JURNAL KOMUNIKASI DIGITAL - DIGICATION Kualitas Hubungan Generasi Z Pengguna Akun Pseudonim Media Sosial X Melalui Pengungkapan Diri CHATRINE PASARIBU Universitas Kristen Indonesia Jalan Mayor Jendral No. 2 Cawang, Kramat Jati, Jakarta Timur chatrinerahelpasaribu@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini mengkaji kualitas hubungan antar Generasi-Z pengguna akun pseudonim di media sosial Twitter melalui pengungkapan diri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas hubungan antar Generasi-Z pengguna akun pseudonim melalui pengungkapan diri di X. Penelitian ini menggunakan teori Johari Window dalam memahami peran penggunaan akun pseudonim dalam aspek pengungkapan diri melalui daerah terbuka, daerah tersembunyi, daerah buta, dan daerah tidak diketahui serta perannya terhadap kualitas hubungan antar Generasi-Z pengguna akun pseudonim di media sosial X. Metode kualitatif digunakan dalam penelitian ini guna memahami secara mendalam mengenai pengalaman informan melalui pengungkapan diri pada akun pseudonim di media sosial X. Peneliti menggunakan wawancara sebagai teknik pengumpulan data. Melalui data dari hasil wawancara, peneliti akan disusub hasil dalam bentuk coding dengan mengatur data yang mentah ke dalam berbagai teori konseptual dengan menggunakan tema atau konsep. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengungkapan diri melalui akun pseudonim menciptakan lingkungan aman yang mendukung, meningkatkan rasa saling percaya, serta memberikan dukungan emosional dan psikologis melalui interaksi yang intens yang dijalani oleh sesama pengguna akun pseudonim dalam pengungkapan diri. Dapat disimpulkan bahwa individu mampu mengungkapkan diri melalui interaksi yang dijalin menggunakan akun pseudonim di media sosial X yang juga membantu kesejahteraan emosional serta psikologis Generasi-Z. Kata Kunci: Akun Pseudonim, Generasi-Z, Media Sosial X, Pengungkapan Diri ABSTRACT This study examines the quality of relationship among Generation-Z users of pseudonym accounts on social media X through self-disclosure. The aim of this research is to explore the quality of relationship among Generation-Z pseudonym account users through self-disclosure on X. This study employs the Johari Window theory to understand the role of pseudonym accounts in self-disclosure, focusing on the open area, hidden area, blind area, and unknown area, and their impact on the relationship quality among Generation-Z users of pseudonym accounts on social media X. Qualitative method is used in this research to gain a deep understanding of the informants’ experiences through self-disclosure on pseudonym accounts on social media X. The researcher uses interviews as the data collection technique. Through the interview data, the researcher will organize the raw data into various conceptual theories by using themes or concepts. The results of this study show that self-disclosure through pseudonym accounts creates a supportive and safe environment, enhances JURNAL KOMUNIKASI DIGITAL - DIGICATION mutual trust, provides emotional and psychological support through intense interactions among pseudonymous account users. In conclusion, individuals are able to express themselves through interactions using pseudonym accounts on social media X, which also contributes to the emotional and psychological well-being of Generation-Z. Keywords: Generation-Z, Pseudonymous Accounts, Self-disclosure, Social Media X PENDAHULUAN Media informasi berkembang dengan cepat sejalan dengan perkembangan Teknologi. Pada zaman digital ini, penggunaan media sosial di kalangan anak muda merupakan hal yang biasa. Mereka banyak menghabiskan waktu untuk berbincang dengan teman, keluarga, dan orang-orang lainnya lewat aplikasi seperti Instagram, Facebook, X, TikTok, dan lainnya. Menurut Jogiyanto (2007) dalam Doni (2017), perilaku merupakan aktivitas atau aksi nyata yang dilakukan karena seseorang memiliki keinginan dalam melakukan suatu hal tertentu. Media sosial bukan hanya tempat untuk tetap terhubung, tapi juga tempat bagi penggunanya untuk bisa berbagi cerita, minat, dan pemikiran mereka kepada semua orang. Selain itu, mereka juga bisa menemukan teman baru dan membangun identitas online mereka. Pengungkapan diri ialah pemberian informasi terkait pribadi sendiri terhadap orang lain. Informasi pribadi di sini digambarkan seperti menyalurkan hobi seseorang. Pengungkapan diri diyakini bisa membantu dalam pembentukan kedekatan pribadi seseorang dengan pribadi lainnya (DeVito, 2016). Pengungkapan diri adalah proses ketika individu menekankan pentingnya pengungkapan diri dalam konteks hubungan sosial. Pengungkapan diri dapat disesuaikan dengan lingkungan sosial dalam membangun ikatan yang lebih kuat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengungkapan diri merupakan hal penting dalam menjalankan sebuah komunikasi, karena dengan adanya pengungkapan diri akan mempermudah individu dalam menafsirkan perasaan satu sama lain. Dalam konteks komunikasi antarpersonal, salah satu hal yang dianggap bahwa proses komunikasi berhasil adalah adanya pengungkapan diri. Proses pengungkapan diri dapat meningkatkan kualitas hubungan yang terjadi antara individu yang satu dan lainnya. Kualitas sebuah hubungan akan terlihat dari kenyamanan pada saat memberikan informasi pribadi secara mendalam. Menurut DeVito (2018), dengan adanya pengungkapan diri, akan memudahkan orang lain mengerti tentang apa yang sedang dialami oleh seseorang. Pengungkapan diri juga mampu menumbuhkan hubungan yang sehat antara individu dengan individu lainnya. Pengungkapan diri perlu dilakukan apabila seorang individu merasa bahwa kegiatan tersebut juga perlu dilakukan. Misalnya, apabila seorang individu merasa membutuhkan seseorang atau sosok yang bisa mendengarkan cerita dan keluh kesahnya. Pengungkapan diri biasanya dilakukan apabila seorang individu sudah merasa nyaman atau percaya terhadap individu lain. Namun, jika merujuk kepada akun pseudonim, pengguna biasanya tidak merasa takut atau ragu dalam melakukan pengungkapan diri, karena pengguna tidak menunjukkan identitas asli. Sejarah awal munculnya pengguna akun pseudonim di X melibatkan faktorfaktor yang kompleks, seperti perkembangan teknologi, kebutuhan akan privasi online, dan evolusi budaya dalam penggunaan media sosial. Pada saat X pertama kali diluncurkan pada tahun 2006, penggunaan akun pseudonim belum begitu umum karena platform tersebut awalnya lebih berfokus pada penggunaan nama pengguna yang nyata. Namun, seiring berjalannya waktu, terutama dengan pertumbuhan pesat penggunaan X JURNAL KOMUNIKASI DIGITAL - DIGICATION dan media sosial secara umum, munculnya akun pseudonim menjadi lebih umum. Pengguna mulai menyadari manfaat dari anonimitas relatif yang ditawarkan oleh akun palsu, baik untuk melindungi privasi mereka, mengungkapkan diri secara lebih bebas, atau bahkan untuk tujuan hiburan atau humor (Awadallah, dkk, 2022). Akun pseudonim ini termasuk ke dalam sistem anonimitas diskursif, dalam artian anonimitas ini bergantung kepada sebuah kondisi dalam berbagai komunikasi secara verbal itu diacu kepada komunikasi yang tidak mampu dihubungkan dengan sumber manapun, sehingga anonimitas diskursif ini sangat sering dijadikan dengan akun pseudonim. Ada berbagai alasan mengapa seorang individu tidak ingin menggunakan nama yang sama dengan nama asli mereka. Hal ini kemungkinan mereka merasa takut dengan adanya berbagai ancaman yang akan datang dalam proses pencarian di media sosial sehingga akan mampu berisiko pada bidang ekonomi dirinya atau politik (Paramesti & Nurdiarti, 2022). X yang dulunya lebih sering dikenal dengan nama Twitter, merupakan media sosial yang cukup dikenal di kalangan masyarakat. X memiliki peran yang besar apabila disatukan terhadap pengalaman komunikasi penggunanya dalam kehidupan sehari-hari. X merupakan media sosial yang mempunyai sifat terbuka yang berarti siapa saja bisa mendapat informasi melalui X. Karena hal tersebut, pengguna X kerap memanfaatkan X sebagai pemuas keinginan mereka dalam berinteraksi dan bertukar informasi secara cepat, luas dan bebas. Jika dilihat dari aturan dan ketentuan yang diberikan oleh X, pengguna