Jurnal Ilmiah Peuradeun International Multidisciplinary Journal Jurnal Ilmiah Peuradeun International Multidisciplinary Journal MEUNASAH DAN KETAHANAN MASYARAKAT GAMPONG (Kajian Kritis Terhadap Power of Local Wisdo. Sabirin1 Abstract Build Aceh's post- conflict and tsunami is a process of reform in the form of a new civilization without leaving his identity, peopleAos lives by creating a secure, peaceful, prosperous and equitable. As a nation rich in cultural values, with meunasah as a community center of village . illage community cente. has been able to bring Aceh into a great nation. Meunasah as Acehnese cultural assets expected to always be a source of energy that should be used as well as possible to make Aceh superior, advanced, and is growing at a high civilization and glorious civilization in the arena of the world without leaving the local values . ocal wisdom/ wisdo. Besides Meunasah there are also two other agencies that have similar functions and similarities in the rebuilding of Aceh, namely mosques and Islamic boarding schools. The trio is a milestone that has become a source of re-inspire and re-spirit to find a future, not just for the localism, but also for non-localism in building the dignity of all his Aceh, the balance between "Recitation and Thought "towards the welfare of a just society as part of a peaceful world civilization . eace civilizatio. Meunasah Meunasah ____________ Dosen Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam-Kesejahteraan Sosial. Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh. Members from Asian and Pacific Association for Social Work Education. Magister in Social Work-Interdisciplinary Islamic Studies. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, sedang menyelesaikan Ph. D Social Work di Universiti Sains Malaysia. Pulau Pinang Malaysia. JIP-International Multidisciplinary Journal ISSN: 2338-8617 Vol. II. No. Mei 2014 Meunasah Keywords: Development of Aceh. Meunasah. Community and Local Wisdom Pendahuluan Semenjak tahun 1999 Provinsi Aceh diganti nama dengan Nanggroe Aceh Darussalam yang kemudian disingkat dengan NAD . eskipun lebih dikenal dengan sebutan provinsi Ace. (Pemerintah Republik Indonesia, 2006. Sufi & Wibowo, 2. , telah dilanda konflik berkepanjangan semenjak tahun 1976 (Umar, 2. yaitu era pemberontakan Hasan Tiro dan berakhir pada tahun 2005 yang ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman Memorandum of Understanding (MoU) di kota Helsinki. Finlandia. Selama konflik berlangsung di Aceh, kemiskinan semakin merajalela, demikian juga kehidupan yang aman, damai, tenteram dan sejahtera menjadi sangat mahal harganya. Bersamaan dengan konflik yang melanda Aceh, bencana alam pun Gempa berkekuatan 8,9 pada scala rechter yang disusul gelombang tsunami telah semakin memperparah kondisi kehidupan masyarakatnya dalam segala bidang, baik sosial-budaya, ekonomi dan politik. Hal ini pula yang menyebabkan tingkat kesejahteraan masyarakat semakin menurun. Banyaknya lembaga (NGO atau Non Government Organizatioa. baik lokal, nasional maupun asing yang mengambil peran dalam pembangunan Aceh pasca konflik dan tsunami adalah suatu upaya positif. Kehadiran mereka telah banyak membantu masyarakat dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh pasca konflik dan tsunami. Di samping itu, kehadiran mereka telah menyemai benih konflik sosial-budaya akibat rendahnya pemahaman . JIP-International Multidisciplinary Journal Meunasah dan Ketahanan Masyarakat Gampong Sabirin terhadap local wisdom . earifan loka. , yaitu kering akan nilai-nilai lokal dalam pendekatan yang dilakukan terhadap masyarakat. Salah satu kejayaan Aceh dengan budayanya pada abad ke 16 dan 17 Masehi (Syamsuddin, 1. adalah masih tersisanya kearifan lokal . ocal wisdo. berupa meunasah, term meunasah sendiri secara etimologi berasal dari bahasa Arab madrasah, yang berarti sekolah atau tempat belajar (Idris, 1995. Ismail, 2002. Ismail & Tim, 2007. Mattullada, 1. yang keberadaannya bukan hanya sebagai Autempat belajarAy tetapi telah dijadikan sebagai pusat pertemuan anggota masyarakat dan pusat kegiatan masyarakat gampong di Aceh . ebagai lembaga sosial-keagamaa. Meunasah juga memiliki makna yang cukup strategis dalam kehidupan masyarakat Aceh (Nur, 1. , yang menjadi modal sosial . ocial capita. sebagai community center . usat kegiatan masyaraka. Gampong merupakan daerah hukum paling kecil di Aceh, seperti desa di Pulau Jawa. Dusun di Sumatera Selatan. Huta di Tapanuli. Nagari di Minangkabau dan Kampung di daerah-daerah Melayu lainnya. Konsepsi pemerintahan gampong dilihat dari teori ilmu pemerintahan sebagai pelaksana AuMono Trias FunctionsAy, yaitu kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif menyatu dalam kekuasaan Keuchik selaku kepala pemerintahan gampong dengan meunasah sebagai pusat pemerintahan, yang berfungsi sebagai lembaga keagamaan, pendidikan, hukum dan adat, politik, dan sosial budaya lainnya (Hamzah, 1980. Ismail, 2002. Pemda-Nanggroe-Aceh-Darussalam. Pemerintah-Republik-Indonesia, 2006. Syamsuddin, 1. Pada kesempatan ini penulis akan membatasi diskursus ini hanya sekitar Meunasah dan ketahanan masyarakat Gampong, dengan titik fokus pada nilai-nilai kearifan lokal sebagai unsur penting dalam budaya Aceh. Institusi Lokal AoMeunasahAo Meunasah merupakan suatu bentuk lembaga pendidikan formal di mana transmisi dan pelestarian tradisi Islam