Indonesian Journal for Social Responsibility (IJSR) Vol. No. 02, . , pp. https://doi. org/10. 36782/ijsr. Sosialisasi dan Pelatihan Pengolahan Limbah Pangan menjadi Eco-enzyme di Lingkungan Sekolah Nurenik*. Lisa Dwifani Indarwati. Adi Rastono. Masrur Muzadi Program Studi Budi Daya Tanaman Hortikultura. Politeknik Pertanian dan Peternakan Mapena. Jl. Imam Bonjol. Podang. Laju Lor. Singgahan Tuban. Jawa Timur, 62361. Indonesia E-mail: nurenik. djapan@gmail. com*, lisadwifany@gmail. com, adirastono3@gmail. com, muzadimasrur@gmail. Received: April 17, 2025 | Revised: September 28, 2025 | Accepted: October 7, 2025 Abstrak Setiap tahun, limbah pangan dari rumah tangga, pasar, restoran, dan lingkungan sekolah terus Penanganan yang tidak tepat dapat mencemari lingkungan serta menyumbang emisi gas rumah kaca. Salah satu alternatif pengelolaan limbah pangan yang sederhana, murah, dan ramah lingkungan adalah mengolahnya menjadi eco-enzyme. Kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa dalam mengolah limbah pangan menjadi eco-enzyme sebagai solusi praktis terhadap permasalahan limbah pangan. Kegiatan dilaksanakan di MA Islamiyah Kedungjambe. Tuban, melibatkan 39 siswa kelas XI IPA dan IPS. Metode yang digunakan mencakup sosialisasi interaktif dan pelatihan langsung pembuatan eco-enzyme menggunakan limbah kulit buah, gula merah, dan air dengan perbandingan 3:1:10, dan difermentasi selama tiga bulan. Produk eco-enzyme yang dihasilkan beraroma segar khas fermentasi dan tidak berbau busuk, serta dapat digunakan sebagai pupuk organik cair untuk tanaman. Hasil kegiatan menunjukkan antusiasme tinggi dari peserta, peningkatan pemahaman, serta adanya minat untuk membuat eco-enzyme secara mandiri Kegiatan ini dinilai efektif dalam membentuk kesadaran lingkungan di kalangan pelajar dan direkomendasikan untuk diterapkan di sekolah lain sebagai bagian dari edukasi lingkungan berkelanjutan. Kata kunci: Eco-enzyme. Emisi Gas. Fermentasi Organik. Limbah Pangan. Siswa Abstract Each year, food waste from households, markets, restaurants, and schools continues to Improper management of this waste can harm the environment and contribute to greenhouse gas emissions. A simple, low-cost, and environmentally friendly solution for managing food waste is to process it into an eco-enzyme. This community engagement program aimed to enhance studentsAo knowledge and skills in creating eco-enzymes as a practical approach to addressing food waste issues. The activity was conducted at MA Islamiyah Kedungjambe in Tuban and involved 39 students from the XI grade, focusing on both science and social studies tracks. The methods used included interactive socialization and hands-on training in eco-enzyme production, utilizing a mixture of fruit peels, brown sugar, and water in a 3:1:10 ratio, followed by a three-month fermentation process. The resulting ecoenzyme had a fresh, fermented aroma and was free from unpleasant odours. It can be used as a liquid organic fertilizer for plants. The results indicated high enthusiasm among participants. Nurenik. Lisa Dwifani Indarwati. Adi Rastono. Masrur Muzadi along with a significant increase in their understanding and interest in making eco-enzymes independently at home. This activity effectively fostered environmental awareness among students and is recommended for implementation in other schools as part of sustainable environmental