Journal of Mechanical Engineering Vol: 2, No 4, 2025, Page: 1-11 Studi Optimasi Pengaruh Suhu dan Massa Terhadap Kadar Air Ikan Pada Proses Freeze Drying Wimala Dhiaulhaq*, Widjanarko Politeknik Negeri Malang Abstrak: Indonesia memiliki potensi perikanan yang melimpah, baik dari hasil tangkapan maupun budidaya air tawar dan air asin. Oleh karena itu, pengolahan hasil perikanan melalui pengawetan menjadi sangat penting untuk menjaga kualitas ikan selama distribusi dan pemasaran, sekaligus meningkatkan nilai ekonomis produk. Salah satu metode pengawetan yang populer adalah pengeringan beku, yaitu proses pengeringan yang menggunakan tekanan vakum dan suhu rendah untuk mengubah air dalam bahan dari fase padat (beku) langsung menjadi uap, tanpa melewati fase cair dan tanpa pemanasan tinggi. Metode ini mampu mempertahankan kualitas dan nilai gizi produk lebih baik dibandingkan metode pengeringan konvensional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja mesin pengering beku dengan memvariasikan suhu dan massa spesimen ikan lele. Variasi suhu yang digunakan berkisar antara 0°C hingga -15°C, sedangkan massa ikan yang diuji berkisar antara 100 gram hingga 130 gram. Pendekatan yang digunakan adalah metode eksperimental kuantitatif dengan pengukuran kadar air yang berhasil dihilangkan selama proses pengeringan beku. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan perangkat lunak Minitab untuk mengetahui pengaruh variasi suhu dan massa terhadap kadar air. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai pengaruh kedua variabel tersebut terhadap efektivitas pengeringan beku pada ikan patin, serta dapat menjadi acuan untuk pengembangan teknologi pengawetan ikan yang lebih efisien dan berkualitas.. Kata kunci: Ikan, Pengeringan Beku, Massa, Kadar Air DOI: https://doi.org/10.47134/jme.v2i4.4381 *Correspondence: Wimala Dhiaulhaq Email: dwimala1234@gmail.com Received: 22-08-2025 Accepted: 22-09-2025 Published: 22-10-2025 Copyright: © 2025 by the authors. Submitted for open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY) license (http://creativecommons.org/licenses/by/ 4.0/). Abstract: Indonesia has abundant fishery potential, both from catches and freshwater and saltwater aquaculture. Therefore, processing fishery products through preservation is very important to maintain fish quality during distribution and marketing, while also increasing the economic value of the products. One popular preservation method is freeze drying, a drying process that uses vacuum pressure and low temperatures to convert water in the material from the solid phase (frozen) directly into vapor, without passing through the liquid phase and without high heating. This method is able to maintain the quality and nutritional value of the product better than conventional drying methods. This study aims to analyze the performance of a freeze-drying machine by varying the temperature and mass of catfish specimens. The temperature variations used ranged from 0°C to -15°C, while the fish mass tested ranged from 100 grams to 130 grams. The approach used was a quantitative experimental method with measurements of the moisture content successfully removed during the freeze-drying process. The data obtained were then analyzed using Minitab software to determine the effect of temperature and mass variations on moisture content. The results of this study are expected to provide insights into the influence of these two variables on the effectiveness of freeze drying in catfish, as well as serve as a reference for the development of more