Journal of Health and Medical Science Volume 1. Nomor 1. Januari 2022 https://pusdikra-publishing. com/index. php/jkes/home Hubungan Akses Pelayanan Kesehatan. BBLR. Asi Eksklusif Dan Asupan Protein Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia > 6-59 Bulan Di Wilayah Kerja PUSKESMAS Baitussalam Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2022 Asarah Kamilah1. Ramadhaniah2. Tahara Dilla Santi3. Biomed4 1,2,3,4 Universitas Muhammadiyah Aceh Corresponding Author : asarahkamila@gmail. ABSTRACT Stunting merupakan masalah yang masih dihadapi oleh dunia terutama pada negara miskin dan berkembang. Pada tahun 2016 kasus stunting di Aceh adalah 26,4%, dan meningkat pada tahun 2017 menjadi 35,7%. Kabupaten Aceh Besar pada tahun 2020 prevalensi stunting sebesar 40% yang artinya prevalensi stunting di kabupaten Aceh Besar melebihi prevelensi Stunting di Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor risiko penyebab terjadinya Stunting pada balita Usia > 6-59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Baitussalam Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2022. Metode penelitian deskriptik analitik dengan desain penelitian case control. Populasi penelitian ini adalah stunting dan Bukan stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Baitussalam. Sampel terdiri dari sampel kasus berjumlah 100 responden dan sampel kontrol berjumlah 100 responden. Pengumpulan data dilakukan 21 Juli s/d 3 Agustus 2022. Data dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square dengan derajat kemaknaan 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang pernah memiliki akses pelayanan Kesehatan pernah sebesar 45. BBLR <2500gr BBLR sebesar 5, dan yang memiliki asi eksklusif sebesar 46. Hasil uji chi-square diperoleh bahwa ada hubungan akses pelayanan Kesehatan dengan Stunting pada balita . =0,016 dan OR=1,. BBLR . =0,012 dan OR=1,. Dan . si eksklusif . =0,032 dan OR=1,. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa dua variabel memiliki hubungan dengan stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Baitussalam tahun 2022. Diharapkan kepada kepala Puskesmas Baitussalam Aceh Barat agar lebih meningkatkan hubungan dengan masyarakat salah satunya dengan cara melakukan penyuluhan kesehatan yang rutin kepada masyarakat sehingga akan meningkatkan pengetahuan tentang terjadinya Stunting pada anak. Kata Kunci Stunting. Pelayanan Kesehatan. BBLR. Asi Eksklusif PENDAHULUAN Stunting merupakan masalah yang masih dihadapi oleh dunia terutama pada negara miskin dan berkembang. Dampak buruk jangka pendek pada anak yang mengalami stunting adalah gangguan metabolisme dalam tubuh sehingga kekebalan tubuh menurun dan mudah sakit. Dalam jangka pajang akibat buruk yang dapat terjadi adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi Journal of Health and Medical Science Volume 1. Nomor 1. Januari 2022 Halaman 171-177 belajar, perkembangan otak, kecerdasan dan gangguan pertumbuhan fisik (Kementerian Desa. Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, 2. Secara global, masalah stunting sering terjadi di negara berkembang. Pada tahun 2019 sebanyak 144 juta anak di usia di bawah 5 tahun mengalami stunting, 47 juta anak wasting dan 38 juta anak overweight (Kemenkes RI, 2. Berdasarkan laporan level malnutrisi yang dikeluarkan oleh UNICEF, terdapat jutaan anak yang kegemukan, kurang nutrisi dan stunting di dunia. Berdasarkan data dari United Nations ChildrenAos Fund (UNICEF) pada tahun 2020 prevalensi bayi yang mengalami stunting tertingi terdapat di Negara Kongo sebesar 40,8%. Ethiopia sebesar 35,3% dan Rwanda 32,6%. Sedangkan Negara dengan Prevalensi Stunting terendah yaitu Korea Selatan sebesar 2,2% Diketahui bahwa target stunting yang ditetapkan oleh WHO adalah kurang dari 20% (Kemenkes RI, 2. Sasaran WHO pada tahun 2030 adalah penurunan stunting hingga 50% sehingga prevalensi stunting menjadi 12,2% (UNICEF, 2. Pencapaian target penurunan stunting pada balita diprediksi dapat menyelamatkan 3,7 juta kehidupan anak di dunia dan mengurangi 65 juta anak stunting apabila dilakukan secara terus-menerus selama sepuluh tahun ke depan (Kemenkes RI, 2. Berdasarkan data dari Kementarian kesehatan Republik Indonesia tahun 2020, prevalensi stunting tertinggi terdapat di provinsi Nusa Tenggara Timur yaitu sebesar 43,82. Sulawesi Barat sebesar 40,38%. Nusa tenggara Barat sebesar 37,85%, dan Gorontolo sebesar 34,89%. Sedangkan provinsi terendah prevalensi stunting yaitu bali sebesar 14,42%. Provinsi Aceh berada pada urutan ke lima dengan prevalensi stunting sebesar 34,18%. Pada tahun 2016 kasus stunting di Aceh adalah 26,4%, dan meningkat pada tahun 2017 menjadi 35,7% (Laporan Status Gizi, 2. Pidie merupakan kabupaten ke-3 tertinggi kasus stunting di Aceh dari 23 kabupaten dengan prevalensi 43,7%, yang pertama adalah kabupaten Subulussalam . ,3%) dan kedua adalah Aceh Selatan . ,9%) (PSG & PKG Aceh, 2. Di Kabupaten Aceh Besar pada tahun 2020 prevalensi stunting sebesar 40% yang artinya prevalensi stunting di kabupaten Aceh Besar melebihi prevelensi Stunting di Indonesia (Dinkes Aceh Besar, 2. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Aceh tahun 2021 prevalensi kasus stunting urutan tertinggi di PKM Ingin Jaya yaitu sebanyak 384 kasus dan PKM Baitussalam 171 Kasus (Dinkes Aceh, 2. Penelitian yang dilakukan oleh Anisa, . yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara asupan protein/gizi dengan kejadian Berdasarkan hal tersebut tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan Asupan Energi. Protein. Penyakit Infeksi Journal of Health and Medical Science Volume 1. Nomor 1. Januari 2022 Halaman 171-177 (Diare. ISPA). ASI Eksklusif dan Status Imunisasi dengan Kejadian Stunting Pada Balita. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan desain case control. pada penelitian ini populasinya adalah seluruh balita stunting berjumlah 200 orang yang terdata di laporan PSG Puskesmas Baitussalam Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar, dengan menggunakan rumus Lameshow. Setelah data dikumpulkan melalui kuesioner yang telah memenuhi syarat maka dilakukan pengolahan data, dengan langkah-langkah yaitu editing, coding, entry, dan tabulating. Analisis data yang digunakan adalah univariat dan bivariat dengan uji statistik yang digunakan yaitu uji Chi-Square dengan menggunakan stata. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Analisis Univariat Variabel Stunting - Stunting - Normal Akses Pelayanan - Pernah - Tidak Pernah BBLR - <2500gr BBLR - >2500gr Normal Asi Eksklusif - Asi Eksklusif - Tidak Eksklusif Asupan Protein - Kurang <80% AKG - Cukup >80% AKG Sumber: Data Primer . Dari Tabel 1 di atas, diketahui bahwa proporsi stunting sebanyak 50 . 0%) dan responden yang normal sebanyak 5 . 0%), proporsi protokol akses pelayanan pernah sebanyak 90 . 0%) responden akses pelayanan tidak Journal of Health and Medical Science Volume 1. Nomor 1. Januari 2022 Halaman 171-177 pernah sebanyak 110 . 