education. Keywords: Eco-enzyme. Food Waste. Gas Emissions. Organic Fermentation. Students Pendahuluan Meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan pangan berdampak pada semakin banyaknya limbah pangan yang dihasilkan. Sumber utama limbah ini berasal dari pasar sayur dan buah, restoran, sekolah, serta rumah tangga (Gumilar, dkk. , 2. Hal tersebut berdampak pada pencemaran lingkungan. Limbah yang menumpuk di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) akan membusuk, mengeluarkan bau tidak sedap, dan dapat menjadi sumber Selain itu, proses pembusukan limbah juga menghasilkan gas metana, yaitu salah satu gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap pemanasan global (Pranata, dkk. , 2021. Asiah, , 2. Pengelolaan limbah pangan merupakan permasalahan global yang harus ditangani dengan Pola pengelolaan sampah dengan cara pengumpulan, pengangkutan kemudian berakhir di TPA tidak dapat menyelesaikan persoalan sampah, karena TPA memiliki daya tampung yang terbatas dan usia pemakaian maksimal. Sehingga, urgensi pengolahan limbah pangan terletak pada kemampuannya menghasilkan produk bernilai tambah yang tidak hanya meningkatkan nilai ekonomi, tetapi juga meminimalkan dampak lingkungan. salah satu bentuk implementasinya adalah produksi kompos (Sekarsari, dkk. , 2. Selain kompos, pengolahan limbah buah dan sayuran menjadi eco-enzym melalui fermentasi merupakan salah satu inovasi yang dapat dilakukan dalam penanganan limbah pangan (Cahyantini & Setyawati, 2. Eco-enzym merupakan larutan kompleks yang dihasilkan sebagai produk dari fermentasi limbah dapur segar, seperti kulit sayur dan buah yang memiliki aroma asam/segar yang kuat. Istilah eco-enzyme ini pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Rosukon Poompanvong dari Thailand, yang mengacu pada proses yang memanfaatkan limbah buah dan sayur. Pada dasarnya pembuatan eco-enzyme relatif sederhana, hanya terbuat dari tiga komponen utama, yaitu air, gula/tetes tebu, dan limbah buah/sayur (Gumilar, dkk. , 2023. Nurenik & Asiah, 2. Meskipun tidak membutuhkan bahan kimia khusus, cairan eco-enzyme dapat digunakan untuk pembersih lantai, pestisida alami, dan pupuk cair untuk membantu pertumbuhan tanaman. Sosialisasi dan Pelatihan Pengolahan Limbah Pangan menjadi Eco-enzyme di Lingkungan Sekolah Penggunaan eco-enzyme dapat memberikan solusi praktis bagi pengelolaan limbah pangan sekaligus membantu mengurangi ketergantungan pada produk kimia yang tidak ramah lingkungan (Novianti & Muliarta, 2021. Sakinah, dkk. , 2022. Sinaga, dkk. , 2. Eco-enzyme yang berasal dari kulit buah dapat digunakan untuk pengolahan air limbah di industri tekstil. Terutama yang berasal dari kulit jeruk menunjukkan aktivitas paling kuat terhadap strain bakteri gram positif dan gram negatif (Das, dkk. , 2. Eco-enzyme yang berasal dari kulit buah naga terbukti memenuhi standar kadar Nitrogen (N). Fosfor (P), dan Kalium (K) yang sesuai untuk pupuk organik cair, serta dapat meningkatkan kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman (Arianti & Rachmanto, 2. Pemanfaatan eco-enzyme sebagai pupuk organik cair yang mudah dibuat dan digunakan dapat mendukung program Kementerian Pertanian yang merencanakan pemanfaatan pupuk organik di Indonesia mencapai 50% dari total penggunaan pupuk (Novianti & Muliarta, 2. Pengelolaan sampah di Kabupaten Tuban telah menggunakan sistem controlled landfill yaitu metode penimbunan sampah di TPA yang masih dilakukan secara terbuka namun dengan pengawasan dan pengelolaan tertentu. Timbunan sampah di TPA wilayah Kabupaten Tuban setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari TPA Gunung Panggung, salah satu TPA di Kabupaten Tuban, timbunan sampah setiap tahunnya terus meningkat. Selama tahun 2020Ae2022, sampah yang masuk ke TPA dikelola dengan rincian: 33Ae38% ditimbun di landfill. 