efficient and highquality fish preservation technology. Keywords: Fish, Freeze Drying, Mass, Moisture Content. https://journal.pubmedia.id/index.php/jme Journal of Mechanical Engineering Vol: 2, No 4, 2025 2 of 11 Pendahuluan Ikan merupakan sumber protein hewani yang kaya akan nilai gizi, seperti protein, asam lemak omega-3, dan berbagai vitamin, sehingga menjadikannya komoditas pangan yang sangat diminati (Andhikawati et al, 2021). Namun, kandungan air yang tinggi pada ikan membuatnya mudah busuk, sehingga memerlukan metode pengawetan yang efektif untuk menjaga kualitasnya. Salah satu metode yang berkembang pesat adalah pengeringan beku. Pengeringan zat padat adalah pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair dari bahan sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair di dalam zat padat itu sampai suatu nilai rendah yang dapat diterima (Husin, 2020). Pemilihan metode pengeringan memainkan peran penting dalam pengolahan makanan karena mempengaruhi kualitas senyawa aktif yang dihasilkan (Mahapatra & Nguyen, 2009). Berbagai teknik pengeringan dapat digunakan, seperti pengeringan dengan sinar matahari langsung, oven, dan teknologi pengeringan beku. Pengeringan beku adalah metode yang menghilangkan air melalui sublimasi, yaitu proses perubahan es menjadi uap tanpa melewati fase cair (Ridwansyah, 2023). Proses ini melibatkan pembekuan awal bahan, pengurangan tekanan hingga vakum, dan pemanasan untuk mempercepat sublimasi. Keuntungan utama metode freeze drying adalah kemampuannya untuk menjaga kandungan gizi, tekstur, rasa, dan warna bahan makanan (Habibi et al, 2019). Dalam pengolahan ikan, pengeringan beku memungkinkan produk mempertahankan kualitas tinggi dengan masa simpan yang lebih lama (Swastawati et al., 2020). Penentuan tekanan vakum dan suhu pendinginan merupakan faktor krusial dalam proses pengeringan beku, karena parameter-parameter ini sangat mempengaruhi keberhasilan proses pengeringan. Tekanan dan suhu digunakan untuk mengukur jumlah air yang dihilangkan dari ikan, guna mencapai kandungan air maksimum 40% sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 8273:2023. Menurut Aldion, 2018 semakin tinggi suhu pendinginan serta semakin tinggi tekanan vakum maka semakin tinggi kadar air yang terbuang. Berdasarkan hal ini, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh suhu pendinginan dan massa ikan terhadap kandungan air produk beku-kering, mengkaji interaksi antara kedua variabel tersebut, serta menentukan suhu dan massa ikan optimal agar produk akhir memenuhi standar kandungan air maksimum yang ditetapkan oleh SNI 8273:2023. Metodologi Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang bertujuan untuk menentukan jumlah air yang hilang dari ikan lele setelah menjalani proses pengeringan beku. Penelitian ini dilakukan dengan memvariasikan suhu pendinginan (-15°C hingga 0°C) dan massa spesimen (100g hingga 250g) sebagai variabel independen. Variabel terkontrol dalam penelitian ini meliputi suhu sublimasi (70°C), waktu vakum (9 jam), dan tekanan vakum (70 cmHg). Variabel dependen adalah kandungan air yang hilang dari ikan lele. https://journal.pubmedia.id/index.php/jme Journal of Mechanical Engineering Vol: 2, No 4, 2025 3 of 11 Penelitian ini dilakukan di Gedung Teknik Mesin, Lantai 5, Politeknik Negeri Malang dari tanggal 1 Januari hingga 28 April 2025. Peralatan utama yang digunakan meliputi mesin pengering beku, pompa vakum, termokopel, pengukur vakum, timbangan digital, dan berbagai peralatan pendukung lainnya. Bahan utama yang digunakan adalah ikan lele