berlangsung (Azra, 1999. Ibrahim & Tim, 2. Safwan Idris juga mengatakan bahwa term AumeunasahAy secara etimologi berasal dari kata madrasah yang berarti sekolah . empat belajar atau lembaga pendidika. Untuk nama meunasah sendiri terdapat penyebutan yang berbeda, ada yang menyebutnya dengan meulasah, beulasah dan juga meunasah . ebutan masyarakat secara umu. Keberadaan meunasah di Aceh berfungsi JIP-International Multidisciplinary Journal ISSN: 2338-8617 Vol. II. No. Mei 2014 bukan hanya sebagai Autempat belajarAy tetapi telah dijadikan sebagai pusat . pertemuan anggota masyarakat (Nur, 1. , yang juga menjadi pilar budaya dan sekaligus central-lini atau pusat komando pengendalian tata kehidupan masyarakat di Aceh. Pada sisi inilah, keterikatan masyarakat Aceh dengan meunasah sangat kuat yang diwujudkan dalam bentuk pola korelasi dan integritas dua sisi, yaitu sisi masyarakat Aceh dan sisi meunasah . ebagai institusi lokal masyarakat Ace. , sehingga di mana ada komunitas Aceh di situ ada meunasah. Meunasah jelas berbeda dengan madrasah yang berkembang dewasa ini, yang merupakan lembaga baru setelah munculnya gerakan pembaharuan di Nusantara. Perkembangan madrasah lebih pada fenomena AumodernAy yang diperkirakan baru muncul sekitar awal abad ke 20. Muncul dan berdirinya meunasah jauh lebih awal sebelum lahirnya lembaga madrasah di Indonesia. Meunasah merupakan lembaga yang lahir dan berakar dalam tradisi masyarakat Aceh dan telah menjadi aset sejarah yang terus diwarisi dari satu generasi kepada generasi sesudahnya (Ibrahim & Tim, 2. dan meunasah selalu tumbuh dan menyatu dalam kehidupan masyarakatnya. Secara fisik, meunasah merupakan sebuah bangunan yang letaknya di tengah-tengah gampong atau tempat strategis yang mudah dijangkau oleh komunitas gampong. Bangunan meunasah umumnya menyerupai konstruksi rumah tradisional Aceh, namun tidak dilengkapi dengan lorong . dan sekatan-sekatan, serta bagian dalamnya merupakan sebuah ruangan besar yang Karena terbuat dari kayu, meunasah sering dipenuhi dengan berbagai ukiran bercorak ornamen Aceh dan Timur Tengah. Meunasah dibangun dengan tiang-tiang kayu dan agak tinggi, yang bagian bawahnya bisa digunakan sebagai tempat bermain anak. Sementara itu, pada bagian depannya dilengkapi dengan beranda dengan ketinggian agak rendah yang sering dipakai sebagai tempat istirahat orang-orang yang datang ke meunasah (Idris, 1. , letaknya secara umum menghadap ke arah barat yang menandakan arah kiblat untuk melaksanakan shalat. Bentuk ini perlu dipertahankan, agar ciri khas ke-Aceh-an tetap terpelihara dan lebih mudah mengetahui arah kiblat dengan melihat bangunan meunasah (Ibrahim & Tim, 2. Keberadaannya selain sebagai lembaga keagamaan juga berperan sangat sentral yaitu sebagai community center, baik sebagai lembaga pendidikan, pusat kegiatan masyarakat dan juga sebagai pusat pemerintahan . JIP-International Multidisciplinary Journal Meunasah dan Ketahanan Masyarakat Gampong Sabirin Karenanya meunasah juga fungsi sebagai tempat membaca AlQur`an dan pelajaran lainnya, sebagai tempat shalat lima waktu, sebagai tempat shalat tarawih dan tempat membaca Al-Qur`an bersama-sama di waktu malam pada bulan Ramadhan, tempat kenduri . pada bulan Maulid, tempat menyerahkan zakat fitrah menjelang hari raya Idul Fitri, tempat mengadakan perdamaian saat terjadi sengketa antara masyarakat gampong, tempat bermusyawarah dalam segala urusan, tempat bermain bagi anak-anak, tempat berkumpulnya remaja putra dan putri dalam berbagai kegiatan, dan sebagai tempat mengembangkan akhlak serta wacana keislaman bagi segenap masyarakat. Selain itu meunasah juga dapat difungsikan seluas-luasnya, meliputi segenap aktivitas masyarakat gampong. Dengan demikian keberadaan meunasah semestinya mampu membawa perubahan dan menjadi benteng bagi masyarakat menuju ke arah yang lebih baik sebagai basis pemberdayaan masyarakat di suatu komunitas, terutama dalam mengembangkan kehidupan masyarakat sesuai dengan harapan yang diidam-idamkan bersama, yaitu masyarakat Baldatun Thaiyyibatul Warabbul Ghafur atau lebih dikenal dengan masyarakat madani. Mawaddah Wa Rahmah. Kedudukan. Fungsi. Struktur dan Meunasah dalam Sejarah Aceh. Meunasah memiliki kedudukan, fungsi, struktur maupun manajemen tersendiri sehingga keberadaannya masih bertahan sampai saat ini. Tentunya ada hal yang menarik sehingga keberadaan meunasah tetap eksis di tengah badai globalisasi dan perkembangan teknologi yang menuntut perubahan. Setidaknya berikut ini penulis akan mencoba menguraikan sedikit tentang kedudukan meunasah, fungsi meunasah, struktur meunasah, dan meunasah dalam sejarah Aceh. Kedudukan dan Fungsi Meunasah Meunasah memiliki tempat yang sangat strategis dalam tata pemerintahan gampong dan strata sosial masyarakat gampong. Berbagai persoalan dapat dituntaskan di meunasah, ini menunjukkan betapa meunasah memiliki peran dan kedudukan yang cukup penting. Secara struktural, meunasah mendapat tempat yang cukup strategis dalam tata pemerintahan Teungku Imeum Meunasah adalah sebagai pemegang otoritas tertinggi di meunasah dan bertanggungjawab untuk seluruh kegiatan di meunasah. Dalam JIP-International Multidisciplinary Journal ISSN: 2338-8617 Vol. II. No. Mei 2014 struktur gampong terdapat beberapa lembaga adat yang kesemuanya memiliki tugas, fungsi dan peran berbeda walaupun saling berkaitan dalam pencapaian tujuan bersama, misalnya keuchik, teungku