31Ae34% merupakan sampah anorganik yang berhasil diolah. 22Ae23% berupa sampah organik yang diolah menjadi kompos. dan sekitar 8Ae9% dimanfaatkan melalui kegiatan pemulungan untuk dijual kembali (Ula, dkk. , 2021. Dahlan, dkk. , 2. Dalam penanganan masalah sampah, partisipasi masyarakat sangat diperlukan, dimulai dengan pemilahan sampah sebelum berakhir di TPA, hingga mengolah sampah secara mandiri menjadi produk yang bermanfaat. Dalam rangka meningkatkan kesadaran pada generasi muda mengenai pentingnya pengelolaan limbah pangan, maka diadakan program pelatihan pembuatan eco-enzyme di MA Islamiyah Kedungjambe. Tuban. Program pelatihan pembuatan eco-enzyme ini menjadi salah satu wujud dari partisipasi masyarakat dalam mendukung program pemerintah daerah Kabupaten Tuban dalam menangani masalah limbah pangan. Program pengabdian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa di MA Islamiyah Kedungjambe. Tuban dalam mengolah limbah pangan menjadi ecoenzyme, sekaligus memberikan edukasi mengenai manfaat penggunaan eco-enzyme dalam Nurenik. Lisa Dwifani Indarwati. Adi Rastono. Masrur Muzadi kehidupan sehari-hari. Selain itu, pelatihan ini juga diharapkan berdampak pada pengurangan volume limbah pangan yang belum terkelola dengan baik dan mengurangi ketergantungan pada produk kimia sintetis yang dapat membahayakan lingkungan. Melalui program sosialisasi dan pelatihan ini, diharapkan generasi muda lebih sadar akan pentingnya menjaga lingkungan melalui tindakan sederhana namun berdampak besar, seperti memanfaatkan limbah pangan menjadi eco-enzyme untuk kehidupan sehari-hari. Metode Kegiatan sosialisasi dan pelatihan pengolahan limbah pangan menjadi eco-enzyme dilaksanakan di MA Islamiyah Kedungjambe. Tuban. Kegiatan diikuti oleh 39 siswa dari kelas XI IPA dan IPS. Sebelum pelaksanaan kegiatan, dilakukan koordinasi awal dengan pihak sekolah yang diwakili oleh Bidang Kesiswaan. Ibu Umi guna menyusun jadwal kegiatan dan memastikan kesesuaian dengan program sekolah. Skema kegiatan sosialisasi dan pelatihan pembuatan ecoenzyme yang lebih lengkap ditampilkan pada Gambar 1. Evaluasi dan penutupan Praktik pembuatan eco-enzyme Pembagian kelompok dan pendamping kelompok Sosialisasi pengenalan eco-enzyme Gambar 1. Skema Kegiatan Sosialisasi dan Pelatihan Pembuatan Eco-enzyme Pada sesi sosialisasi, mahasiswa sebagai pemateri menyampaikan materi kepada siswa MA Islamiyah Kedungjambe mengenai manfaat eco-enzyme dan cara pembuatan eco-enzyme. Pembuatan eco-enzyme pada pelatihan ini menggunakan bahan utama berupa limbah kulit buah . eruk, pisang, pepaya, dan buah nag. sebanyak tiga bagian, ditambah satu bagian gula merah dan sepuluh bagian air. Kegiatan praktik pembuatan eco-enzyme dilakukan secara berkelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 10 siswa dengan satu pendamping Sosialisasi dan Pelatihan Pengolahan Limbah Pangan menjadi Eco-enzyme di Lingkungan Sekolah kelompok dari tim mahasiswa. Masing-masing kelompok mendapatkan