Halaman 74-84 NURSING INFORMATION JOURNAL Volume: 4. Nomor : 2, 2025 Original Research Article e-ISSN 2809-0152 DOI https://doi. org/10. 54832/nij. SLEEP HYGIENE MANAGEMENT (SHM) MENINGKATKAN KUALITAS TIDUR PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE Rudiyanto1. Riyan Dwi Prasetyawan2. Emilia Nurhayati3. Ulul Azmi Iswahyudi4. Yusuf Waliyyun Arifuddin5 1,4,5 Program Studi S1 Keperawatan. STIKES Banyuwangi. Banyuwangi Program Studi Profesi Ners. STIKES Banyuwangi. Banyuwangi Rumah Sakit Al Huda Banyuwangi. Indonesia *Correspondence: Rudiyanto Email: rudiyanto. roqy@gmail. ABSTRAK Pendahuluan: Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) sering mengalami gangguan tidur yang signifikan, dan dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka secara keseluruhan. Manajemen kebersihan tidur mencakup berbagai praktik yang dirancang untuk menciptakan lingkungan dan rutinitas yang kondusif untuk tidur yang lebih berkualitas. Tujuan dalam penelitian ini untuk menganalisis pengaruh sleep hygiene management (SHM) terhadap kualitas tidur pasien CKD yang menjalani hemodialisis. Metode: Penelitian ini menggunakan desain pra-eksperimental dengan desain one group prapost test. Sampel penelitian dipilih dengan teknik purposive sample dari 82 pasien CKD yaitu 30 responden. Uji statistic Wilcoxon Match Pairs Tets. Pengumpulan data menggunakan kuesioner PSQI(Pittsburgh Sleep Quality Inde. Hasil: Hasil frekuensi kualitas tidur setelah mendapat intervensi SHM selama 15 hari meningkat dalam kategori baik sebanyak 25 responden . ,8%). Perhitungan statistik dengan uji Wilcoxon Match Pairs Test menggunakan SPSS versi 22 diperoleh data statistik dengan p-value sebesar 0,000 . < 0,. , artinya ada pengaruh sleep hygiene management terhadap kualitas tidur pada pasien CKD yang menjalani hemodialis. Kesimpulan: Pasien CKD yang menjalani hemodialisis memiliki berbagai macam keluhan salah satunya masalah kualitas tidur. Sleep hygiene management merupakan salah satu cara non farmalogi yang efektif untuk mengatasi gangguan kualitas tidur yang sangat mudah dan efisisen, serta dapat dilakukan mandiri oleh pasien dan keluarga. Kata kunci: CKD. Hemodialisis. Kualitas Tidur. Sleep Hygiene Management ABSTRACT Introduction: Chronic Kidney Disease (CKD) patients often experience significant sleep disturbances, and it can impact their overall quality of life. Sleep hygiene management includes a variety of practices designed to create an environment and routine that is conducive to better quality sleep. The aim of this study was to analyze the effect of sleep hygiene management (SHM) on the sleep quality of CKD patients undergoing hemodialysis. Method: This research used a pre-experimental design with a one group pre-post test design. The research sample was selected using a purposive sample technique from 82 CKD patients, namely 30 respondents. Wilcoxon Match Pairs Tets statistical test. Data collection used the PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Inde. Results: The results of the frequency of sleep quality after receiving SHM intervention for 15 days increased in the good category by 25 respondents . 8%). Statistical calculations using the Wilcoxon Match Pairs Test using SPSS version 22 obtained statistical data with a p-value NURSING INFORMATION JOURNAL | VOL. Maret 2025 | 74 Halaman 74-84 NURSING INFORMATION JOURNAL Volume: 4. Nomor : 2, 2025 Original Research Article e-ISSN 2809-0152 DOI https://doi. org/10. 