segar. Pengumpulan data dilakukan dengan menimbang ikan sebelum dan setelah proses pengeringan, kemudian menghitung kandungan air menggunakan rumus berikut: Berat Awal − Berat Akhir 𝐾𝐴 = × 100% Berat Awal Setiap kombinasi perlakuan diulang empat kali, dan data dianalisis menggunakan metode Central Composite Design (CCD) dalam Response Surface Methodology (RSM) dengan bantuan perangkat lunak Minitab. Pendekatan ini digunakan untuk mengevaluasi pengaruh signifikan variabel independen terhadap kandungan air dan menentukan kondisi optimum sesuai dengan standar SNI untuk kandungan air ikan kering. Hasil dan Pembahasan Parameter yang diukur dalam studi ini adalah berat awal dan akhir ikan lele setelah proses pengeringan beku untuk menentukan jumlah air yang hilang. Gambar 1 menunjukkan visualisasi perbedaan karakteristik ikan lele sebelum dan setelah pengeringan beku. Perubahan tersebut meliputi morfologi, warna, dan tekstur permukaan. Sebelum proses, ikan lele berwarna hitam pekat dengan tekstur basah dan lembut akibat kandungan air yang tinggi. Setelah pengeringan beku, warna berubah menjadi abu-abu, dan tekstur menjadi keras dan kering, menunjukkan penurunan signifikan dalam kandungan air. Selain itu, terjadi penurunan berat yang signifikan sekitar 50% dari berat awal, menunjukkan efektivitas proses sublimasi dalam menghilangkan kandungan air dari sampel. Sebelum Pengolahan Setelah Pengolahan Gambar 1. Ikan Lele Sebelum dan Setelah Pengolahan Data yang diperoleh dari uji proses pengeringan beku pada sampel ikan lele setelah tahap pengolahan selesai adalah persentase kelembaban yang tersisa dalam ikan. Sebelum proses dilakukan, kandungan kelembaban ikan lele tercatat sebesar 80%. Menurut SNI 827300:2023 tentang standar ikan kering, kandungan air maksimum yang diperbolehkan adalah 40% dari total massa. Untuk menilai efektivitas proses pengeringan, perbandingan https://journal.pubmedia.id/index.php/jme Journal of Mechanical Engineering Vol: 2, No 4, 2025 4 of 11 kandungan air sebelum dan setelah pengeringan beku dilakukan menggunakan rumus berikut: 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐼𝑘𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐼𝑘𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 = 80% 40% Tabel 1. Pengumpulan Data No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Suhu Sampel (˚C) 3.1 0 0 -7.5 -7.5 -7.5 -7.5 -7.5 -7.5 -7.5 -15 -15 -18.1 Massa (Gram) 115 100 130 93.7 115 115 115 115 115 136.2 100 130 115 Berat Akhir (Gram) 51.1 37.7 49 31.2 38.9 38.9 38.9 39.6 39.6 48.6 32.2 42.6 34.8 Kandungan Air Sisa (%) 55 47 47 40 41 41 41 42 42 44 38 39 34 Sebelum melakukan analisis data, langkah pertama adalah mengevaluasi distribusi data. Dalam studi ini, uji distribusi dilakukan menggunakan metode plot probabilitas normal untuk melihat apakah data variabel dependen mengikuti distribusi normal. Gambar 2. Grafik Probabilitas Kandungan Air yang Tersisa Berdasarkan Gambar 4.2, titik-titik data tersebar di sekitar garis diagonal merah, menunjukkan pola distribusi yang mendekati normal. Nilai P yang diperoleh juga lebih besar dari 0,127, memperkuat bahwa data tidak menyimpang dari distribusi normal. Oleh https://journal.pubmedia.id/index.php/jme Journal of Mechanical Engineering Vol: 2, No 4, 2025 5 of 11 karena itu, data dalam studi ini dinyatakan memenuhi asumsi normalitas dan cocok untuk analisis statistik. Tabel 2. Uji Korelasi Tabel korelasi berikut menunjukkan hubungan antara variabel independen dan dependen. Hasil analisis menunjukkan bahwa suhu memiliki nilai korelasi 0.925 dengan