imeum, tuha peut dan tuha lapan, yang kesemuanya bertugas untuk membangun gampong menjadi lebih baik menuju kesejahteraan dan kemakmuran bagi segenap warga gampong. Kesemua kegiatan yang dilakukan oleh dan bersama masyarakat maupun para aparatur gampong, biasanya berpusat di meunasah karena dianggap memiliki legitimasi yang kuat dari masyarakat gampong. Fungsi meunasah tempo dulu, mungkin saja akan berbeda dengan fungsi meunasah saat ini. Dahulu meunasah memiliki multi function . ungsi yang beraga. dan sebagai Community Center atau pusat kegiatan Namun dewasa ini fungsi dan kedudukan meunasah dalam masyarakat Aceh telah mulai berubah. Hal inilah yang menjadi keprihatinan bersama dalam membangun Aceh, ruh meunasah sebagai asset berharga haruslah dapat dilibatkan dan dihidupkan kembali dalam menjaga dan melindungi budaya lokal masyarakat Aceh, dengan memanfaatkan meunasah sebagai media penting di gampong, sehingga kegelisahan yang selama ini terjadi dalam masyarakat dapat diantisipasi secara dini dimulai dari meunasah sebagai benteng utama dan dasar. Struktur Meunasah Meunasah memiliki struktur kepengurusan tersendiri dengan garis koordinasi yang jelas. Siapa melaksanakan apa dan bertanggung jawab untuk siapa sudah cukup jelas diatur dalam hukum adat di Aceh. Hal ini ditetapkan dengan ketentuan khusus dalam struktur adat Aceh yang cukup terkenal sejak Aceh dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda dari tahun 1607-1636 (Lombard, 2. , yaitu: AuAdat Bak Poe Teumeureuhom. Hukom Bak Syiahkuala. Qanun -yang berupa perundang-undangan yang bernilai agama dan adat dari badan legislasi yang terus berkembang (Ismail & Tim, 2. - Bak Putro Pahang. Reusam -tatanan protokoler/seremonial adat istiadat dari ahli-ahli adat yang terus berjalan (Ismail & Tim, 2007. Sufi & Tim, 2. - Bak LakseumanaAy. rusan adat dikendalikan oleh Poe Teumeureuhom, urusan hukum ditangani oleh teungku Syiahkuala, mengenai Qanun ditangani oleh Putro Pahang dan Reusam ditangani oleh Laksaman. Hadih maja di atas memiliki makna, yaitu: JIP-International Multidisciplinary Journal Meunasah dan Ketahanan Masyarakat Gampong Sabirin . Adat Bak Poe Teumeureuhom bermakna sebagai pelambang pemegang kekuasaan pelaksana pemerintahan dan kebijaksanaan serta pelaksanaan adat. Hukom Bak Syiah Kuala atau Ulama merupakan pelambang pelaksanaan hukum. Qanun Bak Putro Pahang merupakan pelambang cerdik pandai atau cendekiawan yang membuat qanun . Reusam Bak Lakseumana atau Bintara merupakan pelambang orang yang perkasa, arif dan bijaksana dalam mengatur adat kebiasaan yang terdapat dalam kehidupan masyarakat (Ismail & Tim, 2. Pembagian tugas ini sudah diatur sedemikian rupa, untuk dapat berjalannya roda pemerintahan-sosial kemasyarakatan. Misalkan tentang pemerintahan gampong menjadi urusan keuchik, meunasah urusan teungku Ini berarti segala sesuatu yang ada kaitannya dengan urusan keagamaan khususnya mengenai penggunaan fasilitas meunasah semuanya menjadi tanggung jawab teungku imeum, walaupun dalam pengambilan keputusannya tetap berkoordinasi dengan perangkat gampong lainnya. Secara umum struktur kelembagaan meunasah dijalankan oleh perangkat gampong, yang terdiri dari: Pertama. Keuchik, selaku pimpinan gampong yang secara hirarkhi kepemimpinan bertanggung jawab penuh terhadap meunasah. Keuchik juga berfungsi sebagai kepala pemerintahan umum di bawah camat, juga kepala pemerintahan adat yang tidak berada di bawah camat. Kedua. Teungku Imeum Meunasah atau petua . rang yang dituakan, biasanya dipercayakan untuk mengurus sesuatu urusan sesuai dengan bidang dan keahlian masing-masin. meunasah, sebagai pimpinan yang mengepalai dan mengurus seluruh kegiatan meunasah, dan secara khusus mengurus acara keagamaan. Ketiga. Tuha Peut atau Tuha Lapan, dengan empat atau delapan orang Mereka adalah tokoh masyarakat yang dituakan karena kecakapannya, berakhlak mulia, berpengalaman dan berwibawa. Keberadaan mereka sebagai pelaksana dan pengontrol terhadap jalannya berbagai kegiatan di meunasah. Keempat. Tuha Adat, tokoh yang secara individual merupakan tokoh yang memiliki integritas moral dan pengalaman yang banyak dalam Kelima. Pang Sago . isi atau sudut wilayah gampon. , adalah kepala wilayah lingkungan sago-nya yang dipilih langsung oleh masyarakat di dalam JIP-International Multidisciplinary Journal ISSN: 2338-8617 Vol. II. No. Mei 2014 wilayah sago-nya tersebut. Tugasnya adalah mebantu keuchik untuk wilayah sago-nya. Keenam. Sekretaris gampong, seorang pejabat gampong yang dipilih oleh masyarakat gampong untuk membantu keuchik dalam melaksanakan tugastugas administrasi. Ketujuh. Cerdik Pandai, mereka merupakan perangkat gampong yang menjadi pelengkap persidangan musyawarah dalam menegakkan fungsi meunasah sebagai lembaga pengadilan untuk menyelenggarakan peradilan bagi masyarakat gampongnya (Ismail & Tim, 2. Manajemen meunasah masih bersifat tradisional dan cenderung monoton, hal ini perlu mendapat perhatian berbagai pihak dalam menghadapi tantangan global sehingga meunasah benar-benar dapat menjadi resources . dalam menciptakan ketahanan masyarakat gampong. Sementara itu, peran dan perkembangan lembaga adat mengikuti dinamika masyarakat, kondisi tersebut disebabkan adanya perubahan kebijakan politik Negara, krisis internal maupun tantangan dunia global. Meunasah dalam Sejarah Aceh Meunasah menjadi simbol gampong di Aceh dan merupakan pusat kegiatan