JRH Reformasi Hukum JRH ISSN 1693-9336 | e-ISSN 2686-1598 Vol. 28 No. 2 Agustus 2024 . 102Ae. org/10. 46257/jrh. Implikasi Hukum Permintaan Success fee Secara Paksa oleh Advokat dengan Janji Kemenangan Pra-Penyelesaian Perkara Legal Implications of Coercive Success Fee Demands by Attorneys Promising Victory Before Case Resolution Laurentius Ervin Ricky Pramudita 1*. Retno Dewi Pulung Sari 1 Fakultas Hukum. Universitas Katolik Darma Cendika. Surabaya. Indonesia. 2 Fakultas Hukum. Universitas Katolik Darma Cendika. Surabaya. Indonesia. *Corresponding author email: laurentius. ervin@ukdc. Paper Abstrak Submitted 15-07-2024 Accepted 31-08-2024 Praktik permintaan success fee secara paksa oleh advokat yang menjanjikan kemenangan kepada klien sebelum penyelesaian perkara menimbulkan permasalahan hukum dan etika Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji implikasi hukum atas tindakan tersebut, serta keterkaitannya dengan pelanggaran terhadap Kode Etik Advokat. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan yuridis kualitatif, melalui studi kepustakaan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik menjanjikan kemenangan oleh advokat sebelum perkara selesai mencerminkan pergeseran nilai dalam profesi advokat, dari pengabdian sosial menjadi orientasi profesional berbasis keuntungan. Hal ini mengakibatkan degradasi tanggung jawab sosial advokat dalam memberikan bantuan hukum yang seharusnya bersifat non-komersial. Selain itu, success fee sejatinya merupakan bentuk penghargaan tambahan yang sah apabila disepakati secara profesional dan diberikan setelah perkara selesai, bukan dijadikan alat tekanan atau janji kemenangan di awal. Kesimpulannya, tindakan advokat yang menjanjikan hasil perkara dan meminta success fee secara paksa merupakan pelanggaran serius terhadap kode etik profesi serta dapat dikenai sanksi etis dan hukum. Sebagai rekomendasi, organisasi profesi advokat perlu memperkuat mekanisme pengawasan etik dan menyediakan pelatihan etika hukum secara berkelanjutan untuk mencegah praktik semacam ini. Kata Kunci Advokat. Aparat Penegak Hukum. Kode Etik. Success fee. Abstract The practice of coercively demanding a success fee by lawyers who promise victory to clients before a case is resolved raises serious legal and ethical concerns. This study aims to examine the legal implications of such actions and their relation to violations of the Code of Ethics for Advocates. The research employs a normative legal method with a qualitative juridical approach, using library research on primary and secondary legal materials. The findings indicate a shift in values within the legal profession from a socially driven service to a profit-oriented practice which reflects a degradation of lawyers' social responsibility in providing non-commercial legal assistance. success fee is, in principle, a legitimate additional compensation if agreed upon professionally and paid after the case has concluded. However, promising a favorable outcome before resolution and using it as a means to demand payment constitutes a breach of ethical standards. The study concludes that lawyers who guarantee case outcomes and coercively demand success fees are in serious violation of professional ethics and may be subject to both ethical and legal sanctions. It is recommended that the advocate professional bodies reinforce ethical supervision mechanisms and provide continuous legal ethics training to prevent such practices. Keywords Advocate. Code of Ethics. Law Enforcement Officer. Success fee. Masukan link jurnal Copyright: A 2024 by the authors. This open-access article is distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution CCAeBY 4. 0 license. Laurentius Ervin Ricky Pramudita, et. | Implikasi Hukum Permintaan Success Fee JRH Pendahuluan Istilah advokat, pengacara, penasehat hukum & konsultan hukum. Istilah-istilah tersebut mempunyai perbedaan pengertian yang cukup bermakna, walaupun dalam bahasa Inggris semua istilah secara umum disebut sebagai lawyer atau ahli hukum, namun pada praktik hukum di Indonesia istilah tersebut sangat berbeda. Dalam hal ini, ada perbedaan pengertian antara fungsi lawyer yang menggunakan istilah AuadvokatAy. AupengacaraAy, dan Aupenasehat hukumAy yang dalam bahasa inggris disebut trial lawyer atau secara spesifik di Amerika dikenal dengan istilah attorney at law. Namun, pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (Selanjutnya disebut UU Advoka. menetapkan bahwa orang yang berpofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan, yang memenuhi persyaratan berdasarkan Undang-Undang ini dianggap sebagai advokat. Advokat merupakan orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan, yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan dalam undang-undang. , . Advokat senantiasa bersedia membantu dan menolong orang yang berada dalam kesulitan karena mempunyai suatu permasalahan, memberikan bantuan jasa-jasa hukum kepada siapapun juga yang memerlukan guna terhindar dari kasus permasalahan yang dihadapinya, tentu dengan batas-batas keyakinannya dengan pengertian bahwa yang akan dibela . tidak akan menjadi korban ketidakadilan. Dalam hubungan hukum antara advokat dengan klien dalam mendampingi perkara tentu akan memunculkan suatu kesepakatan