarahkan ke Cabai_Anthracnose. Sebagian kecil kesalahan diarahkan ke Cabai leaf Satu kesalahan deteksi diarahkan ke Tomat Normal Kesalahan kecil kelas diarahkan ke Cabai Anthracnose Beberapa kesalahan diarahkan ke Tomat Normal kesalahan ke kelas Tomat Normal yang berbeda. Kesalahan cukup besar ke kelas yang mirip secara Kesalahan diarahkan ke kelas Cabai Leaf Curl Sebagian kecil Kesalahan diarahkan ke Tomat Normal Kesalahan terbesar antara dua kelas yang mirip secara visual. Kesalahan klasifikasi yang terjadi menunjukkan bahwa model mengalami kesulitan dalam membedakan beberapa kelas, terutama yang memiliki kemiripan visual. Pada tanaman cabai, kesalahan klasifikasi paling banyak terjadi pada Cabai Normal, di mana 3 sampel salah diklasifikasikan sebagai Cabai Antraknosa, 2 sampel sebagai Cabai Leaf Curl, dan 1 sampel sebagai Tomat Normal. Hal ini menunjukkan bahwa model mengalami kesulitan dalam membedakan kondisi cabai yang sehat dan yang mengalami penyakit tertentu, terutama yang memiliki gejala serupa seperti perubahan warna dan tekstur daun. Selain itu. Cabai Antraknosa juga mengalami beberapa kesalahan, dengan 4 sampel salah diklasifikasikan sebagai Cabai Normal dan 1 sampel salah terdeteksi sebagai Tomat Early Blight, yang menandakan adanya fitur visual yang tumpang tindih antara kelas tersebut. Cabai Leaf Curl juga mengalami kesalahan klasifikasi, di mana 1 sampel salah diklasifikasikan sebagai Cabai Antraknosa dan 3 sampel salah dikenali sebagai Tomat Normal, yang menunjukkan bahwa model kurang mampu membedakan ciri khas dari kondisi daun yang menggulung dengan kondisi normal tanaman tomat. Pada tanaman tomat, kesalahan terbesar terjadi antara Tomat Early Blight dan Tomat Late Blight, di mana masing-masing memiliki kesalahan silang dengan 2 sampel salah diklasifikasikan ke kelas yang Hal ini menunjukkan bahwa gejala visual kedua penyakit ini cukup mirip, seperti bercak dan perubahan warna daun, yang membuat model kesulitan dalam membedakannya. Selain itu. Tomat Early Blight juga memiliki 2 kesalahan klasifikasi ke Tomat Normal, yang menunjukkan bahwa beberapa sampel mungkin memiliki gejala ringan sehingga terdeteksi sebagai kondisi sehat. Pada Tomat Late Blight, terdapat 1 sampel yang salah diklasifikasikan sebagai Cabai Leaf Curl, yang bisa terjadi akibat pola visual tertentu yang menyerupai gejala penyakit pada cabai. Selain itu. Tomat Late Blight juga memiliki kesalahan yang cukup signifikan, dengan 4 sampel salah diklasifikasikan sebagai Tomat Normal dan 14 sampel salah dikenali sebagai Tomat Early Blight, yang memperkuat indikasi bahwa model mengalami kesulitan dalam membedakan penyakit yang memiliki karakteristik visual serupa. Data yang diperoleh dari Confusion Matrix digunakan untuk mendapatkan nilai dari Precission. Recall, dan F1-Score dari tiap kelas pada Tabel 4: MALCOM - Vol. 5 Iss. 3 July 2025, pp: 841-850 MALCOM-05. : 841-850 Tabel 4. Precision. Recall. F1-Score Kelas Cabai Antraknosa Cabai Normal Cabai Leaf Curl Tomat Normal Tomat Early Blight Tomat Late Blight Precision Recall F1 - Score Berdasarkan hasil evaluasi metrik Precision. Recall, dan F1-Score, model secara keseluruhan menunjukkan performa yang baik dalam mendeteksi kondisi penyakit pada tanaman cabai dan tomat, meski ada beberapa kelas yang perlu peningkatan. Pada kelas Cabai Antraknosa, model berhasil menyeimbangkan keakuratan dan sensitivitas Precision 0. 