masyarakat, dengan kedudukan yang sangat strategis. Dalam sejarah perkembangan keagamaan dan pendidikan di Aceh, meunasah dikenal sebagai lembaga pendidikan indigenous -yang lahir dan murni- Aceh. Lembaga ini muncul sejalan dengan tumbuh dan berkembangnya Islam di kawasan ini, yang memiliki akar sosio-historis yang cukup kuat, sehingga mampu menduduki posisi yang cukup sentral dalam dunia keagamaan, kependidikan dan keilmuan masyarakat serta sanggup bertahan di tengah derasnya perubahan zaman. Meunasah diduga kuat merupakan warisan dari kerajaan Islam Peureulak. Kerajaan Islam Samudera Pase. Kerajaan Beunua. Kerajaan Islam Lingga. Kerajaan Islam Pidier. Kerajaan Islam Jaya, dan Kerajaan Islam Darussalam (Azra, 1999. Hasjmy, 1983. Ibrahim & Tim, 2. Sejarah awalnya telah ditemukan dalam kehidupan masyarakat Kerajaan Islam Peureulak. Seorang Arab Quraisy yang bernama Said Abdul Azis yang kemudian menikah dengan puteri Raja Peureulak, telah mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang pada saat itu masih belum berbentuk meunasah yang ada dewasa ini. Perkembangan selanjutnya seorang ulama, yaitu Tgk. Muhammad Amin mendirikan sebuah pusat pendidikan di sekeliling . JIP-International Multidisciplinary Journal Meunasah dan Ketahanan Masyarakat Gampong Sabirin meunasah (Dayah Cot Kal. , lokasinya tidak jauh dengan ibu kota Kerajaan Islam Peureulak (Ibrahim, 2002. Ibrahim & Tim, 2. Hubungan Sinergi Meunasah dengan Masjid dan Dayah Meunasah memiliki fungsi hampir sama dengan musalla, langgar maupun balai desa di daerah lain yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun demikian -meunasah adalah meunasah- tidak dapat disamakan secara utuh dengan bangunan lain. Demikian juga dengan bangunan lainnya yang memiliki kesamaan fungsi, dalam konteks cakupan yang lebih luas dengan peran serta fungsi yang hampir sama, yaitu masjid dan dayah. Masjid berasal dari bahasa Arab, yaitu AuSajadaAy yang berarti tempat sujud atau tempat menyembah Allah SWT (Ayub, 1. Masjid merupakan tempat orang berkumpul dan melakukan shalat secara berjamaah . hususnya shalat Jum`a. , dengan tujuan meningkatkan solidaritas dan silaturahmi di kalangan kaum muslimin (Ayub, 1. Secara historis, masjid menjadi pusat atau sentral kegiatan kaum muslimin. Kegiatan di bidang pemerintahan pun . encakup, ideologi, politik, ekonomi, sosial, peradilan maupun kemilitera. dibahas dan dipecahkan di masjid. Dalam bidang kebudayaan Islam, masjid juga berfungsi sebagai pusat pengembangan kebudayaan Islam (Halaqah atau diskusi, tempat mengaji dan memperdalam ilmu-ilmu pengetahuan agama ataupun umu. , terutama sekali saat fasilitas lain belum ada. Ada yang menyebutkan bahwa masjid sebagai induk meunasah dalam struktur kehidupan beragama dan sosial budaya masyarakat Aceh. Masjid menjadi sentral peribadatan khususnya di hari Jum`at dan hari besar keagamaan lainnya seperti hari raya dengan pelaksanaan ibadah shalat hari raya, baik Idul Fitri maupun hari raya Idul Adha. Shalat tarawiih, tadarusan AlQur`an, peringatan maulid, peringatan Nuzul Qur`an, peringatan tahun baru Islam. Musabaqah Tilawatil Qur`an (MTQ) dan juga kegiatan lainnya dengan kapasitas yang lebih luas dari kegiatan di gampong atau kegiatan yang dilaksanakan oleh beberapa buah gampong dengan menjadikan masjid sebagai titik sentralnya. Secara geografis, idealnya sebuah masjid terletak di tengah-tengah komunitas muslim sehingga akan memudahkan dalam menjangkaunya. Masjid berada di pusat kemukiman . ukim adalah wilayah adat kemukiman, meliputi beberapa gampong yang mempunyai batas-batas tertentu, memiliki harta kekayaan sendiri, wewenang dan kekuasaan adat JIP-International Multidisciplinary Journal ISSN: 2338-8617 Vol. II. No. Mei 2014 dalam kawasanny. atau nama lain berkedudukan langsung di bawah Kecamatan atau nama lain yang dipimpin oleh Imeum Mukim atau nama lain (Pemkab-Aceh-Besar, 2. dengan imeum masjid memiliki kesamaan fungsi dengan imeum meunasah di sebuah gampong, demikian juga dengan Imeum Mukim dan Geuchik di sebuah gampong. Beberapa fungsi meunasah dan masjid yang saling berkaitan, di antaranya: Meunasah yang berfungsi sebagai tempat ibadah/shalat berjamaah, media dakwah dan diskusi, tempat musyawarah/untuk mencapai mufakat, tempat penyelesaian sengketa/perdamaian, media pengembangan kreasi dan seni, tempat pembinaan dan posko generasi muda, forum asah terampil atau keterampilan dan olah raga, serta sebagai pusat ibu kota dalam pemerintahan Hal yang sama juga dimiliki oleh masjid, bedanya masjid difungsikan sebagai tempat ibadah/shalat JumAat, tempat dilangsungkannya acara pernikahan, serta sebagai simbol persatuan dan kesatuan umat pada level kemukiman. Ini menunjukkan bahwa fungsi meunasah menjadi sentral pembangunan masyarakat atau Community Development Center dan fungsi masjid menjadi sentral pilar komunikasi/To Traffic Communications Center, di sini adanya keseimbangan antara hablumminallah dan hablumminannas yang sering disebut dengan istilah Auadanya keseimbangan antara Zikir dan FikirAy. Proses pengintegrasian kedua fungsi lembaga di atas melahirkan sebuah ungkapan Auagama ngon adat lagee zat ngon sifeutAy, . gama dengan adat bagaikan zat dengan sifat, satu sama lain tidak dapat dipisahka. sehingga dapat diarahkan membangun suatu visi Aceh ke depan yang lebih baik, yaitu dengan adat dan syariat, melahirkan inspirasi dan spirit dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat, melalui tatanan equilibrium pembangunan dunia dan akhirat (Ismail. Meunasah adalah sentral pengendali proses interaksi sosial masyarakat, karena saling membutuhkan sesama dalam komunitas gampong . ntar gampon. , sehingga melahirkan adat, adat-istiadat dan tatanan adat. Sedangkan masjid dalam masyarakat Aceh dilahirkan oleh kebutuhan mukim, karena kebutuhan nilai-nilai aqidah dan syariat, terutama pelaksanaan shalat JumAat. Fungsi meunasah dan masjid mengandung misi dan nilai-nilai komunikasi hablum minallah, hablum minannas, nilai persatuan, damai, sumber ilmu dan sumber solusi musyawarah, sehingga dapat membangun hati nurani orang Aceh dengan Aysemangat rasa malu dan imanAy kepada Tuhannya dan sesama manusia yang dimulai dari meunasah. Keterpaduan kedua lembaga di . JIP-International Multidisciplinary Journal Meunasah dan Ketahanan Masyarakat Gampong Sabirin atas kemudian melahirkan suatu keterpaduan sikap dan prilaku yaitu, kemantapan adat yang ditopang oleh agama dengan masjid sebagai simbol dan kekuatan tegaknya agama dikokohkan dengan adat yang berwujud meunasah. Kontribusi peran meunasah dan masjid dalam kehidupan sosial-budaya dan adat Aceh, telah memperkokoh otoritas dan hak otonomi dua kawasan tatanan kehidupan masyarakat, yaitu kawasan gampong dan kawasan mukim. Merujuk sejarah hijrahnya Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah, yang pertama dilakukan oleh baginda Muhammad SAW adalah membangun Dengan kerja sama antara kaum Anshar . enduduk asli yang menyambut kedatangan kaum muhajiri. dan Muhajirin . ara pendatang yang hijrah bersama rombongan Rasululla. , telah menghasilkan sebuah masjid yang kemudian dikenal dengan Masjid Quba, yang berdiri pada 12 Rabiul Awal tahun pertama Hijriah (Ayub, 1. dan ini salah satu bukti betapa pentingnya masjid dalam komunitas Islam. Selain meunasah dan masjid, dalam sejarah Aceh juga dikenal bangunan lainnya yang memiliki nilai sejarah dan telah memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi Aceh secara khusus dan Bangsa Indonesia secara umum, yaitu dayah yang dalam istilah lain disebut pesantren tradisional dengan tetap mempertahankan khasanah pembelajaran Islam klasik (Amiruddin, 2007. Hasjmy, 1. Sebagaimana disampaikan oleh Ali Hasymi (Hasjmy, 1. bahwa meunasah, masjid dan dayah memiliki tempat yang sangat strategis dalam kerajaan Aceh Darussalam, yaitu pertama. Meunasah dapat disamakan dengan sekolah dasar (Ibtidaiya. , di sana diajarkan menulis dan membaca huruf Arab, ilmu agama dalam bahasa Jawi . , akhlak dan sejarah Islam dengan cara bercerita dan membaca kitab. Kedua. Rangkang . edia pendidikan tingkat lanjut setelah meunasa. dengan masjid sebagai pusatnya pada setiap mukim, dapat disamakan dengan sekolah menengah pertama (Tsanawiya. Menurut ketentuan Qanun Meukuta Alam . ada saat it. , pada setiap mukim harus ada satu masjid, seperti halnya di setiap gampong adanya meunasah. Dan ketiga. Dayah di setiap daerah Ulee Balang dapat disamakan dengan sekolah menengah atas (AoAliya. Dan Dayah Teungku Tjhik dapat disamakan dengan pendidikan tinggi atau akademi. Dalam dayah, semua mata pelajaran diberikan dalam bahasa Arab, ilmu-ilmu yang diajarkan antara lain adalah: Fiqh . ukum Isla. Bahasa Arab, tauhid, tasawuf/akhlak, jughrafi . lmu bum. , sejarah/tatanegara, ilmu pasti/faraidl. JIP-International Multidisciplinary Journal ISSN: 2338-8617 Vol. II. No. Mei 2014 Dayah dan meunasah memiliki kesamaan fungsi dan peran dalam kehidupan sosial masyarakat Aceh, dan meunasah merupakan lembaga pendidikan tradisionil yang mempunyai asal usul, tradisi dan filosofi yang sama dengan dayah (Idris, 1. Keduanya sama-sama sebagai basis para pejuang dalam mengatur taktik dan strategi perang, dengan misi mencerdaskan anak bangsa serta sebagai pusat kegiatan umat. Namun demikian juga terdapat perbedaan antara keduanya, meunasah ruang lingkupnya berskala kecil untuk tingkat gampong dan terdapat pada setiap gampong di Aceh, sementara dayah berskala lebih besar dengan jumlah yang terbatas tidak sebanyak meunasah. Hasbi Amiruddin (Amiruddin, 2. mengatakan bahwa dayah memiliki arti penting dalam kehidupan masyarakat Aceh, minimal ada 4 kegunaan atau manfaat dayah bagi orang Aceh, yaitu: . Sebagai pusat belajar . Sebagai benteng terhadap kekuatan melawan penetrasi penjajah. Agen pembangunan. Sekolah bagi masyarakat. Dalam konteks perang melawan penjajah di saat pihak kerajaan sudah sangat kewalahan dalam melawan para penjajah, maka ulama dayah dilibatkan untuk mengomandoi perang dengan semangat jihadnya. Pada akhirnya semangat jihad itulah yang telah menggegerkan Belanda dalam peperangan melawan Aceh. Tampak dengan jelas di sini bahwa peran yang dimainkan oleh dayah cukup besar, dengan terlibatnya para teungku-teungku dayah yang didukung oleh segenap rakyat dengan semangat ideologis yang terkandung dalam hikayat Prang Sabil (Alfian, 1987, 1. Hubungan erat antara dayah dan meunasah adalah eksistensi alumni dayah yang menjadi Teungku Imeum Meunasah, sehingga terkesan bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh M. Isa Sulaiman bahwa alumni dayah umumnya akan kembali ke kampung halamannya atau pergi ke tempat lain untuk membangun dayah/pesantren yang baru, seperti Teungku Syech Haji Muhammad Wali Al-Khalidy yang membangun Dayah Darussalam di Labuhan Haji tahun 1940. Sedangkan sebagian besar sisa yang lain sewaktu pulang