kerja. Adapun kesepakatan kerja ini termasuk ke dalam perjanjian karena dilaksanakan dengan kesepakatan antara 2 orang atau lebih yang akan mentaati isi dari perjanjian tersebut . , . Salah satu sumber dari adanya perikatan adalah perjanjian dan hal tersebut telah memiliki dasar hukum dalam KUHPerdata Pasal 1313 yang tertuang sebagai berikut: AuJika satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih disebut sebagai perjanjianAy atau juga dapat berarti suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang berjanji untuk melakukan sesuatu satu sama lain. Perikatan ini menjadi salah satu sumber terpenting dari adanya suatu perikatan yang dimana termuat klausula janji serta kesepakatan komitmen antara kedua belah pihak yang dibuat secara tertulis. Dalam setiap perjanjian tentu para pihak akan mengedepankan kepentingannya masing-masing sehingga bentuk kesepakatan yang dibuat seharusnya timbal balik maka diperlukan kesadaran para pihak untuk menghormati hak serta kewajibannya dalam menjalankan kesepakatan tersebut. Profesi Advokat merupakan profesi yang mulia dan terhormat . fficium nobil. , dalam hal ini terlah dibuktikan melalui diaturnya terkait status advokat sebagai penegak hukum yang berdiri sendiri dan bebas dalam peraturan hukum positif di Indonesia . , . UU Advokat telah mengatur terkait ukuran besaran honorarium advokat setelah memberikan jasa hukum yakni tertuang dalam Pasal 21 Ayat . yang AuAdvokat berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang telah diberikan kepada kliennyaAy. Sebagaimana yang tertuang dalam UU Advokat sudah jelas tertuang bahwa profesi advokat juga berhak untuk memperoleh honorarium atau imbalan atas jasa yang diberikannya kepada kliennya akan tetapi besaran honorarium tersebut akan ditentukan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak . Dengan demikian. Undang-undang tidak mengatur mengenai standar berapa dan seperti apa honorarium Advokat. Namun didalam kode etik juga dijelaskan mengenai batasan biaya-biaya Advokat. Advokat juga tetap layak mendapatkan hak-haknya salah satunya terkait pemberian hak honorarium sebagai bentuk imbalan atas jasa hukum yang telah diberikannya kepada klien. Apalagi jika advokat berhasil memenangkan suatu perkara maka advokat diperkenankan memperoleh imbalan lain yang biasa disebut dengan success fee atau material imbalan sukses sebagai bentuk rasa terima kasih sudah melaksanakan tugas dengan baik hingga berakhir dengan kemenangan perkara. Pemberian imbalan berupa success fee ini biasa diberikan kepada advokat saat menyelesaikan perkara dan memenangkan suatu perkara berdasarkan putusan hakim. Namun advokat tidak diperkenankan untuk meminta success fee terlebih dahulu sebelum pekerjaan selesai, apabila seorang advokat meminta success fee secara paksa, maka akan mucul akibat hukum yang ditimbul dari perbuatan dari seorang advokat tersebut. Penting bagi advokat untuk memperhatikan dan melaksanakan kode etik profesinya dalam menjalankan tugas-tugasnya agar tidak terjadi penyimpangan dalam praktik di Reformasi Hukum | Vol. Agustus 2024 JRH Pentingnya memperhatikan kode etik juga berfungsi agar pelayanan hukum yang diberikan oleh advokat kepada klien yakni masyarakat publik dapat diberikan secara maksimal. Oleh sebab itu, advokat dalam melakukan perjanjian harus mempunyai itikad baik terhadap klien. Dapat penulis tegaskan bahwa penelitian jurnal ini merupakan hasil pemikiran baru yang dimana belum ditemui sebelumnya. Tetapi terdapat tulisan hasil penelitian sebelumnya yang menyerupai namun sejatinya memiliki pembahasan yang berbeda dimana penelitian tersebut dijadikan bahan sebagai pembanding dari orisinalitas terhadap penelitian ini. Pertama, penelitian dalam jurnal ilmiah yang ditulis oleh Yudhi Widyo Armono . dengan judul AuPerjanjian Advokasi Antara Advokat Dengan Klien Dan Penentuan Besaran HonorariumAy. Pada penelitian terdahulu membahas mengenai bagaimana seorang Advokat membuat dan melaksanakan suatu perjanjian advokasi dengan Pelaksanaan perjanjian kerja antar kedua belah pihak berdasarkan UndangUndang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Advokat dalam merealisasikan suatu perjanjian advokasi dengan klien, wajib berpedoman pada Pasal 1320 Kitab UndangUndang Hukum Perdata yaitu nilai besarnya honorarium setiap advokat berbeda-beda, yang terpenting ada persetujuan yang jelas antara advokat dengan calon kliennya. Alasan untuk menjadi tinjauan penelitian adanya relevansi terhadap topik penelitian tersebut dengan penelitian ini sehingga bisa menjadi materi pendukung dan pelengkap dari penelitian ini. Unsur kebaharuan dari penelitian ini dibanding dari penelitian terdahulu adalah menilai dampak hukum yang ditimbulkan terhadap advokat yang meminta success fee secara paksa sebelum pekerjaan selesai dan menjanjikan klien bahwa kasus yang ditangani akan berhasil menurut kode etik advokat. Kedua. Penelitian dalam jurnal ilmiah yang ditulis oleh Chesa Ayu Pradita Ariesandy, . dengan judul AuPenelantaran Klien Oleh Advokat: Melanggar Etika Profesi?Ay. Pada penelitian terdahulu membahas mengenai studi kasus pelanggaran Pasal 6 huruf a dan Pasal 4 Ayat . Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, di mana advokat tersebut melanggar kode etik advokat dengan menelantarkan kepentingan klien dan juga melanggar sumpah advokat. Masbuhin merupakan salah satu advokat yang terkena kasus tentang penelantaran perkara terhadap Sipoa Group, setelah Masbuhin menerima upah dari Sipoa Group sebesar satu milyar rupiah. Masbuhin melupakan dan tidak memperdulikan klien tersebut atau bisa disebut Masbuhin telah melakukan pelanggar kode etik advokat. Pada Pasal 4 Ayat . menjelaskan tentang sumpah yang dilakukan di persidangan. Ayat . menjelaskan tentang isi sumpah advokat, yang intinya harus taat peraturan dan taat terhadap kode etik advokat. Pasal 6 menjelaskan tentang pelanggaran yang dilakukan oleh advokat bisa dikenakan tindakan atau bisa ditangkap dengan syarat bahwasanya advokat tersebut melanggar apa saja yang menyimpang dari kode etik advokat. Alasan untuk menjadi tinjauan penelitian adanya relevansi terhadap topik penelitian tersebut dengan penelitian ini sehingga bisa menjadi materi pendukung dan pelengkap dari penelitian ini. Unsur kebaharuan dari penelitian ini dibanding dari penelitian terdahulu adalah menilai dampak hukum yang ditimbulkan terhadap advokat yang meminta success fee secara paksa sebelum pekerjaan selesai dan menjanjikan klien bahwa kasus yang ditangani akan berhasil menurut kode etik advokat. Berdasarkan latar belakang tersebut, berikut permasalahan yang diangkat yaitu terkait akibat hukum yang ditimbulkan bagi advokat yang meminta success fee secara paksa sebelum pekerjaan selesai dan implikasi apabila advokat menjanjikan keberhasilan mendapatkan kemenangan pada kliennya menurut kode etik advokat. Metode Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif yaitu, melaksanakan pendekatan secara konsep dan meninjau objek penelitian melalui peraturan perundangundangan yang terkait dengan pembahasan topik penulisan ini seperti UU Advokat dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statue Approac. Bentuk-bentuk data yang digunakan untuk mendukung penulisan ini yakni data primer serta berdasarkan data sekunder. Bahan hukum primer yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari peraturan perundangundangan dan bahan hukum sekunder bersumber dari studi kepustakaan seperti jurnal, buku, skripsi, serta sumber kepustakaan sejenisnya. Proses tahapan penelitian ini Laurentius Ervin Ricky Pramudita, et. | Implikasi Hukum Permintaan Success Fee JRH dilakukan tahap bertahap dimulai dari mengumpulkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang selanjutnya dianalisis dengan logika dan argumentasi hukum, terakhir hingga mendapatkan suatu kesimpulan yang logis dari fakta-fakta hukum di dalam penelitian. Hasil dan Pembahasan 1 Akibat Hukum yang ditimbulkan Bagi Advokat dengan Permintaan Success fee Secara Paksa Pra-Penyelesaian Perkara Pemberian jasa hukum secara litigasi ataupun non litigasi merupakan tugas profesi advokat bagi masyarakat selaku klien baik itu memperoleh honorarium/fee atau tidak memperoleh honorarium/fee. Jasa hukum tersebut diberikan oleh advokat baik di dalam pengadilan atau melalui jalur litigasi maupun melalui di luar pengadilan yakni jalur non . Pekerjaan advokat tidak juga melupakan nilai-nilai dasar kemanusiaan dengan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma atau pro bono disamping menjalankan profesi advokatnya secara professional dengan menerima lawyer fee sebagai profit. Hal itu sudah diatur dalam dasar hukum Peraturan Pemerintah RI Nomor 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma serta Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan hukum. Pengaturan tersebut juga diatur melalui Instruksi Menteri Kehakiman RI Nomor: M. 01UM. 10 Tahun 1994 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Golongan Masyarakat yang Kurang Mampu Melalui Lembaga Bantuan Hukum lalu disempurnakan melalui Instruksi Menteri Kehakiman RI Nomor: M. 01-UM. 10 Tahun Penyelenggaraan dalam memberikan bantuan hukum secara probono atau cumacuma bagi masyarakat kalangan masyarakat kurang mampu dalam rangka untuk memeratakan keadilan serta memberikan perlindungan hukum saat ini tidak sama dengan proses selana ini. Saat ini pelaksanaan bantuan hukum secara cuma-cuma dapat dilaksanakan melalui 2 prosedur yakni: . Prosedur pelaksanaan bantuan hukum di Pengadilan Negeri. Prosedur pelaksanaan bantuan hukum di Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Profesi advokat kerap kali disebut sebagai profesi yang mulia (Oficium Nobil. , hal itu disebabkan karena sejak awal lahirnya profesi advokat pun berasal dari adanya suatu tujuan mulia yang bersifat non komersil demi membantu masyarakat luas sebagai bentuk tanggung jawab sosial seorang yang berprofesi sebagai praktisi hukum. Namun, terjadi pergeseran tujuan belakangan ini dimana dekade terakhir memperlihatkan terjadinya degradasi bentuk tanggung jawab sosial advokat kepada masyarakat dalam bentuk pemberian bantuan hukum non komersil dan sudah dianggap sebagai profesi yang professional demi memperoleh penghasilan layak bagi profesi advokat. Adapun yang mendasari atau melatarbelakangi hal tersebut adalah berkembangnya pengetahuan hukum serta terjadi reformasi global dalam fungsi peran advokat di lingkup profesi hukum yang berubah-ubah. Perjanjian merupakan sumber dari adanya suatu hubungan hukum antara seorang advokat dengan kliennya. Adapun dampak dari seorang