X memiliki hak penuh dalam mengubah informasi dan data secara bebas pada akun yang dimiliki (Supratman, 2018). Gambar 1: Akun X yang Mencirikan Akun Pseudonim Sumber: X @digitalf33ling Pada gambar 1 merupakan gambaran salah satu akun pseudonim di X yang diambil dari akun @digitalf33ling yang mencirikan sebuah akun pseudonim. Akun pseudonim merupakan akun yang tidak mengggunakan gambar asli penggunanya dan tidak memakai nama asli, tetapi memakai nama samaran. Selain itu, di bagian deskripsi singkat tentang identitas (biodata) di X, pengguna akun pseudonim juga tidak pernah secara terang-terangan mencantumkan identitasnya (Carr & Hayes, 2015). Dalam melakukan pengungkapan diri di media sosial, pengguna biasanya mempertimbangkan bagaimana mereka memperlihatkan diri mereka dengan membagikan informasi mengenai diri mereka sendiri. Informasi ini bisa berupa gambar, video atau berbagai kalimat. JURNAL KOMUNIKASI DIGITAL - DIGICATION Gambar 2: Pengungkapan diri menggunakan Gambar di X Sumber: X @hecallmepiki Pada gambar 2 merupakan tangkapan layar dari akun pseudonim di X @hecallmepiki. Pada gambar tersebut adalah aktivitas pengungkapan diri yang dilakukan oleh akun pseudonim @hecallmepiki di X yang memperlihatkan pengguna tersebut melakukan pengungkapan diri dengan membagi ceritanya menggunakan gambar lalu menambahkan teks pada unggahannya. Gambar 3: Pengungkapan diri menggunakan Video di X Sumber: X @billyxiix Pada gambar 3 merupakan tangkapan layar dari akun pseudonim di X @billyxiix. Pada gambar tersebut terlihat bahwa akun @billyxiix melakukan JURNAL KOMUNIKASI DIGITAL - DIGICATION pengungkapan diri dengan mengunggah video tentang kesulitan yang dialaminya pada saat menggambar secara digital. Akun @billyxiix memilih untuk melakukan pengungkapan diri dengan membagikan tantangan yang sedang dihadapinya melalui akun pseudonimnya. Gambar 4: Pengungkapan diri menggunakan Kalimat di X Sumber: X @purplegolove Pada gambar 4 merupakan tangkapan layar dari akun pseudonim di X @purplegolove. Pada gambar tersebut terlihat bahwa pengguna akun @purplegolove melakukan pengungkapan diri dengan membuat cuitan dalam beberapa kalimat mengenai informasi yang ingin dia bagikan mengenai dirinya sendiri kepada orang lain melalui akun pseudonim. Menurut laporan Annur (2023) melalui We Are Social, jumlah pemakai X di Indonesia per April 2023 mencapai 14,8 juta pengguna. Hal ini menunjukkan bahwa tidak sedikit pengguna media sosial yang memilih untuk memakai X dalam berinteraksi. Penggunaan media sosial bukan hanya dilakukan untuk berinteraksi saja. Penggunaan media sosial X saat ini juga sering dilakukan untuk melangsungkan pengungkapan diri penggunanya. Pemanfaatan X sebagai wadah pengungkapan diri ini biasanya dilakukan penggunanya untuk berkeluh kesah atau untuk mencurahkan isi hatinya. Pengungkapan diri bisa berjalan, apabila terdapat keterbukaan dan pengungkapan emosional oleh satu individu dengan individu lain yang dapat memperkuat kedekatan. Rosenbach dan Schmundt (2011) dalam Kalaloi (2019), ada tiga kategori pengguna media sosial dalam menggunakan identitasnya di dunia maya, yaitu menggunakan nama asli (orthonym), nama samaran (pseudonym) dan tanpa nama (anonym). Banyak pengguna X yang lebih memilih untuk terbuka mengenai dirinya dengan menggunakan akun pseudonim. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pseudonim merupakan nama yang dipakai oleh seseorang untuk menyembunyikan identitas asli (nama samaran). Manusia cenderung terbuka mengenai dirinya sendiri kepada orang-orang terdekat. Sebenarnya, tanpa menggunakan akun pseudonim, pengguna X bisa melakukan pengungkapan diri. Namun, karena perkembangan internet masa kini dan untuk mementingkan kebebasan berekspresi, memunculkan akun pseudonim yang setiap pemilik akun tersebut dapat membangun karakter dan image tersendiri yang tidak sama dengan karakter mereka di dunia asli. Guna dari pembentukan karakter tersebut adalah untuk memenuhi kebutuhan pengguna akun pseudonim di X. Menurut Dimock (2017), Generasi-Z merujuk pada generasi terbaru yang terlibat dalam dunia kerja, lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Melalui JURNAL KOMUNIKASI DIGITAL - DIGICATION databoks.katadata.co.id, pada 2020 hasil sensus penduduk menunjukkan bahwa Generasi-Z mendominasi penduduk di Indonesia dengan total 14,93 juta atau 17,94% dari keseluruhan penduduk di Indonesia (Jayani, 2021). Generasi-Z memiliki beberapa karakteristik yang tidak dimiliki oleh generasi lain. Karakteristik Generasi-Z sangat terlihat dari kemampuan mereka dalam memahami teknologi dengan cepat atau melek teknologi, menyukai hal yang instan, penuh dengan ambisi, memiliki jiwa yang bebas, mempunyai rasa percaya diri yang tinggi dan merupakan generasi yang membutuhkan pengakuan (Bhakti & Safitri, 2017). GenerasiZ merupakan generasi yang sangat dekat dengan teknologi internet atau digital dibandingkan dengan generasi sebelumnya, karena Generasi-Z lahir ketika teknologi berkembang dengan pesat. Karena kedekatan Generasi-Z dengan teknologi internet membuat tingkat keingintahuan mereka sangat tinggi mengenai hal-hal yang beredar di internet. Hal tersebut juga membuat perubahan pada penyebaran, perputaran informasi, dan keinginan Generasi-Z dalam merasakan pengalaman baru yang lebih cepat, karena Generasi-Z sudah mengenai internet sejak mereka dilahirkan (Tonis, dkk, 2022). Lebih lanjut lagi, menurut McKinsey (2018) dalam Tonis, dkk (2022), GenerasiZ memiliki empat komponen yang dilandaskan ke dalam satu fondasi yang kuat bahwa Generasi-Z merupakan generasi yang mencari suatu kebenaran. Pertama, Generasi-Z juga disebut sebagai “the undefines ID”, artinya Generasi-Z menghargai setiap pendapat individu tanpa melabeli orang lain. Kedua, Generasi-Z disebut juga sebagai “the communaholic”, artinya dengan adanya kecanggihan teknologi mereka memanfaatkannya untuk memperluas komunitas yang sangat inklusif. Ketiga, GenerasiZ disebut sebagai “the dialoguer”, yaitu generasi yang mempercayai komunikasi merupakan hal yang penting dalam menyelesaikan konflik atau perubahan. Keempat, Generasi-Z juga dikenal sebagai “the realistic”, Generasi-Z dikatakan lebih realistis dan analitis dalam mengambil keputusan. Dengan berbagai karakteristik yang dimiliki oleh Generasi-Z tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti Generasi-Z dalam menggunakan akun pseudonim di media sosial X dalam melakukan pengungkapan diri. Peneliti ingin meneliti informan Generasi-Z dengan rentang umur 19-23 tahun, yaitu Generasi-Z yang lahir di tahun 2001-2005. Kualitas hubungan adalah seberapa baik orang-orang berhubungan satu sama lain. Ini mencakup apakah mereka saling percaya, saling mendukung, dan bisa berkomunikasi dengan baik. Kualitas hubungan didefinisikan sebagai tingkat kepercayaan, dukungan, dan komunikasi antara individu atau entitas (Lou, dkk, 2021). Menurut Manfred Hassebrauck dan Beverly Fehr dalam Rahmawati (2015), kualitas hubungan memiliki dimensi yang mendasar. Kualitas hubungan (relationship quality) mengacu pada seberapa baik interaksi dan hubungan antara dua pihak (misalnya, perusahaan dan pelanggan, atau tenaga penjualan dan pelanggan) berjalan. Anonimitas yang diberikan oleh akun pseudonim memungkinkan pengguna untuk berbagi cerita, perasaan, dan pengalaman tanpa rasa takut dihakimi atau dikenali, yang meningkatkan rasa kepercayaan dan kenyamanan di antara mereka. Dalam penelitian ini, mutu kualitas yang dibahas berfokus pada kualitas hubungan antar pengguna akun pseudonim di media sosial X, khususnya pada GenerasiZ. Penelitian ini menyoroti beberapa dimensi utama dari kualitas hubungan, seperti kepercayaan, dukungan emosional dan psikologis, komunikasi yang positif dan responsif, serta rasa solidaritas dan kebersamaan yang kuat. Kualitas hubungan yang dimaksud pada penelitian di sini adalah kualitas hubungan antar Generasi-Z pengguna akun pseudonim di media sosial X. Kualitas hubungan antar pengguna akun pseudonim JURNAL KOMUNIKASI DIGITAL - DIGICATION di X melalui pengungkapan diri di lingkungan Generasi-Z menjadi penting untuk dipahami lebih dalam, hal ini karena interaksi melalui media sosial juga akan berkaitan dengan