Vol. : 179-189. January 2021 DOI: https://doi. org/10. 23960/jsl19179-189 Jurnal Sylva Lestari P-ISSN: 2339-0913 E-ISSN: 2549-5747 Journal homepage: https://jurnal. id/index. php/JHT Full Length Research Article Spatial Modeling of Javan Hawk-Eagle (Nisaetus bartels. Habitat Suitability in Bromo Tengger Semeru National Park Pemodelan Spasial Kesesuaian Habitat Elang Jawa (Nisaetus bartels. di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Nirmala Ayu Aryanti1. Tander Scila Serata Dwi Susilo1,*. Ari Nadya Ningtyas1. Mahmuddin Rahmadana2 Jurusan Kehutanan. Fakultas Pertanian-Peternakan. Universitas Muhammadiyah Malang. Jl. Raya Tlogomas 246 Lowokwaru. Kota Malang, 65144. Malang. Indonesia Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Jl. Raden Intan 6 Blimbing. Kota Malang, 65125. Malang. Indonesia Corresponding author. E-mail address: tandersusilo@gmail. ARTICLE HISTORY: Received: 11 September 2020 Peer review completed: 2 October 2020 Received in revised form: 1 November 2020 Accepted: 27 January 2021 KEYWORDS: Endemic Habitat Javan hawk-eagle Maximum entropy Spatial modeling A 2021 The Author. Published by Department of Forestry. Faculty of Agriculture. University of Lampung in collaboration with Indonesia Network for Agroforestry Education (INAFE). This is an open access article under the CC BY-NC license: https://creativecommons. org/licenses/bync/4. ABSTRACT Bromo Tengger Semeru National Park (TNBTS) is a conservation area as the habitat of endemic species in Java Island, such as the Javan hawk-eagle (Nisaetus bartels. One of the spatial models of habitat is the Ecological Niche Modeling (ENM) approach. This study aimed to determine habitat suitability for the Javan hawk-eagle in TNBTS. The research was conducted from September 2019 to January 2020. The habitat suitability model used the present coordinate point data and the Javan hawk-eagle habitat environment variables. The data were then analyzed to build a Javan hawk-eagle habitat suitability model using the Maximum Entropy (MaxEn. The results showed three models of habitat suitability categories, i. : high of 15,131. 18 ha . %), medium 11,216. 61 ha . %), and low 23,298. 41 ha . %). The evaluation of the Javan hawk-eagle habitat suitability model in TNBTS has an excellent model accuracy with an AUC value of 0. 97 and a standard deviation of 0. Pendahuluan Elang Jawa (Nisaetus bartels. merupakan jenis burung raptor dan endemik di Pulau Jawa. Distribusi raptor ini sangat sempit sehingga fungsi indikator ekosistem hanya dalam skala lokal (Cahyanaet al. Elang Jawa berperan dalam mengendalikan populasi satwa yang menjadi mangsanya dan peka terhadap perubahan lingkungan. Populasi elang Jawa semakin berkurang dan menjadi ancaman besar terhadap kelangsungan kelestariannya (Azmi et al. Pada tahun 2002, populasi elang Jawa yang tersisa di seluruh Pulau Jawa diprediksi hanya sekitar 325 pasang (Nurfatimah et al. Penyebab turunnya populasi elang Jawa adalah tingginya kerusakan hutan di Pulau Jawa sehingga dapat menganggu habitat satwa yang ada di dalamnya (Nursamsi et Selain itu faktor biologis juga sangat berpengaruh terhadap populasi elang Jawa, karena mereka hanya kawin setiap dua tahun sekali untuk menghasilkan satu butir telur saja (Azmi et al. Elang Jawa tercatat sebagai satwa daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) dengan kategori genting (Aji et al. Selain itu, pemerintah Indonesia telah Aryanti et al. Jurnal Sylva Lestari 9. : 179-189 menetapkan elang Jawa sebagai salah satu dari 25 satwa prioritas yang harus ditingkatkan populasinya (Direktoral Jenderal KSDAE 2. Guna mengetahui habitat potensial elang Jawa dapat dilakukan dengan melakukan pemodelan spasial terhadap satwa tersebut. Pemodelan spasial kesesuaian habitat salah satunya melalui pendekatan Ecological Niche Modelling (ENM). Pendekatan ENM secara umum dapat mengkarakterisasi ekologi dari keanekaragaman hayati yang luas. Pendekatan ENM dispesifikkan pada setiap jenis yang data populasinya sedikit serta sampelnya terdistribusi dengan baik sehubungan dengan variasi lingkungan (Prasetyo 2. Pendekatan ini dapat memberikan gambaran rinci tentang potensi distribusi ekologi pemodelan kesesuaian habitat pada jenis tertentu. Salah satu pendekatan ENM yang paling berkembang adalah melalui penggunaan Algoritma Maximum Entropy (MaxEn. (Morales et al. MaxEnt merupakan metode algoritma distribusi jenis yang hanya menggunakan data kehadiran suatu jenis (Widyastuti et al. Model ini terbukti kuat dan akurat dalam memodelkan jenis dengan data kehadiran yang relatif sedikit (Morales et al. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) merupakan salah satu kawasan konservasi yang menjadi habitat bagi elang Jawa. Pada akhir tahun 2019. TNBTS telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem (KSDAE) sebagai salah satu lokasi monitoring peningkatan populasi elang Jawa dengan target peningkatan populasi sebesar 2% (Rahmadana 2. Oleh karena itu, data kesesuaian habitat elang Jawa di TNBTS sangat dibutuhkan untuk menyediakan data terkini mengenai habitat satwa tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian habitat dan mengindentifikasi variabel lingkungan yang berkontribusi terhadap prediksi keberadaan elang Jawa di kawasan TNBTS. Bahan dan Metode Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan September 2019 Ae Januari 2020 di Kawasan TNBTS. Areal pengambilan data berada di bagian Barat (Kabupaten Malan. Utara (Kabupaten Pasurua. dan Selatan (Kabupaten Lumajan. (Gambar . Pemilihan lokasi ini berdasarkan pada peluang perjumpaan elang Jawa yang relatif tinggi yang diperoleh dari hasil survey pendahuluan serta informasi keberadaan elang Jawa yang diperoleh dari petugas lapangan TNBTS dan masyarakat sekitar kawasan hutan TNBTS. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah titik perjumpaan elang Jawa sebagai data kehadiran . resence dat. untuk pembentukan model kesesuaian habitat (Cahyana et al. Variabel habitat yang akan dijadikan parameter untuk membangun model kesesuaian habitat elang Jawa yaitu Normalized Difference Vegetation Index/NDVI, elevasi, kemiringan lahan, dan Variabel tersebut dipilih dengan mempertimbangkan pendekatan karakter habitat elang Jawa yang dapat terukur secara spasial di TNBTS. Penelitian ini menggunakan data variabel yang diperoleh dari data penginderaan jauh di USGS (United States Geological Surve. USGS (United States Geological Surve. Variabel elevasi dan kemiringan lahan diperoleh dari data topografi menggunakan DEMNAS 32 bit yang memiliki resolusi 5-8 m, sedangkan variabel NDVI dan temperatur diperoleh dari data Citra Landsat-8 TM (Widyastuti et al. Aryanti et al. Jurnal Sylva Lestari 9. : 179-189 Gambar 1. Peta lokasi pengambilan data kesesuaian habitat elang Jawa di TNBTS. Pengumpulan Data Diagram alur pengambilan data kesesuaian habitat elang Jawa TNBTS disajikan pada Gambar 2. Pengambilan data elang Jawa diawali dengan melakukan kegiatan orientasi lapang untuk mengetahui sebaran jenis tersebut secara langsung di area penelitian. Informasi kehadiran elang Jawa juga diperoleh berdasarkan literatur maupun informasi masyarakat sekitar TNBTS dan petugas TNBTS. Elang Jawa yang ditemukan secara langsung dicatat titik koordinatnya dengan bantuan GPS. Pengolahan data titik koordinat dan data variabel diawali dengan mengekstrak data ke Arc. Gis 10. 