buah jeruk, pisang, papaya, dan buah naga sebagai konsumsi, sementara kulit buah dimanfaatkan untuk bahan pembuatan eco-enzyme. Evaluasi kegiatan dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif, melalui asesmen awal dan penilaian pascakegiatan secara deskriptif. Sebelum sesi materi dimulai, pemateri memberikan pertanyaan eksploratif kepada siswa untuk menggali tingkat pengetahuan awal mereka mengenai eco-enzyme, yang berfungsi sebagai bentuk pretest sederhana. Hasilnya menunjukkan bahwa mayoritas peserta belum mengenal istilah maupun konsep eco-enzyme, sehingga pelatihan ini disusun untuk menjawab kebutuhan tersebut. Setelah sesi praktik berlangsung, evaluasi akhir dilakukan melalui tanya jawab lisan dan penyampaian testimoni oleh masing-masing kelompok sebagai bentuk posttest sederhana. Evaluasi mencakup pemahaman terhadap definisi, prosedur pembuatan, manfaat eco-enzyme dalam kehidupan sehari-hari, serta minat siswa untuk mencoba mempraktekkannya secara mandiri. Selain itu, observasi langsung selama praktik juga digunakan untuk menilai partisipasi aktif dan pemahaman siswa secara umum. Selain evaluasi pada hari pelaksanaan, kegiatan ini juga dilengkapi dengan tahap monitoring fermentasi untuk memastikan keberhasilan produk yang dihasilkan. Proses fermentasi eco-enzyme yang berlangsung selama tiga bulan memerlukan pemantauan lanjutan agar hasil akhirnya sesuai dengan karakteristik yang diharapkan. Oleh karena itu, monitoring dilakukan secara berkala oleh tim pengabdian yang juga merupakan alumni MA Islamiyah Kedungjambe, dengan dukungan dari guru yang membidangi kesiswaan. Pemantauan dilakukan untuk memastikan peserta membuka tutup wadah fermentasi secara berkala untuk melepaskan gas hasil fermentasi, serta mengamati perubahan warna dan aroma sebagai indikator keberhasilan proses fermentasi. Sebagai bagian dari keberlanjutan program, tim pengabdian juga memberikan tanaman hias berupa bunga kamboja di lingkungan sekolah. Hasil eco-enzyme yang telah jadi nantinya diharapkan dapat langsung diaplikasikan oleh siswa dan guru sebagai pupuk organik cair untuk tanaman kamboja. Langkah ini dirancang untuk mendorong praktik pemanfaatan eco-enzyme secara berkelanjutan di lingkungan sekolah dan memperkuat kesadaran siswa terhadap pengelolaan limbah pangan yang ramah lingkungan. Nurenik. Lisa Dwifani Indarwati. Adi Rastono. Masrur Muzadi Hasil dan Pembahasan Pada sesi pertama kegiatan sosialisasi dan pelatihan pengolahan limbah pangan, siswa mendapatkan materi mengenai eco-enzyme yang mencakup sejarah, cara pembuatan, serta manfaatnya sebagai pupuk organik cair, pestisida alami, dan cairan pembersih lantai. Sesi ini berhasil meningkatkan pemahaman awal siswa sebelum praktik berlangsung. Namun, keterbatasan kegiatan ini adalah belum adanya instrumen pretest dan posttest tertulis, sehingga evaluasi dilakukan secara kualitatif melalui pertanyaan eksploratif, tanya jawab, dan Oleh karena itu, pada kegiatan berikutnya metode evaluasi dapat dikembangkan lebih lanjut agar hasil pengukuran lebih terukur secara kuantitatif. Sesi kedua dilanjutkan dengan praktik pembuatan eco-enzyme, yang merupakan fokus utama dari rangkaian kegiatan pengabdian di MA Islamiyah Kedungjambe. Eco-enzyme dibuat melalui proses fermentasi limbah organik berupa kulit buah dengan penambahan gula merah dan air. Dalam pelatihan ini, komposisi bahan mengikuti rasio 3:1:10, yakni tiga