kandungan air, menunjukkan hubungan positif yang sangat kuat—semakin tinggi suhu, semakin besar kandungan air yang tersisa dalam ikan. Sebaliknya, massa memiliki korelasi 0.245 dengan kandungan air, yang dianggap lemah, menunjukkan bahwa perubahan massa tidak secara signifikan mempengaruhi kandungan air akhir. Sementara itu, korelasi antara suhu dan massa adalah 0,000, menunjukkan tidak adanya hubungan linier antara keduanya. Secara keseluruhan, suhu memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap kandungan air daripada massa, meskipun secara statistik keduanya tidak menunjukkan efek individu yang signifikan. Tabel 3. Analisis Variansi Tabel ANOVA menunjukkan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, termasuk interaksi antara variabel independen, berdasarkan analisis menggunakan Metode Permukaan Respons (RSM) pada tingkat kepercayaan 95% dan signifikansi 0,05. Jika nilai P lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima (tidak ada pengaruh yang signifikan), sedangkan nilai P kurang dari 0,05 menunjukkan bahwa H1 diterima (pengaruh yang signifikan). Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel suhu memiliki nilai P sebesar 0,085 dan variabel massa memiliki nilai P sebesar 0,812. Karena keduanya lebih besar dari 0,05, maka tidak ada pengaruh signifikan dari masing-masing variabel terhadap kandungan air. Interaksi antara suhu dan massa juga menunjukkan nilai P di atas https://journal.pubmedia.id/index.php/jme Journal of Mechanical Engineering Vol: 2, No 4, 2025 6 of 11 0,05, artinya interaksi antara kedua variabel tersebut tidak memiliki pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap variabel dependen. Gambar 3. Grafik Nilai Optimal Tabel 4. Solusi Penelitian ini menggunakan Metode Permukaan Respons (RSM) dengan pendekatan fungsi target optimal untuk memperoleh kandungan air akhir sebesar 40% pada ikan lele, sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 827300:2023 tentang ikan kering. Berdasarkan grafik dan tabel optimasi respons, nilai optimal untuk variabel independen ditentukan sebesar suhu -8,2°C dan massa 93,78 gram. Kombinasi parameter ini ideal untuk mencapai kandungan kelembaban sisa sebesar 40%, sesuai dengan standar SNI. Sebagai perbandingan, sebelum pengeringan beku, kandungan kelembaban rata-rata ikan lele adalah 80%. Gambar 4. Grafik kontur https://journal.pubmedia.id/index.php/jme Journal of Mechanical Engineering Vol: 2, No 4, 2025 7 of 11 Gambar di atas menunjukkan grafik kontur yang menggambarkan hubungan antara dua variabel independen, yaitu suhu (˚C) pada sumbu horizontal dan massa (gram) pada sumbu vertikal, terhadap variabel dependen kandungan air sisa (%). Grafik ini ditampilkan dalam enam tingkat warna hijau, dari terang hingga gelap, untuk menunjukkan perbedaan kandungan air yang dihasilkan oleh proses pengeringan beku. Hijau terang menunjukkan kandungan air rendah, sedangkan hijau gelap menunjukkan kandungan air yang lebih tinggi. Kandungan air terendah (<35%) teramati di area hijau terang di bagian kiri bawah grafik, yang sesuai dengan suhu sekitar -16°C dan massa 95 gram. Sementara itu, kandungan air tertinggi (>50%) terletak di bagian kanan atas grafik, dengan suhu 0°C dan massa 135 gram. Gambar 5. Grafik Permukaan Gambar tersebut menunjukkan visualisasi plot permukaan tiga dimensi yang menggambarkan efek gabungan suhu dan massa terhadap kandungan air sisa pada ikan. Pada grafik ini, sumbu X mewakili massa (gram), sumbu Y menunjukkan suhu (°C), dan sumbu Z menggambarkan kandungan air (%) sebagai variabel dependen. Ketiga