KESKOM. : 381-387 JURNAL KESEHATAN KOMUNITAS (J O U R N A L O F C O M M U N I T Y H E A L T H) http://jurnal. Hubungan antara Depresi dengan Demensia pada Lansia Correlation between Depression and Dementia among the Elderly Fikrifar Rizki Faridho1*. Firman Dwi Cahyo2 1 Universitas Negeri Semarang 2 Sekolah Tinggo Ilmu Kesehatan Banten ABSTRACT This study aimed to analyze the relationship between depression and cognitive function among older adults living in a social institution. A quantitative approach with a cross-sectional design was employed. The sample consisted of 68 older adults aged Ou60 years residing at Sentra Terpadu Pangudi Luhur (STPL) in Bekasi City, who were verbally communicative and willing to participate. Depression levels were assessed using the Indonesian version of the Geriatric Depression Scale-15 (GDS-. , while cognitive function was measured using the Indonesian version of the Mini-Mental State Examination (MMSE). Univariate analysis showed that the majority of participants did not experience depression, while half demonstrated cognitive impairment. Bivariate analysis using the Spearman rank correlation test revealed a weak but statistically significant negative relationship between depression and cognitive function. This suggests that higher depressive symptoms tend to be associated with lower cognitive function among older These findings indicate an association between psychological conditions and cognitive decline in institutionalized elderly populations. Although the strength of the association is weak and the study design does not allow for causal conclusions, the results highlight the importance of mental health monitoring in older adults. Further longitudinal studies with larger samples are needed to explore the dynamics of this relationship in greater depth. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara depresi dan fungsi kognitif pada lansia yang tinggal di institusi sosial. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain cross-sectional. Sampel terdiri dari 68 lansia yang tinggal di Sentra Terpadu Pangudi Luhur (STPL). Kota Bekasi, yang berusia Ou60 tahun, mampu berkomunikasi secara verbal, dan bersedia menjadi responden. Tingkat depresi diukur menggunakan Geriatric Depression Scale-15 (GDS-. versi Indonesia, sedangkan fungsi kognitif diukur menggunakan Mini-Mental State Examination (MMSE) versi Indonesia. Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa mayoritas responden tidak mengalami depresi, sementara separuhnya mengalami gangguan fungsi Analisis bivariat menggunakan uji korelasi Rank Spearman menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan namun lemah antara depresi dan fungsi kognitif (Pvalue=0. r: -0. Artinya, semakin tinggi gejala depresi yang dialami lansia, maka semakin rendah fungsi kognitifnya. Temuan ini menunjukkan adanya asosiasi antara kondisi psikologis dan penurunan fungsi kognitif pada populasi lansia institusional. Meskipun kekuatan hubungannya lemah dan desain penelitian tidak memungkinkan untuk menyimpulkan hubungan sebab-akibat, hasil ini menekankan pentingnya perhatian terhadap kesehatan mental lansia. Penelitian lebih lanjut dengan desain longitudinal dan sampel yang lebih besar diperlukan untuk memahami dinamika hubungan tersebut secara mendalam. Keywords : Depression. Dementia. Elderly . Kata Kunci : Depresi. Demensia. Lansia Correspondence: Fikrifar Rizki Faridho Email : Fikriology@gmail. A Received 05 Juni 2025 A Accepted 13 Agustus 2025A Published 14 Oktober 2025 A p - ISSN : 2088-7612 A e - ISSN : 2548-8538 A DOI: https://doi. org/10. 25311/keskom. Vol12. Iss2. Copyright @2017. This is an open-access article distributed under the terms of the Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4. 0 International License . ttp://creativecommons. org/licenses/by-nc-sa/4. which permits unrestricted non-commercial used, distribution and reproduction in any medium Fikrifar Rizki Faridho, et al Correlation between Depression and Dementia among the Elderly Hubungan antara Depresi dengan Demensia pada Lansia PENDAHULUAN Peningkatan jumlah lanjut usia . merupakan tantangan global dalam sistem pelayanan kesehatan. Diperkirakan populasi lansia dunia akan meningkat dari 12% pada tahun 2015 menjadi 22% pada tahun 2050, dengan 80% di antaranya tinggal di negara berpenghasilan menengah ke bawah . Di Indonesia, persentase lansia juga mengalami peningkatan dari 10% pada tahun 2020 menjadi sekitar 20% pada tahun 2024. