Room of Civil Society Development DOI: https://doi. org/10. 59110/rcsd. Volume 3 Issue 2. Year 2024 Edukasi Keamanan Pangan Bagi Siswa MI Maarif Gunungpring Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang Muhammad Iqbal Fanani Gunawan1*. Martha Arum Nugraheni1. Soraya Kusuma Putri1. Rahayu Wulan1. Pradipta Bayuaji Pramono1. Akmal Reyhan1 1Universitas Tidar. Magelang. Indonesia *Correspondence: iqbalfanani@untidar. ABSTRACT Foodborne disease is a disease caused by food that is contaminated with chemical, physical, or microbiological In 2010, it was estimated that there were more than 500 million patients affected by foodborne diseases, resulting in over 1 million deaths worldwide, with more than 30% occurring in children. High-risk transmission of foodborne diseases in children mainly occurs in enclosed environments such as childcare centers and schools. Symptoms experienced by children when they contract a foodborne disease include nausea, vomiting, fever, and These symptoms can disrupt students' learning activities at school. If left untreated, foodborne diseases can lead to organ and metabolic disturbances in children and even cause death. Diarrhea in Magelang Regency is one of the top 10 most prevalent diseases in the region from 2019 to 2021 (BPS, 2. This food safety education is expected to improve children's understanding of food safety, enabling them to choose hygienic foods that do not compromise their health. This activity was carried out at MI Maarif Gunungpring Muntilan. Magelang Regency, with a total of 479 students from grade 1 to grade 6. The implementation of this education has been proven effective in enhancing students' understanding of food safety, as evidenced by the increase in average pre-test and post-test scores conducted before and after the education (Sig. 2-tailed = 0. Keywords: Education. Food Safety. Foodborne Disease. MI Students ABSTRAK Foodborne disease merupakan penyakit akibat makanan yang terpapar oleh bahaya kimia, fisik, maupun mikrobiologis pangan. Pada tahun 2010 diperkirakan terdapat lebih dari 500 juta pasien terkena foodborne disease dan menyebabkan kematian pada lebih dari 1 juta pasien di dunia, dan lebih dari 30% terjadi pada anak-anak. Risiko tinggi penularan foodborne disease pada anak-anak terutama terjadi di lingkungan tertutup seperti tempat penitipan anak dan sekolah. Gejala yang dialami anak-anak jika terkena foodborne disease berupa mual, muntah, demam, dan diare. Hal-hal tersebut akan mengganggu kegiatan belajar siswa di sekolah. Jika tidak ditindak lanjuti, foodborne disease bisa mengakibatkan gangguan pada organ dan juga metabolisme tubuh anak, bahkan bisa menyebabkan kematian. Diare di Kabupaten Magelang merupakan salah satu dari 10 kasus penyakit terbanyak di Kabupaten Magelang pada tahun 2019-2021 (BPS, 2. Edukasi keamanan pangan ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman anak-anak dalam keamanan pangan, sehingga mampu memilih makanan yang higienis, sehingga tidak mengganggu kesehatan. Kegiatan ini dilaksanakan di MI Maarif Gunungpring Muntilan. Kabupaten Magelang, dengan peserta sebanyak 479 siswa kelas 1 sampai dengan kelas Pelaksanaan edukasi ini terbukti efektif dalam meningkatkan pemahaman siswa mengenai keamanan pangan, terlihat dari peningkatan nilai rata-rata pre-test dan post-test yang signifikan sebelum dan sesudah edukasi (Sig. 2 tailed = 0,. Keywords: Edukasi. Foodborne Diseas. Keamanan Pangan. Siswa MI Copyright A 2024 The Author. : This is an open-access article distributed under the terms of the Creative Commons Attribution ShareAlike 4. 