kesejahteraan emosional dan psikologis. Kualitas hubungan yang diinginkan dalam penelitian ini mencakup keterbukaan, dukungan emosional dan psikologis, komunikasi positif dan responsif, serta rasa solidaritas dan kebersamaan yang kuatmampu menunjukkan rasa kepercayaan sehingga bisa melakukan pengungkapan diri antar Generasi-Z melalui akun pseudonim di media sosial X. Maka dari itu, kualitas hubungan yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah interkasi yang baik dan positif yang mampu ditunjukkan dengan rasa saling percaya, dukungan, dan komunikasi yang baik saat mereka melakukan pengungkapan diri di media sosial X. Kesejahteraan emosional menurut Witvliet, dkk (2023) berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk mengelola emosi mereka dengan baik, merasakan kebahagiaan dan kepuasan, serta memelihara hubungan yang positif dengan orang lain. Contoh kesejahteraan emosional meliputi merasa bahagia, yaitu seseorang yang mempunyai kesejahteraan emosional yang baik cenderung merasakan kebahagiaan dalam kehidupan sehari-hari dan menikmati pengalaman yang positif. Mampu mengatasi stres, yaitu individu dengan kesejahteraan emosional yang baik dapat mengelola stres dengan baik dan tidak mudah merasa kewalahan oleh situasi yang sulit. Menjaga hubungan positif, yaitu memiliki hubungan yang sehat dan memuaskan dengan orang lain, seperti keluarga, teman, atau rekan kerja, adalah ciri kesejahteraan emosional yang baik. Menerima diri sendiri, yaitu mampu menerima diri sendiri dan menerima emosi yang dialami, baik positif maupun negatif, adalah tanda kesejahteraan emosional yang baik. Kesejahteraan psikologis menurut Witvliet dkk (2023), berfokus pada aspek yang lebih luas dari kesehatan mental, termasuk perasaan makna dan tujuan dalam hidup, serta kemampuan untuk mengatasi tantangan. Contoh kesejahteraan psikologis meliputi memiliki tujuan hidup, yaitu seseorang dengan kesejahteraan psikologis yang baik mempunyai tujuan hidup yang jelas dan merasa hidupnya bermakna. Autonomi, yaitu individu dengan kesejahteraan psikologis yang baik bisa mengambil keputusan secara mandiri dan merasa memiliki kendali atas hidupnya. Penerimaan diri, yaitu menerima diri sendiri dengan apa adanya, termasuk kekuatan dan kelemahan, serta merasa positif tentang diri sendiri. Pengembangan pribadi, yaitu keinginan dan kemampuan untuk terus berkembang, belajar, dan menghadapi tantangan baru. Hubungan yang positif dengan orang lain, yaitu kemampuan untuk menciptakan hubungan yang saling mendukung dan menguntungkan dengan orang lain. Pengendalian lingkungan, yaitu kemampuan untuk mengelola lingkungan sekitarnya sehingga sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pribadi. Hubungan pengguna akun pseudonim di media sosial X dengan pengungkapan diri di berbagai lingkungan saat ini merupakan fenomena yang memengaruhi interaksi sosial dan psikologis di era digital. Sebagai salah satu platform yang paling sering digunakan di berbagai kalangan, X memfasilitasi beragam bentuk pengungkapan diri yang mencerminkan kualitas hubungan individu dalam konteks online. Oleh karena itu, memahami dan meneliti bagaimana sebuah hubungan yang dibangun melalui penggunaan akun yang bersifat anonim di X (pseudonim), dan bagaimana hal itu memengaruhi cara penggunanya melakukan pengungkapan diri mereka merupakan hal yang penting. Penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi lebih dalam tentang bagaimana kualitas hubungan Generasi-Z yang terjalin di media sosial X melalui akun pseudonim, dan juga menggarisbawahi betapa pentingnya bagi mereka untuk jujur JURNAL KOMUNIKASI DIGITAL - DIGICATION tentang siapa mereka sebenarnya. Dengan begitu, kita bisa memberikan saran kepada orang-orang yang membuat kebijakan dan program-program untuk membantu penggunanya dalam menggunakan media sosial secara positif dan bertanggung jawab. Penelitian terkait pengungkapan diri pada akun pseudonim sudah pernah dilakukan sebelumnya, di antaranya adalah penelitian Intan Putri Cahyani, Hanifah Syaikhah, Aniek Irawatie, yang berjudul “Memahami Pemaknaan Self-disclosure Melalui Pengalaman Para Pengguna Akun Pseudonim di Twitter”. Dengan menggunakan identitas dan nama samaran, pengguna akun Twitter pseudonim dapat dengan leluasa dalam melakukan pengungkapan diri. Penggunaan akun pseudonim melalui media sosial Twitter memiliki arti bawa Twitter dijadikan sebagai kegiatan dan tempat dalam mengungkapkan emosi, pikiran dan perasaan pengguna akun pseudonim tanpa harus mengungkapkan siapa diri mereka yang sebenarnya. Kegiatan ini juga bisa disebut sebagai pelarian dari kehidupan nyata secara sejenak. Bahkan karena banyaknya kemunculan akun pseudonim di Twitter setiap harinya, mereka menganggap bahwa penggunaan akun pseudonim bukanlah hanya sebagai wadah pengungkapan diri, tapi sudah menjadi kewajiban mereka untuk mengungkapkan keseluruhan diri mereka di akun tersebut (Cahyani, dkk, 2022). Elisa Agnes Paramesthi, Maya Sekar Wangi, Haryo Kusumo Aji dalam penelitian yang berjudul “Self-disclosure pada Aplikasi Twitter di Kalangan Mahasiswa (Studi Kasus Mahasiswa di Kota Surakarta)” berfokus untuk meneliti mengenai pengungkapan diri di kalangan mahasiswa di Kota Surakarta melalui media sosial Twitter. Dalam penelitian ini, ada empat tujuan utama dari mengapa mahasiswa Surakarta melakukan pengungkapan diri melalui media sosial Twitter, yaitu penjernihan diri, wadah untuk mengekspresikan diri, membangun hubungan dan memotivasi. Dari ke empat tujuan tersebut, terdapat dua tujuan yang sangat menonjol, yaitu mahasiswa Surakarta dominan melakukan pengungkapan diri melalui media sosial Twitter untuk penjernihan diri dan wadah untuk mengekspresikan diri. Hal tersebut didukung dengan hasil dari penelitian, bahwa faktanya pengguna Twitter menggunakan Twitter sebagai wadah untuk penjernihan diri dan wadah untuk mengekspresikan diri, membangun hubungan dan memotivasi merupakan elemen tambahan (Paramesthi, dkk, 2022). Sedangkan dalam penelitian yang berjudul “Pengungkapan Diri Melalui Media Sosial Oleh Pengguna Second Account Instagram”, Afifah nur Azizah membahas bagaimana pengungkapan diri yang dilakukan di media sosial pengguna second account Instagram. Penggunaan media sosial second account Instagram dalam melakukan pengungkapan diri dilakukan secara terbuka, karena pengguna akun tersebut memiliki kebebasan dalam melalukan pengungkapan diri. Pengungkapan diri oleh para informan dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti menceritakan perasaan, sekadar mengeluh ataupun untuk saling bertukar informasi. Pengungkapan diri yang dilakukan oleh para informan mempunyai kemiripan satu sama lain, yaitu memberikan informasi mengenai pengalaman dan kehidupan sehari-hari yang dibagikan melalui second account Instagram. Tentunya dalam melakukan pengungkapan diri terlebih lagi secara online, memiliki dampak positif dan negatif. Pengguna second account mendapatkan kemampuan dalam mengetahui dirinya lebih dalam lagi, mendapatkan kemampuan dalam mengatasi kesulitan, efektivitas komunikasi dan kedalaman hubungan dalam melakukan pengungkapan diri melalui second account di Instagram. Namun, pengguna second account sebagai informan juga tidak jarang menerima penolakan pribadi dan sosial yang muncul dari respons pengguna lain mengenai informasi atau pengalaman yang mereka bagikan melalui second account Instagram (Azizah, 2022). JURNAL KOMUNIKASI DIGITAL - DIGICATION Dapat disimpulkan bahwa perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada topik, topik yang diteliti oleh peneliti pada penelitian ini adalah kualitas hubungan yang dijalin antar Generasi-Z pengguna akun pseudonim melalui pengungkapan diri di media sosial X. Dengan demikian, peneliti tertarik mengangkat penelitian mengenai pengungkapan diri pada akun pseudonim Generasi-Z di media sosial X karena apa yang dibagikan oleh pengguna akun psedonim saat melakukan pengungkapan diri tidak jarang bermakna juga bagi orang lain. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk mengangkat penelitian mengenai pengungkapan diri yang dilakukan oleh Generasi-Z pada akun pseudonim di media sosial X, karena apa yang dibagikan oleh pengguna akun pseudonim melalui pengungkapan diri, tidak jarang bermakna juga bagi orang lain. Misalnya, apa yang dibagikan oleh seorang akun pseudonim menimbulkan rasa empati bagi yang membacanya, sehingga terjadi interaksi yang menunjukkan bahwa pengguna lain bisa membantu permasalahan yang sedang dialami oleh pengguna akun pseudonim tersebut. Oleh sebab itu, penelitian ini memiliki tujuan untuk memahami kualitas hubungan antar pengguna akun pseudonim di media sosial X di kalangan Generasi-Z melalui pengungkapan diri. Dengan memahami kualitas hubungan, diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih baik tentang penggunaan media sosial di kalangan Generasi-Z dan dampaknya terhadap hubungan sosial mereka. Selain itu, jika merujuk pada penelitian terdahulu yang sudah ada, penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini dikarenakan penelitian mengenai pengungkapan diri pada akun pseudonim di media sosial X belum pernah dilakukan dan secara spesifik. X membebaskan penggunanya dalam membagikan cuitan, baik berupa gambar, video ataupun kata-kata. Namun, untuk sebagian pengguna X, dengan menggunakan identitas asli mereka dalam mengungkapkan diri, merupakan hal yang tidak biasa. Kemunculan akun pseudonim di X terbukti membantu pemilik akun pseudonim dalam melakukan pengungkapan diri. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian mengenai: “Bagaimana kualitas hubungan antar Generasi-Z pengguna akun pseudonim melalui pengungkapan diri di media sosial X?” LANDASAN TEORI Terdapat sebuah teori dalam memahami diri sendiri terkait dengan pengungkapan diri, yaitu Teori Johari Window. Teori Johari Window menjelaskan bagaimana dua individu memandang sebuah pesan atau informasi yang diperoleh melalui percakapan yang merujuk kepada pengungkapan diri (Cangara, 2016). Dalam Teori Johari Window, terdapat tingkat pengungkapan diri mengenai diri kita yang dibagi ke dalam 4 kuadran: 1. Area Terbuka (Kuadran 1) Kuadran satu (open self or open area) merupakan daerah terbuka mengenai informasi pribadi yang diketahui oleh individu dan individu lainnya. Hal ini mengartikan bahwa kita dan juga orang lain mengenal dengan baik seperti apa diri kita, seperti kepribadian, kekurangan dan kelebihan. Dari pengungkapan diri yang dilakukan oleh Generasi-Z pengguna akun pseudonim di X, hal yang mungkin terjadi adalah individu-individu tersebut mengungkapkan informasi pribadi dan pemikirannya dengan berani dan jelas di X, yang terdapat di ruang publik yang bisa diketahui banyak orang mengenai kualitas hubungan. 2. Area Buta (Kuadran 2) JURNAL KOMUNIKASI DIGITAL - DIGICATION Kuadran dua (blind self or blind area) merupakan informasi tentang diri sendiri yang diketahui oleh individu lain, namun diri kita tidak mengetahui siapa diri kita sendiri yang sebenarnya. Hal ini dapat dihubungkan dan dikaitkan dengan pengungkapan diri yang menjadi sebuah sikap dalam pengungkapan diri yang terjadi serta yang disembunyikan dalam pengungkapan yang ada. Dalam penelitian terdahulu mengenai pengungkapan diri, bagi setiap orang terkadang tidak mengetahui maksud dari cuitan X yang menggunakan akun pseudonim tersebut. 3. Area Tersembunyi (Kuadran 3) Kuadran tiga (hidden self or hidden area) merupakan daerah tersembunyi mengenai informasi yang diketahui oleh individu, namun individu lain tidak mengetahuinya. Pada area tersembunyi, kita akan mengetahui diri kita dan hanya kita yang tahu saja. Hal ini dapat dikatakan sebagai kita sudah menyembunyikan berbagai informasi yang ada dalam orang lain serta penyampaiannya hanya untuk diri kita saja. Dengan penelitian yang dilakukan bahwa mereka hanya menulis berbagai kisah dengan mewakili perasaan dan pikiran mereka saja tapi tidak menjelaskan apa itu masalah yang sedang dihadapi sehingga orang tidak akan mampu menilai diri apa yang mereka lakukan dengan pesan yang disampaikan secara non-verbal. 4. Daerah Gelap (Kuadran 4) Kuadran empat (unkown self or unkwon area) merupakan daerah misteri mengenai informasi individu yang tidak diketahui oleh individu maupun individu lain. Bagian ini merupakan bagian yang paling kritis dalam berkomunikasi. Di bagian ini merupakan sisi gelap dari individu, sehingga tidak ada orang lain yang mengetahui dan bahkan diri kita sendiri tidak mengetahui hal tersebut. Dalam menjelajah bagian ini, akan dapat dilalui secara intens dan juga runtun. Hal itu juga tidak berlaku dalam sistem pengungkapan diri, setiap orang akan melalui berbagi kondisi dari sebuah pengungkapan yang terkadang mereka tidak melihat aktivitas yang akan dibagikan. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Kualitatif merupakan metode yang melibatkan pengumpulan data dengan beberapa cara, seperti wawancara, observasi dan analisis dokumen, karena bisa digunakan pada penelitian yang tertuju kepada pemahaman secara mendalam mengenai fenomena yang diteliti atau memberi pemahaman pada experience dan persepsi individu mengenai fenomena yang diteliti (Croucher, dkk, 2018). Metode penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menggunakan latar alamiah yang bertujuan untuk menjelaskan secara mendalam mengenai fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan melibatkan berbagai metode yang ada (Denzin, dkk, 2018). Pendekatan penelitian kualitatif dipilih dalam penelitian mengenai kualitas hubungan antar Generasi-Z pengguna akun pseudonim dalam pengungkapan diri di media sosial X karena pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk mengeksplorasi dan memahami secara mendalam pengalaman subjektif dan kompleksitas interaksi sosial yang terjadi di platform tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode fenomenologi. Creswell (2016), mengatakan bahwa fenomenologi ingin mengungkapkan apa yang menjadi fakta atau kebenaran dalam pengalaman yang dialami oleh individu, memahami dan mengungkapkan sesuatu yang tidak terlihat dari pengalaman subjek individu. Fenomenologi merupakan strategi penelitian yang di JURNAL KOMUNIKASI DIGITAL - DIGICATION dalam penelitiannya peneliti mengidentifikasi hakikat dari experience manusia mengenai fenomena tertentu. Dengan menggunakan metode fenomenologi dalam penelitian ini, memungkinkan peneliti untuk memahami secara mendalam pengalaman subjektif dan makna yang diberikan oleh Generasi-Z terhadap fenomena tersebut. Fenomenologi berfokus pada bagaimana individu mengalami, merasakan, dan menginterpretasikan pengungkapan diri melalui akun pseudonim di X. Survey Metode pengumpulan data survery merupakan metode dengan memberikan berbagai pertanyaan, baik secara tertulis maupun lisan kepada responden yang diwakili oleh sampel tertentu. Survey juga bisa dilakukan dengan beberapa cara, seperti tatap muka (face-to-face), telepon atau menggunakan kuesioner yang dikirim melalui e-mail atau surat (Babbie, 2017). Pada penelitian ini, metode pengumpulan data dilakukan menggunakan survey singkat melalui google form untuk mendapatkan kriteria yang dibutuhkan dalam penelitian. Pengumpulan data menggunakan survey dilakukan untuk mendapatkan data akurat dari informan, yaitu Generasi-Z dengan rentang umur 19-23 tahun yang menggunakan akun pseudonim di X sebagai wadah pengungkapan diri. Wawancara Pada penelitian ini, metode pengumpulan data utama yang dilakukan yaitu dengan wawancara. Metode wawancara melibatkan pertanyaan yang diajukan oleh peneliti kepada informan. Metode ini dapat dilakukan secara tatap muka ataupun melalui telepon (Neuman, 2014). Wawancara merupakan kegiatan pengumpulan data dengan informan yang bersangkutan dengan topik penelitian (Denzin, dkk, 2018). Pada penelitian ini, peneliti melangsungkan wawancara dengan informan yang memenuhi persyaratan, yaitu Generasi-Z dengan rentang umur 19-23 tahun yang menggunakan akun pseudonim di X sebagai wadah pengungkapan diri, yang sudah didapatkan sebelumnya dari metode pengumpulan data survey. Wawancara dilakukan dengan cara memberikan beberapa pertanyaan kepada informan mengenai permasalahan yang diteliti oleh peneliti. Wawancara akan diberlangsungkan melalui Zoom oleh peneliti bersama informan. Melalui data dari hasil wawancara, penulis akan menyusun hasil dalam bentuk coding sesuai teknik coding milik Miles dan Huberman. Menurut Neuman (2014), coding merupakan proses mengatur data yang mentah ke dalam berbagai teori konseptual dengan menggunakan tema atau konsep. Teknik analisis data yang digunakan oleh penulis dalam mengolah data dari hasil wawancara adalah dengan menggunakan teknik open coding. Open coding didapat melalui hasil dari lapangan, seperti transkrip, lalu akan ditinjau lebih mendalam. Transkrip tersebut akan diberi kode-kode agar bisa lebih dipahami mengenai tema-tema yang diangkat. Kode-kode tersebut digunakan peneliti untuk membantu pengidentifikasian yang muncul (Neuman, 2014). HASIL Dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti, kualitas hubungan yang dilakukan Generasi-Z dalam pengungkapan diri di media sosial X dilakukan karena 4 hal, yaitu saling percaya, saling mendukung, berkomunikasi dengan baik, kesejahteraan emosional, dan pengungkapan diri yang terbagi ke dalam kesejahteraan emosional dan kesejahteraan psikologis. 