3 untuk mengetahui nilai setiap variabel. Selanjutnya dilakukan overlay pada data titik koordinat dan variabel di Arc. Gis 10. Ekstrak ini digunakan untuk mengetahui nilai variabel setiap titik koordinat (Phillips dan Dudik 2. yang digunakan untuk melakukan uji multikoliniaritas pada software SPSS (Statistical Package for the Social Science. Uji multikoliniaritas dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel yang digunakan (Phillips dan Dudik 2. Jika terdapat hubungan linier antar variabel, maka salah satu variabel harus dihilangkan (Morales et al. Setelah mendapatkan nilai uji multikoliniaritas, data titik koordinat diekstrak kembali ke Ms Excel dalam format CSV (Comma Separated Value. , sedangkan data variabel diekpor dalam format ASCII. Data koordinat dan data variabel kemudian digunakan untuk analisis MaxEnt (Phillips dan Dudik 2. Aryanti et al. Jurnal Sylva Lestari 9. : 179-189 Gambar 2. Diagram alur pengambilan data kesesuaian habitat elang Jawa TNBTS. Analisis Data Analisis untuk membangun model habitat menggunakan algoritma MaxEnt berdasarkan kehadiran dan variabel lingkungan (NDVI, elevasi, kemiringan, dan temperatu. yang diduga berpengaruh terhadap keberadaan elang Jawa (Hudjimartsu et al. Analisis MaxEnt menggunakan formulasi matematis sederhana berupa analisis regresi logistik sehingga dapat menduga model distribusi jenis secara geografis dengan akurasi tinggi. Perhitungan MaxEnt menghasilkan kesesuaian habitat yang ditunjukkan dengan rentang nilai antara 0 . idak sesua. sampai dengan 1 . esuai atau optima. (Hudjimartsu et al. Selain itu MaxEnt juga menghitung kontribusi relatif variabel terhadap model dan bagaimana variabel ini mempengaruhi prediksi kesesuaian habitat elang Jawa (Phillips dan Dudik 2. Nilai kesesuaian habitat diklasifikasikan menjadi 3 kelas, yaitu: rendah, sedang, dan tinggi. Pembagian kelas mengacu pada standar klasifikasi yang digunakan ArcGis, salah satunya adalah Equal Interval Standard. Standar ini menekankan pada jumlah relatif nilai atribut terhadap nilai lain, jika nilai atribut memiliki rentang 0 Ae 300 maka diasumsikan terbentuk 3 kelas kategori kesesuaian habitat (Khan 2. Tabel 1. Nilai kesesuaian habitat elang Jawa (Nursamsi et al. Nilai Kesesuaian 0Ae0,180 0,181Ae0,545 0,546Ae0,998 Kategori Rendah Sedang Tinggi Hasil perhitungan akurasi yang sudah termasuk dalam program MaxEnt direpresentasikan dengan nilai AUC (Area Under the Receiver Operating Characteristic. Nilai AUC digunakan untuk menguji akurasi model yang dibuat oleh MaxEnt (Nursamsi et al. Apabila nilau AUC lebih tinggi dari nilai standar devisiasi maka model tersebut memiliki akurasi yang sangat tinggi. Namun, jika nilai standar devisiasi lebih tinggi dari nilai AUC, maka akurasi model yang dibuat oleh MaxEnt sangat rendah (Khan 2. Nilai standar deviasi digunakan untuk mengukur bagaimana sebaran nilai model di kawasan TNBTS. Aryanti et al. Jurnal Sylva Lestari 9. : 179-189 Tabel 2. Akurasi kinerja model berdasarkan nilai AUC (Phillips dan Dudik 2. Nilai AUC 0,6 Ae A 0,7 > 0,7Ae A 0,8 > 0,8 Ae 0,9 Kinerja Model Kurang baik Sedang Baik Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan 73 kehadiran elang Jawa di kawasan TNBTS. Semakin banyak data kehadiran elang Jawa di lapangan maka semakin baik akurasi model kesesuaian habitat satwa tersebut (Latifiana 2. Pembentukan model kesesuaian