Room of Civil Society Development DOI: https://doi. org/10. 59110/rcsd. Volume 4 Issue 5. Year 2025 Edukasi dan Pemberian Makanan Bergizi sebagai Strategi Pencegahan Stunting di Desa Bilungala Utara Yusran Dungi1. Fazriatunnisa Abdul1. Angela Putri Lesawengen1. Kharisma Suratininggrah Latif1. Srihapsin Gaib1. Veny Veify Mamengko1. Melda Miranti S. Ali1. Imam Mashudi1* 1Universitas Bina Mandiri Gorontalo. Gorontalo. Indonesia *Correspondence: Imammashudi897@gmail. ABSTRACT Stunting remains a public health issue in Indonesia, influenced by nutritional, environmental, and socioeconomic factors. This program was carried out in Bilungala Utara Village. Bone Bolango Regency, to map childrenAos nutritional status, detect the risk of Chronic Energy Deficiency (CED) in pregnant women, and provide nutrition education using local food resources. A descriptive qualitative method with a participatory approach was applied, involving 70 children under five, 3 pregnant women, health volunteers, health workers, and village officials. Data were obtained through observation, interviews, and official records from health posts and centers, and analyzed using data reduction, information presentation, and triangulation. The results showed that stunting prevalence was relatively low, yet families faced economic barriers and limited access to nutritious food. Nutrition education improved parentsAo and pregnant womenAos knowledge about balanced diets and local food utilization. The findings highlight the importance of sustainable posyandu financing, digital record-keeping, and inclusive communication strategies. The implications include strengthening community health workersAo practice, informing communitybased policies, and opening research opportunities on interactive nutrition education to prevent Keywords: Community Participation. Food Access. Nutrition Education. Posyandu Cadres. Stunting. ABSTRAK Stunting masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang dipengaruhi faktor gizi, lingkungan, dan sosial ekonomi. Kegiatan ini dilaksanakan di Desa Bilungala Utara. Kabupaten Bone Bolango, dengan tujuan memetakan kondisi gizi balita, mendeteksi risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil, serta memberikan edukasi gizi berbasis pangan lokal. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan partisipatif, melibatkan 70 balita, 3 ibu hamil, kader posyandu, tenaga kesehatan, dan aparat desa. Data diperoleh melalui observasi, wawancara, serta catatan resmi posyandu dan puskesmas, kemudian dianalisis melalui reduksi data, penyajian informasi, dan triangulasi. Hasil menunjukkan prevalensi stunting relatif rendah, namun masih terdapat kendala ekonomi dan keterbatasan akses pangan bergizi. Edukasi gizi yang diberikan meningkatkan pengetahuan ibu hamil dan orang tua balita mengenai pola makan seimbang serta pemanfaatan pangan lokal. Kegiatan ini menegaskan pentingnya dukungan pembiayaan posyandu, inovasi pencatatan digital, dan strategi komunikasi gizi yang inklusif. Implikasi mencakup penguatan praktik kader, kebijakan berbasis komunitas, serta peluang penelitian lanjutan terkait efektivitas edukasi interaktif dalam pencegahan stunting. Kata Kunci: Akses Pangan. Edukasi Gizi. Kader Posyandu. Partisipasi Masyarakat. Stunting. Copyright A 2025 The Author. : This is an open-access article distributed under the terms of the Creative Commons Attribution ShareAlike 4. 