Journal of Natural Resources and Environmental Management 11. : 108-119. http://dx. org/10. 29244/jpsl. E-ISSN: 2460-5824 http://journal. id/index. php/jpsl Potensi lahan tersedia untuk pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul. Provinsi D. Yogyakarta The land availability for private forest development in Gunungkidul Regency. Yogyakarta Province Eko Wahyudi Budhi Utomo a. Widiatmakab. Omo Rusdianac a Program Magister Ilmu Perencanaan Wilayah. Sekolah Pascasarjana IPB. Kampus IPB Darmaga Bogor, 16680. Indonesia b Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian IPB. Kampus IPB Darmaga Bogor, 16680. Indonesia c Departemen Silvikultur. Fakultas Kehutanan IPB. Kampus IPB Darmaga Bogor, 16680. Indonesia Article Info: Received: 10 - 01 - 2017 Accepted: 21 - 02 - 2021 Keywords: Land availability, land cover, private forest Corresponding Author: Eko Wahyudi Budhi Utomo Program Magister Ilmu Perencanaan Wilayah. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Email: budhiutomo86@gmail. Abstract. In Gunungkidul Regency, the existing forest area's existing state is relatively fixed and does not allow be extended because the existing land has been used for other cultural activities. Therefore, the existence of private forests in Gunungkidul Regency has a significant role because the state of forest area is still far from ideal, there was only 9. 87% of the total administrative area. In fact, the law mandates a minimum forest cover of 30% of the area. The private forest has great potential, both in terms of the potential of wood produced and the amount of household or labor that could be involved, especially in the rural. The potential of land availability should be identified based on the actual land cover as the basis for a private forest development plan. This study aimed to analyze the existing land cover and identify land availability as a private forest development area. The land cover analysis was done by visual interpretation of the SPOT-6 imagery of 2015 Land availability was analyzed by overlaying land cover maps with maps of the official land use plan and forest status map. The results showed that land cover in Gunungkidul Regency consists of dryland forest 42 943 hectares, plantations 6 103 hectares, mixture plantations 3 840 hectares, field 33 306 hectares, shrubs 25 056 hectares, settlements 20 343 hectares, paddy 15 554 hectares, the water body 539 hectares, and 28 hectares of open Land cover that can be used as a private forest development area were shrubs, fields, and mix plantations. Land in Gunungkidul, which has high potency for private forest development area 55 627 hectares. How to cite (CSE Style 8th Editio. Utomo EWB. Widiatmaka. Rusdiana O. Potensi lahan tersedia untuk pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul. Provinsi D. Yogyakarta. JPSL 11. : 108-119. http://dx. org/10. 29244/jpsl. PENDAHULUAN Berdasarkan UU No. 41/1999, hutan merupakan satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan sangat penting bagi kehidupan manusia karena keberadaannya mampu menyimpan dan menyerap karbon, menghasilkan oksigen, mengatur siklus hidrologi dan iklim planet, memurnikan air, menyediakan habitat kehidupan liar, mengurangi pemanasan global, mengurangi polusi. Jurnal Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 11. : 108-119 konservasi tanah, mengurangi kemungkinan bencana alam seperti banjir dan longsor, dan sebagainya (Pawar dan Rothkar, 2. Selain fungsi ekologis tersebut, keberadaan hutan memegang peran dari aspek sosial dan Hutan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari sebagian masyarakat, khususnya masyarakat sekitar hutan. Hutan menjadi sumber kehidupan masyarakat, baik dari hasil kayu maupun berbagai hasil non-kayu lainnya. Keberadaan hutan