habitat elang Jawa juga dilakukan dengan mengkonversi data variabel lingkungan yang digunakan. Berdasarkan variabel NDVI, kelas kesesuaian habitat dapat dibagi menjadi 3 (Tabel . Pada kelas -0,07Ae0,21, jumlah titik temuan sebanyak 5. Hal ini disebabkan oleh kondisi kawasan pada kelas tersebut merupakan gunung berapi, semak belukar dan padang savana. Pada kelas NDVI 0,22Ae0,36, jumlah titik temuan sebanyak 18 dengan kondisi kawasan berupa semak belukar dan hutan lahan kering. Kelas yang paling sesuai adalah kelas dengan nilai NDVI 0,37Ae0,60 dengan jumlah temuan sebanyak 50. Kondisi kawasan ini merupakan hutan lahan kering dengan vegetasi yang sangat rapat. Tabel 3. Kelas NDVI kesesuaian habitat elang Jawa TNBTS Kelas NDVI -0,07Ae0,21 0,22Ae0,36 0,37Ae0,60 Jumlah Titik Temuan Presentase Temuan (%) Data variabel elevasi dapat menghasilkan 3 kelas kesesuaian habitat elang Jawa dengan kisaran nilai elevasi 47Ae1. 640 mdpl . eter di atas permukaan lau. (Tabel . Distribusi elang Jawa di TNBTS tersebar pada semua tipe hutan dari dataran rendah sampai pegunungan, dengan penyebaran terbanyak terdapat di daerah hutan pegunungan dan hutan perbukitan dibandingkan dengan tipe hutan lainya (Cahyana et al. Elang Jawa yang tersebar di Pulau Jawa dapat ditemukan pada daerah pesisir dengan elevasi 26Ae66 mdpl, dan pegunungan dengan elevasi 500Ae 2000 mdpl (Ardiansyah et al. Azmi et al. Tabel 4. Kelas ketinggian/elevasi kesesuaian habitat elang Jawa TNBTS Ketinggian . 47Ae828 829Ae1. 643Ae3. Jumlah Temuan Persentase Temuan (%) Pada elevasi 829Ae1. 642 mdpl yang merupakan kelas zona sub montana . 050Ae 400 mdp. , ditemukan kehadiran titik perjumpaan elang Jawa terbanyak dan terendah berkisar 700 mdpl. Zona ini merupakan formasi hutan primer dan merupakan zona inti TNBTS. Tegakan hutan lokasi perjumpaan elang Jawa terdiri dari pohon-pohon besar dan tinggi yang membentuk lapisan tajuk. Menurut Rahmadana . , pada zona tersebut lapisan tajuk terbentuk oleh dominasi oleh jenis-jenis dari famili Fagaceae. Moraceae, dan Anacardiaceae. Sterculiaceae, dan Rubiaceae (Rahmadana 2. Pada kelas elevasi 1. 643Ae3. 676 mdpl juga dijumpai kehadiran Aryanti et al. Jurnal Sylva Lestari 9. : 179-189 elang Jawa, elevasi tersebut merupakan kombinasi antara zona montana . 500Ae2. 400 mdp. dan zona sub-alpin . 400 mdpl ke ata. Kondisi vegetasi kawasan TNBTS pada kawasan tersebut jumlahnya sangat sedikit, sehingga pada kawasan ini keanekaragaman jenisnya sudah mulai Dominasi jenis yang terdapat pada zona montana merupakan tumbuhan pionir yang tidak dapat hidup di bawah tajuk yang tertutup, sedangkan zona sub-alpin hanya ditumbuhi pohonpohon yang kerdil pertumbuhannya dan miskin jenis. Mengingat kondisi kawasan pada elevasi 400 mdpl yang merupakan hamparan abu, pasir, dan batuan tanpa vegetasi sama sekali sehingga elang Jawa sangat susah ditemukan pada elevasi tersebut (Rahmadana 2. Berdasarkan kelas kemiringan lahan . , diperoleh 3 kelas berdasarkan titik perjumpaan elang Jawa yaitu mulai dari kelas 0Ae70A (Tabel . Kemiringan tinggi didominasi pada daerah utara dan selatan TNBTS, sedangkan kawasan dengan kemiringan rendah terletak pada kawasan barat dan timur TNBTS. Kelas kemiringan 0Ae10A diperoleh 18 kehadiran, kelas 11Ae23A diperoleh 46 kehadiran, dan kelas 24Ae70A diperoleh 9 kehadiran elang Jawa. Pohon yang digunakan elang Jawa untuk bersarang berada pada kemiringan yang tinggi dengan nilai kisaran 54Ae86A (Syartinilia et al. Namun, hal ini berbanding terbalik di kawasan TNBTS, kehadiran elang Jawa yang melimpah ditemukan pada kemiringan 11Ae23A. Pada