0 International (CC BY-SA 4. Volume 4 No 5: 826-838 Room of Civil Society Development Pendahuluan Stunting didefinisikan sebagai kondisi gangguan pertumbuhan fisik pada anak yang ditandai dengan keterlambatan laju pertumbuhan linear, yang umumnya disebabkan oleh ketidakseimbangan asupan gizi dalam jangka waktu yang cukup lama (Hasibuan, 2. Kondisi ini tidak hanya mencerminkan masalah kesehatan individu, tetapi juga menjadi indicator serius dari status gizi dan kualitas Pembangunan sumberdaya manusia di suatu Di Provinsi Gorontalo, prevalensi risiko stunting tercatat sebesar 61,913%, suatu angka yang relatif tinggi dan menunjukkan kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun, sehingga menegaskan perlunya intervensi komprehensif dan perhatian khusus dari berbagai pihak terkait. Berdasarkan data Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, prevalensi stunting di Provinsi Gorontalo mencapai 23,8%. Angka ini berbeda di setiap kabupaten/kota. Kabupaten Gorontalo mencatat prevalensi tertinggi, yaitu 30,8%, disusul oleh Kabupaten Boalemo sebesar 29,9%, dan Kabupaten Gorontalo Utara sebesar 29,3%. Sementara itu. Kabupaten Bone Bolango memiliki prevalensi 22,3%. Kota Gorontalo sebesar 19,1%, dan Kabupaten Pohuwato yang terendah dengan 6,4%. Data ini menunjukkan perlunya langkahlangkah efektif dalam mengatasi masalah gizi dan pertumbuhan anak di wilayah tersebut Gizi berperan penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu faktor yang memengaruhi status gizi adalah kondisi ekonomi keluarga, yang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Kekurangan gizi pada anak, terutama balita, dapat berdampak negatif pada pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan mereka. Hanya anak-anak dengan status gizi baik yang dapat mencapai perkembangan otak secara optimal (Yuwanti. Mulyaningrum, & Susanti, 2. Kondisi gizi yang baik memegang peranan penting dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal ini sejalan dengan adanya keterkaitan yang erat antara status ekonomi dan pemenuhan gizi, sehingga peningkatan kesejahteraan ekonomi keluarga menjadi langkah strategis yang krusial dalam Upaya mengatasi permasalahan gizi buruk. Oleh karena itu, perhatian harus diberikan untuk memastikan bahwa setiap anak mendapatkan asupan gizi yang memadai, agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Hubungan yang signifikan antara pertumbuhan ekonomi dengan perbaikan status gizi anak, di mana peningkatan pendapatan rumah tangga berdampak positif pada ketersediaan pangan bergizi dan akses layanan Kesehatan (Haile et al. , 2. Berdasarkan informasi dari Desa Bilungala Utara, tercatat dua balita mengalami gizi kurang dan satu balita mengalami gizi buruk. Hal ini menunjukkan bahwa masalah status gizi anak masih menjadi isu yang signifikan di tingkat desa. Selain itu, ditemukan juga ibu hamil yang belum sepenuhnya menyadari pentingnya konsumsi makanan bergizi dan tidak rutin mengonsumsi tablet zat besi (F. untuk memenuhi kebutuhan nutrisi selama Kondisi ini menunjukkan perlunya upaya pencegahan stunting dimulai sejak masa kehamilan, karena status gizi ibu sangat berpengaruh terhadap perkembangan janin dan risiko stunting pada anak di masa depan. Oleh karena itu, program edukasi gizi dirancang untuk mencakup seluruh siklus kehidupan, mulai dari remaja putri hingga ibu hamil serta keluarga dengan balita. Temuan serupa juga ditunjukkan oleh Atok et al. di Desa Pukdale, di mana edukasi kesehatan ibu dan anak terbukti efektif dalam menurunkan prevalensi stunting, sehingga intervensi berbasis komunitas menjadi semakin relevan untuk diterapkan di berbagai desa. Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi salah satu isu utama dalam program perbaikan gizi nasional yang dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan. Volume 4 No 5: 826-838 Room of Civil Society Development Berdasarkan data Riskesdas 2013, prevalensi ibu hamil berusia 15 hingga 49 tahun yang berisiko mengalami KEK mencapai 24,2%. Angka ini lebih tinggi pada kelompok usia remaja, yaitu 15 hingga 19 tahun, dengan prevalensi mencapai 38,5%, yang jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok usia 20 hingga 24 tahun, yaitu 30,1%. Sebagai respons terhadap masalah ini, pemerintah menargetkan penurunan prevalensi KEK sebesar 1,5% setiap tahun, dengan harapan dapat mencapai angka maksimum 18,2% pada tahun 2019 (Kemenkes. Di tingkat lokal, pemantauan di Desa Bilungala Utara menunjukkan bahwa masih ada seorang ibu hamil yang mengalami KEK. Hal ini menjadi indikasi bahwa masalah gizi pada masa kehamilan masih menjadi tantangan yang perlu diatasi. Temuan ini menekankan pentingnya edukasi gizi dan intervensi sejak awal kehamilan untuk mencegah risiko stunting pada anak di masa depan. Dengan meningkatkannya kesadaran akan pentingnya nutrisi yang baik selama kehamilan, diharapkan ibu hamil dapat memperoleh asupan gizi yang memadai, sehingga mendukung pertumbuhan dan perkembangan janin secara optimal (Permatasari et al. , 2. Keberadaan balita yang mengalami stunting di berbagai daerah menunjukkan masih adanya tantangan serius dalam pemenuhan gizi seimbang anak. Faktor utama yang berkontribusi meliputi keterbatasan ekonomi keluarga, sulitnya akses pangan bergizi, rendahnya literasi gizi, serta pengaruh budaya lokal dalam pola asuh. Rendahnya peran tenaga kesehatan dan kurangnya pendidikan berkelanjutan juga memperburuk kondisi ini, sehingga angka stunting tetap tinggi dan menghambat kualitas sumber daya manusia (Desmita et al. , 2. Upaya pencegahan dapat dilakukan melalui pemberian makanan bergizi sesuai kebutuhan anak, termasuk makanan tambahan yang kaya nutrisi, sehingga pertumbuhan fisik dan kognitif dapat optimal. Selain itu, penyuluhan kesehatan berbasis komunitas terbukti efektif meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pola makan seimbang, pemanfaatan pangan lokal. ASI eksklusif, serta konsumsi zat besi bagi ibu hamil dan remaja putri (Susanti. Gustini, & Khairuninnisak, 2024. Nurdin et al. , 2. Bidan berperan penting tidak hanya sebagai penyampai informasi medis, tetapi juga agen perubahan yang memahami konteks lokal (Wulandari & Kusumastuti, 2. Kombinasi intervensi gizi dan edukasi yang terstruktur diharapkan menurunkan angka stunting secara signifikan. Keberhasilan program sangat bergantung pada keterlibatan aktif keluarga dan masyarakat, dengan dukungan pemerintah. Jika terimplementasi baik, model ini berpotensi menjadi contoh percepatan penurunan stunting di wilayah lain, sekaligus mencetak generasi sehat, cerdas, dan produktif (Huru, et al. , 2023. Munawaroh. Syakur. Fitriana, & Muntaqo, 2. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya pemberian makanan tambahan bergizi, konsumsi tablet zat besi (F. pada ibu hamil, pemberian ASI eksklusif, serta peran keluarga dalam pencegahan stunting melalui program penyuluhan kesehatan berbasis komunitas di Desa Bilungala Utara. Program ini diharapkan tidak hanya berdampak pada peningkatan status gizi anak dan ibu hamil, tetapi juga dapat menjadi acuan bagi pengembangan intervensi serupa di daerah lain dengan permasalahan gizi yang sejenis. Metode Pelaksanaan Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 22Ae27 Agustus 2025 di Desa Bilungala Utara. Kecamatan Bonepantai. Kabupaten Bone Bolango, sebagai bentuk pengabdian kepada Volume 4 No 5: 826-838 Room of Civil Society Development masyarakat berbasis komunitas. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan partisipatif, dengan menekankan keterlibatan masyarakat sebagai mitra dalam setiap tahapan. Subjek kegiatan terdiri atas 70 balita . ermasuk yang berisiko stuntin. , 3 ibu hamil dengan indikasi Kekurangan Energi Kronis (KEK), orang tua balita, tenaga kesehatan, serta aparat desa. Kegiatan ini dilaksanakan dengan izin dan dukungan pemerintah desa serta persetujuan partisipasi dari kader posyandu dan orang tua balita. Tahapan pelaksanaan dimulai dengan penjajakan dan koordinasi bersama kepala desa, kader posyandu, serta tenaga kesehatan untuk