telah memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi pengembangan ekonomi wilayah khususnya berkaitan dengan produksi kayu (Suprapto, 2. Penyelenggaraan hutan dalam luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional sangat berperan dalam mewujudkan aspek manfaat ekologi, ekonomi dan sosial secara seimbang. Berbagai bentuk penggunaan yang cenderung berorientasi pada aspek ekonomi terus mengikis keberadaan hutan. Kondisi ini juga terjadi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 171/KPTS-II/2000, luas kawasan hutan negara hanya sebesar 28% dari luas wilayah administrasi di provinsi ini. Padahal, perundang-undangan mengamanatkan tutupan hutan minimal seluas 30% dari luas wilayah. Sekitar 88. 56% dari total luas kawasan hutan DIY berada di Kabupaten Gunungkidul. Hutan produksi sangat mendominasi kawasan hutan dengan proporsi 86% dari luas kawasan hutan yang ada. Jenis tanaman yang dibudidayakan di kawasan hutan produksi didominasi oleh kayu putih dan jati. Jenis kayu rimba lainnya ditanam pada lokasi yang tidak terlalu luas dan bersifat sporadis (BPKH, 2. Menurut catatan Dishutbun Provinsi DIY . , 3 878 ha areal hutan di Gunungkidul berupa tanaman kayu putih yang dikelola sebagai sumber bahan baku minyak kayu putih. Kondisi tutupan lahan pada areal ini sudah bukan berupa hutan lagi mengingat tanaman kayu putih rutin dipangkas untuk dipanen daunnya. Secara faktual, luas hutan negara yang ada sudah relatif tetap dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penambahan luas karena lahan yang ada telah dibebani hak milik (BPKH, 2. Karena itu, keberadaan hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul memiliki peran penting mengingat luas kawasan hutan negara yang jauh dari ideal. Hutan rakyat dapat memberikan kontribusi yang sangat besar untuk memenuhi luasan tutupan hutan minimal di wilayah kabupaten. Hutan rakyat merupakan hutan yang tumbuh di atas lahan milik perorangan. Luas hutan rakyat pada tahun 2014 sebesar 42 131. 96 ha atau 28. 36% dari luas wilayah administrasi (BPS. Luasnya jauh melebihi luas kawasan hutan negara . ampir tiga kali lipa. dan tersebar pada seluruh wilayah kecamatan. Potensi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul juga merupakan yang terbesar di DIY. Hutan rakyat telah terbukti memberikan sumbangan ekonomi maupun ekologis baik langsung kepada pemiliknya maupun kepada masyarakat sekitar (Suprapto, 2. Di Kabupaten Gunungkidul, jenis tanaman yang sangat potensial untuk dikembangkan dalam pola hutan rakyat adalah tanaman jati. Berdasarkan data produksi kayu rakyat tahun 2008 hingga 2014 (BPS, 2. , kayu jati merupakan jenis kayu yang paling mendominasi, yaitu sebesar 422 873. 60 m 3 atau 79. 51% dari total produksi kayu rakyat. Hasil hutan rakyat berupa kayu memang biasanya bukan merupakan sumber pendapatan utama bagi keluarga petani, namun memiliki peranan penting terhadap pendapatan mereka. Rohadi et al. , . menyebutkan bahwa hasil penjualan kayu rata-rata menyumbang 11. 6% dari total pendapatan petani di Gunungkidul. Petani menjadikan kayu sebagai salah satu elemen penting dalam sistem pertanian mereka. Sekalipun lahan petani di Kabupaten Gunungkidul sangat terbatas, mereka tetap mengalokasikan lebih dari 10% areal lahannya untuk ditanami berbagai jenis tanaman kayu, khususnya jati sebagai bentuk tabungan (Rohadi et al. , 2. Pasokan kayu yang berasal dari hutan alam sebagai bahan kayu pertukangan semakin menurun seiring dengan semakin parahnya kerusakan hutan (Pasaribu dan Roliadi, 2. Hutan rakyat menjadi salah satu tumpuan untuk menggantikan peran pemasok kayu selain dari hutan tanaman industri. Hutan rakyat memiliki potensi yang besar, baik dari sisi potensi kayu yang dihasilkan maupun besarnya rumah tangga atau tenaga kerja yang bisa terlibat, khususnya di pedesaan. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya rangkaian kegiatan usaha dalam pengelolaan hutan rakyat yang meliputi kegiatan produksi, pemanenan, pemasaran/distribusi dan industri pengolahan (Suprapto, 2. Dengan pengelolaan yang baik, hutan rakyat diharapkan memberikan kontribusi yang lebih besar bagi kehidupan masyarakat Gunungkidul, baik dari segi ekonomi maupun Utomo EWB. Widiatmaka. Rusdiana O Menurut Perda Kabupaten Gunungkidul No 6 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Gunungkidul, pengembangan hutan rakyat secara umum diarahkan untuk dikembangkan pada lahan tegalan yang marginal dan lahan-lahan kritis. Berdasarkan data BPKH . , lahan di Gunungkidul masih memiliki potensi yang besar sebagai areal pengembangan hutan rakyat. Potensi ini harus diidentifikasi berdasarkan kondisi tutupan lahan aktual sebagai dasar pengembangan hutan rakyat. Tujuan penelitian ini adalah: . menganalisis tutupan lahan aktual di Kabupaten Gunungkidul dan . mengidentifikasi ketersediaan lahan untuk pengembangan hutan rakyat. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Gunungkidul yang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi DIY. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 148 414 ha atau 46. 63% dari luas wilayah Provinsi DIY. Kabupaten ini terdiri dari 18 kecamatan dan 144 desa. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Desember 2016. Secara geografis. Kabupaten Gunungkidul terletak pada 7A46-8A09Ao lintang selatan dan 110A21Ao-110A50Ao bujur Wilayah kabupaten ini berada pada ketinggian antara 0 hingga 827 meter di atas permuakaan laut . dengan topografi wilayah yang cukup bervariasi mulai pantai, dataran, bergelombang, berbukit, hingga Wilayah bagian utara Kabupaten Gunungkidul berbatasan dengan Kabupaten Klaten dan Sukoharjo. Provinsi Jawa Tengah dan bagian selatan berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia. Bagian barat wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan Sleman, yang keduanya juga merupakan bagian dari Provinsi DIY. Bagian timur wilayah berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah. Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder yang digunakan adalah citra satelit SPOT-6 Tahun 2015, peta tutupan lahan Tahun 2000 (BIG, 2. , peta rencana pola ruang (Bappeda Kabupaten Gunungkidul, 2011. , peta kawasan hutan, peta administrasi (Bappeda Kabupaten Gunungkidul, 2011. , dan peta geomorfologi (Bappeda Kabupaten Gunungkidul, 2011. Data primer diperoleh dari hasil survei lapang berupa hasil pengecekan lapangan sebagai verifikasi peta tutupan lahan hasil interpretasi citra. Metode Analisis Data Analisis Tutupan Lahan Aktual di Kabupaten Gunungkidul Analisis tutupan lahan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik survei lapang untuk pengumpulan data primer. Sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur dan laporan terdahulu yang berhubungan dengan wilayah penelitian. Citra SPOT-6 tahun 2015 yang diperoleh dari Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan ini telah terkoreksi. Teknik klasifikasi tutupan lahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah interpretasi visual. Interpretasi visual adalah hasil penyimpulan visual dari ciri spesifik objek pada citra yang dikenali dengan mempertimbangkan unsur-unsur visual berupa rona/warna, tekstur, pola, ukuran, bentuk, bayangan dan asosiasi (Baja, 2. Interpretasi tidak semata-mata dilakukan berdasarkan nilai kecerahan, namun konteks keruangan pada daerah yang dikaji juga ikut dipertimbangkan. Peranan interpreter dalam mengontrol hasil klasifikasi menjadi sangat dominan pada interpretasi visual ini agar hasil klasifikasi yang diperoleh relatif lebih masuk akal (Rahayu et al. , 2. Kedekatan/keakraban antara