54832/nij. < 0. This means that there is an influence of sleep hygiene management on sleep quality in CKD patients undergoing hemodialysis. Conclusion: CKD patients undergoing hemodialysis have various complaints, one of which is problems with sleep quality. Sleep Hygiene Management is an effective non-pharmacological intervention to treat sleep quality disorders that is very easy and efficient, and can use self teraphy by the patient and family. Keywords: CKD. Hemodialysis. Sleep Quality. Sleep Hygiene Management PENDAHULUAN Penyakit ginjal merupakan salah satu masalah kesehatan global dengan biaya perawatan yang tinggi. Kehadiran urium dalam darah merupakan salah satu tanda dan gejala gangguan ginjal (Purba et al. , 2. Uremia terjadi karena tubuh tidak mampu mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit akibat kerusakan fungsi ginjal yang bersifat progresif dan tidak dapat dipulihkan (Adrianto et al. Rudiyanto, & Ni Kadek Manik Dewani, . menyatakan penumpukan racun dan kotoran dalam darah juga dapat menyebabkan kesulitan tidur. Gangguan sleep apnea lebih sering terjadi pada penderita penyakit ginjal dibandingkan dengan mereka yang memiliki ginjal sehat. Hasil tinjauan sistematis dan meta-analisis yang dilakukan oleh Adrianto et al. , . menunjukkan bahwa prevalensi penyakit ginjal kronis secara global adalah 13,4%, berdasarkan lima stadium gagal ginjal kronis. Stadium 3 memiliki prevalensi tertinggi dari semua stadium, berkisar antara 11 hingga 13%. Di Inggris, menurut Survei Kesehatan 2020, diperkirakan 6% pria dan 7% wanita menderita gagal ginjal kronis stadium 3-5, dengan prevalensi yang meningkat seiring bertambahnya usia, mencapai 29% pada pria dan 35% pada wanita (Khumaedi, 2. Menurut data Indonesian Renal Registry (IRR), hingga 31 Desember 2021 terdapat 433 pasien baru dan 123. 142 pasien aktif yang menjalani hemodialisis rutin. Data Jawa Timur, prevalensi pasien GGK yang aktif hemodialisis mencapai 9. 607 pasien baru (Indonesian Renal Registry, 2. Sementara itu, di RS Al Huda Genteng Banyuwangi, per 31 Desember 2022 terdapat 269 pasien GGK aktif menjalani hemodialisis. Gangguan tidur terjadi pada 50-80% pasien aktif melakukan cuci darah (Nurhayati et al. Perubahan dan gangguan pada fisiologis tubuh pasien hemodialisis menuntut diri meraka mampu beradaptasi secara berkesinambungan selama proses kehidupan. Sebanyak 86,6% dari pasien hemodialisis (HD) dan peritoneal dialisis (PD) mengalami kualitas tidur yang buruk(Intan Saraswati et al. , 2. Penelitian yang melibatkan pasien yang telah menjalani HD >3 bulan menemukan prevalensi depresi sebesar 47,8%, insomnia sebesar 60,9%, dan peningkatan risiko sleep apnea sebesar 24,6% (Fitria et al. , 2. Menurut Hermawati et al. , . gangguan tidur sering dialami oleh pasien dengan penyakit ginjal yang berada pada stadium akhir. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan melalui wawancara di Ruang HD RS Al Huda pada tanggal 13 maret 2021 dari 18 pasien CKD aktif hemodialisis 50% mengeluh gangguan tidur seperti susah tidur malam, apneu di malam hari sehingga membuat mereka sulit tidur dan terjaga saat malam. Gangguan tidur merupakan masalah umum yang dialami oleh pasien Chronic Kidney Disease (CKD), terutama pada stadium lanjut. Proses gangguan tidur pada pasien ini diawali oleh perubahan fisiologis akibat penurunan fungsi ginjal. Ketidakseimbangan elektrolit, seperti hiperkalemia dan asidosis metabolik, dapat memengaruhi aktivitas saraf dan otot, menyebabkan sulit tidur atau insomnia. Selain itu, penumpukan uremik toksin dalam darah berdampak pada otak, khususnya area yang mengatur siklus tidur-bangun, sehingga memicu gangguan pola tidur (Ronco, 2. NURSING INFORMATION JOURNAL | VOL. Maret 2025 | 75 Halaman 74-84 NURSING INFORMATION JOURNAL Volume: 4. Nomor : 2, 2025 Original Research Article e-ISSN 2809-0152 DOI https://doi. org/10. 