mengidentifikasi isu kesehatan prioritas sekaligus memastikan dukungan masyarakat. Setelah itu dilakukan identifikasi subjek kegiatan yang melibatkan balita, ibu hamil, orang tua, tenaga kesehatan, dan aparat desa sesuai kriteria yang telah ditetapkan. Proses ini dilanjutkan dengan observasi lapangan guna mendapatkan gambaran nyata mengenai kondisi lingkungan, pola konsumsi balita, serta akses keluarga terhadap pangan bergizi. Observasi diperdalam melalui wawancara mendalam dengan orang tua, tenaga kesehatan, dan aparat desa untuk menggali pengalaman, pengetahuan, serta kendala yang dihadapi masyarakat dalam upaya pencegahan stunting. Data mengenai status gizi balita dikumpulkan dari catatan resmi posyandu dan puskesmas, sedangkan informasi tambahan diperoleh melalui hasil observasi dan Seluruh data dianalisis secara kualitatif melalui proses reduksi data, penyajian informasi, penarikan kesimpulan, serta triangulasi sumber untuk meningkatkan validitas Alur kegiatan secara keseluruhan ditunjukkan pada Gambar memvisualisasikan tahapan utama mulai dari koordinasi hingga analisis data. Penjajakan dan Koordinasi. Bersama Kepala Desa. Kader Posyandu. Tenaga Kesehatan IdentifikasiSubjek (Balita Stunting dan OrangTua. Tenaga Kesehatan. Aparat Des. ObservasiLapangan: Kondisi Lingkungan. Pola Makan Balita. Akses Pangan Makan Balita. Akses Pangan WawancaraMendalam (In-dept. dengan Orang Tua. TenagaKesehatan. Aparat Desa Dokumentasi Data Status GiziBalita dariPosyandu Kesehatan. Aparat Desa Analisis Data Kualitatif:Reduksi. Penyajian. Penarikan KesimpulanTriangulasiSumber Gambar 1. Diagram Alir Pelaksanaan Kegiatan Edukasi Stunting di Desa Bilungala Utara Volume 4 No 5: 826-838 Room of Civil Society Development Hasil Jumlah peserta kegiatan ditentukan melalui kerja sama dengan kader posyandu dan pihak puskesmas. Data status gizi balita diperoleh dari catatan resmi posyandu maupun puskesmas, sedangkan informasi tambahan dihimpun melalui observasi lapangan mengenai kondisi lingkungan, pola konsumsi balita, serta wawancara dengan orang tua dan tenaga Seluruh data disusun secara sistematis sebagai dokumentasi kegiatan dan menjadi dasar dalam merancang program edukasi gizi. Status gizi balita di Desa Bilungala Utara menunjukkan bahwa mayoritas anak tumbuh dengan baik. Dari total 70 balita, 65 anak . ,9%) memiliki gizi normal, sementara 2 anak . ,9%) mengalami stunting, 2 anak . ,9%) gizi kurang, dan 1 anak . ,4%) gizi buruk (Tabel Temuan ini mengindikasikan bahwa meskipun kondisi umum tergolong baik, masih terdapat anak-anak yang memerlukan perhatian khusus. Tabel 1. Distribusi Status Gizi Balita di Desa Bilungala Utara Kategori Jumlah Persentase (%) Normal Stunting Gizi Kurang Gizi Buruk Total Selain pemantauan balita, hasil pencatatan juga menunjukkan adanya satu ibu hamil yang mengalami Kekurangan Energi Kronis (KEK), sehingga memerlukan intervensi lebih intensif untuk mencegah risiko stunting pada bayi yang dikandung (Tabel . Tabel 2. Status Ibu Hamil di Desa Bilungala Utara Kategori Jumlah Persentase (%) Ibu Hamil KEK Ibu Hamil Normal Program edukasi gizi berbasis komunitas yang dilaksanakan melibatkan orang tua, ibu hamil, kader posyandu, tenaga kesehatan, serta pemerintah desa. Selama kegiatan, peserta memperoleh penyuluhan mengenai pentingnya ASI eksklusif, pemberian makanan tambahan bergizi, pemanfaatan pangan lokal, dan konsumsi tablet zat besi (F. Edukasi ini terbukti meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hubungan pola makan, kesehatan ibu hamil, dan risiko stunting. Setelah program berjalan, kesadaran keluarga dalam memberikan makanan bergizi serta mengikuti pemantauan kesehatan meningkat. Diskusi bersama masyarakat mengungkapkan sejumlah tantangan yang dihadapi, antara lain keterbatasan pendapatan keluarga, pola asuh yang kurang