1. Rasa Percaya dan Kebebasan Berekspresi Para narasumber mengungkapkan bahwa penggunaan akun pseudonim di media JURNAL KOMUNIKASI DIGITAL - DIGICATION sosial, khususnya X, meningkatkan rasa saling percaya di antara pengguna. Mereka merasa lebih bebas untuk berbagi cerita dan pendapat tanpa takut dihakimi. a. Terjadinya pengungkapan diri (informasi pribadi) melalui interaksi yang intens Akun pseudonim merupakan akun dengan nama samaran. Setiap penggunanya memilih untuk tidak menunjukkan informasi pribadi mereka dengan alasan mendapatkan kebebasan berekspresi. Namun, dari penelitian ini didapatkan bahwa pengungkapan diri yang dilakukan oleh Generasi-Z menggunakan akun pseudonim di media sosial X tidak hanya mengungkapkan curahan hati dan keluh kesah keseharian saja, tetapi mereka sampai mampu mengungkapkan informasi pribadi mereka, seperti nama asli, foto asli dan wilayah mereka tinggal dari interaksi yang dijalin melalui fitur direct message di media sosial X yang menumbuhkan rasa kepercayaan mereka satu sama lain. b. Terciptanya Rasa Kepercayaan melalui Anonimitas Akun Pseudonim Kepercayaan yang didapat informan dalam melakukan pengungkapan diri timbul karena anonimitas yang diberikan oleh akun pseudonim, memungkinkan pengguna untuk mengekspresikan diri tanpa menunjukkan identitas asli mereka. Dengan hal tersebut artinya dapat menciptakan lingkungan yang saling mendukung interaksi yang lebih Narasumber juga merasa lebih leluasa, percaya diri, dan nyaman untuk mengungkapkan perasaan mereka, karena respon yang diterima dari pengguna lain cenderung suportif dan tidak menghakimi. Dukungan yang diterima oleh informan dari pengguna akun pseudonim lainnya sangat membantu dalam meringankan beban psikologis para informan. Mereka merasa didukung dan dipahami oleh pengguna akun pseudonim lain yang memiliki pengalaman serupa, yang memberikan mereka rasa tidak sendirian dan lebih percaya diri. c. Kewaspadaan mengenai Risiko di Balik Anonimitas Akun Pseudonim Meskipun dalam menggunakan akun pseudonim mereka merasa aman dan nyaman dalam melangsungkan pengungkapan diri, namun GenerasiZ juga memiliki kekhawatiran tentang risiko yang mungkin akan terjadi. 2. Dukungan Sosial dari Pengguna Akun Pseudonim Lain a. Interaksi Positif Dukungan antar pengguna akun pseudonim sangat terasa di platform X. Pengguna saling memberikan semangat dan dukungan melalui balasanbalasan positif dari cuitan yang diunggah. Narasumber merasakan manfaat dari dukungan ini, baik dalam bentuk semangat maupun saran yang konstruktif. Audiens merupakan salah satu faktor pendukung mengapa Generasi-Z lebih memilih untuk menggunakan akun pseudonim untuk pengungkapan diri. Apabila pengguna menemukan pengguna akun pseudonim lain yang memiliki pengalaman, kegemaran atau ketertarikan yang sama, pengguna akan melakukan interaksi dengan menggunakan topik dari kesamaan pengalaman, kegemaran atau ketertarikan dengan pengguna lain. b. Kepercayaan Diri yang Terbangun melalui Dukungan JURNAL KOMUNIKASI DIGITAL - DIGICATION Dukungan yang diterima oleh informan dari pengguna akun pseudonim lainnya bukan hanya membantu dalam meringankan beban psikologis para informan. Mereka juga merasa didukung dan dipahami oleh pengguna akun pseudonim lain yang memiliki pengalaman serupa, yang memberikan mereka rasa tidak sendirian dan lebih percaya diri. Dengan menggunakan akun pseudonim untuk pengungkapan diri, para informan mengaku bahwa mereka menjadi lebih percaya diri untuk mencapai berbagai aspek kehidupan mereka, karena sering berinteraksi tanpa harus memikirkan untuk dihakimi. Dari interaksi tersebut, mereka selalu mendapat respon yang positif dan membangun, hal tersebut yang membantu mereka menjadi lebih percaya diri. c. Terbentuknya Lingkungan yang Saling Mendukung Penggunaan akun pseudonim di media sosial X untuk pengungkapan diri tidak hanya membantu Generasi-Z dalam menghadapi tantangan pribadi, tetapi juga meningkatkan rasa solidaritas dan kebersamaan di antara pengguna akun pseudonim. Dukungan yang diterima dan diberikan oleh pengguna lain sangat penting dalam membangun lingkungan yang saling mendukung di media sosial. Para informan juga memilliki cara masingmasing dalam meresponi tanggapan yang diberikan oleh pengguna akun pseudonim lain dengan tujuan agar terjalin hubungan yang positif antara para informan dengan pengguna akun pseudonim lainnya. Ini juga merupakan salah satu cara agar terjalin hubungan yang positif melalui pengungkapan diri menggunakan akun pseudonim di X. 3. Interaksi yang Hidup antar Pengguna Akun Pseudonim a. Pola Komunikasi yang Positif Para informan menganggap bahwa komunikasi yang baik adalah salah satu kunci dalam interaksi di antara pengguna akun pseudonim. Dalam melakukan pengungkapan diri menggunakan akun pseudonim di X, para informan melakukan interaksi dengan baik, sopan, dan saling pengertian agar komunikasi yang dijalin pun bisa berjalan dengan lancar. Para informan menekankan pentingnya memberikan respon yang positif agar mendapatkan feedback yang positif juga. Selain itu, menggunakan bahasa yang sopan dan bijak dalam berkomunikasi, terutama karena mereka tidak saling mengenal secara pribadi dianggap menjadi hal yang sangat penting saat melakukan pengungkapan diri di X dengan sesama pengguna akun pseudonim. Komunikasi yang baik juga mencakup saling mendengar dan memberikan tanggapan yang positif dan konstruktif. Hal ini membantu menciptakan suasana yang nyaman dan mendukung bagi semua pengguna. Dalam mempertahankan hubungan yang positif dengan sesama pengguna akun pseudonim lainnya, para informan melangsungkan beberapa hal. Mereka tidak jarang saling membalas posting-an, bertukar cerita dan memperlihatkan kepedulian akan satu sama lain dengan saling memberikan semangat. Meskipun mereka tidak saling mengenal satu sama lain, namun dengan tetap menjalankan interaksi yang positif, mereka menjadi merasa memiliki teman untuk berbagi cerita secara daring melalui akun pseudonim di X. JURNAL KOMUNIKASI DIGITAL - DIGICATION Sebagai Generasi-Z pengguna akun pseudonim di media sosial X, para informan melakukan pengungkapan diri melalui fitur direct message secara diadik dengan pengguna akun pseudonim lainnya. Dengan adanya fitur ‘posting’ yang disediakan oleh X, pengguna akun pseudonim dapat melangsungkan pengungkapan diri mengenai kesehariannya. Posting-an tersebut juga mendapatkan respon dari pengguna akun pseudonim lain melalui fitur reply yang artinya melalui posting-an yang dibuat oleh para informan memunculkan interaksi. Dengan hal tersebut, terjadi berbagai pola komunikasi yang muncul ketika Generasi-Z melakukan pengungkapan diri melalui akun pseudonim di X, yaitu satu arah ketika pengguna hanya ingin berkeluh kesah dan tidak mendapat respon, dua arah ketika pengguna melakukan interaksi melalui posting dan reply ataupun direct message dengan seseorang, dan komunikasi tiga arah ketika pengguna melakukan pengungkapan diri dan mendapat respon yang banyak dari beberapa penggguna akun pseudonim lainnya. b. Srategi Penyaringan Topik dalam Pengungkapan Diri di Akun Pseudonim Dalam menggunakan akun pseudonim untuk pengungkapan diri, pengguna juga memiliki batasan topik yang ingin dibagikan. Alasan para informan untuk membatasi diri mereka untuk membahas topik-topik tertentu pada saat melakukan pengungkapan diri juga beragam, mulai dari rasa takut apabila identitas asli akan tersebar secara tidak sadar sampai kepada rasa takut akan berhubungan dengan ranah hukum. 