bagian limbah kulit buah . epaya, pisang, jeruk, dan buah nag. , satu bagian gula merah, dan sepuluh bagian air (Gambar . Perbandingan tersebut merujuk pada prosedur standar yang umum digunakan dalam berbagai studi sebelumnya (Gumilar, dkk. , 2023. Situmorang, 2. , dan dipilih agar mudah direplikasi oleh siswa di lingkungan rumah atau sekolah. Gambar 2. Komposisi Bahan Pembuatan Eco-enzyme Pembuatan eco-enzyme diawali dengan menimbang bahan berupa limbah kulit buah, gula merah, dan air dengan rasio 3:1:10. Limbah pangan yang digunakan merupakan campuran dari kulit pepaya, pisang, jeruk, dan buah naga yang dibagi rata untuk semua kelompok. Semua bahan dicampurkan ke dalam wadah plastik, kemudian diaduk hingga gula merah larut secara Sosialisasi dan Pelatihan Pengolahan Limbah Pangan menjadi Eco-enzyme di Lingkungan Sekolah Selanjutnya, wadah ditutup dan disimpan di tempat teduh untuk proses fermentasi selama kurang lebih tiga bulan. Selama proses fermentasi, dilakukan monitoring bulanan oleh tim pengabdian. Peserta diminta membuka tutup wadah secara berkala untuk melepaskan gas fermentasi, serta melakukan pengamatan terhadap perubahan warna, aroma, dan kejernihan Tahap panen hasil dilakukan setelah fermentasi selesai. Setelah proses fermentasi selama tiga bulan, campuran bahan dalam wadah terdiri atas larutan fermentasi dan sisa padatan kulit buah yang mengendap di bagian bawah. Campuran ini kemudian disaring untuk memisahkan cairan eco-enzyme dari ampas padatannya. Cairan hasil penyaringan berwarna coklat, dan jika didiamkan lebih lama akan menjadi kuning jernih dengan sedikit endapan dibawah bergantung pada jenis kulit buah yang digunakan. Mutu produk akhir dinilai berdasarkan indikator sederhana, seperti aroma segar khas fermentasi . idak berbau busu. dan tingkat keasaman dengan pH di bawah 4. Standar mutu ini mengacu pada praktik umum pembuatan eco-enzyme dalam literatur. Selain itu, eco-enzyme tidak memiliki masa kedaluarsa dan justru dianggap semakin kuat atau efektif seiring lamanya waktu penyimpanan (Nazim & Meera, 2. Selama kegiatan berlangsung, siswa menunjukkan antusiasme yang tinggi, baik dalam sesi diskusi maupun praktik. Observasi langsung dan evaluasi lisan menunjukkan bahwa sebagian besar peserta mampu memahami dan menjelaskan kembali materi yang disampaikan, termasuk definisi, manfaat, serta langkah-langkah pembuatan eco-enzyme. Beberapa siswa juga menyampaikan minat untuk mencoba membuat eco-enzyme secara mandiri di rumah bersama keluarga, karena dinilai bermanfaat dan mudah diterapkan. Respons positif siswa ini diperkuat oleh testimoni lisan yang disampaikan secara terbuka pada akhir kegiatan, dan didokumentasikan oleh tim pengabdian sebagai bagian dari evaluasi. Secara keseluruhan, siswa menganggap kegiatan ini menyenangkan, bermanfaat, dan memberikan wawasan baru mengenai pengelolaan limbah pangan yang ramah lingkungan. Antusiasme dan pemahaman siswa tersebut menunjukkan adanya peluang bagi sekolah untuk melanjutkan kegiatan ini secara mandiri dan berkelanjutan di masa mendatang. Dari segi keberlanjutan, sekolah memiliki potensi untuk melanjutkan pembuatan ecoenzyme secara mandiri dengan memanfaatkan limbah kulit buah dari kantin sekolah, khususnya sisa pembuatan jus. Pemanfaatan limbah ini dapat menjadi langkah nyata dalam penerapan konsep zero waste dan pengelolaan limbah organik di lingkungan sekolah. Hasil eco- Nurenik. Lisa