sumbu ini membentuk permukaan tiga dimensi yang menggambarkan hubungan interaktif antara variabel suhu dan massa terhadap kandungan air pada ikan yang dikeringkan secara beku. Secara umum, grafik ini menunjukkan bahwa penurunan suhu dan massa cenderung menyebabkan penurunan kandungan air, sementara peningkatan kedua variabel tersebut menyebabkan kandungan air meningkat. Hubungan ini menunjukkan korelasi linier dan langsung antara variabel suhu dan massa terhadap kandungan air. Titik terendah pada permukaan grafik mewakili kandungan air terendah, sedangkan titik tertinggi mencerminkan kandungan air tertinggi. Kandungan air terendah terjadi pada suhu sekitar -15°C dan massa di bawah 100 gram, sementara kandungan air tertinggi ditemukan pada suhu antara 0–3°C dan massa di atas 130 gram. https://journal.pubmedia.id/index.php/jme Journal of Mechanical Engineering Vol: 2, No 4, 2025 8 of 11 Gambar 6. Persamaan Regresi Persamaan regresi dari analisis data penelitian pada gambar 6 digunakan untuk memprediksi atau memperkirakan perubahan nilai respons ketika variabel independen diubah, bahkan di luar rentang uji. Setiap variabel independen dalam model dikalikan dengan koefisien regresinya sesuai dengan tingkat yang diamati, sehingga membentuk hubungan matematis antara variabel independen dan dependen. Diskusi Penelitian ini melibatkan dua variabel independen, yaitu suhu dan massa bahan, serta satu variabel dependen berupa kandungan kelembaban sisa pada ikan lele setelah proses pengeringan beku. Kandungan kelembaban target merujuk pada SNI No. 827300:2023 tentang ikan kering, yang menetapkan kandungan kelembaban maksimum sebesar 40%. Berdasarkan hasil analisis menggunakan perangkat lunak Minitab, ditemukan bahwa suhu dan massa tidak secara signifikan mempengaruhi kandungan kelembaban, dengan nilai P masing-masing sebesar 0,000 dan 0,249, sehingga menolak hipotesis alternatif. Metode pengeringan beku dipilih karena keunggulannya dalam menjaga kualitas bahan, di mana proses pengeringan terjadi melalui sublimasi es menjadi uap tanpa melewati fase cair dan tanpa pemanasan tinggi. Ikan dibekukan pada suhu antara 0 dan 15°C dan dikenakan tekanan vakum sekitar -70 cmHg, kemudian diproses dalam ruang vakum dengan bantuan pemanas yang meningkatkan suhu menjadi 20–25°C untuk mempercepat pengeringan. Produk akhir adalah ikan lele kering dengan kandungan air 40%, sesuai dengan standar yang berlaku. Pengujian visual terhadap variabel tekanan vakum menunjukkan bahwa ikan lele yang dibekukan pada suhu -15˚C tampak lebih kering dibandingkan dengan yang dibekukan pada suhu 0˚C, yang masih tampak lembut. Temuan ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa suhu yang lebih rendah meningkatkan efisiensi sublimasi. Variabel massa tidak menunjukkan efek yang signifikan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa suhu dan massa bahan tidak memainkan peran yang signifikan dalam menentukan kandungan air akhir selama proses pengeringan beku ikan lele. Simpulan Kesimpulan dari studi ini berfokus pada variabel suhu dan massa yang mempengaruhi kandungan air pada ikan lele, sebagai berikut: 1. Suhu pendinginan telah terbukti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kandungan air ikan lele. Semakin rendah suhu yang diterapkan selama proses pengeringan beku, semakin rendah kandungan air yang dihasilkan. Dari variasi suhu antara 0°C hingga -15°C, terdapat penurunan signifikan pada kandungan air, dengan suhu optimal -8,2°C menghasilkan kandungan air sebesar 40%, sesuai dengan standar kandungan air maksimum yang