ke kampung akan menjadi ulama di level lain berupa Teungku Imeum atau Teungku Khatib yang memimpin ritual keagamaan berskala masjid atau meunasah (Sulaiman, 1. JIP-International Multidisciplinary Journal Meunasah dan Ketahanan Masyarakat Gampong Sabirin Meunasah, masjid dan dayah sebagai tonggak sejarah kini menjadi sumber re-inspirasi dan re-spirit untuk menemukan masa depan, tidak hanya untuk kaum lokalisme, tetapi juga untuk non-lokalisme dalam membangun harkat dan martabat ke-Aceh-annya. Membangun Aceh, tidak secara individual atau kelompok melainkan wajib dalam satu kebulatan tekat dan aksi nyata. Segmen-segmen diferensial, harus dijadikan komponen perekat dan pengikat dalam satu arah ideal dan konsepsional dalam membangun kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan sebagai bagian dari peradaban dunia yang penuh kedamaian . eace civilizatio. Pemberdayaan dan Ketahanan Masyarakat Gampong Seacara etimologi, kata AberdayaA mengandung pengertian Auberkemampuan, bertenaga, berkekuatanAy, kata AdayaA sendiri bermakna Aukesanggupan untuk berbuat, kesanggupan untuk melakukan kegiatanAy (Pena, tt. Kata masyarakat yang dalam bahasa Inggris disebut dengan society ternyata berasal dari bahasa latin yaitu socius yang berarti kawan. Sedangkan kata masyarakat berasal dari bahasa Arab yaitu syaraka, yang berarti ikut serta, berpartisipasi (Koentjaraningrat, 1. Sedangkan kata AmasyarakatA bermakna Ausejumlah orang dalam kelompok tertentu yang membentuk perikehidupan berbudaya rakyatAy (Pena, tt. Kata masyarakat juga sering digunakan untuk menerjemahkan kata Inggris community atau society. Dalam penggunaannya, community tidaklah sama dengan society. Sebagaimana lazim kita lihat tentang adanya tulisan moslem society atau civil society, tidak ada yang menyebutnya moslem communty atau civil community, demikian juga dengan ungkapan community based dan lokal community tidak ada society based dan lokal society, tentunya pegiat sosial sangat memahami konteks kata AmasyarakatA yang sedang dipakai dalam apakah berarti community atau society (Ife & Tesoriero, 2. Banyak defenisi tentang masyarakat, yang sampai saat ini masih tetap menjadi perdebatan para ahli sosial kemasyarakatan. Secara terminologi, masyarakat juga dapat dikatakan sebagai sekumpulan individu yang di dalam kegiatannya saling berinteraksi, saling berasimilasi dan berakulturasi, sehingga suatu masyarakat menjadi berkembang dan teratur dengan adanya sistem dan struktur tertentu yang sesuai dengan tradisi dan kebudayaan lingkungannya (Usman, 2. JIP-International Multidisciplinary Journal ISSN: 2338-8617 Vol. II. No. Mei 2014 Realitasnya, pemberdayaan memiliki banyak interpretasi sesuai dengan penggunaan dan penempatannya sesuai dengan peran yang diinginkan. Dalam pengentasan kemiskinan pemberdayaan juga bermakna sebagai upaya yang dilakukan dengan target capaian agar masyarakat terbebas dari kemiskinan itu sendiri, sementara yang paling tahu apa yang harus dilakukan bukanlah pihak lain melainkan dirinya sendiri. Demikian juga dengan pemberdayaan dalam bentuk yang lain, pemberdayaan akan sangat bervariasi sehingga bisa saja satu pemberdayaan akan sangat berbeda dengan pemberdayaan yang lain baik secara konsep maupun pendekatannya. Dalam konteks Aceh, upaya yang dilakukan untuk membangun Aceh adalah dengan mengembangkan dan memanfaatkan resources . umber day. yang ada, dengan tidak melupakan kearifan lokal . ocal wisdo. yang ada dalam masyarakat itu sendiri, seperti keberadaan meunasah sebagai pusat kegiatan dan ketahanan masyarakat gampong yang sangat relevan dalam pembangunan Aceh. Pemberdayaan Masyarakat Masyarakat dan pemberdayaan bagaikan dua sisi mata uang yang saling terkait satu sama lain, akan tidak memiliki makna jika keduanya Tanpa pemberdayaan masyarakat akan kehilangan substansi makna, demikian juga pemberdayaan tanpa masyarakat bagai kalimat yang tidak sempurna . ubject tanpa object atau sebalikny. , mari kita perhatikan bait kata di bawah ini: AySebutir biji tidak akan dapat menjadi pohon yang berbuah, kecuali setelah melewati beberapa tahapan masa, pendek atau panjang, bergantung pada jenisnya, tanahnya, iklimnya dan kondisi pertumbuhannya, sampai ia berbuah dengan izin Tuhannya. begitulah kehidupan berjalan dalam segala bentuknya dari satu tahapan ke tahapan lainnya sehingga menjadi sempurnaAy (Adi, 2. Untaian kalimat di atas secara sederhana dapat dipahami bahwa betapa semuanya butuh pada sebuah proses yang matang. Semua orang atau individu memiliki potensi masing-masing untuk dikembangkan menuju arah yang diinginkan. Individu maupun masyarakat diibaratkan sebagai biji yang berpotensi menjadi pohon yang berbuah, sementara tahapan yang dilalui komponen pendukung lainnya adalah bagian dari proses yang dilakukan menuju pohon yang berbuah tersebut. Pemberdayaan sebagai sebuah proses, . JIP-International Multidisciplinary Journal Meunasah dan Ketahanan Masyarakat Gampong Sabirin menjadikan manusia sebagai pribadi yang berdaya dengan pilihan-pilihan yang bisa diambil tanpa ada tekanan atau paksaan. Hal ini senada dengan pernyataan Edi Suharto bahwa berdaya itu adalah ketika tersedianya pilihanpilihan untuk memilih atau memiliki sesuatu. Masyarakat tidak hanya menjadi objek dari pemberdayaan yang diusahakan, namun juga menjadi subjek dari pemberdayaan itu sendiri. Ini disebut dengan pembangunan yang berpusat pada manusia . eople