advokat yang meminta success fee sebelum pekerjaan selesai tentu menimbulkan kerugian terhadap kliennya. Dalam hal ini seorang advokat tidak menjalankan prestasinya yang sudah ditetapkan pada perjanjian yang sudah ditetapkan. Klien yang dirugikan dapat menggugat secara perdata sebagai perbuatan Wanprestasi. Hal tersebut sesuai dengan rumusan Pasal 1234 KUHPer karena perbuatan advokat tersebut tidak memenuhi prestasi yang telah diperjanjikan dan Klien bisa menuntut pembatalan perjanjian disertai tuntutan ganti rugi sesuai dengan rumusan Pasal 1246 KUHPer. Tercerminnya hal tersebut dapat terlihat melalui klausa yang terdapat dalam surat kuasa khusus antara advokat dengan kliennya yang dimana berbunyi sebagai berikut: AuKuasa ini diberikan dengan Hak honor. Hak Retensi, dan juga SubtitusiAy. Dalam UU Advokat yakni Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tidak memuat ketentuan terkait besarannya honorarium profesi advokat. Adanya kesepakatan dalam perjanjian antara advokat dengan kliennya mengenai imbalan dari jasa hukum yang disebut dengan istilah honorarium atau tarif bayaran sesuai dengan isi dari ketentuan dasar hukum Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003. Sebagaimana yang tertuang dalam UU Advokat sudah jelas tertuang bahwa profesi advokat juga berhak untuk memperoleh honorarium atau imbalan atas jasa yang Reformasi Hukum | Vol. Agustus 2024 JRH diberikannya kepada kliennya akan tetapi besaran honorarium tersebut akan ditentukan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 21 Ayat . UU Advokat yang ditertapkan sebagai berikut: AuAdvokat berhak menerima Honorarium atas Jasa Hukum yang telah diberikan kepada KliennyaAy. Selain itu terkait honorarium advokat dalam UU Advokat juga tertuang dalam Pasal 21 Ayat . yakni tertuang: AuBesarnya Honorarium atas Jasa Hukum sebagaimana dimaksud pada Ayat . ditetapkan secara wajar berdasarkan persetujuan kedua belah pihakAy. Adapun makna klausula Ausecara wajarAy yakni penentuan ukuran imbalan diperhitungkan dengan menimbang akan waktu, risiko, kepentingan serta kemampuan seorang klien. Kemampuan keuangan atau finansial dari klien perlu dipertimbangkan sebagai unsur kewajaran biaya jasa advokat demi menghindari pembebanan biayar-biaya yang tidak Hal ini juga agar tidak terlalu jauh dari adanya kewajiban dan tanggung jawab sosial seorang advokat yang juga harus memberi bantuan hukum secara probono kepada . Berdasarkan ketentuan dalam Kode Etik Advokat Indonesia yang selanjutnya disebut sebagai AuKEAIAy tertuang ketentuan honorarium advokat dalam Pasal 4 huruf d dan e yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 4 KEAI: Au. Dalam menentukan besarnya honorarium Advokat wajib mempertimbangkan kemampuan klien . Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu. Ay Dalam buku yang berjudul AuMenjajaki Seluk Beluk Honorarium AdvokatAy karya Binoto Nadapdap dapat dipahami bahwa berdasarkan metode perhitungannya terdapat 4 jenis honorarium yang didapatkan oleh advokat sebagai obyek dari perjanjian atau kesepakatan antara klien dengan advokat yakni sebagai berikut : Retainer Fee merupakan honorarium kepada advokat yang perhitungannya berdasarkan periode waktu tertentu. Contingent Fee atau tarif kontingensi merupakan honorarium yang diberikan terhadap advokat melihat dari ukuran keuntungan yang dimenangkan oleh klien. Fixed Fee atau tarif pasti merupakan honorarium yang diberikan terhadap advokat dengan perhitungan nilai Borongan perkara sampai selesai yang dibayarkan oleh klien sekaligus di muka atau dapat dibayarkan secara bertahap. Time Charge atau Hourly Rate merupakan honorarium yang diberikan terhadap advokat dengan perhitungan unit waktu yang dipergunakan Dalam buku tersebut juga dijelaskan bahwa terkait 4 metode perhitungan honorarium advokat tersebut harus juga didasarkan oleh suatu kesepakatan atau perjanjian. Apabila menilik dalam prakteknya secara umum maka terdapat pembagian menjadi 3 klasifikasi terkait perhitungan honorarium advokat yakni : Operational Fee merupakan perhitungan honorarium yang dimana penentuan persentasenya berdasarkan atas keperluan biaya yang diperlukan selama berlangsungnya advokat menangani perkara klien. Lawyer Fee merupakan perhitungan honorarium yang dimana penentuan persentasenya umumnya dibayarkan di awal sebagai bentuk profesionalisme honor bagi seorang advokat. Success fee merupakan perhitungan honorarium yang dimana penentuan persentasenya didasari oleh adanya kesepakatan antara advokat dengan kliennya. Perhitungan honorarium success fee ini hanya diberikan apabila advokat memenangkan perkara yang dipercayakan oleh klien jika kalah maka tidak akan . Dalam proses advokat menangani suatu perkara maka komponen honorarium seperti success fee merupakan salah satu unsur dalam kesepakatan yang disepakati oleh advokat dengan kliennya dalam menangani suatu perkara. Pemberian atau pembayaran success fee akan diberikan oleh klien kepada advokat apabila advokat berhasil memenangkan perkara klien yang dalam tahapan sudah ditetapkan sebagai putusan berkekuatan tetap melalui pengadilan. Maka dari itu, sudah sepatutnya pemberian success fee akan dilaksanakan setelah tuntas atau selesainya perkara atau diakhir Laurentius Ervin Ricky Pramudita, et. | Implikasi Hukum Permintaan