objek yang diinterpretasi dengan interpreter sangat diperlukan dalam teknik klasifikasi ini. Jurnal Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 11. : 108-119 Interpretasi citra SPOT-6 dilakukan dengan menggunakan software ArcGIS dibantu dengan peta penutupan lahan terdahulu dari Peta Rupa Bumi Indonesia (BIG, 2. dan Google Earth. Untuk memverifikasi hasil interpretasi, dilakukan survei lapangan. Survei lapangan bertujuan untuk mengecek kebenaran dari hasil interpretasi dan klasifikasi citra berdasarkan kondisi di lapangan (Rumada et al. , 2. Klasifikasi penutupan lahan mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) No: 7645:2010. Identifikasi Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Hutan Rakyat Ketersediaan lahan dianalisis dengan melakukan overlay peta tutupan lahan yang dihasilkan dengan peta kawasan hutan dan peta rencana pola ruang Kabupaten Gunungkidul. Berdasarkan status kawasannya, pengembangan hutan rakyat dalam penelitian ini dilakukan di Areal Penggunaan Lain (APL) dan tidak dikembangkan di kawasan hutan, baik hutan lindung, hutan konservasi maupun hutan produksi. Berdasarkan peruntukannya dalam pola ruang, pengembangan hutan rakyat diarahkan pada kawasan dengan peruntukan hutan rakyat, permukiman, pertanian lahan kering, rawan longsor, rawan banjir, resapan air, sempadan mata air, sempadan pantai, sempadan telaga dan sempadan sungai. Areal yang tidak digunakan berdasarkan peruntukannya dalam pola ruang adalah kawasan plasma nutfah, kawasan lindung geologi, militer, industri, pertambangan, sempadan goa, perkebunan dan pertanian lahan basah . Berdasarkan tutupan lahannya, pengembangan dilakukan pada areal dengan tutupan lahan berupa semak belukar, ladang dan perkebunan Kriteria ketersediaan lahan untuk pengembangan hutan rakyat disajikan pada Tabel 1. Status Kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) Hutan Lindung. Hutan Konservasi. Hutan Produksi Tabel 1 Kriteria ketersediaan lahan Pola Ruang Penutupan Lahan Hutan rakyat, permukiman, pertanian Semak belukar, ladang lahan kering, rawan longsor, rawan dan perkebunan banjir, resapan air, sempadan mata air, sempadan pantai, sempadan telaga, sempadan sungai. Plasma nutfah, kawasan lindung Hutan lahan kering, geologi, militer, industri, pertambangan, sempadan goa, permukiman, sawah, perkebunan dan pertanian lahan basah tubuh air, dan lahan . Ketersediaan Tersedia Tidak HASIL DAN PEMBAHASAN Tutupan Lahan Aktual di Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan peta administrasi, luas keseluruhan Kabupaten Gunungkidul yang dipetakan adalah sebesar 148 414 ha. Interpretasi menggunakan citra SPOT-6 menghasilkan luas wilayah administrasi sebesar 147 712 Perbedaan ini disebabkan karena pada peta administrasi terdapat beberapa lokasi batas administrasi yang menjorok melebihi garis pantai ketika dilakukan overlay dengan citra SPOT-6. Untuk itu, pada wilayah tersebut dilakukan koreksi dengan mendigitasi ulang berdasarkan garis pantai. Berdasarkan hasil interpretasi citra, tutupan lahan di Kabupaten Gunungkidul dapat diklasifikasikan dalam sembilan kelas, yaitu hutan lahan kering, perkebunan, perkebunan campuran, ladang, semak belukar, permukiman, sawah, tubuh air dan lahan terbuka. Hasil analisis tutupan lahan disajikan pada Tabel 2. Tutupan lahan paling luas adalah hutan lahan kering seluas 29. 