54832/nij. Faktor lain yang turut berperan adalah peningkatan risiko sindrom restless leg dan sleep Sindrom restless leg terjadi akibat gangguan metabolisme zat besi dan disfungsi saraf perifer, menyebabkan rasa tidak nyaman di kaki yang mengganggu tidur. Di sisi lain, sleep apnea sering terjadi akibat retensi cairan yang meningkatkan tekanan di saluran pernapasan atas, mengakibatkan tidur yang terfragmentasi. Kombinasi dari faktor fisik, psikologis, dan efek samping dari terapi CKD, seperti dialisis, semakin memperparah kualitas tidur pasien, yang pada gilirannya memengaruhi kualitas hidup mereka secara keseluruhan (Gothi et al. , 2. Pasien dengan CKD membutuhkan terapi pengganti ginjal seperti hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal. Tujuan dari terapi ini adalah untuk memperpanjang hidup pasien, meskipun tidak mengembalikan fungsi ginjal yang normal. Meskipun demikian, pasien tetap mungkin menghadapi masalah dan komplikasi serta mengalami berbagai perubahan pada bentuk dan fungsi sistem tubuh (Rasyid et al. , 2. Hemodialisis bertujuan untuk mengekresi air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain yang merupakan hasil dari metabolisme atau racun tertentu dari darah melalui membran semi-permeabel. Dialisis digunakan baik sebagai pengobatan jangka panjang untuk pasien CKD atau sebagai terapi sementara sebelum pasien menjalani transplantasi ginjal (Rikhil Angfakh et al. , 2. Pasien dengan gagal ginjal kronis harus mengikuti terapi hemodialisis secara teratur . -3 kali semingg. dengan durasi 3-4 jam setiap sesi. Ketergantungan seumur hidup pada mesin hemodialisis dapat menyebabkan kondisi seperti uremia, anemia, malnutrisi, depresi, dan kurangnya aktivitas fisik, yang semuanya dapat berpengaruh pada kelelahan fisik pasien. (Laksono et al. , 2. Fatigue adalah perasaan subjektif kelelahan, kelemahan, dan penurunan energi yang tidak menyenangkan dan mengganggu dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi keluhan utama pada pasien yang menjalani terapi hemodialisis. Sebanyak 60-97% pasien CKD yang menjalani 3 kali hemodialisis mengalami fatigue (Black & Hawks, 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi fatigue meliputi demografi, faktor fisiologis, sosial ekonomi, dan situasional, serta penurunan kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas harian mereka (Alshammari et al. , 2. Dampak dari faktor-faktor ini dapat mengakibatkan kesulitan bagi pasien untuk bekerja secara konsisten dan mempertahankan kondisi fisik yang optimal untuk pekerjaan mereka. Faktor-faktor fisiologis seperti demam, uremia, anemia, kelelahan, malnutrisi, dan gangguan fungsi organ juga dapat menyebabkan fatigue karena membutuhkan banyak energi. Kondisi fatigue pada pasien hemodialisa bisa mengakibatkan pasien CKD mengalami gangguan tidur (Mardiyah & Azmy, 2. Fatigue pada pasien hemodialisis juga dikaitkan dengan gangguan tidur, yang mempengaruhi kualitas tidur berdasarkan jumlah dan kedalaman tidur yang tercapai. Kualitas tidur didefinisikan sebagai kepuasan individu terhadap tidur, termasuk dalam hal persiapan pola tidur di malam hari, kedalaman tidur, kemampuan untuk tidur tanpa bantuan medis, serta perasaan yang tenang dan energik di pagi hari (Alshammari et al. , 2. Terapi untuk mengatasi gangguan tidur dapat berupa farmakologi dan non-farmakologi. Terapi non-farmakologi yang dapat membantu mengatasi masalah tidur meliputi manajemen siklus tidur yang baik, seperti kebersihan tidur . leep hygien. , pembatasan tidur . leep restrictio. , terapi relaksasi, terapi kontrol stimulus, dan terapi music (Chan et al. , 2. Sleep Hygiene Manajement memiliki target untuk mengoptimalkan kondisi sebelum tidur, seperti menghindari minuman berkafein dan alkohol, menjauhkan ponsel, tidak menyalakan televisi