tepat, dan terbatasnya akses terhadap pangan bergizi. Beberapa orang tua mengaku kesulitan menyediakan variasi makanan sehat karena kendala ekonomi maupun kurangnya pengetahuan mengolah bahan pangan lokal. Temuan ini sejalan dengan penelitian Yuwanti. Mulyaningrum, & Susanti . yang menegaskan bahwa stunting dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi, pola asuh, dan tingkat literasi gizi keluarga. Pelibatan berbagai pihak memperkuat keberhasilan program. Kader posyandu aktif melakukan pencatatan status gizi balita dan konseling, tenaga kesehatan memberikan penyuluhan, sementara pemerintah desa menyediakan dukungan fasilitas. Kolaborasi ini mendorong peningkatan jumlah keluarga yang mulai menerapkan pola makan bergizi seimbang dan mengikuti layanan kesehatan desa, seperti pemantauan pertumbuhan balita dan pemeriksaan kehamilan rutin. Volume 4 No 5: 826-838 Room of Civil Society Development Selain itu, kegiatan juga mencatat tingkat partisipasi pasangan usia subur (PUS) dalam program keluarga berencana (KB). Dari total 150 pasangan, 120 pasangan . %) sudah menggunakan alat kontrasepsi, sementara 30 pasangan . %) belum (Tabel . Tingginya partisipasi KB menunjukkan adanya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya perencanaan keluarga, meskipun sebagian pasangan masih enggan menggunakan KB karena keterbatasan informasi, kekhawatiran efek samping, atau akses layanan. Tabel 3. Distribusi Pasangan Usia Subur Berdasarkan Penggunaan KB Status Peserta KB Jumlah Persentase (%) Tidak Total Secara keseluruhan, program edukasi gizi berbasis komunitas ini memberikan dampak positif dalam meningkatkan status gizi balita, kesadaran keluarga, serta partisipasi masyarakat dalam layanan kesehatan. Namun, diperlukan pendampingan berkelanjutan agar perubahan perilaku dapat dipertahankan. Dukungan kebijakan dan fasilitas kesehatan desa yang memadai juga sangat penting untuk memperluas dampak program dan menurunkan angka stunting secara signifikan. Pembahasan Pelaksanaan kegiatan pencegahan stunting di Desa Bilungala Utara diawali dengan proses penjajakan lapangan serta koordinasi bersama kepala desa, kader posyandu, tenaga kesehatan, dan perangkat desa. Tahapan awal ini sangat penting karena menunjukkan adanya kolaborasi lintas sektor di tingkat lokal, sejalan dengan temuan bahwa keberhasilan program kesehatan masyarakat sangat dipengaruhi oleh dukungan berbagai pemangku kepentingan (Alderwick et al. , 2021. Atok et al. , 2. Namun, terdapat perbedaan karakteristik dengan program di wilayah perkotaan yang biasanya lebih banyak melibatkan organisasi non-pemerintah. Di desa ini, aktor utama justru aparat desa dan kader posyandu yang berperan sebagai ujung tombak dalam implementasi kegiatan. Konteks ini menegaskan bahwa faktor sosial dan struktur kelembagaan lokal berpengaruh terhadap strategi implementasi pencegahan stunting. Pendekatan adaptif berbasis kearifan lokal terbukti menjadi kunci keberhasilan dalam membangun partisipasi masyarakat secara berkelanjutan. Gambar 2. Pendataan yang dilakukan terhadap balita dan ibu Hamil di Desa Blungala Utara. Volume 4 No 5: 826-838 Room of Civil Society Development Pendataan awal terhadap balita dan ibu hamil dilakukan melalui kunjungan rumah. Dokumentasi kegiatan ini dapat dilihat pada Gambar 2, di mana kader posyandu bersama mahasiswa melakukan wawancara langsung dengan ibu balita serta ibu hamil. Proses pendataan ini tidak hanya mengumpulkan data antropometri seperti berat badan, tinggi badan, dan usia balita, tetapi juga informasi tambahan mengenai pola makan, riwayat kesehatan, serta akses keluarga terhadap pangan bergizi. Metode pendataan berbasis kunjungan rumah memperlihatkan pendekatan yang lebih partisipatif, sehingga responden merasa lebih nyaman dan terbuka dalam menyampaikan kondisi