07%, disusul ladang pada urutan kedua dengan persentase 55% dan pada urutan ketiga adalah semak belukar sebesar 16. Sebaran tutupan lahan disajikan pada Gambar 1. Utomo EWB. Widiatmaka. Rusdiana O Tabel 2 Klasifikasi penutupan lahan Kelas Penutup Lahan Luas . Hutan Lahan Kering Perkebunan Perkebunan Campuran Ladang Semak dan Belukar Permukiman Sawah Tubuh Air Lahan Terbuka Jumlah Luas (%) Gambar 1 Peta tutupan lahan Kabupaten Gunungkidul Pada tahun 1940-1970-an. Kabupaten Gunungkidul terkenal tandus, kering dan gersang, namun kini telah menjadi hijau kembali (Wardhana et al. , 2. Hasil analisis tutupan lahan Tahun 2015 ini menunjukkan bahwa Kabupaten Gunungkidul memiliki kondisi tutupan lahan berupa hutan yang cukup luas yaitu 42 943 Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 18 kecamatan di Kabupaten Gunungkidul, 4 kecamatan di antaranya memiliki hutan lahan kering paling luas yaitu Kecamatan Panggang. Purwosari. Tepus dan Gedangsari. Proporsi luasan hutan lahan kering mencapai >50% dari total luas wilayah administrasi di 4 kecamatan ini. Kecamatan dengan proporsi luas hutan lahan kering paling kecil (<10%) adalah Kecamatan Karangmojo. Wonosari, dan Semanu. Hasil analisis tutupan lahan menunjukkan bahwa pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul masih bisa dilakukan. Berdasarkan tutupannya, areal yang berpotensi untuk digunakan sebagai areal pengembangan adalah semak dan belukar, ladang dan perkebunan campuran. Lahan berupa semak dan belukar masih sangat luas, yakni 16. 96% dari total luas wilayah. Karena itu, pemanfaatan lahan pada areal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas. Taufik . dan Nirsatmanto et al. , . mencatat bahwa terdapat minimal empat bentuk pola tanam pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul yaitu pola Jurnal Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 11. : 108-119 pagar, pola agroforestry . , pola campuran tanaman kehutanan dan pola monokultur. Khusus pola pagar, masyarakat Gunungkidul telah terbiasa menanam tanaman keras di sekeliling ladang dengan pola menyerupai pagar pembatas dengan tanaman pertanian di dalamnya. Tutupan lahan berupa ladang dengan luas 33 306 ha sangat memungkinkan untuk digunakan sebagai areal pengembangan hutan rakyat. Selain itu, pengembangan hutan rakyat yang bersifat pengkayaan juga dapat dilakukan pada areal perkebunan campuran. Khusus pada areal ini, pola tanam yang ideal adalah pola campuran tanaman keras. Panggang Purwosari Paliyan Saptosari Tepus Tanjungsari Rongkop Girisubo Semanu Ponjong Karangmojo Wonosari Playen Patuk Gedangsari Nglipar Ngawen Semin Hutan Lahan Kering Tabel 3 Luas tutupan lahan per kecamatan Luas Tutupan Lahan . Semak Perkebu Perkebunan LaPermudan -nan Campuran Belukar Jumlah Kecamatan Sawah Tubuh Lahan Air Terbuka Areal permukiman, sawah dan tubuh air tidak mungkin untuk digunakan sebagai areal pengembangan dengan pertimbangan penggunaan lahan yang bersifat tetap. Areal perkebunan dan lahan terbuka juga tidak direkomendasikan sesuai tema penelitian ini. Tanaman pengisi areal perkebunan berupa tanaman kayu putih yang dibudidayakan dalam kawasan hutan produksi dan pada beberapa lokasi dikelola dengan sistem Lahan terbuka yang dijumpai adalah berupa beting pantai. Sektor pertanian memegang peranan yang sangat penting bagi perekonomian di Kabupaten Gunungkidul. Berdasarkan data tutupan lahan hasil analisis. Kecamatan Semanu. Ponjong. Wonosari dan Karangmojo memiliki lahan pertanian yang paling luas. Hal ini berbanding lurus dengan produksi hasil pertaniannya. Padi ladang di keempat kecamatan ini juga yang terbesar yaitu 15 080. 25 ton di Semanu, 17 024. 42 ton di Wonosari, 75 ton di Ponjong dan 13 527. 96 ton di Karangmojo (BPS, 2. Demikian pula untuk hasil padi sawah, wilayah kecamatan dengan lahan sawah yang paling luas yaitu Kecamatan Semin, juga memiliki hasil panen padi sawah terbesar diantara kecamatan lainnya yaitu sebesar 22 042. 