0 International (CC BY-SA 4. Room of Civil Society Development Volume 3 No 2: 77-83 Pendahuluan Foodborne disease merupakan penyakit akibat makanan yang terpapar oleh bahaya kimia, fisik, maupun mikrobiologis pangan. WHO menyatakan 600 juta orang terkena penyakit bawaan makanan, hampir 1 banding 10 orang terkena penyakit karena kontaminasi makanan 000 orang meninggal akibatnya (Nurfajri & Kurnia, 2. Banyaknya kasus foodborne diseases, menyadarkan bahwa masyarakat memerlukan upaya untuk menjamin keamanan Keamanan pangan mengacu pada kondisi dan praktik untuk mencegah pangan terkontaminasi dari bahan kimia beracun, bahaya fisik, atau pertumbuhan mikroba patogen (WHO, 2. Pada tahun 2010 diperkirakan terdapat lebih dari 500 juta pasien terkena foodborne disease dan menyebabkan kematian pada lebih dari 1 juta pasien di dunia, dan lebih dari 30% terjadi pada anak-anak. Risiko tinggi penularan foodborne disease pada anak-anak terutama terjadi di lingkungan tertutup seperti tempat penitipan anak dan sekolah. Kurangnya pengetahuan mengenai cara penyebaran kuman dan kebersihan diri serta memakan makanan yang berisiko terkontaminasi kuman merupakan faktor risiko terjadinya foodborne disease (Nurmawati, et al. Salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku anak dalam menjaga kebersihan dan kesehatan terkait pencegahan foodborne disease adalah faktor sekolah dan lingkungannya (Herman, et al. , 2. Gejala yang dialami anak-anak jika terkena foodborne disease berupa mual, muntah, demam, dan diare. Hal-hal tersebut akan mengganggu kegiatan belajar siswa di sekolah. Jika tidak ditindaklanjuti, foodborne disease bisa mengakibatkan gangguan pada organ dan juga metabolisme tubuh anak, bahkan bisa menyebabkan kematian (Atifah, et al. , 2. (Syarifuddin, et al. , 2. Anak pada usia SD/MI . -12 tahu. merupakan usia matang bagi anak-anak untuk Hal ini dikarenakan anak-anak menginginkan untuk menguasai kecakapankecakapan baru yang diberikan oleh guru di sekolah. Salah satu tanda permulaan periode bersekolah ini ialah sikap anak terhadap keluarga tidak lagi egosentris melainkan objektif dan empiris terhadap dunia luar. Pada masa ini secara relatif anak-anak mudah untuk dididik daripada masa sebelumnya dan sesudahnya (Sabani, 2. Masa tersebut menjadi ideal jika anak-anak diberikan edukasi keamanan pangan sehingga diharapkan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, meningkatkan kualitas hidup, terhindar dari penyakit Siswa SD maupun MI memiliki pengetahuan yang minim tentang edukasi keamanan Siswa MI terutama memiliki kurikulum standar pendidikan madrasah yang berfokus pada pendidikan agama dan karakter. Pendidikan mengenai pangan dan kesehatan hanya diajarkan pada mata pelajaran Pendidikan Jasmani. Olahraga, dan Kesehatan dan tidak secara intensif diberikan dalam kegiatan pembelajaran dalam kelas. Pengetahuan mengenai keamanan pangan dan foodborne disease bagi siswa SD masih dianggap kurang, yaitu berada pada nilai pemahaman 50% (Nurmawati, et al. , 2. MI Maarif merupakan salah satu Madrasah Ibtidaiyah yang berada di Dusun Karaharjan. Kecamatan Gunungpring. Kabupaten Magelang. Diare di Kabupaten Magelang merupakan salah satu dari 10 kasus penyakit terbanyak di Kabupaten Magelang pada tahun 2019-2021 (BPS, 2. Edukasi keamanan pangan ini diharapkan dapat menekan angka anakanak yang terpapar penyakit akibat foodborne disease, meningkatkan kualitas gizi pangan yang dikonsumsi, peningkatan kualitas kesehatan, sehingga dapat aktif mengikuti pembelajaran di sekolah dengan baik. Room of Civil Society Development Volume 3 No 2: 77-83 Metode Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan Edukasi Keamanan Pangan Bagi Siswa Mi Maarif Gunungpring Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang melalui tahap berikut: 1 Survei dan Observasi Lapangan Survei dan observasi merupakan bentuk komunikasi dengan pihak sekolah. Pada kegiatan ini dilakukan diskusi terkait permasalahan yang terjadi di sekolah. Observasi juga dilakukan dalam rangka penyesuaian materi dengan kondisi penjual jajanan di sekitar Selanjutnya dalam kegiatan ini juga dilakukan penyampaian terkait rencana kegiatan . yang akan dilaksanakan dan manfaat atau dampak positif dari solusi yang Gambar 1. Penjual jajanan di sekitar MI Maarif Gunungpring 2 Pembuatan Materi Pembuatan materi terkait keamanan pangan yang nantinya akan