Success Fee JRH dibayarkan oleh klien saat sudah tuntas perkara yang diberikan kepada advokat itu menang di pengadilan. Upaya menghindari terjadinya tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh advokat terhadap klien terkait penentuan ukuran honorarium seperti success fee harus dilakukan demi memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi Dalam teori perlindungan hukum, bentuk perlindungan yang diberikan terhadap subjek hukum disebut dengan perlindungan hukum dimana perlindungan hukum ini ada yang bersifat preventif atau pencegahan dan ada juga bersifat represif dengan hukuman terhadap subjek hukum orang ataupun badan hukum . , . Perlindungan hukum ini diberikan terhadap masyarakat yang dimana sebagai bentuk perlindungan terhadap hak-hak hukum subjek hukum dalam hal ini mecangkup seluruh Hak Asasi Manusia yang direnggut oleh pihak lain sehingga perlindungan hukum penting dilakukan sebagai pengayoman hal itu disebutkan oleh Satjipto Rahardjo. Bentuk upaya perlindungan hukum yang diberikan oleh aparat penegak hukum itu bertujuan demi menghindari ancaman serta gangguan baik secara fisik maupun pikiran subjek hukum dari pihak yang merenggut hak asasinya. Selain itu. Philipus M. Hadjon turut mengemukakan pendapatnya bahwa perlindungan terhadap harkat serta terhadap martabat seorang subjek hukum terkait HAM yang melekat dalam dirinya berdasar astas ketentuan dan aturan hukum disebut sebagai suatu bentuk perlindungan hukum. Bentuk penyelesaian sengketa dalam upaya memberikan perlindungan hukum bagi subjek hukum ini akan lebih diutamakan terlebih dahulu menempuh upaya preventif atau pencegahan sebagai upaya awal walaupun sesungguhnya kedua bentuk tersebut merupakan upaya penyelesaian sengketa . Dalam Kasus pemberian honorarium advokat terutama terkait pemberian succes fee ini maka upaya perlindungan hukum preventifnya adalah pembuatan perjanjian antara klien dengan advokat terkait honorarium advokat kemudian apabila terjadi pelanggaran kesepakatan maka akan diselesaikan dengan sanksi yang sudah disepakati dalma perjanjian tersebut. Pemberian kekuatan hukum yang konkret dalam suatu tindakan atau perbuatan hukum yang bertujuan memberi kekuatan hukum bagi subjek hukum disebut dengan kepastian hukum. Tokoh Van Apeldoorn turut mengemukakan bahwa terdapat dua sisi kepastian hukum yang diterapkan dalam suatu perbuatan hukum yakni sisi keamanan dan sisi konkret hukum. Dalam hal ini dimana subjek hukum yang ingin mencari kepastian hukum akan mencari tahu apa saja yang hukum yang terkait dalam suatu hal tindakan atau perbuatan hukum sebelum menyelesaikan sengketa dan ini juga sebagai bentuk perlindungan hukum agar mendapatkan suatu keadilan. Asas kepastian hukum tidak terpisahkan dari norma atau aturan hukum yang tidak Dalam norma tidak tertulis aka kehilangan makannya apabila tidak terdapat kepastian hukum sehingga tidak bisa dilaksanakan oleh subjek hukum sebagai suatu pedoman . , . Masyarakat hukum akan dapat menjadi teratur apabila terdapat suatu kepastian hukum dalam masyarakat. Subjek hukum akan dapat hidup secara berkepastian apabila terdapat keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat sehingga dapat memilah kegiatan yang diperlukan dan tidak diperlukan dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat. Kemudian tokoh Jan M. Otto turut mengemukakan pendapatnya bahwa untuk mencapai suatu kepastian hukum maka diperlukan adanya substansi hukum yang sesuai dengan keperluan atau kebutuhan masyarakat. Pemberian success fee saat akhir perkara menjadi sebuah kenormalan di Masyarakat sehingga saat advokat meminta success fee bahkan sebelum perkara tersebut selesai. Apabila meninjau makna atau arti dari asas itikad baik maka masih sulit untuk memberikan definisinya karena masih abstrak sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda dari setiap sumber padahal asas ini merupakan asas yang penting dalam hukum Akibat perbedaan makna tersebut menimbulkan berbagai permasalahan salah satunya terkait dengan fungsi serta totak ukur dalam itikad baik. Dalam hal ini juga memiliki dampak dalam menentukan tolak ukur paradigma dan sikap hakim dalam ukuran itikad baiknya maka hal ini akan ditentukan berdasarkan setiap kasus. Asal mula asas itikad baik di dalam suatu perjanjian yakni dari doktrin yang berasal dari hukum romawi yakni dikenal dengan doktrin ex bona fides. Dalam perjanjian diwajibkan sebagai syarat mutlak adanya itikad baik merupakan isi dari doktrin tersebut. Dalam suatu perjanjian berdasarkan hukum romawi maka asas itikad baik ini mengacu terhadap perilaku para pihak dalam perjanjian yang dibagi menjadi 3 bentuk yakni : Reformasi Hukum | Vol. Agustus 2024 JRH Janji serta perkataan setiap pihak harus dipegang dengan teguh oleh para pihak. Tidak diperbolehkan untuk memikirkan mengambil keuntungan dalam kesepakatan dengan cara yang menyesatkan pihak lain. Walaupun kewajiban dalam kesepakatan tidak dituliskan secara tegas untuk diperjanjikan, tetapi para pihak harus berperilaku memenuhi kewajibannya Sudah semestinya suatu perjanjian atau kontrak dijalankan dengan berdasarkan atas asas itikad baik . ontractus bona fide. serta memperhatikan prisnsip dari Hal itu sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata. Keadilan serta kepatutan harus digunakan