9591 dan Recall 0. 9494 sehingga F1-Score yang dihasilkan mencapai Ini menandakan bahwa model jarang melakukan kesalahan dalam memprediksi maupun melewatkan sampel yang sebenarnya. Demikian pula, kelas Cabai Leaf Curl tampil sangat baik dengan Precision 0. dan Recall 0. 9619, menghasilkan F1-Score 0. 9665, yang menunjukkan keandalan tinggi dalam mengenali gejala keriting daun cabai. Sementara itu, kelas Cabai Normal memiliki F1-Score yang sedikit lebih rendah, yakni 0. 9425, karena Recall-nya 0. 9318 masih di bawah kelas cabai lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa model terkadang kesulitan membedakan cabai normal dengan kondisi lain mungkin disebabkan kesamaan tekstur atau warna daun. Pada kelompok tomat, kelas Tomat Normal memiliki Recall tinggi 0. 9560 yang berarti hampir semua sampel benarbenar terdeteksi, namun Precision yang lebih rendah 0. 9074 mengindikasikan adanya false positives. demikian F1-Score-nya mencapai 0. 9514, cukup kuat tapi masih dapat disempurnakan untuk mengurangi alarm Untuk penyakit Tomat Early Blight, model juga menampilkan Recall 0. 9560 sehingga sensitif terhadap keberadaan gejala, tetapi Precision yang lebih rendah 0. 8529 mengisyaratkan bahwa banyak prediksi yang F1-Score sebesar 0. 9015 menggaris bawahi bahwa model cukup baik, namun perlu peningkatan khususnya pada akurasi klasifikasi. Kondisi serupa terlihat pada Tomat Late Blight, meski Precision sangat 9677, nilai Recall yang hanya 0. 7594 menunjukkan banyak kasus terlewatkan, sehingga F1-Scorenya berada di 0. Ketidakseimbangan ini menandakan bahwa model sangat yakin ketika memprediksi Late Blight, tetapi belum cukup sensitif untuk menangkap semua sampel. Secara umum, fokus perbaikan sebaiknya diarahkan pada peningkatan Recall untuk kelas-kelas yang masih rendah, terutama Tomat Late Blight dan Cabai Normal, serta pengayaan data agar distribusi fitur antar kelas lebih merata Gambar 4. Tampilan utama website one-page Setelah proses deployment, dilakukan pengujian kembali untuk mengevaluasi performa aplikasi dalam mendeteksi penyakit tanaman cabai dan tomat. Pengujian ini bertujuan untuk memastikan bahwa model bekerja dengan baik dalam lingkungan nyata, menguji respons aplikasi terhadap berbagai kondisi input dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pengujian deteksi aplikasi. Kelas Aktual Cabai Antraknosa Cabai Normal Cabai Leaf Curl Tomat Normal Tomat Early Blight Tomat Late Blight Deteksi Benar Deteksi Salah Implementasi Computer Vision Dalam Mendeteksi PenyakitA (Pakiding et al, 2. ISSN(P): 2797-2313 | ISSN(E): 2775-8575 Hasil pengujian ini diperoleh dari percobaan deteksi menggunakan data nyata yang diambil langsung melalui kamera. Data ini mencakup enam kelas, yaitu Cabai Antraknosa. Cabai Normal. Cabai Leaf Curl. Tomat Normal. Tomat Early Blight, dan Tomat Late Blight. Setiap kelas memiliki jumlah sampel tertentu yang digunakan untuk mengukur kemampuan model dalam mengklasifikasikan kondisi tanaman dengan benar atau yaycoycycycaycycn = yaycoycycycaycycn = yaycycoycoycaEa yccyceycyceycoycycn ycayceycuycayc y 100% ycNycuycycayco ycycaycoycyyceyco 9 5 6 7 . y 100% = 75% . 