ditetapkan dalam SNI 8273:2023. https://journal.pubmedia.id/index.php/jme Journal of Mechanical Engineering Vol: 2, No 4, 2025 9 of 11 2. Perbedaan massa ikan lele antara 93,7 gram dan 136,2 gram tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kandungan air akhir. Perubahan massa awal tidak menyebabkan perbedaan yang signifikan dalam kandungan air, menunjukkan bahwa massa bukanlah faktor utama dalam proses pengeringan beku ini. 3. Kombinasi antara suhu pendinginan dan massa spesimen tidak menyebabkan perubahan signifikan pada kandungan air secara bersamaan. Misalnya, pada suhu -10°C, peningkatan massa dari 93,7 gram menjadi 136,2 gram hanya menghasilkan perbedaan kandungan air sekitar 1,5%. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara kedua variabel tersebut tidak menghasilkan efek sinergis dalam mengurangi kandungan air. Suhu merupakan faktor utama, sedangkan massa berfungsi sebagai variabel pendukung yang tidak memerlukan pengendalian yang ketat. 4. Optimasi menggunakan Metode Permukaan Respons (RSM) menunjukkan bahwa kombinasi suhu -8,2°C dan massa 93,78 gram merupakan kondisi terbaik untuk mencapai kandungan air 40%, sesuai dengan standar SNI 8273:2023 mengenai kandungan air maksimum produk ikan kering.. Berdasarkan hasil penelitian ini, beberapa saran dapat diajukan: 1. Diperlukan pengujian lebih lanjut terhadap kualitas produk yang dikeringkan secara beku, termasuk kandungan nutrisi (protein, lemak, air bebas) dan pengujian organoleptik untuk menilai kualitas keseluruhan dari aspek kimia, fisik, dan sensorik. Hal ini penting untuk menentukan penerimaan konsumen dan kelayakan komersial produk ikan kering. 2. Disarankan agar dilakukan studi teknis dan ekonomi mengenai efisiensi energi dan waktu proses pengeringan beku, terutama pada skala pilot atau industri, guna mengevaluasi potensi penerapan metode ini secara berkelanjutan dan kompetitif dalam industri pengolahan ikan di Indonesia. 3. Pengujian stabilitas kandungan kelembaban selama penyimpanan jangka panjang juga diperlukan, dengan mempertimbangkan pengaruh jenis kemasan dan kondisi penyimpanan terhadap umur simpan dan keamanan produk. Daftar Pustaka Adeleye, O. C. (2024). The In Vitro Assessment of Antidiabetic Activity of the Plant Extracts Obtained from Portulacaria afra Jack. Grown under Concurrent Extreme Temperatures and Water-deficit Conditions. Biomedical and Pharmacology Journal, 17(1), 309–322. https://doi.org/10.13005/bpj/2859 Aldion, M. T. (2018). Uji Performa Alat Freeze Drying Pengaruh Tekanan Vakum dan Temperatur Pendingin Terhadap Kadar Air Cabai. Politeknik Negeri Malang. Andhikawati, A., Junianto, J., Permana, R., & Oktavia, Y. (2021). Review: Komposisi Gizi Ikan Terhadap Kesehatan Tubuh Manusia. Marinade, 4(02), 76–84. https://doi.org/10.31629/marinade.v4i02.3871 . https://journal.pubmedia.id/index.php/jme Journal of Mechanical Engineering Vol: 2, No 4, 2025 10 of 11 Badan Standarisasi Nasional [BSN]. (2023). Ikan Asin Kering . SNI 8273:2023. Chaurasiya, V. (2023a). An analytical study of coupled convective heat and mass transfer with volumetric heating describing sublimation of a porous body under most sensitive temperature inputs: Application of freeze-drying. International Journal of Heat and Mass Transfer, 214. https://doi.org/10.1016/j.ijheatmasstransfer.2023.124294 Chaurasiya, V. (2023b). Numerical Study of a Non-Linear Porous Sublimation Problem With Temperature-Dependent Thermal Conductivity and Concentration-Dependent Mass Diffusivity. ASME Journal of Heat and Mass Transfer, 145(7). https://doi.org/10.1115/1.4057024 