disusun dalam bentuk dokumen powerpoint dan pamflet untuk diberikan kepada pihak mitra. Isi dari materi yang disusun antara lain pengenalan bahaya pangan. keamanan pangan dari segi fisik, mekanis, kimia, biologi, maupun mikrobiologi. dampak mengkonsumsi makanan yang tidak aman . terhadap kesehatan. serta contoh makanan-makanan yang tidak aman yang bisa dijumpai di lingkungan sekitar (Pibriyanti, et al. , 2. Pamflet diserahkan kepada pihak sekolah untuk ditempelkan di majalah dinding sekolah, dokumen powerpoint berupa softfile diserahkan kepada pihak guru dan orang tua / wali siswa sebagai media pembelajaran. Gambar 2. Pamflet dan bahan ajar edukasi keamanan pangan Room of Civil Society Development Volume 3 No 2: 77-83 3 Edukasi Edukasi dilakukan dengan cara ceramah yang disesuaikan dengan peserta, yaitu siswa MI, disertai dengan sesi diskusi partisipatif dan pemberian contoh. Edukasi dilakukan selama kurang lebih 90 menit, termasuk di dalamnya dilakukan evaluasi berupa pre-test dan post-test. Selama kegiatan, peserta juga akan diberikan contoh atau gambaran makanan-makanan yang tidak aman atau berbahaya. Siswa dianggap memahami materi edukasi dilihat dari nilai perbedaan pre dan post-test yang meningkat signifikan setelah dilakukan kegiatan. Peningkatan signifikan dianalisis menggunakan Uji Paired-Samples T-Test pada aplikasi SPSS 22 (Hidayati, et al. , 2. 4 Evaluasi Kegiatan ini merupakan proses pengumpulan informasi untuk membuat penilaian sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan. Kegiatan evaluasi memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyumbangkan pemikiran dan saran terhadap efektifitas program edukasi yang diberikan. Evaluasi dilakukan dengan cara wawancara perwakilan guru dan siswa. Hasil dan Pembahasan MI Maarif Gunungpring yang berlokasi di Jalan K. Dalhar RT. 03/RW. Karaharjan. Gunungpring. Kecamatan Muntilan. Kabupaten Magelang. Jawa Tengah, merupakan salah satu sekolah yang berada di bawah naungan Lembaga Pendidikan Maarif Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Magelang. MI Maarif Gunungpring terdiri atas 25 guru, dan 6 Karyawan yang mengatur jalannya Kegiatan Belajar Mengajar. Pada tahun ajaran 2023/2024, total siswa MI Maarif Gunungpring berjumlah 479 siswa, dengan rincian 220 siswa laki-laki dan 259 siswa perempuan. 1 Hasil Pelaksanaan survei dengan pihak MI Maarif Gunungpring dilakukan sebelum kegiatan edukasi berlangsung. Survei dilakukan dalam bentuk observasi dan komunikasi dengan pihak sekolah. Survei dihadiri perwakilan pihak Program Studi Teknologi Pangan Universitas Tidar, bersama pihak madrasah yaitu Kepala Madrasah. Koordinator Bidang Kesiswaan dan Koordinator Bidang Kurikulum. Berdasarkan hasil observasi, kejadian luar biasa seperti keracunan makanan belum pernah terjadi di madrasah. Penyakit gastrointestinal seperti diare dan muntah-muntah tidak terlalu sering terjadi. Akan tetapi kedua belah pihak sepakat bahwa kegiatan ini penting untuk dilaksanakan supaya penyakit akibat makanan pada siswa dapat dicegah lebih awal. Berdasarkan observasi penjual jajanan di sekitar madrasah, penjual jajanan masih belum memakai sarung tangan, masker, dan hairnet dalam mengolah makanan. Penjual memasak makanan dengan matang, mengemas dengan plastik, serta alat dan lingkungan pengolahan pangan yang digunakan cukup bersih. Peminat jajanan di sekitar madrasah tergolong tinggi di kalangan siswa. Edukasi dilaksanakan bagi seluruh siswa kelas 1-6, bertempat di 2 lokasi, yaitu Gedung sekolah MI Maarif Gunungpring untuk kelas 1-3, dan Masjid Al-Ikhlas untuk kelas 4-6. Edukasi Keamanan Pangan dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan walaupun berada di lokasi yang berbeda. Kegiatan diawali dengan pre-test pemahaman siswa tentang Keamanan Pangan. Siswa mengisi formulir dengan alat tulis yang telah disiapkan. Setelah mengisi formulir, narasumber mempresentasikan materi tentang Keamanan Pangan. Materi tersebut berisi tentang statistik dan bahaya foodborne