0%), proporsi <2500 BBLR sebanyak 93 . 5%) dan responden <2500 normal sebanyak 107 . 5%) proporsi asi eksklusif sebanyak 92 . 0%) dan yang tidak asi eksklusif sebanyak 108 . 0%), dan proporsi asupan protein kurang <80% AKG sebanyak 87 . 5%) dan yang cukup >80% AKG sebanyak 113 . Tabel 2. Analisis Bivariat Stunting Variabel Stunting Normal Akses Pelayanan - Pernah 0,016 - Tidak Pernah BBLR - <2500gr BBLR 0,012 - >2500gr Normal Asi Eksklusif - Asi Eksklusif - Tidak Asi Eksklusif Asupan Protein - Kurang <80% AKG - Cukup >80% AKG Sumber : Data Primer (Diolah Tahun 2. 0,032 0,011 PEMBAHASAN Hubungan Antara Akses Pelayanan dengan Stunting Akses ke pelayanan kesehatan adalah dilihat dari jarak dan waktu tempuh serta biaya yang dikeluarkan untuk mencapai pelayanan kesehatan. Jarak merupakan ukuran jauh dekatnya dari rumah/tempat tinggal seseorang ke pelayanan kesehatan terdekat. Jarak tempat tinggal responden ke pelayanan kesehatan merupakan salah satu penghambat dalam memanfaatkan pelayanan Berdasarkan penelitian Trinita Septi Mentari . akses pelayanan kesehatan diperoleh nilai p value = 0,164 . > 0,. , sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara akses pelayanan kesehatan dengan pola asuh balita stunting. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan akses pelayanan kesehatan 70,6% terjangkau. Hal ini dikarenakan disetiap desa terdapat Pusat Kesehatan Desa (PKD) yang dijaga oleh Bidan desa. Namun Journal of Health and Medical Science Volume 1. Nomor 1. Januari 2022 Halaman 171-177 sebagian besar responden lebih memilih memeriksakan anaknya ke Dokter langganan yang berada di pusat kecamatan. Akses pelayanan lebih mudah karena sebagian besar responden sudah mempunyai alat transportasi untuk menuju ke fasilitas kesehatan sehingga tidak mengalami kesulitan dalam menuju fasilitas kesehatan meskipun jarak yang ditempuh cukup jauh yaitu lebih dari 2 km. Rendahnya penggunaan fasilitas kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, dan sebagainya, seringkali kesalahan atau penyebabnya dilemparkan pada faktor akses ke pelayanan kesehatan . aik itu akses tempuh dan jarak ke fasilitas kesehata. Keterjangkauan akses yang dimaksud dalam penelitian ini dilihat dari segi jarak, waktu tempuh dan kemudahan transportasi untuk mencapai pelayanan Berdasarkan uraian diatas peneliti dapat berasumsi bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara Pelayanan Kesehatan dengan kejadian stunting. Hasil penelitian terlihat bahwa tingginya kejadian Stunting pada balita sebagian besar disebabkan oleh akses pelayanan Kesehatan dan ini dibuktikan dengan hasil penelitian dilapangan sebanyak 30. 7% balita tidak pernah sakit. Hubungan Antara Asi Eksklusif dengan Stunting Hasil penelitian Magfirah . di wilayah kerja Puskesmas Reubee Kecamatan Delima menunjukkan baduta mendapatkan ASI eksklusif 54,7%. Sedangkan baduta tidak mendapatkan ASI eksklusif 45,2%. Hasil uji statistik diperoleh ada hubungan yang signifikan antara ASI eksklusif dengan kejadian stunting . Value 0,. Dari hasil perhitungan Odds Ratio diperoleh nilai OR=6,3, hal ini menunjukkan bahwa ASI eksklusif merupakan faktor risiko terjadinya stunting, artinya risiko stunting pada baduta yang tidak ada ASI eksklusif 6 kali lebih besar dibandingkan pada baduta yang ada ASI eksklusif. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Agustina & Hamisah . , yang menunjukkan bahwa baduta yang tidak mendapat ASI eksklusif memiliki risiko yang lebih besar terhadap kejadian stunting dibandingkan dengan baduta yang mendapatkan ASI eksklusif. ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan ibu pada saat bayi berusia enam bulan pertama tanpa penambahan cairan atau makanan padat lain (Palino & Majid, 2. Anak baduta yang diberikan ASI eksklusif sesuai dengan kebutuhannya dapat mengurangi risiko terjadinya stunting. Hal ini karena pada usia 0-6 bulan ibu baduta yang memberikan ASI eksklusif yang dapat membentuk imunitas atau kekebalan tubuh anak baduta sehingga dapat terhindar dari penyakit infeksi (Aridiyah & Rohmawati, 2. Journal of Health and Medical Science Volume 1. Nomor 1. Januari 2022 Halaman 171-177 Berdasarkan uraian diatas peneliti dapat berasumsi bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara ASI eksklusif dengan kejadian Hasil penelitian terlihat bahwa tingginya kejadian Stunting pada balita sebagian besar disebabkan oleh tidak adanya ASI eksklusif dan ini dibuktikan dengan hasil penelitian dilapangan sebanyak 42. 2% balita tidak mendapatkan ASI eksklusif. Hubungan Antara Asupan Protein dengan Stunting Berdasarkan penelitian Sjarif et al, . penelitian ini menunjukan bahwa asupan protein hewani yaitu konsumsi susu Ou 300 ml memiliki hubungan signifikan dengan stunting (OR 0. 36, 95% CI 0. 73, p=0. serta faktor pencegah stunting (OR 0. 28, 95% CI 0. 63, p =0. Penelitian Sjarif et al . sejalan dengan penelitian Das et al, 2020 yang dilakukan di Bangladesh menyatakan bahwa asupan protein hewani selama 15-17 bulan berhubungan positif dengan panjang badan menurut umur (PB/U) balita pada usia 18 bulan . = 0. Hal ini sejalan dengan penelitian Mahfuz et al . menyatakan kelompok intervensi dengan suplementasi telur dan susu mengalami perubahan panjang badan menurut umur 0. % Cl :0. 18, 0. p<-2 . % Cl :0. 18, 0. p< 0. Penelitian Hanley-Cook et a . menunjukan praktik pemberian makanan pada balita yaitu konsumsi makanan protein hewani berupa susu, daging, dan telur yang diberikan pada balita usia 6-23 bulan memiliki hubungan signifikan terhadap penurunan stunting . = 0. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Herber et al 2020, menunjukan bahwa susu memiliki hubungan terhadap penurunan kemungkinan stunting balita sebesar 1,9% . % CI -0. 02, -0. Makanan sumber nabati mengandung lebih rendah zat gizi mikro daripada protein hewani, sehingga asupan makanan sumber hewani yang lebih tinggi berkaitan dengan penurunan stunting (Kaimila et al, 2. Makanan sumber protein hewani mempunyai komposisi asam amino esensial yang lebih tinggi dibandingkan nabati dan meningkatkan penyerapan mineral seperti besi dan seng (Schonfeldt et al, 2. Asam amino pada makanan sumber protein hewani dibutuhkan untuk sintesis dari beberapa hormon seperti hormon tiroid, terdiri dari 1 asam amino. Hormon tiroid bekerja penentu utama laju metabolik tubuh secara keseluruhan, pertumbuhan, dan perkembangan tubuh serta fungsi saraf. Hormon lain yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu human growth hormon (HGH) atau hormon pertumbuhan (Soetjiningsih, 2. Journal of Health and Medical Science Volume 1. Nomor 1. Januari 2022 Halaman 171-177 KESIMPULAN Setelah melakukan penelitian terhadap 200 responden, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa ada hubungan antara akses pelayanan. BBLR, asi eksklusif dan asupan protein dengan kejadian Stunting pada balita Usia > 6-59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Baitussalam Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar tahun 2022. DAFTAR PUSTAKA