centered developmen. yaitu pada upaya peningkatan taraf hidup masyarakat dengan memfokuskan pada pemberdayaan dan pembangunan manusia itu sendiri (Adi, 2. Hakikat pemberdayaan dalam pembangunan bertujuan untuk melakukan perubahan-perubahan agar masyarakat dapat memenuhi dan memanfaatkan serta berperan dalam program pembangunan, mampu merumuskan kebutuhan dengan potensi/sumber daya yang dimiliki, mampu menentukan prioritas masalah yang akan dipecahkan sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki serta mampu menyusun rencana kegiatan untuk menangani atau menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pemberdayaan merupakan proses yang di sengaja dan terus menerus serta benar-benar direncanakan dengan melibatkan komponen masyarakat (Suharto, 2. Partisipasi aktif dari masyarakat mutlak diperlukan dalam pemberdayaan, termasuk dalam memanfaatkan sumber daya lokal. Meunasah di Aceh merupakan lembaga sosial yang memiliki fungsi sangat Arti strategis itu terletak pada pemaknaan bahwa meunasah tidak hanya sebatas sebagai tempat ibadah, tetapi juga merupakan media pemberdayaan dan pertahanan bagi masyarakat gampong, yang mampu mengantarkan Aceh mendapat predikat lima besar kerajaan Islam di dunia mewakili Asia Tenggara dengan kerajaan Islam Aceh Darussalam-nya (Hasjmy, 1. , dengan peran penting meunasah yang kemudian mampu mengantarkan komunitas gampong hingga mencapai pendidikan di tingkat yang lebih tinggi sampai ke perguruan tinggi/university. Meunasah dan Ketahanan Masyarakat Gampong Bencana alam gempa dan gelombang tsunami yang meluluhlantakkan Aceh pada 26 Desember 2004 silam, telah meninggalkan berbagai macam persoalan yang harus diselesaikan segera sehingga tidak menimbulkan dampak negatif yang berkepanjangan . encana sosia. , baik bagi masyarakat pesisir yang JIP-International Multidisciplinary Journal ISSN: 2338-8617 Vol. II. No. Mei 2014 mengalami musibah secara langsung maupun masyarakat Aceh pada Pasca tsunami telah meninggalkan duka dan trauma yang mendalam serta menghancurkan sendi-sendi kehidupan. Ketahanan masyarakat menjadi lemah, salah satunya adalah telah menyebabkan masyarakat menjadi tidak berdaya yang terindikasi dengan ketergantungan terhadap pihak luar. Kondisi masyarakat Aceh pasca tsunami dan konflik membutuhkan sentuhan berbagai pihak, hal ini telah membuat banyak lembaga turut serta ambil bagian dalam proses menata kembali kehidupan masyarakat di Aceh. Secara umum kehadiran lembaga-lembaga tersebut memiliki misi untuk membantu dan atau melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat yang menjadi dampingannya, maupun patner . ekan kerj. mereka dalam mewujudkan cita-cita bersama yaitu antara lembaga dan masyarakat. Secara teori pemberdayaan atau pembangunan terhadap masyarakat akan berhasil dengan menempuh beberapa tahapan, di antaranya terdapat tiga tahapan penting (Wrihatnolo & D. , 2. Penyadaran, pada tahap ini target yang hendak di berdayakan diberi AupencerahanAy dalam bentuk pemberian penyadaran bahwa mereka mempunyai hak untuk mempunyai sesuatu. Pengkapasitasan, yang sering disebut dengan Aucapacity buildingAy atau dalam bahasa yang lebih sederhana memampukan atau AuenablingAy. Pengkapasitasan ini dalam artian memampukan manusia baik dalam konteks individu maupun kelompok, yang harus dilakukan selanjutnya adalah membantu menyiapkan sistem nilai yang berupa Auaturan mainAy, baik itu berupa Anggaran Dasar (AD) maupun Anggaran Rumah Tangga (ART), sistem dan prosedur, aturanaturan dan lain sebagainya. Pemberian daya itu sendiri atau AuempowermentAy dalam makna sempit, setelah adanya kesadaran untuk memiliki sesuatu dan menyiapkan kapasitas diri untuk meraihnya, maka selanjutnya yang harus dilakukan adalah kepada AtargetA diberikan daya, kekuasaan, otoritas atau peluang. Kesemuanya itu diberikan sesuai dengan kualitas kecakapan yang telah dimiliki. JIP-International Multidisciplinary Journal Meunasah dan Ketahanan Masyarakat Gampong Sabirin Jack Rothman dalam Edi Suharto mengembangkan tiga model yang berguna dalam memahami konsepsi pengembangan masyarakat (Suharto, 2. , yaitu sebagai berikut: Pengembangan masyarakat lokal atau locality development. Perencanaan sosial atau social planning. Aksi sosial atau social action. Ketiga paradigma di atas merupakan format ideal yang dikembangkan terutama untuk tujuan analisis dan konseptualisasi. Pengembangan masyarakat lokal adalah sebuah proses yang ditujukan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi melalui partisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu Pada dasarnya pengembangan masyarakat lokal merupakan proses interaksi antara anggota masyarakat setempat yang difasilitasi oleh pekerja sosial, dan setiap anggota masyarakat bertanggung jawab untuk menentukan tujuan dan memilih strategi apa yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Kehadiran berbagai lembaga pada dasarnya adalah untuk melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat lokal, namun terkadang melupakan lembaga lokal . ocal wisdo. yang menjadi kekuatan masyarakat Aceh seperti meunasah contohnya. Pemanfaatan meunasah sebagai media perubahan dan sumber inspirasi bagi masyarakat dalam membangun kembali Aceh lebih baik, menjadi bagian penting dalam upaya membangun kehidupan generasi bangsa sekaligus menyelamatkan budayanya. Pengembangan masyarakat yang berkelanjutan . hendaknya difokuskan pada