sebenarnya. Strategi ini memperkuat keterlibatan masyarakat dan meningkatkan keakuratan data, sebagaimana ditegaskan oleh Beal et al. bahwa integrasi data kuantitatif dan kualitatif penting dalam pemetaan masalah gizi. Keterlibatan kader posyandu dan puskesmas merupakan aspek krusial dalam memastikan validitas data gizi di masyarakat. Pemanfaatan catatan resmi posyandu meningkatkan keandalan data, sementara dukungan teknis dari puskesmas memperkuat akurasi pemantauan (Desmita et al. , 2025. Erowati et al. , 2. Peran kader posyandu juga terbukti strategis dalam pencegahan stunting, sebagaimana ditunjukkan oleh studi di beberapa daerah yang menekankan pentingnya partisipasi keluarga dan dukungan tenaga kesehatan (Basrowi et al. , 2022. Nasution et al. , 2. Namun, berbeda dengan wilayah lain yang telah memanfaatkan dukungan finansial dan teknologi digital. Desa Bilungala Utara masih mengandalkan sistem manual, sehingga keberlanjutan program menjadi tantangan Kondisi ini menegaskan bahwa keberhasilan intervensi berbasis komunitas sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya dan pemanfaatan inovasi (Rahmawati et , 2023. Rinawan et al. , 2. Dari hasil analisis, ditemukan bahwa meskipun prevalensi stunting di Desa Bilungala Utara tergolong rendah, masalah akses pangan bergizi tetap menjadi perhatian utama. Banyak keluarga menghadapi kendala ekonomi yang membuat mereka harus memilih makanan yang lebih murah meskipun kurang bergizi. Kondisi ini mengindikasikan adanya keterbatasan daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Penelitian Kumar et al. dan Siramaneerat et al. mengonfirmasi bahwa status sosial ekonomi keluarga berhubungan erat dengan kejadian stunting pada balita di Indonesia. Fenomena serupa juga ditemukan di Pakistan, di mana faktor pendapatan keluarga menjadi determinan utama dalam kejadian stunting (Soofi et al. , 2. Gambar 3. Dokumentasi edukasi kepada ibu hamil KEK Selain faktor ekonomi, ketersediaan pangan sehat seperti sayuran, buah-buahan, dan protein hewani juga masih terbatas di desa ini. Gambar 3 memperlihatkan salah satu sesi Volume 4 No 5: 826-838 Room of Civil Society Development edukasi kepada ibu hamil dengan kondisi Kekurangan Energi Kronis (KEK), di mana kader posyandu memberikan pemahaman mengenai pemanfaatan bahan pangan lokal yang tersedia di sekitar desa. Edukasi ini menjadi penting karena akses pasar yang terbatas menyebabkan masyarakat harus lebih kreatif memanfaatkan sumber pangan lokal. Penelitian Mbuya dan Humphrey . menegaskan bahwa akses terhadap pangan beragam adalah syarat utama pencegahan stunting, sementara Ryckman et al. menambahkan bahwa keterjangkauan makanan bergizi untuk anak masih menjadi isu global, khususnya di negara berkembang. Di Indonesia. Silva dan Sumarto . menunjukkan bahwa malnutrisi anak tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pendapatan, tetapi juga pendidikan, sanitasi, dan layanan kesehatan. Dengan demikian, tantangan di Bilungala Utara sebaiknya dipahami sebagai masalah multidimensi yang membutuhkan intervensi terintegrasi lintas sektor. Intervensi yang dapat dilakukan meliputi peningkatan aksesibilitas pangan bergizi melalui program pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat, bantuan pangan, serta pelatihan pertanian berbasis komunitas. Selain itu, edukasi mengenai pentingnya diversifikasi pangan menjadi langkah penting untuk membantu masyarakat memahami nilai gizi dari berbagai jenis makanan. Haddad et al. menekankan bahwa intervensi gizi yang komprehensif dan terintegrasi terbukti efektif dalam mengurangi prevalensi Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, lembaga non-pemerintah, dan masyarakat menjadi kunci dalam menciptakan program yang berkelanjutan. Gambar 4. Dokumentasi edukasi kepada balita kurang gizi. Aspek lain yang tidak