4. Manajemen Identitas dan Privasi Dalam melangsungkan interaksi dengan pengguna akun pseudonim lainnya, para informan memiliki cara tersendiri dalam mengatur privasi dan keamanan di akun pseudonim X untuk melindungi identitas asli mereka. Sebagaimana pengertian dari akun pseudonim sendiri, para informan tidak mengetahui identitas asli satu sama lain, dan mereka juga melakukan hal tersebut dengan berbagai alasan yang sudah disebutkan sebelumnya, alasan utamanya adalah menghindari penghakiman orang lain. Untuk menjaga informasi pribadi, mereka melakukan berbagai cara, salah satunya adalah tidak menggunakan nama atau foto yang mengunsurkan diri asli mereka. 5. Wadah untuk Emosi a. Pengelolaan Emosi Pengungkapan diri melalui akun pseudonim membantu para narasumber dalam meringankan beban emosional mereka. Mereka merasa lebih lega setelah berbagi cerita dan perasaan menggunakan akun pseudonim di media sosial X, karena tidak merasa terbebani untuk menceritakan masalah mereka kepada orang-orang terdekat atau teman di dunia nyata yang mungkin akan merasa terbebani. b. Introspeksi dan Pemahaman Diri Dukungan emosional dari pengguna lain juga berperan penting dalam menjaga kesejahteraan emosional mereka, memberikan rasa bahwa mereka tidak sendirian dalam menghadapi masalah. Selain kesejahteraan emosional, pengungkapan diri juga berdampak positif pada kesejahteraan psikologis para informan. Melalui interaksi dengan pengguna lain dan JURNAL KOMUNIKASI DIGITAL - DIGICATION pengungkapan diri yang dilakukan para informan maupun pengguna akun pseudonim lainnya, mereka dapat melakukan refleksi diri mengenai diri mereka sendiri yang sebelumnya mungkin tidak diketahui oleh mereka. PEMBAHASAN Kesejahteraan emosional mencakup perasaan puas, lega, dan nyaman yang dialami oleh pengguna ketika mereka dapat mengungkapkan perasaan dan emosi mereka tanpa rasa takut dihakimi. Pengungkapan diri melalui akun pseudonim di X memainkan peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan emosional Generasi-Z. Dengan penggunaan akun pseudonim di X dalam pengungkapan diri, pengguna mendapatkan berbagai manfaat, yang pertama leganya mengungkapkan perasaan. Para informan menyatakan bahwa mereka merasa lebih lega setelah berbagi cerita dan perasaan menggunakan akun pseudonim di X. Mereka tidak merasa terbebani untuk menceritakan masalah mereka kepada orang-orang terdekat atau teman di dunia nyata, yang mungkin akan merasa terbebani. Sebagaimana seperti yang diungkapkan oleh para informan, mereka merasa lebih puas untuk bercerita melalui akun pseudonim di X karena tidak memiliki rasa takut untuk dihakimi oleh orang lain. Para informan juga mengungkapkan bahwa pemanfaatan akun pseudonim di X baginya adalah sebagai wadah dalam mengungkapkan dan mengelola emosi karena adanya hambatan dalam bercerita kepada orang lain di kehidupan nyata. Bentuk kesejahteraan emosional selanjutnya yang dirasakan dari pengungkapan diri melalui akun pseudonim di X adalah pengguna dapat mengurangi stres dan tekanan emosional. Pengungkapan diri memungkinkan para informan sebagai pengguna akun pseudonim di X untuk menyalurkan emosi mereka, baik itu kemarahan, kesedihan, atau kebahagiaan, sehingga tidak dipendam sendiri. Hal ini membantu mengurangi stres dan tekanan emosional. Hal ini didukung oleh pernyataan informan yang mengatakan bahwa akun pseudonim di X dijadikan sebagai media atau wadah yang cukup ampuh untuk menyampaikan emosi sehingga tidak harus memendam emosi atau kemarahannya, karena bisa disampaikan melalui akun pseudonim di X. Selain itu juga, melalui cuitan yang dibagikan oleh para informan melalui akun pseudonim di X bisa membantu mereka dalam melepas emosi yang sedang dia rasakan pada saat itu juga. Dukungan emosional dari pengguna lain juga berperan penting dalam menjaga kesejahteraan emosional mereka. Pengguna merasakan kalau mereka tidak sendirian saat menghadapi masalah, karena ada orang lain yang mendengarkan dan memberikan dukungan. Pengguna juga merasa bahwa dengan anonimitas yang ditawarkan oleh akun pseudonim membuat mereka merasa tidak ada yang menghakimi mereka, mereka bisa dengan bebas untuk mengutarakan apa yang sedang dirasakan. Hal-hal negatif seperti takut dipandang buruk, takut untuk diadili oleh orang lain di dunia nyata tidak dirasakan oleh pengguna akun pseudonim pada saat melangsungkan pengungkapan diri di X melalui akun pseudonim mereka masing-masing. Selain kesejahteraan emosional, pengungkapan diri melalui akun pseudonim di X juga berperan dalam kesejahteraan psikologis Generasi-Z. Kesejahteraan psikologis melibatkan pemahaman diri yang lebih baik, refleksi diri, serta pembelajaran dari pengalaman dan dukungan yang diberikan oleh pengguna lain. Dalam peningkatan kesejahteraan psikologis Generasi-Z pada akun pseudonim di media sosial X melalui pengungkapan diri, manfaat yang bisa dirasakan adalah Generasi-Z mendapatkan refleksi diri dan pembelajaran. Generasi-Z dapat melakukan refleksi diri dan JURNAL KOMUNIKASI DIGITAL - DIGICATION mendapatkan wawasan baru tentang diri mereka sendiri melalui interaksi dengan pengguna akun pseudonim lain. Pengalaman yang dibagikan oleh pengguna lain sering kali memberikan pelajaran berharga dan membantu mereka dalam memahami diri mereka sendiri dengan lebih baik. Komunikasi yang dijalin oleh para pengguna akun pseudonim Generasi-Z, memberi mereka kesadaran mengenai setiap orang memiliki suatu hal yang sedang dihadapi. Pemikiran seperti ini membantu mereka untuk belajar bahwa tidak bisa menyepelekan apa yang sudah terjadi, yang sedang terjadi, dan yang akan terjadi nantinya di hidup masing-masing setiap individu. Selain itu, dari cuitan yang dibagikan oleh pengguna lain di akun pseudonimnya memberikan motivasi tersendiri bagi para pengguna akun pseudonim Generasi-Z. Melalui pengungkapan diri dan mendapatkan feedback positif dari pengguna lain, membantu peningkatan kepercayaan diri pengguna. Mereka merasa lebih berani dan mampu menghadapi tantangan dalam hidup mereka. Dengan banyaknya dukungan yang membangun yang diterima dari pengguna akun pseudonim lainnya, membantu Generasi-Z dalam lebih menghargai tentang hidup. Dengan interaksi yang dilakukan melalui pengungkapan diri menggunakan akun pseudonim di X, juga membuka pikiran Generasi-Z tentang hal-hal baru mengenai diri mereka yang sebelumnya tidak diketahui. Interaksi dengan pengguna lain dan pengungkapan diri yang dilakukan membantu dalam pengembangan pribadi. Pengguna belajar untuk memperbaiki aspek-aspek tertentu dalam diri mereka dan menjadi individu yang lebih baik. Generasi-Z merasa terbantu melalui interaksi yang dijalin menggunakan akun pseudonim di X, karena pengungkapan diri yang dilakukan di akun tersebut memiliki sifat yang beragam, yang sering membantu mereka untuk melakukan refleksi diri masing-masing melalui cerita yang dibagikan oleh satu sama lain di akun pseudonim di X. Selain hal-hal tersebut, dukungan psikologis dalam kualitas hubungan antar Generasi-Z pada saat melakukan pengungkapan diri di X menjadi salah satu faktor yang penting. Dengan adanya dukungan psikologis, mereka merasa didengar dan dihargai, artinya bahwa hal tersebut memberikan rasa kebersamaan dan mengurangi rasa kesepian. Selain itu, pada penelitian ini, peneliti menemukan beberapa hal mengenai kualitas hubungan dari pengungkapan diri yang dijalin oleh Generasi-Z melalui akun pseudonim di media sosial X yang dapat ditunjukkan dalam Teori Johari Window. Pada daerah terbuka, para informan menunjukkan rasa saling percaya yang dijalin saat berinteraksi dengan sesama pengguna akun pseudonim di X, para informan juga lebih merasa leluasa saat melakukan pengungkapan diri menggunakan akun pseudonim karena tidak harus menunjukkan identitas asli mereka saat menjalin interaksi satu sama lain. Peneliti juga menemukan pengungkapan diri yang termasuk ke dalam daerah tersembunyi, seperti penggunaan akun pseudonim sebagai tempat untuk