01 ton. Luasan hutan rakyat existing di Kabupaten Gunungkidul diperoleh dengan melakukan overlay peta tutupan lahan hasil interpretasi citra dengan peta kawasan hutan. Areal hutan rakyat merupakan lahan dengan tutupan lahan berupa hutan, namun secara status berada di luar kawasan hutan. Berdasarkan pola hutan rakyat Utomo EWB. Widiatmaka. Rusdiana O yang telah berkembang di Kabupaten Gunungkidul, tutupan lahan berupa perkebunan campuran juga merupakan wujud dari hutan rakyat. Areal dengan tutupan lahan berupa hutan lahan kering dan perkebunan campuran yang berada di APL merupakan areal existing hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul. Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 4, luas lahan APL dengan tutupan berupa hutan lahan kering adalah sebesar 38 781 ha dan perkebunan campuran seluas 3 837 ha, sehingga apabila dijumlahkan didapatkan luas hutan rakyat existing sebesar 42 618 ha. Kondisi tutupan lahan di dalam kawasan hutan pada beberapa lokasi sudah tidak sesuai dengan Hal ini tercermin dari keberadaan permukiman dan sawah di dalam kawasan hutan sebagaimana dirinci pada Tabel 4. Khusus untuk keberadaan ladang di dalam kawasan hutan, hal ini dapat terjadi karena adanya pengelolaan kawasan hutan produksi secara tumpangsari, meskipun tanaman kehutananlah yang seharusnya lebih dominan. Areal semak belukar di dalam kawasan hutan cukup luas 94% dari total luas kawasan hutan. Pemanfaatan lahan semak belukar dalam kawasan hutan juga perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas lahan serta mengembalikan berbagai fungsi ekologis hutan. Upaya ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas perekonomian masyarakat sekaligus menjaga kelestarian Tabel 4 Luas tutupan lahan berdasarkan status kawasan Luas Status Kawasan Kelas Penutup Lahan Hutan Lahan Kering Perkebunan Perkebunan Campuran Ladang Kawasan Hutan (KH) Semak dan Belukar Permukiman Sawah Tubuh Air Jumlah Luas KH Hutan Lahan Kering Perkebunan Perkebunan Campuran Ladang Semak dan Belukar Areal Penggunaan Lain (APL) Permukiman Sawah Tubuh Air Lahan Terbuka Jumlah Luas APL Berdasarkan peta geomorfologi, bentang lahan Kabupaten Gunungkidul terbagi menjadi 4 zona yaitu zona Batur Agung, zona Plateau Wonosari, zona Pegunungan Seribu dan zona Panggung Masif. Kondisi geomorfologis seperti ini memengaruhi tutupan lahannya. Tutupan lahan pada setiap zona memiliki karakter yang berbeda dengan zona lainnya. Zona Batur Agung dengan bentang lahan berbukit sampai bergunung berketinggian 200-700 mdpl memiliki tutupan lahan yang didominasi oleh hutan lahan kering . 88%) dan sawah . 04%), sedangkan tutupan lahan berupa ladang, perkebunan, dan semak belukar luasnya relatif Zona Plateau Wonosari yang bertopografi relatif datar pada ketinggian 150-200 mdpl memiliki tutupan lahan yang didominasi ladang . 49%) dan permukiman . 31%). Zona Pegunungan Seribu dengan bentang Jurnal Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 11. : 108-119 lahan berupa perbukitan kapur pada ketinggian 0-300 mdpl, tutupan lahannya didominasi oleh hutan lahan kering . 68%), ladang . 57%) dan semak belukar . 20%). Hutan lahan kering dan semak belukar berada pada daerah perbukitan, sedangkan ladang berada di sela-sela perbukitan. Tutupan lahan pada zona Panggung Masif adalah hutan lahan kering, ladang, semak belukar, permukiman dan sawah dengan proporsi yang relatif Zona ini memiliki bentang lahan berbukit kecil dengan elevasi 300-600 mdpl. Tabel 5 menunjukkan bahwa areal yang berpotensi paling besar untuk pengembangan hutan rakyat berada pada Zona Pegunungan Seribu. Areal dengan tutupan lahan berupa semak belukar dan ladang mendominasi zona ini. Areal terluas kedua berada pada zona Plateu Wonosari yang didominasi tutupan lahan ladang. Areal potensial dengan tutupan lahan berupa perkebunan campuran dominan di Zona Batur Agung. Tabel 5 Luas tutupan lahan berdasarkan zona bentang lahan Luas . Kelas Penutup Lahan Batur Agung Plateau Wonosari Pegunungan Seribu Hutan Lahan Kering Perkebunan Perkebunan Campuran Ladang Semak dan Belukar Permukiman