kalah penting adalah edukasi gizi kepada keluarga. Gambar 4 mendokumentasikan sesi edukasi kepada orang tua dengan balita gizi kurang, di mana tenaga kesehatan memberikan penjelasan tentang pentingnya pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang bergizi serta cara pengolahan bahan pangan lokal. Sesi edukasi ini disertai diskusi interaktif, sehingga orang tua dapat langsung bertanya dan berdiskusi mengenai kendala yang mereka hadapi. Pendekatan ini mendukung penelitian Abdillah et al. yang menunjukkan bahwa edukasi gizi oleh kader terlatih mampu meningkatkan asupan energi dan protein balita, serta Fitriyaningsih et al. dan Rachmah et al. yang menegaskan efektivitas metode hands-on activity dalam memperkuat keterampilan praktis orang tua. Tingginya persentase balita dengan status gizi normal di desa ini menunjukkan bahwa program edukasi gizi yang telah dilakukan memiliki dampak positif. Namun, masih terdapat tantangan dalam hal jangkauan dan konsistensi penyampaian informasi. Tidak semua keluarga memiliki akses yang sama terhadap edukasi ini, sehingga diperlukan Volume 4 No 5: 826-838 Room of Civil Society Development strategi komunikasi yang lebih inklusif. Hal ini sejalan dengan Pratama dan Indriani . yang menekankan pentingnya strategi komunikasi gizi yang menjangkau seluruh lapisan Oleh karena itu, edukasi yang terarah, interaktif, dan berbasis praktik sangat diperlukan untuk menjangkau kelompok-kelompok yang sebelumnya terabaikan. Gambar 5. Dokumentasi edukasi kepada ibu hamil KEK. Edukasi gizi untuk ibu hamil KEK juga diperkuat dalam sesi lanjutan, sebagaimana terlihat pada Gambar 5. Dalam kegiatan ini, ibu hamil tidak hanya diberikan penyuluhan mengenai gizi seimbang dan pentingnya suplementasi tablet Fe, tetapi juga diajarkan cara praktis memanfaatkan bahan pangan lokal. Kegiatan ini membuktikan bahwa edukasi yang bersifat aplikatif lebih efektif dibandingkan penyuluhan pasif. Temuan ini sejalan dengan Rahman et al. yang menunjukkan bahwa suplementasi Fe yang disertai edukasi gizi mampu menurunkan risiko anemia dan komplikasi kehamilan. Dengan demikian, kegiatan edukasi di Desa Bilungala Utara telah mengintegrasikan pendekatan praktis yang relevan dengan konteks lokal. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan juga menjadi indikator keberhasilan program. Dokumentasi lapangan menunjukkan tingginya antusiasme masyarakat, baik ibu hamil maupun orang tua balita, dalam mengikuti sesi edukasi. Namun, masih ada kelompok masyarakat yang kurang terlibat, baik karena keterbatasan informasi maupun faktor Budiyanto dan Suryani . menegaskan bahwa program kesehatan harus disesuaikan dengan konteks lokal agar dapat diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu, melibatkan tokoh masyarakat, pemimpin lokal, dan membentuk forum diskusi dapat menjadi strategi yang efektif untuk meningkatkan partisipasi. Mujiati et al. menambahkan bahwa pelibatan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan program dapat menumbuhkan rasa memiliki sehingga memperkuat keberlanjutan program. Monitoring dan evaluasi (M&E) juga menjadi aspek penting dalam memastikan efektivitas program. Evaluasi rutin dapat membantu mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, misalnya penyuluhan yang kurang menjangkau kelompok tertentu atau keterbatasan dalam pendistribusian pangan bergizi. Pelibatan masyarakat dalam proses evaluasi tidak hanya meningkatkan akuntabilitas, tetapi juga memungkinkan deteksi masalah lebih awal sehingga solusi dapat segera diterapkan (Indonesia, 2. Monitoring berbasis komunitas ini penting untuk memastikan bahwa program tidak berhenti pada kegiatan sementara, tetapi dapat berlanjut secara berkesinambungan. Program pemberian makanan bergizi dan edukasi gizi di Desa Bilungala Utara masih menjadi fokus utama