mengungkapkan perasaan para informan dan pengalaman yang tidak dibagikan di kehidupan nyata. Hal ini menunjukkan bahwa para informan menyimpan informasi tertentu dari orang lain, terutama terhadap sesama pengguna akun pseudonim di X, namun dengan penggunaan akun pseudonim ini mereka merasa aman untuk membuka diri tanpa takut dihakimi. Peneliti juga menemukan pengungkapan diri yang termasuk ke dalam daerah buta Teori Johari Window, yaitu feedback dari pengguna lain di akun pseudonim membantu para informan menyadari aspek diri mereka yang sebelumnya tidak disadari. Interaksi ini memberikan perspektif baru dan membantu informan tumbuh secara emosional dan sosial. Pengungkapan diri yang termasuk ke dalam daerah tidak diketahui ditemukan oleh peneliti dalam penelitian ini, melalui interaksi di akun pseudonim, para informan menemukan potensi dan aspek baru tentang diri mereka yang JURNAL KOMUNIKASI DIGITAL - DIGICATION sebelumnya tidak disadari. Selain itu, Meskipun para informan telah mempertimbangkan risiko dan konsekuensi saat melakukan pengungkapan diri menggunakan akun pseudonim di media sosial X, ada kemungkinan bahwa mereka tidak sepenuhnya memahami bagaimana informasi yang mereka bagikan di akun pseudonim dapat berdampak pada mereka atau orang lain di masa depan. Open Area (Daerah Terbuka) mencakup informasi, perasaan, dan aspek-aspek diri yang diketahui, baik oleh individu maupun oleh orang lain (Cangara, 2016). Di media sosial X, para informan sebagai Generasi-Z, menggunakan akun pseudonim sebagai wadah untuk melakukan pengungkapan diri. Mereka secara sadar memilih untuk membuka diri melalui akun pseudonim tersebut, membagikan cerita keseharian mereka dan berbagi pengalaman dengan teman-teman sesama pengguna akun pseudonim di akun tersebut. Mereka memilih menggunakan akun pseudonim untuk berbagi secara terbuka tanpa takut dihakimi oleh orang-orang dalam kehidupan nyata mereka. Hal ini memungkinkan mereka untuk mengekspresikan diri secara lebih bebas dan autentik. Penggunaan akun pseudonim memungkinkan mereka untuk mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pengalaman pribadi secara lebih leluasa, karena mereka merasa aman untuk berbagi cerita karena mereka tidak harus mengungkapkan identitas asli mereka. Pengungkapan diri yang dilakukan bersifat bebas dengan membahas kehidupan sehari-hari, terutama mengenai pekerjaan, perkuliahan, dan percintaan. Hal ini menciptakan lingkungan yang mendukung dan interaktif karena mereka dapat menerima dukungan emosional dan empati dari pengguna lain. Penggunaan akun pseudonim dirasakan lebih aman dan nyaman dalam berbagi cerita dan perasaan mereka karena didapat dari pengalaman para informan bahwa apabila menggunakan identitas asli mereka pada saat melakukan pengungkapan diri, para informan tidak merasa sebebas atau seaman pada saat melakukan pengungkapan diri menggunakan akun pseudonim. Selain itu dalam daerah terbuka terbukti bahwa interaksi yang dilakukan secara intens oleh sesama pengguna akun pseudonim di media sosial X menghasilkan pengungkapan diri yang mampu menunjukkan bahwa adanya kepercayaan yang timbul pada individu saat melakukan pengungkapan diri dengan pengguna akun pseudonim lainnya. Dengan interaksi yang intens, terutama melalui fitur media sosial X direct message, Generasi-Z memiliki keberanian untuk mengungkapkan siapa diri mereka sebenarnya di balik akun pseudonim yang mereka gunakan, dengan bertukar media sosial pribadi yang membuktikan bahwa meskipun akun pseudonim tidak menggunakan identitas pribadi yang asli dair penggunanya, tidak menutup kemungkinan bahwa interkasi yang dijalin antar sesama pengguna akun pseudonim bisa membantu penggunanya dalam mengungkapkan diri mereka dengan kepercayaan yang telah dibangun melalui interaksi yang selama ini dijalani dalam melakukan pengungkapam diri menggunakan akun pseudonim di media sosial X. Blind Area (Daerah Buta) mencakup informasi atau aspek-aspek diri yang tidak disadari oleh individu, tetapi diketahui oleh orang lain (Cangara, 2016). Dalam konteks akun pseudonim di X, hal ini dapat mencakup bagaimana cara pengguna dievaluasi atau dinilai oleh pengguna lain berdasarkan cuitan atau interaksi mereka. Pengguna sering menerima umpan balik dari pengguna akun pseudonim lainnya dalam bentuk reply, likes, retweet ataupun direct message. Terkadang, para informan sebagai Generasi-Z pengguna akun pseudonim di X, tidak menyadari bagaimana mereka ditanggapi atau diinterpretasikan oleh orang lain. Feedback yang diterima dari pengguna lain sering kali mengungkapkan aspek-aspek yang tidak disadari oleh individu dan membantu untuk JURNAL KOMUNIKASI DIGITAL - DIGICATION membuka wawasan baru tentang diri mereka yang sebelumnya tidak mereka sadari. Misalnya, melalui interaksi di X, pengguna menerima umpan balik yang menunjukkan kekuatan atau kelemahan yang sebelumnya tidak mereka sadari. Namun, jika ada respons atau tanggapan terhadap pengungkapan diri yang dilakukan oleh para informan di akun pseudonim, mereka terkadang tidak menyadari dampak atau persepsi orang lain terhadap informasi yang mereka bagikan. Para informan perlu mengakui kemungkinan adanya persepsi atau penilaian yang berbeda dari orang lain terhadap cerita dan curhat mereka. Hidden Area (Daerah Tersembunyi) mencakup informasi atau perasaan yang diketahui oleh individu tetapi disembunyikan dari orang lain (Cangara, 2016). Dalam penggunaan akun pseudonim di X, akun pseudonim juga memberikan ruang bagi para penggunanya untuk mengungkapkan aspek-aspek diri yang ingin mereka sembunyikan di kehidupan nyata, namun bagi para informan, mereka lebih memilih untuk menyembunyikan identitas asli mereka dan beberapa aspek kehidupan pribadi mereka, sebagaimana yang berhubungan dengan pengertian akun pseudonim itu sendiri. Anonimitas ini memberikan kebebasan bagi para informan sebagai pengguna akun pseudonim untuk mengungkapkan perasaan dan pendapat tanpa harus memperlihatkan identitas asli mereka. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa para informan menjaga identitas asli mereka dan membatasi pengungkapan diri pada beberapa topik pembicaraan, seperti topik politik dan sensitif lainnya. Mereka juga memilih untuk tidak menggunakan foto asli dan mengatur privasi akun pseudonim mereka, sehingga informasi pribadi mereka tetap tidak diketahui oleh orang lain. Sebagai pengguna akun pseudonim di X, para informan memilih untuk menyembunyikan informasi pribadi mereka karena berbagai alasan, namun alasan utama yang mendasari hal tersebut adalah rasa takut dihakimi atau diperlakukan secara berbeda. Anonimitas yang diberikan oleh akun pseudonim memungkinkan pengguna untuk mengendalikan informasi yang mereka bagikan. Unknown Area (Daerah Tidak Diketahui) mencakup aspek-aspek diri yang tidak diketahui, baik oleh individu maupun oleh orang lain. Hal ini mencakup perasaan, pengalaman, atau potensi yang belum disadari atau diungkapkan (Cangara, 2016). Hal yang paling menonjol dalam aspek ini adalah pengungkapan diri yang dilakukan oleh para informan melalui akun pseudonim di X, mereka tidak saling mengenal satu sama lain di kehidupan nyata, namun tetap memilih untuk membagikan cerita dan pengalaman melalui akun tersebut. Dalam penggunaan akun pseudonim di X, interaksi dan umpan balik yang diterima dari pengguna lain dapat membantu para informan untuk menemukan dan memahami aspek-aspek tersembunyi dari diri mereka. Melalui interaksi di media sosial, pengguna dapat menemukan wawasan baru tentang diri mereka sendiri, termasuk kekuatan dan kelemahan yang sebelumnya tidak mereka sadari. Selain itu juga, Generasi-Z sebagai pengguna akun pseudonim di X lebih memilih untuk berinteraksi dengan teman-teman sesama pengguna akun pseudonim yang mereka seleksi, namun tidak menutup kemungkinan bahwa para informan sebagai pengguna akun pseudonim akan melakukan pengugkapan diri terhadap audiens yang jangkauannya lebih luas lagi di kemudian hari. Pengungkapan diri dan interaksi dengan pengguna lain dapat membantu dalam proses refleksi diri dan pengembangan pribadi. Selain itu, meskipun para informan telah mempertimbangkan risiko dan konsekuensi pengungkapan diri yang dilakukan menggunakan akun