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik. Provinsi Jawa Barat menempati peringkat sepuluh besar dengan jumlah lansia tertinggi di Indonesia, yakni sebesar 11,21% dari total penduduk . Lansia rentan mengalami penurunan fungsi kesehatan fisik, sosial, dan psikologis, salah satunya berupa gangguan kognitif . Salah satu gangguan kognitif yang umum dialami lansia adalah demensia. Demensia merupakan kelainan otak yang ditandai dengan penurunan dua atau lebih fungsi kognitif seperti memori, perhatian, fungsi eksekutif, bahasa, hingga kemampuan sosial, yang mengganggu aktivitas sehari-hari . Berdasarkan data global, setiap tiga detik satu orang terdiagnosis demensia, dan pada tahun 2021 terdapat lebih dari 57 juta penderita demensia di dunia. Angka ini diperkirakan akan terus bertambah 10 juta kasus baru tiap tahunnya. Mayoritas penderita demensia berasal dari negara berkembang dengan tingkat pendapatan menengah ke bawah . Indonesia, demensia menjadi penyebab utama kecacatan dan ketergantungan pada lansia, serta menjadi beban signifikan dalam sistem pelayanan kesehatan . Depresi merupakan salah satu faktor risiko demensia yang dapat dimodifikasi. Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ-. , depresi adalah gangguan suasana hati yang ditandai dengan anhedonia, afek depresif, kelelahan, serta penurunan minat dan energi . Data WHO menyebutkan sekitar 14% lansia di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa, terutama depresi dan kecemasan. Indonesia, prevalensi depresi pada lansia mencapai 11,6% . Sejumlah studi menunjukkan Keskom. Vol 11. No 2, 2025 hubungan antara depresi dan penurunan fungsi kognitif, namun hasilnya masih beragam bergantung pada konteks sosial, kondisi institusi, dan karakteristik individu . Berdasarkan uraian tersebut, diperlukan penelitian yang mengkaji hubungan antara depresi dan demensia pada lansia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara depresi dan demensia pada lansia menggunakan pendekatan korelasi dalam desain potong lintang . Temuan ini diharapkan dapat memperkuat urgensi intervensi preventif dan promotif terhadap depresi sebagai upaya penurunan risiko demensia. METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain cross-sectional. Data yang digunakan merupakan data primer yang diperoleh langsung dari lansia yang menjadi Lokasi pengambilan data berada di Sentra Terpadu Pangudi Luhur (STPL) Kota Bekasi, yang merupakan institusi sosial di bawah naungan Kementerian Sosial Republik Indonesia . Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang tinggal di STPL dengan total sebanyak 82 orang. Penentuan jumlah sampel dilakukan menggunakan rumus Slovin, sehingga diperoleh sampel sebanyak 68 responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling . Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah lansia berusia Ou60 tahun, mampu berkomunikasi verbal dengan baik, dan bersedia menjadi responden. Adapun kriteria eksklusi adalah lansia yang memiliki gangguan pendengaran berat, serta keterbatasan dalam membaca dan menulis . Variabel independen dalam penelitian ini adalah tingkat depresi yang diukur menggunakan Geriatric Depression Scale-15 (GDS-. versi Indonesia. Skor GDS-15 dikategorikan menjadi normal . Ae. , kemungkinan depresi . Ae. , dan depresi (>. Instrumen GDS-15 versi Indonesia memiliki sensitivitas sebesar 71,8% dan spesifisitas sebesar 87,6%, sehingga dapat dikonfirmasi valid dan reliabel . Variabel Fikrifar Rizki Faridho, et al Correlation between Depression and Dementia among the Elderly Hubungan antara Depresi dengan Demensia pada Lansia dependen adalah tingkat demensia yang diukur menggunakan Mini-Mental State Examination (MMSE) versi Indonesia. Skor MMSE dikategorikan menjadi fungsi kognitif normal . Ae. , probable dementia . Ae. , dan definitive dementia (<. MMSE versi Indonesia memiliki reliabilitas sebesar 0,94Ae0,98, sehingga dapat dikonfirmasi sebagai alat ukur yang sahih. Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik responden dan distribusi masing-masing variabel dalam bentuk Uji KolmogorovAeSmirnov dan hasilnya menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi normal . < 0,. Oleh karena itu, analisis bivariat dilakukan menggunakan uji korelasi Rank Spearman untuk mengetahui hubungan antara depresi dan HASIL Penelitian ini dilakukan terhadap 68 lansia yang tinggal di Sentra Terpadu Pangudi Luhur Kota Bekasi untuk mengetahui gambaran tingkat depresi dan demensia, serta hubungan antara keduanya. Tabel 1 menunjukkan sebaran data univariat terkait usia responden yang digolongkan menjadi lansia muda . -70 tahu. , lansia madya . -80 tahu. dan lansia tua (>80 tahu. Sebagian besar responden termasuk ke dalam lansia muda . ,5%). Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kategori Usia Pada Lansia di STPL Kota Bekasi Kategori Usia Lansia Muda . -70 Lansia Madya . -80 Lansia Tua ( 80 tahun atau lebi. Total Sumber : Data Primer, 2024 Keskom. Vol 11. No 2, 2025 Penapisan depresi menggunakan Geriatric Depression Scale-15 (GDS-. versi Indonesia menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak mengalami depresi . %), sedangkan 22,1% tergolong kemungkinan depresi, dan 2,9% mengalami depresi berat. Hasil ini mendekati prevalensi global depresi lansia sebesar 28,4%. Tabel 2 menunjukkan bahwa persentase depresi . robable dan definitiv. pada lansia di Sentra Terpadu Pangudi Luhur (STPL) Kota Bekasi berada di angka 25% dan sebagian besar responden tidak mengalami depresi . %). Hasil ini selaras dengan hasil studi meta analisis dimana diketahui prevalensi depresi pada lansia secara global berada di kisaran 28,4%. Tabel 2. Distribusi Frekuensi berdasarkan penapisan Depresi di STPL Penapisan Depresi Normal Kemungkinan Depresi . Depresi . Total Sumber : Data Primer, 2024 Penilaian fungsi kognitif dengan MiniMental State Examination (MMSE) versi Indonesia menunjukkan bahwa 50% responden mengalami demensia . abungan probable dan Rinciannya, 41,2% mengalami probable dementia dan 8,8% mengalami definitive dementia . Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase demensia pada lansia di Sentra Rehabilitasi Pangudi Luhur (STPL) Kota Bekasi sebesar 50 % . robable dan definitiv. Bila dibandingkan dengan persentase demensia secara umum di Indonesia yang sebesar 27. Fikrifar Rizki Faridho, et al Correlation between Depression and Dementia among the Elderly Hubungan antara Depresi dengan Demensia pada Lansia Tabel 3. Distribusi Frekuensi berdasarkan penapisan Demensia di STPL Penapisan Demensia Normal Probable Dementia (Gangguan Kognitif Ringa. Definitive Dementia (Gangguan Kognitif Bera. Total Sumber : Data Primer, 2024 Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan hubungan negatif signifikan antara depresi dan demensia. Nilai koefisien korelasi sebesar -0,301 dengan nilai signifikansi p = 0,013, menunjukkan hubungan yang lemah tetapi signifikan secara statistik. Tabel 4 menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara variabel depresi dengan demensia adalah sebesar -0,301. Hal ini bermakna ada korelasi yang lemah . antara variabel depresi dengan demensia dengan arah negatif yang bermakna hubungan kedua variabel tidak searah . emakin tinggi skor GDS-15, maka semakin rendah skor MMSE dan sebalikny. Tabel 4. Hubungan antara Depresi dengan Demensia Korelasi Depresi Demensia (Skor GDS-. (Skor MMSE) Correlation Coefficient Sig. Taile. Sumber : Data Primer, 2024 Hasil uji korelasi Rank Spearman antara skor depresi (GDS-. dan skor fungsi kognitif (MMSE) menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar -0,301 dengan nilai signifikansi p = 0,013. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara tingkat depresi dan tingkat fungsi kognitif pada lansia. Korelasi ini Keskom. Vol 11. No 2, 2025 berada dalam kategori lemah, namun secara statistik bermakna . Artinya, semakin tinggi tingkat depresi yang dialami lansia, maka semakin rendah fungsi kognitifnya, dan sebaliknya . Hubungan ini mendukung dugaan bahwa gangguan suasana hati seperti depresi dapat berdampak terhadap penurunan fungsi kognitif . Meskipun demikian, karena desain penelitian bersifat crosectional, hubungan kausal tidak dapat ditentukan secara langsung, sehingga diperlukan penelitian lanjutan dengan desain longitudinal. PEMBAHASAN Adapun pembahasan dari penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar lansia di STPL Kota Bekasi tidak mengalami depresi . %), namun sebanyak 50% mengalami gangguan fungsi kognitif atau demensia . abungan probable dan definitiv. Prevalensi depresi ini tergolong lebih rendah dibandingkan dengan studi meta-analisis yang