sebagai landasat dalam melaksanakan Keadaan yang demikian terkandung pula pada asas yang terdapat dalam hukum posistif di Indonesia terdapat berbagai jenis salah satunya yakni asas legalitas dimana diatur dalam ketentuan KUHP yakni dalam Pasal 1 Ayat . Asas legalitas yang berlaku saat ini di dalam hukum positif Indonesia yakni asas legalitas formil dimana tertuang dalam Pasal 1 KUHP. Upaya untuk memberikan kepastian hukum bagi subjek hukum di Indonesia juga dapat dilakukan dengan pemberlakuan asas legalitas dalam hukum positif di Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena asas legalitas ini dapat menjadi suatu langkah awal yang dilakukan untuk memberikan perlindungan hukum bagi subjek hukum dari hukum atau aturan yang semena-mena. Berdasakan penjelasan tersebut maka dapat dijabarkan beberapa definisi atau pengertian dari asas legalitas yang dapat dijabarkan sebagai berikut : Dalam menentukan keberada an suatu perbuatan pidana maka tidak boleh menggunakan analogi-analogi. Jika tidak ditetapkan terlebih dahulu di dalam suatu undang-undang maka tidak ada perilaku atau tindakan hukum uang diancam ataupun dilarang pidana. Tidak berlakunya surut dalam segala bentuk peraturan hukum pidana. 2 Implikasi Hukum Apabila Advokat Menjanjikan Keberhasilan Mendapatkan Kemenangan Pada Kliennya Berdasarkan Kode Etik Advokat Jasa pelayanan hukum yang diberikan oleh advokat dapat berupa bantuan di dalam pengadilan atau melalui jalur litigasi maupun melalui di luar pengadilan yakni jalur non . Saat ini profesi seorang advokat telah diakui sebagai penegak hukum hal itu juga diperkuat dengan UU Advokat yakni Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003. Tugas advokat dalam berprofesi sebagai penegak hukum berperan dalam hal memberikan bantuan hukum serta menyediakan jasa hukum terhadap masyarakat selaku klien. Dalam UU Advokat tersebut juga diatur bahwa adanya kewajiban seorang advokat yang harus tetap memberikan keadilan kepada masyarakat tidak mampu dengan cara memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma. Tujuan dari tetap melaksanakan bantuan hukum yang dilaksanakan secara pro bono kepada masyarakat yakni demi mengimplementasikan perwujudan keadilan HAM bagi setiap masyarakat. Maka dari itu, bantuan hukum seperti ini dilaksanakan oleh advokat secara pro bono tanpa meminta imbalan melalui honorarium dalam pemberian jasa hukumnya. Fenomena saat ini terjadi dimana pengadilan yang sebelumnya bertujuan untuk mencari keadilan bagi setiap masyarakat saat ini lebih dirasakan atmospernya menuju persaingan untuk mencari kemenangan semata. Terdapat beberapa hal atau faktorfaktor yang mengakibatkan terjaminnya kemenangan seseorang dalam berperkara di pengadilan yakni sebagai berikut: Salah satunya apabila terdapat suatu sengketa dalam keluarga maka penggunaan jasa hukum melalui seorang advokat kerap kali lebih ditonjolkan dalam mencari kemenangan belaka dan mengesampingkan substansi hukumnya, bahkan tidak jarang terjadi bahwa adanya advokat yang semakin memperkeruh suasana dalam hubungan keluarga yang bersengketa. Hal tersebut memicu timbulnya masalah sosial dimana seorang advokat dibayar tanpa mengutamakan aspek tujua dasar hukum yakni mencapai, kepastian, keadilan serta kemanfaatan sehingga lebih menonjolkan aspek kepentingan seorang klien dengan bahkan hingga menggunakan berbagai cara yang menentang tujuan hukum. Fenomena tersebut juga menyebabkan saat ini biaya atau honorarium seorang advokat menjadi meningkat dengan timbulnya biaya-biaya diluar keperluan yang sewajarnya dalam menangani perkara klien. Laurentius Ervin Ricky Pramudita, et. | Implikasi Hukum Permintaan Success Fee JRH Berikut pembagian kategori-kategori pemberian layanan bantuan atau jasa hukum yang diberikan oleh advokat sebagai obyek dari perjanjian atau kesepakatan antara klien dengan advokat, yakni sebagai berikut: Advokat dapat membantu klien dalam membantu perumusan dokumen-dokumen dan nasihat kepada klien baik secara lisan ataupun melalui tulisan terkait segala permasalahan hukum klien. Dalam pemberian bantuan pemeriksaan dokumen hukum yang diberikan oleh klien maka advokat memeriksanya dengan teliti melalui menafsirkannya dengan dasar hukum peraturan perundang-undangan dalam hukum positif Negara Indonesia ataupun Hukum Internasional. Advokat juga bisa membantu klien dalam pemberian jasa mediasi maupun negosiasi dengan cara pertama harus memahami keinginan klien bahkan keinginan pihak lawan juga harus dipahami. Dalam hal ini advokat juga memiliki tugas serta tujuan utama menyelesaikan sengketa diluar pengadilan dengan menguatkan bukti-bukti yang diajukan. Memberikan bantuan dalam segala bidang baik perdata, tata usaha negara, pidana, maupun Mahkamah Konstitusi terhadap klien di pengadilan. Khusus dalam kasus pidana, dimulai ketika klien di periksa oleh kejaksaan dan kepolisian. Advokat dalam menjalankan tugas dan kewajibannya berfungsi sebagai agent of service yang dimana memberikan pendampingan kepada klien di pengadilan. Pelayanan yang diberikan advokat dalam mengabdi sebagai perwujudan keadilan dan adanya kewajiban yang dilaksanakan berdasar atas nilai kebenaran dalam membela klien menegakkan keadilan hukum serta Hak-hak asasinya. Maka dari itu, seluruh perbuatan dan tindakan hukum yang dilakukan