di kamar tidur, serta menjaga suhu ruangan yang nyaman dan pencahayaan yang Sementara itu, terapi relaksasi dapat dilakukan melalui berbagai metode seperti latihan pernapasan dalam, relaksasi otot progresif, latihan pasrah diri, terapi musik, dan penggunaan aroma terapi (Baranwal et al. , 2. Tujuan Penelitian ini ialah mengidentifikasi efek sleep hygiene management (SHM) terhadap peningkatan kualitas tidur pasien CKD. NURSING INFORMATION JOURNAL | VOL. Maret 2025 | 76 NURSING INFORMATION JOURNAL Volume: 4. Nomor : 2, 2025 Original Research Article e-ISSN 2809-0152 DOI https://doi. org/10. 54832/nij. Halaman 74-84 METODE Desain penelitian menggunakan Pra-Experiment with One Group Pre-post Test Design. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Al-Huda Banyuwangi pada bulan Juli 2021. Sejumlah 30 pasien cuci darah sebagai responden penelitian yang dipilih secara simple random sampling. Kriteria inklusi dalam penelitian ini terdiri dari . pasien hemodialisis yang mengalami gangguan tidur, . pasien dalam kondisi sadar dan tidak mengalami kemunduran fisik dan psikologis. Alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah SOP Sleep Hygiene Management (SHM), lembar kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) Pengumpulan data dilakukan sebelum dan sesudah intervensi SHM diberikan. Data dikumpulkan menggunakanalat ukur yang sudah baku yaitu kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis univariat dan Analisis univariat digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik responden . eperti usia dan jenis kelami. serta variabel penelitian, yaitu kualitas tidur sebelum dan sesudah intervensi SHM selama 15 hari. Analisis bivariat menggunakan uji wilcoxon match pairs test untuk mengetahui peningkatan kualitas tidur responden. Studi ini telah lolos uji etik yang diselenggarakan di STIKES Banyuwangi dengan nomor: 598/KEPK/STIKES-BWI HASIL Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan riwayat penyakit Variabel Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Riwayat Penyakit Hipertensi Diabetes Batu saluran kencing Lain-lain Umur 18 Ae 30 tahun 31 Ae 40 tahun 41 Ae 50 tahun 51 Ae 60 tahun > 60 tahun Lama HD 0-1 Th >1Th Status Pekerjaan Bekerja Tidak kerja Kenaikan Berat Badan O2kg >2kg . (%) Berdasarkan hasil pengambilan dan pengolahan dari data penelitian didapatkan data demografi responden tersaji pada table 1 bahwa lebih dari setengahnya . ,5%) responden berjenis kelamin laki-laki, hampir setengahnya . ,4%) berusia 51 Ae 60 tahun, lebih dari separuhnya . ,6%) memiiki riwayat penyakit hipertensi, hampir seluruh responden . ,9%) telah mengalami proses hemodialisis > 1 tahun, sebagian besar . ,7%) dalam kondisi NURSING INFORMATION JOURNAL | VOL. Maret 2025 | 77 NURSING INFORMATION JOURNAL Volume: 4. Nomor : 2, 2025 Original Research Article e-ISSN 2809-0152 DOI https://doi. org/10. 54832/nij. Halaman 74-84 sudah tidak bekerja dan sebagian besar . ,7%) saat proses HD berikutnya mengalami kenaikan berat badan seberat > 2 kg. Tabel 2. Data Distribusi Kualitas Tidur Kualitas Tidur Baik Buruk Sebelum Sesudah Berdasarkan tabel 2, frekuensi kualitas tidur sebelum terapi SHM pada pasien CKD yang menjalani hemodialisis di RS Al Huda Genteng menunjukkan bahwa semua responden . berada dalam kategori buruk . %). Namun, setelah intervensi sleep hygiene management selama 15 hari, kualitas tidur pasien meningkat dengan 25 responden . ,8%) masuk dalam kategori baik. Tabel 3. Data kualitas tidur sebelum dan sesudah intervensi SHM Kualitas Tidur Sebelum Sesudah Nilai Selisih Mean Median Max Min 4,88 Nilai p 0,000 Berdasarkan tabel 3, nilai rata-rata kualitas tidur sebelum terapi SHM pada pasien CKD yang menjalani hemodialisis di RS Al Huda Genteng sebesar 10. 