Dwifani Indarwati. Adi Rastono. Masrur Muzadi enzyme yang dihasilkan dapat digunakan untuk pemeliharaan tanaman hias maupun pohon di sekitar sekolah, sehingga mendukung terciptanya lingkungan yang lebih hijau dan bersih. depan, kegiatan ini dapat dikembangkan menjadi aktivitas rutin siswa melalui kolaborasi dengan guru pembimbing atau kegiatan ekstrakurikuler lingkungan. Dengan demikian, pelatihan ini tidak berhenti pada satu kali kegiatan, tetapi dapat berlanjut menjadi kebiasaan positif dan gerakan berkelanjutan yang menumbuhkan kepedulian siswa terhadap pengelolaan limbah dan pelestarian lingkungan. Metode pembelajaran dengan cara praktik langsung terbukti lebih efektif dalam meningkatkan pemahaman siswa. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Nugroho dkk. yang menyatakan bahwa partisipasi aktif siswa dalam proses belajar dapat meningkatkan pemahaman materi serta menumbuhkan kesadaran ekologis secara signifikan. Salah satu bentuk kegiatan pembelajaran berbasis praktik yang relevan adalah pengolahan sampah organik menjadi eco-enzyme, seperti yang dilakukan di SMP Negeri 6 Madiun (Nanda, dkk. Kegiatan tersebut tidak hanya memberikan pengalaman nyata kepada siswa, tetapi juga menanamkan nilai tanggung jawab terhadap lingkungan. Meskipun kegiatan ini berjalan lancar, terdapat beberapa tantangan yang perlu dicatat, seperti pemilihan wadah fermentasi yang tepat, waktu fermentasi yang memerlukan kesabaran, serta kebutuhan terhadap bimbingan lanjutan untuk memastikan keberhasilan Oleh karena itu, diperlukan strategi keberlanjutan berupa penyusunan panduan sederhana atau pelatihan lanjutan. Secara keseluruhan, kegiatan pengabdian ini memberikan dampak positif yang nyata dalam membentuk kesadaran dan keterampilan pengelolaan limbah pangan menjadi eco-enzyme. Melibatkan 39 siswa dari dua jurusan berbeda juga memperkaya sudut pandang dan pendekatan dalam penerapan eco-enzyme. Kegiatan ini dapat menjadi model implementasi edukasi lingkungan yang sederhana namun efektif di sekolah-sekolah menengah, khususnya di wilayah pedesaan. Kesimpulan Kegiatan sosialisasi dan pelatihan pengolahan limbah pangan menjadi eco-enzyme di MA Islamiyah Kedungjambe. Tuban, terbukti mampu meningkatkan pemahaman siswa kelas XI IPA dan IPS mengenai definisi, prosedur pembuatan, dan manfaat eco-enzyme, serta keterampilan praktik dalam proses pencampuran bahan fermentasi. Selama kegiatan, siswa menunjukkan antusiasme tinggi, khususnya pada sesi praktik, di mana sebagian besar mampu menjelaskan Sosialisasi dan Pelatihan Pengolahan Limbah Pangan menjadi Eco-enzyme di Lingkungan Sekolah kembali tahapan pembuatan eco-enzyme dan aktif dalam diskusi kelompok. Testimoni yang disampaikan siswa setelah kegiatan juga menunjukkan adanya minat untuk mencoba membuat eco-enzyme secara mandiri di rumah. Hal ini menjadi bukti bahwa edukasi lingkungan berbasis praktik sederhana tidak hanya memperkuat pengetahuan konseptual, tetapi juga melatih keterampilan aplikatif dan mendorong perubahan perilaku nyata dalam pengelolaan limbah pangan di lingkungan pelajar. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Politeknik Pertanian dan Peternakan Mapena yang telah memfasilitasi kegiatan pengabdian ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada guru dan para siswa MA Islamiyah Kedungjambe. Tuban yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini. Daftar Pustaka