kemiringan yang tinggi di TNBTS tidak mendukung habitat elang Jawa karena tidak ditemukan tegakan tanaman berkayu yaitu kawasan gunung berapi, semak, tanah terbuka dan savanna. Tabel 5. Kelas kemiringan . kesesuaian habitat elang Jawa TNBTS Kelas Kemiringan Lahan (A) 0Ae10 11Ae23 24Ae70 Jumlah Temuan Persentase Temuan (%) Hasil dari pengolahan variabel temperatur di TNBTS terbentuk 3 kelas kesesuaian habitat elang Jawa dengan kisaran temperatur 8Ae47AC. Temperatur yang paling banyak dijumpai elang Jawa nilainya berkisar 8Ae24AC, pada temperatur tersebut sumber pakan elang Jawa jumlahnya sangat melimpah. Sumber pakan yang dimaksud seperti tikus dan tupai (Cahyana et al. Masing-masing nilai variabel yang dihasilkan dilakukan uji multikolinearitas dengan menggunakan software SPSS. Berdasarkan uji multikolinearitas terhadap variabel lingkungan yang digunakan untuk memodelkan kesesuaian habitat elang Jawa diketahui bahwa variabel tersebut dapat digunakan untuk melakukan analisis lanjut dalam MaxEnt. Hasil dari uji multikolinearitas menunjukkan nilai Variance Inflating Factor (VIF) < 10 dan nilai tolerance > 0,10 pada semua variabel lingkungan yang digunakan (Tabel . Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas pada variabel tersebut dan tidak ada variabel yang harus dihilangkan dalam membangun model kesesuaian habitat elang Jawa. Setelah data variabel dan data kehadiran elang Jawa dianalisis lebih lanjut menggunakan MaxEnt, maka dapat diketahui peta potensi kesesuaian habitat elang Jawa di TNBTS. Tabel 6. Nilai tolerance dan VIF pada uji multikolinearitas Variabel NDVI Elevasi Kemiringan lahan Temperatur Tolerance 0,88 0,21 0,53 0,17 VIF 1,13 4,64 1,88 5,83 Aryanti et al. Jurnal Sylva Lestari 9. : 179-189 Kehadiran elang Jawa di seluruh kawasan TNBTS diperoleh sebanyak 73 kehadiran, 65 kehadiran dijumpai di kelas kesesuaian tinggi, 8 kehadiran dijumpai pada kelas kesesuaian sedang, dan tidak dijumpai kehadiran elang Jawa pada kelas kesesuaian rendah. Data kehadiran dan data variabel lingkungan yang dianalisis dalam MaxEnt akan menghasilkan nilai piksel yang dapat digunakan untuk melihat lokasi potensial habitat elang Jawa di TNBTS (Gambar . Terlihat bahwa terdapat 3 warna yang dihasilkan dalam membangun model. Warna merah menunjukkan kesesuaian habitat yang sangat tinggi, warna kuning kesesuaian habitat sedang dan warna hijau kesesuaian habitat rendah (Phillips dan Dudik 2. Masing-masing warna memiliki nilai proporsi yang merupakan nilai presentasi kelas kesesuaian habitat elang Jawa di TNBTS. Gambar 3. Peta habitat potensial elang Jawa di TNBTS (Keterangan: High= kelas kesesuaian tinggi. Medium= kelas kesesuaian sedang, dan Low= kelas kesesuaian renda. Luasan habitat dengan kesesuaian tinggi bagi elang Jawa di TNBTS memiliki kawasan hutan primer dengan kondisi tutupan vegetasi yang masih baik. Pada kelas kesesuaian habitat rendah . %) dan sedang . %) merupakan kawasan gunung berapi dengan kondisi vegetasi semak dan savana (Tabel . Elang Jawa akan cenderung memilih lokasi dengan tutupan vegetasi yang baik seperti hutan primer, namun daerah jelajahnya juga mencangkup hutan sekunder bahkan kawasan terbuka (Aji et al. Tabel 7. Kelas kesesuaian habitat elang Jawa Kelas Kesesuaian Luas . Proporsi (%) Rendah 928,41 Sedang 216,61 Tinggi 131,18 Aryanti et al. Jurnal Sylva Lestari 9. : 179-189 Nilai proporsi yang dihasilkan digunakan untuk menentukan nilai penting dari setiap variabel pada kelas kesesuaian habitat yang digunakan oleh elang Jawa di TNBTS (Widyastuti et Berdasarkan nilai variabel penting yang dianggap