disease, kontaminasi kimia, fisik, dan biologi Room of Civil Society Development Volume 3 No 2: 77-83 dalam makanan, contoh makanan yang telah terkontaminasi, serta beberapa tips dalam mengolah dan memilih makanan secara higienis. Gambar 3. Edukasi keamanan pangan bagi siswa MI Maarif Gunungpring kelas 1-3 . dan 4-6 . Siswa sangat antusias dengan penyampaian materi, terlihat dari beberapa pertanyaan yang diajukan pada narasumber. Setelah sesi tanya jawab, siswa diminta untuk mengerjakan post-test dalam rangka menguji pemahaman siswa mengenai kegiatan edukasi keamanan Kegiatan dilanjutkan dengan pembagian susu kemasan gratis bagi masing-masing siswa sebagai perwujudan contoh dari pangan yang aman, serta penyerahan pamflet edukasi keamanan pangan bagi guru agar ditempelkan pada majalah dinding masing-masing kelas dan di sekitar madrasah. Kegiatan diakhiri dengan sesi dokumentasi kegiatan. Tabel 1. Nilai rata-rata pre dan post-test sebelum dan sesudah diberikan edukasi Parameter Nilai Rata-Rata Standar Deviasi Pre-Test 5,830 1,3859 Post-Test 7,395 1,3742 Sig. -taile. 0,000 2 Pembahasan Pre dan post-test terdiri atas 10 soal pilihan ganda yang berkaitan dengan pemahaman siswa tentang keamanan pangan. Soal tersebut dikerjakan secara bersama-sama dan wajib dijawab dalam waktu 10 menit sebelum dan setelah edukasi dilaksanakan. Hasil pengerjaan soal sebelum diberikan edukasi . re-tes. menunjukkan bahwa siswa sudah memiliki dasar pemahaman mengenai keamanan pangan yang belum sempurna, ditunjukkan dengan nilai Room of Civil Society Development Volume 3 No 2: 77-83 rata-rata 5,83A1,39. Setelah dilakukan edukasi, kemudian siswa mengerjakan soal post-test, siswa memiliki nilai rata-rata 7,39A1,37. Nilai post-test memiliki nilai peningkatan yang signifikan setelah dilakukan uji statistika Paired-Samples T-Test pada tingkat kepercayaan 95%, melalui aplikasi SPSS 22 (Sig. 2 tailed = 0,. Hal tersebut menunjukkan bahwa edukasi yang dilaksanakan efektif dalam meningkatkan pemahaman siswa mengenai keamanan Setelah kegiatan selesai, proses evaluasi dilaksanakan dengan melaksanakan wawancara dengan perwakilan siswa dan guru MI Maarif Gunungpring. Siswa menyatakan bahwa kegiatan edukasi keamanan pangan yang dilaksanakan sangat menyenangkan, narasumber memberikan materi yang mudah dipahami oleh anak-anak. Siswa juga sangat senang karena mendapatkan susu gratis. Perwakilan guru menyambut baik kegiatan ini, karena dengan adanya edukasi keamanan pangan, siswa mendapatkan pengetahuan tentang makanan terutama jajanan yang sehat, sehingga dapat memilih makanan yang baik dan higienis untuk kesehatan mereka. Gambar 4. Foto bersama guru dan siswa MI Maarif Gunungpring Kesimpulan Foodborne disease merupakan penyakit yang dapat menyerang siswa SD/MI secara mudah akibat konsumsi makanan yang terpapar bahaya yang mengganggu kesehatan. Risiko terkena penyakit akibat memakan makanan yang terkontaminasi akan meningkat jika tidak mengetahui ciri-ciri pangan yang telah terkontaminasi kimia, biologi, maupun fisik ketika berada di sekolah. Edukasi keamanan pangan bagi siswa usia SD/MI diharapkan dapat menekan angka anak-anak yang terpapar penyakit akibat foodborne disease, meningkatkan kualitas gizi pangan yang dikonsumsi, peningkatan kualitas kesehatan, sehingga dapat aktif mengikuti pembelajaran di sekolah dengan baik. Kegiatan ini dilaksanakan di MI Maarif Gunungpring Muntilan dengan peserta sebanyak 479 siswa kelas 1 sampai dengan kelas 6. Pelaksanaan edukasi ini terbukti efektif dalam meningkatkan pemahaman siswa mengenai keamanan pangan, terlihat dari peningkatan nilai rata-rata pre-test dan post-test yang signifikan sebelum dan sesudah edukasi (Sig. 2 tailed = 0,. pada tingkat kepercayaan 95%. Ucapan Terima Kasih Terima kasih kepada Fakultas Pertanian Universitas Tidar yang telah memberikan dana bagi Program Studi Teknologi Pangan untuk melaksanakan kegiatan pengabdian kepada Room of Civil Society Development Volume 3 No 2: 77-83 Daftar Pustaka