kegiatan-kegiatan pembangunan lokal . ocality developmen. termasuk bagaimana menjadikan meunasah sebagai dasar gerakan dan benteng pertahanan dalam membangun Aceh. Program-program yang dilakukan hendaklah berangkat dari meunasah, sebagai basis masyarakat gampong sehingga pembangunan Aceh kedepan benar-benar bersumber dari akar rumput . ress roo. dan dibutuhkan oleh masyarakat, bukan programnya pembuat kebijakan yang cenderung Aproject orientedA . erorientasi pada proye. Untuk keberlanjutan pengembangan masyarakat ini, maka perlu adanya fondasi kuat yang meliputi perspektif ekologi dan perspektif keadilan Dalam perspektif ekologi Jim Ife mengatakan terdapat 4 prinsip dasar (Ife & Tesoriero, 2. , yaitu pertama. Holistik yang berupa eco-centred philosophy, yaitu penghormatan terhadap hidup dan alam, penolakan solusi linier dan JIP-International Multidisciplinary Journal ISSN: 2338-8617 Vol. II. No. Mei 2014 perubahan organis. Kedua. Keberlanjutan yaitu konservasi, penurunan komsumsi, ekonomi tanpa pertumbuhan, hambatan pembangunan teknologi, anti-kapitalisme. Ketiga. Keanekaragaman yaitu adanya nilai-nilai lain yang terinternalisasi, dan menghargai keberbedaan. Keempat. Keseimbangan yaitu yang bersifat global atau lokal, hak atau kewajiban, damai atau kerjasama. Essensi yang terkandung dalam perspektif keadilan sosial yaitu pembangunan dapat mengurangi ketimpangan struktural yang ada, adanya perhatian terhadap kebutuhan dan hak warga masyarakat, tanpa kekerasan, demokrasi partisipatoris serta prinsip pemberdayaan terhadap masyarakat itu sendiri, dan tentunya dengan melibatkan kearifan lokal AmeunasahAo di dalamnya. Sementara itu dalam perspektif keadilan sosial terdapat 6 hal penting yang harus diperhatikan yaitu: pertama, ketidakberuntungan struktural. ketiga, kebutuhan. keempat, hak warga masyarakat. kedamaian tanpa kekerasan. dan keenam, demokrasi partisipatoris (Ife & Tesoriero, 2. , sebagaimana akan diuraikan secara singkat berikut ini: Ketidakberuntungan struktural. Pembangunan masyarakat harus mampu merubah adanya ketidakberuntungan kelas, maupun ketidakberuntungan gender dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi masyarakat. Pemberdayaan. Memiliki makna membangkitkan sumber daya, kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan masyarakat untuk meningkatkan kapasitas dalam menentukan masa depan Dengan memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk menentukan sendiri arah kehidupan dalam Pemberdayaan sebagai proses yaitu serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Kebutuhan. Ciri kebutuhan yaitu kebutuhan normatif, absolut, komparatif, universal dan relatif. Hak warga masyarakat. Dalam konteks pembangunan masyarakat, yang harus ditekankan adalah negara wajib memberikan perlindungan terhadap hak dan kewajiban warganya. Kedamaian tanpa kekerasan. Pembangunan masyarakat menghendaki sebuah proses pendekatan yang anti kekerasan. JIP-International Multidisciplinary Journal Meunasah dan Ketahanan Masyarakat Gampong Sabirin Demokrasi partisipatoris. Pemerintah hendaknya mengedepankan dimensi partisipatoris di dalamnya, di mana kreativitas dan inisiatif masyarakat haruslah dipandang sebagai input formulasi kebijakan yang dibuat, dan kesejahteraan masyarakat haruslah dipandang sebagai output . ujuan akhi. dari pembangunan yang dilaksanakan. Hal yang paling penting dari konsep yang telah disebutkan di atas adalah harus adanya upaya untuk memahami kearifan lokal masyarakat setempat yang menjadi ruh budaya masyarakat Aceh, karena akan sangat menentukan terhadap berhasil tidaknya proses pemberdayaan dan pembangunan terhadap masyarakat. Dalam upaya membangun Aceh dengan memanfaatkan meunasah hendaknya juga tetap memperhatikan aspek kemajuan zaman dengan tetap menjaga substansi dari kebudayaan Aceh itu sendiri, sehingga tidak kering dari nilai-nilai budaya yang ada. Penutup Masyarakat Aceh dilanda konflik berkepanjangan telah menyebabkan hancurnya tatanan kehidupan masyarakat, dan gempa yang diikuti gelombang tsunami telah memperparah kondisi yang ada. Namun, di saat yang hampir bersamaan keajaiban pun datang dengan pembangunan Aceh dalam segala bidang pasca Memorendum of Understanding antara RI dan GAM. Setelah demikian hancurnya kondisi Aceh baik akibat konflik maupun tsunami, membutuhkan penanganan yang utuh sehingga arah pembangunan Aceh dapat berjalan sebagaimana yang diinginkan. Sebagai sebuah bangsa yang pernah mencapai kegemilangan. Aceh memiliki asset berharga yang dapat difungsikan sebagai media penting dalam membangun Aceh menjadi lebih baik di masa yang akan datang, yaitu Dengan menerapkan teori pemberdayaan maka kehadiran meunasah dalam konteks masyarakat Aceh akan mampu menjadi media yang dapat diterima oleh segenap masyarakat gampong, mengingat meunasah adalah sebagai sarana publik yang sudah terbukti mampu bertahan dalam berbagai kondisi yang menerpa Aceh. Inovasi, kreativitas serta semangat dalam membangun Aceh menjadi hal penting yang harus dijaga dan dipelihara, sehingga akan mampu membawa warna baru dalam membangun sebuah peradaban Aceh baru yang tetap JIP-International Multidisciplinary Journal ISSN: 2338-8617 Vol. II. No. Mei 2014 menjaga nilai-nilai luhur budaya bangsa. Termasuk dalam hal ini, bagaimana melakukan transfer of knowledge kepada segenap masyarakat Aceh sehingga akan mampu menjawab tantangan zaman yang menuntut banyak hal. Daftar Pustaka