dalam upaya meningkatkan status gizi anak. Pemberian makanan Volume 4 No 5: 826-838 Room of Civil Society Development bergizi yang tepat berperan penting dalam mengatasi kekurangan gizi, sementara edukasi gizi yang berkelanjutan memperkuat pemahaman orang tua tentang pentingnya pola makan Sejalan dengan Kurniawan et al. , keberhasilan intervensi gizi tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan pangan, tetapi juga oleh kemampuan masyarakat dalam memanfaatkannya secara optimal. Oleh karena itu, kolaborasi antar pemangku kepentingan perlu terus diperkuat agar strategi penanganan stunting dapat lebih holistik dan berkelanjutan, sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yang menempatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat sebagai prioritas. Kegiatan pencegahan stunting di Desa Bilungala Utara juga membawa sejumlah implikasi penting. Secara praktis, pengalaman lapangan menunjukkan bahwa pendekatan kunjungan rumah, edukasi gizi yang interaktif, dan pemanfaatan pangan lokal lebih mudah diterima masyarakat dibandingkan penyuluhan satu arah. Hal ini mengisyaratkan perlunya pengembangan metode pendampingan yang aplikatif sehingga orang tua tidak hanya memahami teori, tetapi juga terampil mempraktikkannya. Secara kebijakan, temuan ini menegaskan bahwa keberlanjutan program komunitas sangat dipengaruhi oleh dukungan anggaran yang memadai serta pemanfaatan teknologi digital untuk pencatatan dan pemantauan data gizi. Tanpa dukungan sistemik, upaya kader posyandu akan tetap rentan terhadap keterbatasan sumber daya. Secara akademik, hasil kegiatan ini membuka peluang penelitian lebih lanjut, baik untuk menilai efektivitas metode hands-on activity dalam jangka panjang maupun membandingkan strategi intervensi di wilayah dengan karakteristik sosial ekonomi berbeda. Dengan demikian, kegiatan ini tidak hanya memberikan manfaat nyata bagi masyarakat desa, tetapi juga berkontribusi pada pengembangan pengetahuan dan kebijakan kesehatan masyarakat yang lebih komprehensif. Kesimpulan Kegiatan di Desa Bilungala Utara menunjukkan bahwa mayoritas balita memiliki status gizi normal . ,9%), meskipun masih ditemukan kasus stunting . ,9%), gizi kurang . ,9%), gizi buruk . ,4%), serta ibu hamil yang mengalami Kekurangan Energi Kronis (KEK). Temuan ini menegaskan bahwa permasalahan gizi di masyarakat belum sepenuhnya teratasi dan membutuhkan perhatian berkelanjutan. Program pemberian makanan bergizi dan edukasi gizi berbasis komunitas terbukti meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai gizi seimbang. ASI eksklusif, serta pemanfaatan pangan lokal. Hal ini menunjukkan bahwa intervensi berbasis komunitas efektif dalam mendukung upaya pencegahan stunting di tingkat desa. Namun, keterbatasan ekonomi dan akses pangan bergizi tetap menjadi kendala utama, sehingga diperlukan pendampingan berkelanjutan, kolaborasi lintas sektor, dan dukungan kebijakan pemerintah agar program pencegahan stunting dapat berjalan lebih efektif, berkesinambungan, dan berkontribusi nyata dalam menurunkan angka stunting. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Desa Bilungala Utara, kader posyandu, tenaga kesehatan, serta seluruh masyarakat yang telah memberikan dukungan dan berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan program ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Universitas Bina Mandiri Gorontalo atas dukungan dan fasilitas yang diberikan, sehingga kegiatan dan edukasi gizi ini dapat terlaksana dengan baik yang terakomodir dalam program Kuliah Kerja Mandiri (KKM). Tanpa kerjasama dan kontribusi dari semua pihak, program ini tidak akan berjalan dengan optimal dan memberikan manfaat bagi upaya pencegahan serta penurunan angka stunting di desa ini. Volume 4 No 5: 826-838 Room of Civil Society Development Daftar Pustaka