Dai, Q. (2023). Low temperature-resistant superhydrophobic and elastic cellulose aerogels derived from seaweed solid waste as efficient oil traps for oil/water separation. Chemosphere, 336. https://doi.org/10.1016/j.chemosphere.2023.139179 Habibi, N. A., Fathia, S., & Utami, C. T. (2019). Perubahan Karakteristik Bahan Pangan pada Keripik Buah dengan Metode Freeze Drying (Review). JST (Jurnal Sains Terapan), 5(2). https://doi.org/10.32487/jst.v5i2.634 Halahlah, A. (2023). Effects of pH and temperature of ultrafiltration on the composition and physicochemical properties of hot-water-extracted softwood galactoglucomannans. Industrial Crops and Products, 198. https://doi.org/10.1016/j.indcrop.2023.116656 Han, Z. (2024). Soil-water characteristics and dynamic responses of compacted clay under different moisture and temperature paths. Yantu Gongcheng Xuebao Chinese Journal of Geotechnical Engineering, 46(12), 2591–2601. https://doi.org/10.11779/CJGE20230902 Husin, A. (2020). Jurnal Teknik Kimia USU. Jurnal Teknik Kimia USU, 09(2), 80–86. Liu, S. (2024). Water/Light Multiregulated Supramolecular Polypseudorotaxane Gel with Switchable Room-Temperature Phosphorescence. ACS Applied Materials and Interfaces, 16(4), 5149–5157. https://doi.org/10.1021/acsami.3c17214 Lu, C. (2025). Nitrogen reducing mechanism by microporous aeration based on microbial population characteristics: water temperature factor. Environmental Technology United Kingdom, 46(11), 1828–1841. https://doi.org/10.1080/09593330.2024.2405665 Mahapatra, A. K., & Nguyen, C. N. (2009). Drying of medicinal plants. ISHAS Acta Horticulturae, 756: Internasional Symposium on Medical and Neutraceutical Plants. Ridwansyah, S. R. (2023). Rancang Bangun Mesin Pengering Beku Untuk Penyimpananan Buah Mangga 20 Kg. 1954–1960. See, X. Y. (2023). Physical stability of co-freeze-dried powders made from NaCl and maltodextrins – Impact of NaCl on glass transition temperature, water vapour sorption isotherm and water vapour sorption kinetics. Food Hydrocolloids, 136. https://doi.org/10.1016/j.foodhyd.2022.108238 Srisuma, P. (2024). Real-time estimation of bound water concentration during lyophilization with temperature-based state observers. International Journal of Pharmaceutics, 665. https://doi.org/10.1016/j.ijpharm.2024.124693 Swastawati, F., Syakur, A., Wijayanti, I., & Riyadi, P. H. (2020). Teknologi pengeringan ikan modern. In Undip Press Semarang (Vol. 5, Issue 3). https://www.researchgate.net/publication/345125921 https://journal.pubmedia.id/index.php/jme Journal of Mechanical Engineering Vol: 2, No 4, 2025 11 of 11 Tong, J. (2024). The temperature control effect of modified water hyacinth carbon based phase change materials in louvers. Journal of Energy Storage, 102. https://doi.org/10.1016/j.est.2024.114098 Tukra, R. (2021). Effects of temperature and relative humidity in D2O on solid-state hydrogen deuterium exchange mass spectrometry (ssHDX-MS). International Journal of Pharmaceutics, 596, ISSN 0378-5173, https://doi.org/10.1016/j.ijpharm.2021.120263 Zhang, L. (2024). Structural, soil-water, and dynamic characteristics of clay with different moisture and temperature histories. Iop Conference Series Earth and Environmental Science, 1330(1). https://doi.org/10.1088/1755-1315/1330/1/012064 Zheng, B. (2023). pH-Responsive lower critical solution temperature behaviour of a dibenzo-24-crown-8 based low-molecular-weight gelator in water. New Journal of Chemistry, 47(9), 4177–4181. https://doi.org/10.1039/d2nj05957f https://journal.pubmedia.id/index.php/jme