Sawah Tubuh Air Lahan Terbuka Jumlah Panggung Masif Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Hutan Rakyat Analisis ketersediaan lahan dilakukan dengan memperhatikan tiga parameter utama, yaitu status kawasan, peruntukan kawasan dan tutupan lahan. Mengacu pada pengertian hutan rakyat dalam Undang-Undang No 41/1999, areal hutan rakyat merupakan lahan dengan tutupan berupa hutan, namun berada di luar kawasan Karena itu, berdasarkan status kawasannya, hutan rakyat berada pada Areal Penggunaan Lain (APL). Karena itu, saran pengembangan hutan rakyat dalam penelitian ini tidak dilakukan di dalam kawasan hutan, baik hutan lindung, hutan konservasi maupun hutan produksi. Tabel 6 menunjukkan luas APL di Kabupaten Gunugkidul sebesar 133 027 ha. Sebaran kawasan hutan dan APL disajikan pada Gambar 2. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah. Kabupaten Gunungkidul terbagi menjadi 21 peruntukan kawasan yaitu 9 peruntukan kawasan budidaya dan 12 peruntukan kawasan lindung sebagaimana disajikan pada Gambar 3 (Bappeda Kabupaten Gunungkidul, 2011. Dari 9 . peruntukan pada kawasan budidaya, terdapat 6 . peruntukan yang tidak memungkinkan untuk digunakan sebagai areal pengembangan hutan rakyat, yaitu kawasan hutan produksi, militer, industri, pertambangan, perkebunan dan pertanian lahan basah. Pengembangan hutan rakyat dapat dilakukan pada kawasan budidaya yang memiliki peruntukan permukiman, hutan rakyat, dan pertanian lahan kering. Mengacu pada peta pola ruang (Bappeda Kabupaten Gunungkidul, 2011. , areal yang diperuntukkan bagi kawasan pemukiman adalah seluas 34 196 ha, sedangkan luas permukiman existing hasil interpretasi citra baru seluas 20 343 ha, sehingga masih tersedia lahan yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi hutan rakyat. Pada areal pertanian lahan kering, pengembangan hutan rakyat juga dapat dilakukan mengingat salah satu pola tanam yang selama ini telah berkembang di masyarakat adalah hutan rakyat dibudidayakan secara bersama-sama dengan tanaman pangan Utomo EWB. Widiatmaka. Rusdiana O Gambar 2 Peta kawasan hutan Kabupaten Gunungkidul Gambar 3 Peta rencana pola ruang Keberadaan hutan rakyat memberikan manfaat yang besar secara ekologis. Kemampuannya dalam mengatur siklus hidrologi, memurnikan air, mengurangi polusi, konservasi tanah, dan mengurangi kemungkinan bencana alam seperti longsor memegang peran penting. Karena itu, pengembangannya dapat dilakukan pada kawasan lindung sekalipun, terutama pada kawasan lindung yang kondisi tutupan lahannya minim vegetasi atau yang memiliki aktivitas utama kegiatan budidaya. Pada areal seperti ini, pengembangan hutan rakyat dilakukan dengan tujuan utama untuk merehabilitasi lahan. Dari 12 . ua bela. peruntukan pada Jurnal Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 11. : 108-119 kawasan lindung, terdapat 5 . peruntukan kawasan yang tidak memungkinkan untuk digunakan sebagai areal pengembangan hutan rakyat yaitu hutan lindung, hutan konservasi, plasma nutfah, sempadan goa dan lindung geologi (Bengawan Solo Purb. Hutan lindung dan hutan konservasi tidak direkomendasikan karena merupakan areal di dalam kawasan hutan, sedangkan pengembangan di kawasan sempadan goa, plasma nutfah, dan lindung geologi (Bengawan Solo Purb. tidak direkomendasikan karena dapat mengganggu keaslian dan Tabel 6 menyajikan luas areal yang tersedia berdasar peruntukannya, yaitu sebesar 132 215 ha. Kecamatan Panggang Purwosari Paliyan Saptosari Tepus Tanjungsari Rongkop Girisubo Semanu Ponjong Karangmojo Wonosari Playen Patuk Gedangsari Nglipar Ngawen Semin Jumlah Tabel 6 Ketersediaan lahan untuk pengembangan jati rakyat Ketersediaan Lahan . Status Kawasan* Pola Ruang** Tutupan Lahan*** Lahan Tersedia**** *) Status kawasan APL. **) Kawasan budidaya: permukiman, hutan