60 Berdasarkan pengujian manual yang dilakukan setelah implementasi model ke dalam aplikasi berbasis web, akurasi deteksi penyakit tanaman cabai dan tomat mencapai 75%. Hasil ini menunjukkan adanya perbedaan dengan akurasi yang diperoleh selama pelatihan model, yang sebelumnya mencapai 91%. Perbedaan ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kondisi pencahayaan, kualitas gambar yang diambil melalui kamera, sudut pengambilan gambar, serta kemungkinan adanya perbedaan distribusi data, dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Gagal deteksi objek non kategori Gambar 6. Visualisasi feature map layers Gambar 6 merupakan visualisasi feature map yang menunjukkan bagaimana model CNN memberikan perhatian pada area tertentu dalam gambar yang tidak termasuk dalam kategori yang telah dilatih, namun tetap diklasifikasikan sebagai cabai antraknosa. Dari pola aktivasi yang terlihat, model tampaknya mengidentifikasi bagian dengan tekstur atau kontras tertentu yang menyerupai karakteristik penyakit pada cabai, sehingga terjadi salah klasifikasi. Aktivasi yang kuat pada area tertentu menunjukkan bahwa model memiliki pola spesifik yang dijadikan acuan untuk mengenali cabai antraknosa, yang mungkin juga ditemukan dalam gambar input ini. Kesalahan ini bisa disebabkan oleh keterbatasan dataset pelatihan yang tidak memiliki cukup variasi, sehingga model kurang mampu membedakan objek yang tidak relevan. Selain itu, model tidak dilatih untuk mengenali kategori di luar kelas . ut of distributio. , sehingga setiap input yang diberikan tetap akan dipetakan ke salah satu kelas yang ada. KESIMPULAN Penelitian ini mengimplementasikan teknologi Computer Vision pada aplikasi berbasis web untuk mendeteksi penyakit pada tanaman cabai dan tomat menggunakan Algoritma CNN. Aplikasi ini memungkinkan pengguna untuk mengunggah gambar tanaman melalui antarmuka berbasis HTML. CSS. Python. JavaScript, dan Flask, yang kemudian diproses oleh model CNN untuk mengidentifikasi jenis penyakit Model yang dibangun mampu mengklasifikasikan enam kategori, yaitu cabai normal, cabai leaf curl, cabai antraknosa, tomat normal, tomat early blight, dan tomat late blight. Hasil evaluasi menggunakan dataset uji menunjukkan bahwa model memiliki performa yang cukup baik dengan akurasi 91% pada pelatihan. Namun, dalam tahap implementasi pada data nyata melalui kamera secara real-time, model mengalami sedikit penurunan performa dengan akurasi sebesar 75%. MALCOM - Vol. 5 Iss. 3 July 2025, pp: 841-850 MALCOM-05. : 841-850 Hasil pengujian lebih lanjut menunjukkan bahwa kesalahan prediksi cenderung terjadi pada kelas-kelas yang memiliki karakteristik visual yang mirip, seperti tomat early blight dan tomat late blight, serta cabai normal yang sering diklasifikasikan sebagai cabai leaf curl. Selain itu, model mengalami kesulitan dalam menangani gambar yang tidak termasuk dalam kategori pelatihan, sehingga beberapa objek di luar dataset dapat salah diklasifikasikan. Analisis menggunakan Confusion Matrix menunjukkan adanya misclassifications yang signifikan pada beberapa kelas tertentu. Visualisasi feature map juga memperlihatkan bahwa model lebih banyak fokus pada fitur tertentu dalam gambar, tetapi terkadang area yang diperhatikan kurang relevan dengan karakteristik penyakit yang sebenarnya. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun model sudah cukup baik dalam mendeteksi penyakit tanaman, masih diperlukan peningkatan lebih lanjut agar model lebih robust terhadap data dunia nyata. REFERENSI