melaporkan prevalensi global sebesar 28,4%. Sebaliknya, prevalensi demensia dalam penelitian ini lebih tinggi dari angka nasional di Indonesia sebesar 27,9%. Tingginya kemungkinan disebabkan oleh karakteristik responden yang merupakan penghuni institusi sosial, yang cenderung menampung lansia dengan kondisi fisik dan mental yang lebih berat . Temuan utama dari studi ini adalah adanya korelasi negatif signifikan yang lemah antara tingkat depresi dan demensia . Hasil ini berbeda dari literatur sebelumnya yang menunjukkan adanya hubungan kuat atau sedang. Meta-analisis bahkan mengidentifikasi depresi sebagai salah satu faktor risiko utama perkembangan demensia. Korelasi yang lemah dan berlawanan ini kemungkinan dipengaruhi oleh karakteristik sampel yang berasal dari institusi sosial . Korelasi negatif yang lemah antara depresi dan demensia pada sampel institusional mungkin dipengaruhi oleh underdiagnosis depresi pada lansia dengan gangguan kognitif berat . Lansia dengan demensia lanjut sering mengalami Fikrifar Rizki Faridho, et al Correlation between Depression and Dementia among the Elderly Hubungan antara Depresi dengan Demensia pada Lansia kesulitan dalam menyampaikan gejala psikologis secara verbal, sehingga penilaian depresi menjadi kurang akurat . Selain itu, keberadaan program sosial, keagamaan, atau aktivitas rutin di institusi dapat menjadi faktor protektif terhadap depresi meskipun fungsi kognitif mereka Karakteristik populasi institusi yang homogen dalam usia lanjut, keterbatasan fisik, dan penurunan kognitif juga bisa berkontribusi pada pelemahan korelasi antara kedua variabel . Secara teoretis, teori belajar sosial Bandura dapat digunakan untuk menjelaskan kondisi ini. Teori ini menyatakan bahwa perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh pengamatan dan interaksi sosial . Aktivitas rutin, dukungan dari petugas, serta keterlibatan dalam kegiatan institusi dapat membentuk coping mechanism positif yang mengurangi gejala depresi meskipun terjadi penurunan fungsi kognitif . Di samping itu, teori neurodegeneratif menunjukkan bahwa depresi kronis dapat mempercepat kerusakan jaringan otak melalui peningkatan kadar kortisol, peradangan saraf, dan atrofi hipokampus yang kesemuanya terkait dengan demensia . Namun demikian, hubungan sebab akibat tidak dapat dibuktikan dalam studi ini karena keterbatasan desain. Aspek psikososial seperti kehilangan peran, rendahnya dukungan sosial, dan keterbatasan aktivitas juga diyakini turut memengaruhi dinamika antara depresi dan penurunan fungsi kognitif . Studi ini memiliki beberapa keterbatasan. Desain cross-sectional tidak memungkinkan peneliti menyimpulkan hubungan kausal antara depresi dan demensia . Lokasi penelitian yang terbatas pada satu institusi sosial di Kota Bekasi membatasi generalisasi hasil. Selain itu, potensi bias seleksi dapat terjadi karena penghuni institusi Underdiagnosis depresi pada lansia dengan gangguan kognitif berat juga dapat menyebabkan korelasi yang lebih lemah dari kondisi yang Variabel lain yang tidak diukur, seperti riwayat medis, penggunaan obat-obatan. Keskom. Vol 11. No 2, 2025 memengaruhi hubungan antara kedua variabel. SIMPULAN Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar lansia di Sentra Terpadu Pangudi Luhur Kota Bekasi tidak mengalami depresi, namun setengah dari mereka mengalami gangguan fungsi kognitif. Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan negatif signifikan yang lemah antara tingkat depresi dan demensia. Temuan ini mengindikasikan bahwa lansia dengan tingkat depresi lebih tinggi cenderung memiliki fungsi kognitif yang lebih rendah, meskipun kekuatan asosiasinya lemah. Meskipun demikian, hasil ini perlu ditafsirkan secara hati-hati karena desain crosectional tidak memungkinkan untuk menentukan hubungan sebab-akibat. Karakteristik populasi institusional dan potensi underdiagnosis depresi pada lansia dengan demensia berat juga dapat memengaruhi hasil. Oleh karena itu, penelitian lanjutan dengan desain longitudinal, pengukuran klinis yang lebih komprehensif, dan sampel yang lebih representatif sangat disarankan untuk memperkuat temuan ini. Penulis menyatakan bahwa tidak terdapat konflik kepentingan dalam penelitian ini. Seluruh proses penelitian, analisis data, dan penulisan artikel dilakukan secara independen tanpa adanya pengaruh dari pihak manapun. UCAPAN TERIMA KASIH