berpengaruh terhadap keberadaan elang Jawa di TNBTS adalah variabel NDVI, elevasi, dan temperatur (Tabel . Tabel 8. Nilai variabel penting dalam membangun kesesuaian habitat elang Jawa di TNBTS Variabel NDVI Elevasi Kemiringan lahan Temperatur Variabel Penting (%) Variabel penting dianggap mampu berkontribusi apabila nilainya > 10% (Darmawan 2. Variabel kemiringan lahan tidak berpengaruh terhadap keberadaan elang Jawa di TNBTS dikarenakan pada kemiringan yang tinggi hampir tidak ditemukannya vegetasi. Kondisi kawasan dengan kemiringan yang curam pada TNBT merupakan kawasan gunung berapi, semak, savanna dan tanah kosong, sehinnga kawasan tersebut tidak mendukung habitat bagi elang Jawa. Hasil nilai variable penting kemudian diuji lanjut dengan Area Under the Receiver Operating Characteristic (ROC) Curve (AUC), uji ini dilakukan guna mengetahui variabel dan pengaruhnya bagi model kesesuaian habitat (Nursamsi et al. elang Jawa di TNBTS (Gambar . Gambar 4. Grafik hasil uji AUC kesesuaian habitat elang Jawa di TNBTS. Hasil uji AUC merupakan evaluasi model dalam menduga kesesuaian habitat elang Jawa di TNBTS. Hasil uji ini menunjukkan nilai AUC 0,96 dengan standar deviasi 0,93, yang menggambarkan tingkat akurasi model yang sangat baik. Nilai dari deviasi lebih kecil daripada nilai AUC, nilai AUC yang sangat baik yaitu melebihi nilai dari 0,90 (Arayjo et al. Morales et al. Hubungan antara probabilitas kehadiran elang Jawa dengan variabel lingkungan ditunjukkan dengan grafik respon tiap variabel. Pada Gambar 5 dapat dilihat variasi variabel lingkungan yang mempengaruhi prediksi kehadiran elang Jawa di TNBTS. Aryanti et al. Jurnal Sylva Lestari 9. : 179-189 Gambar 5. Grafik respon variabel yang berkontribusi tinggi dalam membangun model kesesuaian habitat elang Jawa di TNBTS. Elevasi (EL), b. Temperatur (TP), dan c. NDVI (NI). Berdasarkan kontribusi tertinggi untuk membangun model habitat, maka daerah yang berpotensi sebagai habitat elang Jawa di TNBTS memiliki karakteristik yang meliputi elevasi 000 Ae1. 500 mdpl. NDVI 0,30Ae0,40% dan temperature 20Ae25AC. Variabel tersebut sangat penting bagi keberadaan elang Jawa di TNBTS baik untuk berburu maupun bersarang. Keberadaan tutupan vegetasi dimanfaatkan oleh burung untuk bersarang, berlindung, mencari makan hingga Pohon tinggi, tajuk pohon yang tidak terlalu rapat, dekat dengan perairan, dan cabang besar horizontal dipilih bagi elang Jawa untuk bersarang (Ridwan et al. Ulumiyah et Habitat yang sesuai untuk mendukung kehidupan elang Jawa di TNBTS perlu dipertahankan baik kondisi fisik dan biologisnya. Habitat yang dapat mendukung kehidupan populasi berupa tersedianya ruang yang cukup, pelindung yang memadai untuk berkembangbiak dan berbagai macam gangguan, serta tersedia kebutuhan untuk pemenuhan gizi individu maupun populasi (Alikodra 2002. Azmi et al. Kesimpulan Model kelas kesesuaian habitat elang Jawa di TNBTS yang termasuk kategori tinggi seluas 131,18 ha . %), kategori sedang 11. 216,61 ha . %), dan kategori rendah 23. 298,41 ha . %). Evaluasi model dengan analisis MaxEnt menunjukkan bahwa kesesuaian habitat elang Jawa di TNBTS memiliki tingkat akurasi model yang sangat baik dengan nilai AUC 0,97 dan standar deviasi 0,93, dan dapat menggambarkan jawaban dari tujuan penelitian atau temuan ilmiah yang Sanwacana Penulis mengucapkan terima kasih kepada Jurusan Kehutanan. Fakultas PertanianPeternakan. Universitas Muhammadiyah Malang. Kelompok Studi Satwa Liar Kehutanan Universitas Muhammadiyah Malang, dan Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Daftar Pustaka