15 dan nilai sesudah intervensi sebesar 5. 27 dengan selisih nilai sebesar 4. Nilai tengah dimasing-masing variabel sebesar 11 . dan 5 . Hasil analisis statistik menggunakan uji Wilcoxon Match Pairs Test menunjukkan nilai p sebesar 0,000 . <0,. , yang berarti ada pengaruh signifikan dari intervensi sleep hygiene management terhadap kualitas tidur pasien CKD yang menjalani hemodialisis di RS Al Huda Genteng Banyuwangi. PEMBAHASAN Hasil studi menunjukkan bahwa tingkat frekuensi kualitas tidur sebelum penerapan SHM pada pasien CKD yang menjalani hemodialisis di RS Al Huda Genteng seluruhnya dalam kategori buruk sebanyak 33 orang . ,0%). Faktor lain yang mempengaruhi yaitu dari komorbiditas atau penyakit fisik yang menyertai. Berdasarkan tabel. 1 diketahui bahwa paling banyak responden memiliki riwayat penyakit hipertensi yaitu sebanyak 19 orang . ,57%). Usia sebagai salah satu faktor penyebab adanya masalah tidur, berdasarkan Tabel 1, mayoritas dari responden berusia antara 51 hingga 60 tahun, dengan jumlah sebanyak 13 orang atau 39,39%. Lama responden menjalani hemodialisis sangat mendukung terhadap timbulnya masalah tidur pada responden yang menderita penyakit gagal ginjal kronik (CKD). Berdasarkan tabel. 1 diketahui bahwa hampir keseluruhan responden sebanyak 31 orang atau 93,91% telah menjalani hemodialisis selama lebih dari satu tahun. Hal ini selaras dengan hasil dari penelitian yang dilakukan Yemina et al. , . yang menyatakan 66,7% dari pasien CKD mengalami hipertensi sebagai penyakit penyerta. Gejala yang sering dirasakan oleh penderita hipertensi meliputi sakit kepala, penglihatan kabur, mudah tersinggung, gangguan tidur, nyeri dada, pusing, denyut jantung yang kuat dan cepat (Arza & Anggraini, 2. Pada penelitian Yemina et al . sebanyak 12 responden . %) sebelum dilakukan pendidikan kesehatan sleep hygiene pada pasien GGK dengan hemodialisis di RSCM Jakarta mengalami kualitas tidur yang buruk. Dalam NURSING INFORMATION JOURNAL | VOL. Maret 2025 | 78 Halaman 74-84 NURSING INFORMATION JOURNAL Volume: 4. Nomor : 2, 2025 Original Research Article e-ISSN 2809-0152 DOI https://doi. org/10. 54832/nij. penelitian Patarru et al . menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur. Sering kali, tidak hanya satu faktor yang menjadi penyebab masalah tidur, tetapi faktor-faktor seperti fisiologis, psikologis, dan lingkungan juga dapat memengaruhi baik kualitas maupun kuantitas tidur seseorang. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hasina et al . bahwa karakteristik responden berdasarkan usia sebanyak 79% . adalah usia 51-60 tahun. Nurhayati et al . menyatakan gangguan tidur pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis berkaitan secara signifikan dengan usia, di mana risiko insomnia meningkat seiring bertambahnya usia pasien dengan kondisi gagal ginjal kronik. Pada penelitian Hasina et al . karakteristik responden berdasarkan lama menjalani hemodialisis adalah > 1 tahun sebanyak 38 responden . %). Studi sebelumnya dari Gusbeth-Tatomir et al . menunjukkan semakin lama pasien menjalani terapi dialisis, semakin tinggi risiko terjadinya gangguan kualitas tidur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 66,7% dari pasien yang menjalani terapi hemodialisis lebih dari 10 tahun, memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan tidur. Seperti yang ditemukan peneliti dilapangan bahwa responden yang mengalami hipertensi mengeluh tidak bisa tidur seharian karena kepalanya pusing, dimana setiap kondisi yang menimbulkan rasa sakit atau ketidaknyamanan fisik, seperti nyeri kepala, dapat mengganggu pola tidur seseorang. Menurut peneliti semakin bertambah usia manusia, tubuh akan