oleh advokat harus tetap dapat dipertanggungjawabkan terhadap klien. Apabila melihat hak seorang advokat maka advokat juga berhak mendapatkan honorarium sebagai imbalan jasa hukum yang diberikannya dimana dalam hal ini klien wajib untuk menandatangani serta membuat surat perjanjian atau kontrak terkait honorarium advokat sebagai langkah awal dalam perjanjian advokasi. Klien dalam memberikan honorarium dalam perjanjian dengan advokat maka harus dilaksanakan dengan tanpa paksaan untuk memberikan imbalan walaupun perkara yang ditangani berakhir dengan kemenangan maupun kekalahan. Dalam hal ini kesepakatan pemberian honorarium diakhir perkara disebut dengan Success fee sebagai bentuk penghargaan atas keberhasilan advokat menangani perkara hingga berakhir dengan kemenangan. Jadi success fee merupakan bentuk material nyata yang diberikan oleh klien atas kinerja advokat yang baik sebagai bentuk kepuasan dari Dalam UU Advokat Pasal 16 ditetapkan bahwa AuAdvokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan. Ay Dapat ditafsirkan dalam isi ketentuan Pasal tersebut bahwa advokat juga mempunyai suatu hak imunitas. Hal ini menunjukkan bahwa advokat menjadi bagian dalam sistem hukum nasional yang dimana dalam menjalankan tugas dalam profesinya diberi kepastian melalui UU Advokat Kemudian dalam UU Advokat Pasal 17 juga ditetapkan suatu ketentuan yang dapat ditafsirkan bahwa AuDalam menjalankan profesinya, advokat berhak memperoleh informasi, data dan dokumen lainnya, baik dari instansi pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ay Dapat di tafsirkan bahwa advokat diberi kewenangan oleh negara untuk mendapatkan segala sesuatu terkait perkara seperti data, informasi, serta segala dokumen lainnya. Pemberian informasi ini dapat diberikan baik dari instansi swasta maupun instansi pemerintah demi membela klien dalam hal ini menunjukkan bahwa advokat memiliki kedudukan yang sama dengan penegak hukum lain. Akan tetapi tetap terdapat perbedaan dari penegak hukum yang lain yakni telah diatur dalam ketentuan hukum seperti KUHAP. KUHPerdata, dan Hukum Acara Konstitusi. Meskipun dalam Kode Etik Advokat Indonesia menyampaikan tugas advokat adalah memberikan jasa hukum bagi masyarakat yang memerlukan namun pada Pasal 3 huruf b menyampaikan bahwa tidak boleh semata-mata hanya memandang imbalan tanpa mengutamakan hukum ataupun keadilan termasuk bagi klien yang sedang ditangani Terdapat berbagai macam pelanggaran kode etik pelanggaran terhadap Reformasi Hukum | Vol. Agustus 2024 JRH kode etik seorang advokat dalam menjalankan tugasnya hal itu dilakukan semata-mata untuk memperoleh keuntungan dari pihak klien. Padahal sudah seharusnya profesi hukum ini memberikan bantuan dalam penegakkan keadilan dan kebenaran hukum demi meringankan perkara masyarakat selaku klien, tetapi kondisi saat ini justru sebaliknya hanya demi melawan orang yang menjadi pihak lawan demi mendapatkan kemenangan untuk kliennya. Oleh karena itu, pengacara tidak diberi kewenangan untuk menjaminkan kemenangan diakhir hasil perkara kepada klien, hal ini juga telah diatur dalam hukum positif di Indonesia yang ditetapkan sebagai berikut: AuPengacara tidak berwenang memberikan jaminan kepada kliennya bahwa perkara yang sedang ditanganinya dapat memperoleh kemenangan. Ay. Dengan adanya pengaturan hukum tersebut semakin memberikan kejelasan bahwa batasan tugas seorang pengacara adalah dengan membimbing dan memberikan bantuan hukum berdasarkan kemampuan advokat Sangat berbanding terbalik dengan kondisi implementasi saat ini dimana kerap kali terjadi penyelesaian perkara oleh klien yang bertentangan dengan kode etik advokat sehingga menyebabkan terlihat jelas bahwa semakin terkikisnya pondasi hukum sebagai landasan dari advokat yang terkikis akibat keinginan individualistisnya. Faktor yang mendukung adanya penyimpangan tugas dan kewajiban advokat juga dipengaruhi karena tidak jarang klien ini tidak memahami kelemahan-kelemahan posisinya dimata hukum. Banyak klien yang berpikir dan beranggapan bahwa dengan memberikan honor yang besar kepada seorang advokat maka hasil perkara dengan kemenangan akan didapatkan padahal tidak seperti itu seharusnya. Dalam kode etik advokat Pasal 4C Bab i termaktub bahwa hubungan advokat dengan klien dapat ditafsirkan sebagai berikut: AuAdvokat tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya akan menangAy. Tahapan pertama advokat mempelajari perkara yang diajukan oleh klien lalu setelah itu dibuatkan perkiraan-perkiraan tindakan hukum yang dapat diambil dengan tetap memperhatikan posisi kliennya. Sesungguhnya memang seluruh klien pasti mengharapkan hasil akhir berupa kemenangan namun tetap saja advokat tidak berhak mematokkan kemenangan. Advokat hanya dapat mengingatkan bahwa hasil akhir perkara harus tetap dapat diterima oleh klien dengan kebesaran hatinya baik kemenangan maupun kekalahan sekali pun. Dengan kata lain, bahwa kemenangan seorang klien dalam suatu perkara tidak berbanding lurus dengan jumlah ukuran besaran honorarium yang diberikan kepada seorang advokat. Fenomena sosial terkait penyimpangan kode etik yang dilakukan oleh seorang advokat ini seolah-olah tidak menemukan solusi karena hingga akhir pun tidak ditemukan suatu upaya agar seorang advokat tetap mengimplementasikan kode etiknya