rakyat, dan pertanian lahan kering. Kawasan Lindung: rawan longsor, rawan banjir, resapan air, sempadan mata air, sempadan pantai, sempadan telaga, sempadan sungai. ***) Tutupan lahan: semak belukar, ladang dan perkebunan campuran. ****) Lahan Tersedia adalah areal yang memenuhi kriteria *), **) dan ***). Pada hakikatnya RTRW dijadikan sebagai acuan penataan wilayah untuk memperkecil dampak negatif terhadap lingkungan yang mungkin timbul. Kabupaten Gunungkidul telah memiliki rencana pengembangan hutan rakyat yang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Gunungkidul (Bappeda Kabupaten Gunungkidul, 2011. Berdasarkan peraturan ini, hutan rakyat secara umum diarahkan untuk dikembangkan pada lahan tegalan yang marginal dan lahan-lahan kritis. Menurut peta pola ruang (Bappeda Kabupaten Gunungkidul, 2011. , luas areal dengan peruntukan hutan rakyat adalah 44 962 ha dan tersebar di semua kecamatan. Meskipun demikian, tidak tertutup kemungkinan untuk pengembangan di kawasan lainnya. Hal ini bukan berarti perencanaan pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul bertentangan dengan RTRW, namun hasil analisis ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam revisi RTRW yang dapat dilakukan setiap 5 tahun. Alokasi pengembangan hutan rakyat di luar areal yang telah ditetapkan tidak perlu ditambahkan pada kawasan khusus, namun cukup memberikan keterangan bahwa pada kawasan tersebut diperbolehkan untuk digunakan dalam pengembangan hutan rakyat. Utomo EWB. Widiatmaka. Rusdiana O Gambar 4 Peta ketersediaan lahan untuk pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul Berdasarkan rincian ketersedian lahan yang disajikan pada Tabel 6, kecamatan yang berada pada Zona Pegunungan Seribu memiliki areal potensial pengembangan hutan rakyat yang terbesar yaitu Saptosari. Tanjungsari. Rongkop. Girisubo, dan sebagian wilayah Semanu dan Ponjong. Kecamatan dengan ketersediaan lahan terkecil untuk pengembangan hutan rakyat adalah Kecamatan Patuk. Tutupan lahan di wilayah Kecamatan Patuk telah didominasi oleh hutan. Sebaran potensi lahan tersedia untuk pengembangan hutan rakyat ditampilkan pada Gambar 4. KESIMPULAN Hasil analisis menunjukkan bahwa tutupan lahan di Kabupaten Gunungkidul dapat diklasifikasikan dalam sembilan kelas yang terdiri dari hutan lahan kering seluas 42 943 ha, perkebunan seluas 6 103 ha, perkebunan campuran seluas 3 840 ha, ladang seluas 33 306 ha, semak belukar seluas 25 056 ha, permukiman seluas 20 343 ha, sawah seluas 15 554 ha, tubuh air seluas 539 ha, dan lahan terbuka seluas 28 ha. Tutupan lahan yang berpotensi untuk digunakan sebagai areal pengembangan hutan rakyat berupa semak belukar, ladang dan perkebunan campuran dengan jumlah luas 62 202 ha. Kabupaten Gunungkidul memiliki potensi lahan yang cukup luas untuk pengembangan hutan rakyat. Areal yang tersedia untuk dilakukan pengembangan hutan rakyat berdasarkan kondisi tutupan lahan, status kawasan dan rencana pola ruang masih sangat luas, yaitu 55 627 ha. Lahan dengan tutupan berupa semak dan belukar perlu dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas. Analisis kesesuaian lahan perlu dilakukan pada lokasi yang tersedia untuk pengembangan hutan rakyat untuk menentukan prioritas pengembangan dan jenis tanaman yang sesuai. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Pusat Pembinaan. Pendidikan dan Pelatihan Perencana Bappenas yang telah membiayai penelitian ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Badan Informasi Geospasial. Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan. Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XI Jawa-Madura, dan Bappeda Kabupaten Gunungkidul untuk dukungan data yang diberikan. Jurnal Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 11. : 108-119 DAFTAR PUSTAKA