mengalami penurunan secara alami. Kerusakan sel akan lebih banyak terjadi dibandingkan dengan regenerasi sel baru, terutama pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Sehingga mereka merasakan berbagai macam keluhan yang dapat menganggu tidurnya sehari-hari. Peneliti menemukan beberapa keluhan responden terutama dirasakan satu hari menjelang hemodialisis karena banyak penumpukan cairan yang banyak maupun urea dalam tubuh yang membuat responden tidak nyaman terhadap kondisi tubuhnya diantaranya responden mengeluh gelisah, badan tidak nyaman, sesak, gatal-gatal sehingga tidak dapat tidur dengan nyaman. Kenaikan berat badan lebih dari 2kg memperberat kondisi karena pasien bisa sesak apabila cairan masuk ke rongga paru. Pasien yang semakin lama menjalani hemodialisis akan terjadi beberapa komplikasi salah satunya yaitu kekakuan pembuluh darah karena sirkulasi darah yang dipaksakan oleh mesin dengan kecepatan tertentu, yang dapat mengakibatkan perfusi tubuh yang tidak Hal ini membutuhkan lebih banyak energi untuk memenuhi kebutuhan perfusi Kekurangan energi ini dapat menyebabkan kelelahan yang sering dialami oleh pasien hemodialisis, terutama jika didukung oleh kondisi anemia karena penurunan produksi eritropoetin sehingga kualitas tidur pasien tidak adekuat. Pasien cenderung lemah, pucat, tidak nafsu makan bahkan sesak disebabkan jumlah sel darah merah yang membawa oksigen ke seluruh tubuh berkurang atau terlalu sedikit. Berdasarkan tabel 2, diketahui bahwa setelah dilakukan SHM, frekuensi kualitas tidur pada pasien CKD mengalami perbaikan. Sebanyak 25 orang . ,8%) masuk dalam kategori kualitas tidur baik, sementara 8 orang masih dalam kategori kualitas tidur buruk. Meskipun 8 orang tersebut masih dalam kategori buruk, skor kualitas tidur mereka tetap menunjukkan penurunan dari 11 menjadi 8, dari 9 menjadi 7, dari 11 menjadi 10, dari 12 menjadi 10, dari 11 menjadi 6, dari 15 menjadi 10, dari 14 menjadi 6 dan dari 12 menjadi 6, yang menandakan adanya peningkatan kualitas tidur secara signifikan. Penurunan skor tersebut menunjukkan bahwa terapi aktivitas sleep hygiene dapat memberikan pengaruh positif terhadap kualitas tidur. Faktor lain yang mendukung peningkatan kualitas tidur responden terlihat pada tabel 1, dimana sebagian besar responden yaitu 24 orang . ,75%) berstatus tidak bekerja. Seperti yang ditunjukkan dalam penelitian Yemina et al . , pendidikan kesehatan mengenai sleep hygiene berpengaruh pada peningkatan kualitas tidur dalam konteks asuhan keperawatan pasien gagal ginjal kronis tahap akhir yang menjalani hemodialisis di RSCM Jakarta. Dalam penelitian tersebut rata-rata kualitas tidur pasien sebelum intervensi sleep NURSING INFORMATION JOURNAL | VOL. Maret 2025 | 79 Halaman 74-84 NURSING INFORMATION JOURNAL Volume: 4. Nomor : 2, 2025 Original Research Article e-ISSN 2809-0152 DOI https://doi. org/10. 54832/nij. hygiene dan sesudah mengalami penurunan frekuensi dari 12 menjadi 8,2 yang artinya kualitas tidur membaik. Serupa hal nya pada penelitian Fitria et al . didapatkan hasil bahwa status pekerjaan responden paling banyak adalah tidak bekerja pada intervensi 11 orang . ,9%), pada kontrol 14 orang . ,7%). Penelitian yang telah dilakukan di Amerika tentang penyakit gagal ginjal kronik terhadap pekerjaan didapatkan bahwasannya lebih dari jumlah total pasien yang diteliti memutuskan untuk berhenti bekerja setelah divonis memiliki penyakit CKD (Palaka et al. , 2. Keterbatasan fisik pasien dapat mengakibatkan penurunan produktivitas dan aktivitas, termasuk hambatan dalam melakukan aktivitas sosial. Sering kali, pasien harus berhenti bekerja setelah didiagnosis CKD (Natashia et al. , 2. Isroin . mengemukakan bahwa Responden yang