sebagai prasyarat profesi advokat. Terdapat satu kasus yang masih tercatat hingga saat ini dengan baik yakni komite kehormatan memberhentikan pengacara senior, tetapi timbulnya bentuk keraguan opini publik dari adanya keputusan terkait aturan etik terhadap sucinya sanksi meskipun disebutkannya kode etik advokat dalam awalan sebagai pembela tetapi diatur dalam seluruh Undang-Undang. Adapun melaksanakan tugas dengan menjunjung integritas peran serta profesinya merupakan kewajiban seorang advokat. Posisi negara, pengadilan, masyarakat sebagai klien itu berarti bagi profesi seorang advokat. Seorang advokat yang menjanjikan kemenangan kepada klien dapat digugat secara perdata ke pengadilan sebagai perbuatan Wanprestasi. Hal tersebut sesuai dengan rumusan Pasal 1234 KUHPer karena perbuatan advokat tersebut tidak memenuhi prestasi yang telah diperjanjikan dan Klien bisa menuntut pembatalan perjanjian disertai tuntutan ganti rugi sesuai dengan rumusan Pasal 1246 KUHPer, sehingga mewajibkan advokat tersebut untuk mengganti kerugian yang telah ditimbulkan. Adapun beberapa pelanggaran kode etik yang lainnya yang paling umum dan kerap kali dilakukan oleh advokat yakni persaingan dalam memperebutkan klien secara tidak sehat, kemudian menjanjikan kemenangan sebagai hasil akhir perkara, pembocoran rahasia data-data klien, serta praktik makelar kasus dimana dengan praktek kecurangan dalam memenangkan sebuat perkara. Ironisnya lagi terjadi praktik rangkap jabatan dimana advokat juga turut berprofesi sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat ataupun jabatan lainnya yang tentu saja dapat membatasi kebebasan profesi advokatnya. Pada hakikatnya. KEAI mengatur bahwa advokat harus mempertimbangkan kemampuan klien dan tidak boleh membebani biaya yang tidak perlu. Pembayaran honorarium bagi seorang advokat merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan Laurentius Ervin Ricky Pramudita, et. | Implikasi Hukum Permintaan Success Fee JRH klien, tetapi terdapat honor tambahan diakhir perkara apabila advokat memenangkan perkara disebut Success fee. Pemberian atau pembayaran success fee akan diberikan oleh klien kepada advokat apabila advokat berhasil memenangkan perkara klien yang dalam tahapan sudah ditetapkan sebagai putusan berkekuatan tetap melalui pengadilan. Advokat memberikan bantuan hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan, termasuk layanan pro bono untuk masyarakat tidak mampu, sesuai dengan UU Nomor 18 Tahun 2003. Profesi ini diakui sebagai penegak hukum yang bertujuan menjaga keadilan dan HAM. Namun, fenomena persidangan saat ini cenderung berfokus pada kemenangan dibandingkan keadilan, yang menyebabkan penyimpangan kode etik dan peningkatan biaya advokat. Penyimpangan termasuk menjanjikan kemenangan, praktik tidak etis, dan persaingan tidak sehat. Kode Etik Advokat menegaskan bahwa advokat tidak boleh menjanjikan kemenangan kepada klien. Seorang advokat yang meminta success fee secara paksa sebelum pekerjaan selesai dan menjanjikan kemenangan kepada klien dapat digugat secara perdata ke pengadilan sebagai perbuatan Wanprestasi. Maka dari itu, sebaiknya pemberian success fee dilaksanakan setelah tuntas atau selesainya perkara atau diakhir dibayarkan oleh klien saat sudah tuntas perkara yang diberikan kepada advokat itu menang di pengadilan. Hal ini demi menghindari timbulnya pelanggaran-pelanggaran kode etik advokat salah satunya yakni pelanggaran menjanjikan kemenangan kepada klien, padahal sesungguhnya advokat tidak diberi kewenangan untuk menjaminkan kemenangan diakhir hasil perkara kepada klien. Advokat hanya dapat mengingatkan bahwa hasil akhir perkara harus tetap dapat diterima oleh klien dengan kebesaran hatinya baik kemenangan maupun kekalahan sekali pun. Dengan kata lain, bahwa kemenangan seorang klien dalam suatu perkara tidak berbanding lurus dengan jumlah ukuran besaran honorarium yang diberikan kepada seorang advokat. Kesimpulan Profesi advokat, yang seharusnya berlandaskan pada tanggung jawab sosial dan pelayanan hukum non-komersil, telah mengalami pergeseran tujuan menjadi fokus pada aspek profesionalisme dan penghasilan. Dalam hubungan hukum antara advokat dan klien, honorarium harus ditetapkan secara wajar berdasarkan kesepakatan, dan undangundang serta kode etik advokat mengatur hal ini untuk melindungi kepentingan klien. Advokat menjelaskan bahwa advokat berhak menerima honorarium, dengan beberapa metode perhitungan seperti retainer fee, contingent fee, fixed fee, dan time charge. Praktik permintaan success fee secara paksa dan janji kemenangan oleh advokat sebelum penyelesaian perkara dapat digolongkan sebagai pelanggaran terhadap kode etik dan berpotensi mengakibatkan tuntutan perdata. Hal ini sesuai dengan ketentuan KUHPerdata, di mana klien berhak menuntut pembatalan perjanjian dan ganti rugi jika advokat tidak memenuhi prestasi yang dijanjikan. Oleh karena itu, pemberian success fee sebaiknya dilakukan setelah perkara selesai dan hanya jika advokat berhasil memenangkan perkara, guna menghindari pelanggaran etika dan memastikan keadilan bagi klien. Dengan demikian, advokat harus mengingatkan klien bahwa hasil akhir perkara tidak dapat dijamin, dan kemenangan tidak seharusnya diukur hanya berdasarkan honorarium yang diterima. Daftar Pustaka