tidak bekerja cenderung menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk aktivitas di rumah. Mereka juga memiliki lebih banyak waktu luang untuk berkumpul bersama keluarga dan menonton acara televisi. Sayekti & Hendrati . Penerapan sleep hygiene memiliki hubungan signifikan dengan kualitas tidur yang buruk. Sleep hygiene dibagi menjadi tiga aspek: perilaku, lingkungan, dan aktivitas sebelum tidur. Ketiga aspek ini harus diterapkan secara simultan dan konsisten untuk mencapai hasil yang optimal. Selama proses intervensi SHM menunjukkan bahwa responden bersikap kooperatif dalam melaksanakan aktivitas sleep hygiene selama 2 minggu. Seperti yang ditemui peneliti bahwa responden yang menjalani hemodialisis cenderung merasa cemas akan kondisinya yang tidak dapat diprediksi terhadap kemampuannya melakukan aktivitas. Keluarga banyak yang melarang untuk bekerja demi kondisi kesehatan, sehingga dalam hal ini responden memiliki waktu luang yang lebih banyak untuk patuh mengikuti intervensi SHM secara keseluruhan rangkaian kegiatan. Hal inilah yang dapat mendukung keberhasilah intervensi SHM pada pasien CKD yang menjalani hemodialisis dalam studi ini. Dengan kebutuhan tidur yang cukup, responden merasa lebih bugar kondisinya sehingga mereka lebih bisa mandiri dalam aktifitas sehari-hari. Berdasarkan tabel 3, hasil perhitungan statistik menggunakan uji Wilcoxon Match Pairs Test menunjukkan p-value sebesar 0,000 . -value < 0,. yang berarti ada pengaruh intervensi SHM terhadap kualitas tidur pada pasien CKD yang menjalani hemodialis di RS Al Huda Genteng. Penelitian Lillehei et al . menunjukkan kombinasi sleep hygiene dan aromaterapi memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan kualitas hidup dan kualitas tidur, dengan adanya peningkatan skor kualitas tidur secara signifikan di kelompok intervensi. Penelitian Soleimani et al . menunjukkan pendidikan sleep hygiene bersama dengan pendekatan lain dianggap sebagai metode yang murah, mudah diakses, praktis, dan dapat diimplementasikan dengan cepat. Terdapat perbedaan signifikan dalam rata-rata . tandar devias. skor PSQI sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok intervensi . <0,. Namun, pada kelompok kontrol perbedaannya tidak signifikan . = 0,. Rangkaian kegiatan dalam terapi sleep hygiene bertujuan untuk membentuk jadwal tidur yang teratur dan rutinitas tidur yang konsisten. Selain itu, terapi ini juga mencakup pengaturan lingkungan tidur yang optimal. Hal ini bertujuan untuk menyelaraskan pola tidur dan bangun dengan siklus tubuh lainnya, seperti suhu tubuh, metabolisme, dan jadwal hormonal, sehingga tercapai sinkronisasi irama sirkadian. Tujuannya adalah untuk mencapai kondisi homeostasis yang terancam oleh stresor dari hospitalisasi (Owen & Veasey, 2020. Tan et , 2. Hipotalamus terdiri dari berbagai nuklei dan struktur yang memungkinkan koordinasi aksi neural dan hormonal untuk menjaga keseimbangan homeostasis. Sistem aktivasi retikular (RAS) dan sinkronisasi bulbar regional (BSR) mengatur mekanisme tidur dan bangun, sambil terlibat dengan sistem saraf simpatis yang dapat mengaktifkan aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA) dalam merespons stres (Kazemi et al. , 2018. Tan et al. Kegiatan dalam terapi sleep hygiene bertujuan untuk mencapai keadaan homeostasis NURSING INFORMATION JOURNAL | VOL. Maret 2025 | 80 Halaman 74-84 NURSING INFORMATION JOURNAL Volume: 4. Nomor : 2, 2025 Original Research Article e-ISSN 2809-0152 DOI https://doi. org/10. 54832/nij. dengan memperbaiki siklus tidur agar selaras dan seimbang dengan siklus tubuh secara Kualitas tidur seseorang dianggap baik jika tidak ada tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak ada masalah dalam pola tidurnya. Kualitas tidur secara langsung mempengaruhi kualitas aktivitas saat bangun, seperti kewaspadaan mental, produktivitas, keseimbangan emosi, kreativitas, tanda-tanda vital fisik, dan bahkan berat badan. Oleh karena itu, penting untuk menjaga kualitas tidur agar tetap optimal (Ali et al. , 2. Perilaku tidak sehat dan kebiasaan tidur yang tidak tepat dapat menyebabkan buruknya kualitas tidur seseorang. Praktik sleep hygiene yang baik dapat mencegah timbulnya gangguan tidur dan masalah Dengan demikian, praktik sleep hygiene yang baik dapat membantu seseorang mempertahankan kualitas tidur yang optimal (Sari & Annisa, 2. Setelah peneliti melakukan intervensi sleep hygiene management, beberapa responden mulai merasakan efeknya di hari 3-4 therapy yang mereka lakukan sesuai dengan edukasi kegiatan yang telah disampaikan peneliti. Responden merasa ada perbedaan sedikit demi sedikit terhadap tidurnya. Mengatur jadwal bangun dan tidur merupakan upaya kedisiplinan responden untuk memperbaiki waktu tidur. Dengan mengatur dan mengurangi waktu di tempat tidur merupakan upaya untuk Meningkatkan kualitas tidur REM dapat membuat seseorang merasa lebih segar dan sehat saat bangun tidur. Menjaga aktivitas sehari-hari yang teratur dapat meningkatkan kedalaman tidur dalam jangka Kegiatan rutin pada pagi hari dapat memperkuat ritme sirkadian dan membantu menciptakan pola tidur yang teratur, hal ini juga dirasakan responden yang melakukan exercise ringan dipagi hari kurang lebih selam 30 menit sesuai dengan kemampuannya. Seluruh rangkaian kegiatan sleep hygiene yang dilakukan respoden mampu meningkatkan kualitas tidur mereka secara signifikan dengan penerapan sleep hygiene yang teratur. Responen dapat tidur lebih lama terutama dimalam hari meskipun beberapa kali masih terbangun namun tidak sesering sebelumnya. Dan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menciptakan program pendidikan sleep hygiene yang berkesinambungan adalah dengan melakukan evaluasi untuk menilai dampak dari program sleep hygiene yang telah Hal ini karena pendidikan yang efektif adalah pendidikan yang terus-menerus dievaluasi dan ditingkatkan. Maka peneliti berusaha menelfon responden setiap hari untuk memastikan intervensi SHM benar-benar dilakukan oleh responden dengan baik. Dan responden mengalami peninggakatan kualitas tidur setelah melakukan rangkaian intervensi SHM selama 15 hari. Dari keseluruhan responden ada sebagian kecil yang masih dalam kategori kualitas tidur buruk, bisa di lanjutkan dan dikembangkan dengan intervensi sleep hygiene management yang dikombinasikan dengan terapi alternative lainnya seperti musik SIMPULAN Hasil riset Sebelum dilakukan intervensi SHM, seluruh responden . %) memiliki kualitas tidur buruk. Setelah intervensi SHM, sebagian besar responden . ,8%) mengalami perbaikan dengan mencapai kualitas tidur baik. Hasil statistik menunjukkan adanya pengaruh signifikan dari SHM terhadap kualitas tidur pasien CKD yang menjalani hemodialisis, dengan nilai p statistik sebesar 0,000 . < 0,. Tenaga kesehatan dapat memberikan asuhan keperawatan terkait intervensi SHM pada pasien CKD yang mengalami gangguan tidur dan kualitas tidur buruk, sentuhan yang dapat dilakukan tanpa memerlukan biaya besar adalah intervensi sleep hygiene. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengembangkan kombinasi intervensi sleep hygiene dengan terapi alternatif lainnya, serta membandingkan efeknya untuk meningkatkan efektivitas secara optimal. NURSING INFORMATION JOURNAL | VOL. Maret 2025 | 81 Halaman 74-84 NURSING INFORMATION JOURNAL Volume: 4. Nomor : 2, 2025 Original Research Article e-ISSN 2809-0152 DOI https://doi. org/10. 54832/nij. UCAPAN TERIMAKASIH