pseudonim di X, tidak menutup kemungkinan bahwa mereka tidak sepenuhnya memahami bagaimana informasi yang mereka bagikan di akun pseudonim JURNAL KOMUNIKASI DIGITAL - DIGICATION dapat berdampak pada mereka atau orang lain di masa depan. Kualitas hubungan antar Generasi-Z pengguna akun pseudonim di X melalui pengungkapan diri dapat menunjukkan bahwa kualitas hubungan yang mereka jalankan berjalan dengan baik dan positif sebagai hubungan yang saling percaya, terbuka, suportif, dan saling mendukung. Anonimitas yang diberikan oleh akun pseudonim memungkinkan pengguna untuk berbagi cerita, perasaan, dan pengalaman tanpa rasa takut dihakimi atau dikenali. Hal ini meningkatkan rasa kepercayaan dan kenyamanan di antara mereka, karena mereka dapat mengekspresikan diri secara lebih autentik. Kemampuan untuk mendengarkan dengan empati, memberikan dukungan, dan merespons dengan bijaksana mengenai pengungkapan diri dapat menjaga suasana yang saling mendukung. Dengan adanya rasa saling kepercayaan yang tumbuh antar Generasi-Z pengguna akun pseudonim di media sosial X dalam pengungkapan diri membuat Generasi-Z berani melakukan pengungkapan diri dengan memberikan informasi pribadi mereka, seperti nama asli, wajah asli mereka dan juga wilayah tempat tinggal mereka, yang menunjukkan bahwa keterbukaan diri melalui penggunaan akun pseudonim dapat dilakukan. Artinya, pengungkapan diri dapat dilakukan secara online walaupun juga tidak dengan menggunakan akun yang menunjukkan keaslian dari pemilik akun tersebut (akun dengan nama dan foto samaran). Melalui dukungan emosional dan psikologis yang diberikan melalui umpan balik positif dan konstruktif dari pengguna lain memainkan peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan emosional dan psikologis mereka. Komunikasi yang positif dan responsif menjadi pondasi yang kuat dalam membangun hubungan yang berkualitas. Pengguna merasa didengar, dihargai, dan tidak sendirian dalam menghadapi masalah mereka, yang memperkuat ikatan sosial dan rasa kebersamaan. Komunikasi yang baik dan respons positif yang saling diberikan menciptakan lingkungan yang inklusif dan suportif, memperkuat kualitas hubungan yang terjalin. Dengan demikian, pengungkapan diri melalui akun pseudonim di X menciptakan hubungan yang berkualitas tinggi di antara Generasi-Z, ditandai dengan rasa saling percaya, dukungan, dan solidaritas yang kuat. Selain itu, kualitas hubungan juga dapat ditandai dengan adanya keberanian untuk lebih jujur dan transparan dalam berbagi pengalaman hidup, mengurasi perasaan yang terisolasi, dan membangun jaringan sosial yang lebih luas melalui pengungkapan diri menggunakan akun pseudonim di media sosial X. SIMPULAN Penelitian ini mengungkapkan bahwa penggunaan akun pseudonim oleh Generasi-Z di X berkaitan dengan kualitas hubungan dan kesejahteraan emosional mereka. Dengan adanya rasa saling kepercayaan yang tumbuh antar Generasi-Z pengguna akun pseudonim di media sosial X dalam pengungkapan diri, membuat Generasi-Z berani melakukan pengungkapan diri dengan memberikan informasi pribadi mereka, seperti nama asli, wajah asli mereka dan juga wilayah tempat tinggal mereka, yang menunjukkan kualitas hubungan yang diinginkan dalam penelitian ini dapat terwujud melalui pengungkapan diri pada akun pseudonim di media sosial X. Artinya, pengungkapan diri dapat dilakukan secara online walaupun juga tidak dengan menggunakan akun yang menunjukkan keaslian dari pemilik akun tersebut (akun dengan nama dan foto samaran). Penggunaan akun pseudonim memungkinkan Generasi-Z untuk merasa lebih aman dan bebas dalam mengungkapkan diri mereka tanpa khawatir akan penilaian negatif dari orang lain. Hal ini tercermin dalam beberapa aspek utama, yaitu saling JURNAL KOMUNIKASI DIGITAL - DIGICATION percaya, saling mendukung, komunikasi yang baik, serta kesejahteraan emosional dan psikologis. Rasa saling percaya di antara pengguna akun pseudonim meningkat karena anonimitas yang disediakan oleh akun pseudonim sendiri. Pengguna merasa lebih bebas untuk berbagi cerita dan pendapat tanpa takut dihakimi, yang menciptakan lingkungan yang mendukung untuk interaksi sosial yang lebih terbuka dan jujur. Kepercayaan ini diperkuat oleh pengalaman pengguna yang merasa aman dalam mengekspresikan diri mereka secara anonim. Secara emosional, dengan berbagi pengalaman dan perasaan, secara anonim pengguna dapat menerima dukungan dari pengguna lain yang saling memahami dan tidak menghakimi. Hal tersebut membantu mengurangi stres dan tekanan emosional, pengguna juga dapat menyalurkan emosi mereka, baik itu kemarahan, kesedihan atau kebahagiaan, sehingga tidak dipendam sendiri, serta memberikan rasa lega yang signifikan setelah mengungkapkan perasaan mereka. Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa pengungkapan diri melalui akun pseudonim membantu Generasi-Z dalam refleksi diri dan pembelajaran. Interaksi dengan pengguna lain sering kali memberikan wawasan baru dan membantu pengguna memahami diri mereka lebih baik. Feedback dari pengguna lain dapat membuka mata mereka terhadap aspek diri yang sebelumnya tidak disadari, yang berkontribusi pada pertumbuhan emosional dan sosial, sehingga dari seluruh hal dan interaksi yang terjalin, kualitas hubungan antar GenerasiZ pengguna akun pseudonim di X melalui pengungkapan diri dapat digambarkan sebagai hubungan yang cukup terbuka, suportif, dan saling mendukung. Namun, penelitian ini juga menunjukkan bahwa anonimitas yang diberikan oleh akun pseudonim bisa menjadi sumber perilaku tidak etis, karena pengguna mungkin merasa kurang bertanggung jawab atas tindakan mereka. Misalnya, pengguna membuat cuitan yang berunsur kebencian terhadap orang lain tanpa memikirkan konsekuensi jangka panjangnya. Informasi yang disebarkan oleh pengguna juga memungkinkan untuk disalahgunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, identitas yang dibentuk di balik akun pseudonim tidak selalu mencerminkan sisi sejati dari diri mereka, yang dapat memengaruhi cara mereka berinteraksi dan dilihat oleh orang lain dalam jangka panjang. Oleh karena itu, penting bagi Generasi-Z untuk menggunakan anonimitas dengan bijak dan menyadari konsekuensi dari tindakan mereka di dunia maya. DAFTAR PUSTAKA Annur, C. M. (2023). “Jumlah Pengguna Twitter di Indonesia Capai 14,75 Juta per April 2023, Peringkat Keenam Dunia”, dalam https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/05/31/jumlah-pengguna-twitterdi-indonesia-capai-1475-juta-per-april-2023-peringkat-keenam-dunia (diakses pada 23 Oktober 2023, 20:17 WIB). Awadallah, dkk. (2022). The mediation role of customer relationship quality of social media marketing activities and brand loyalty. Evidence from Palestine. 2022 International Conference on Sustainable Islamic Business and Finance (SIBF). JURNAL KOMUNIKASI DIGITAL - DIGICATION Azizah, A. N. (2022). Pengungkapan Diri Melalui Media Sosial Oleh Pengguna Second Account Instagram (Studi Fenomenologi pada Mahasiswa Relawan Yogyakarta Mengajar). Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Babbie, Earl. (2017). The Basics of Social Research Sixth Edition International Edition. USA: Wadsworth Cengage Learning. Bhakti, C. P., & Safitri, N. E. (2017). Peran Bimbingan dan Konseling Untuk Menghadapi Generasi Z Dalam Perspektif Bimbingan dan Konseling. Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Ahmad Dahlan. Cangara, H. (2016). Pengantar Ilmu Komunikasi Edisi Kedua. Jakarta: Rajawali Pers. Cahyani, I. P., dkk. (2022). Memahami Pemaknaan Self-disclosure Melauli Pengalaman Para Pengguna Akun Pseudonim di X. Komuniti: Jurnal Komunikasi dan Teknologi Informasi, Vol. 14, No. 2. Carr, C. T., & Hayes, R. A. (2015). Social media: Defining, developing, and divining. Atlantic Journal of Communication, 23 (1), 46-65. Creswell, J. W. (2016). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. (Terjemahan Achmad Fawaid). Jakarta: Pustaka Pelajar (Edisi asli diterbitkan tahun 2009 oleh SAGE Publications, Thousand Oaks California). Croucher, S., & D. Mills. (2018). Understanding Communication Research Method Second Edition. New York & London: Routledge. Denzin, N. K., & Y. S. Lincoln. (2018). The SAGE Handbook of Qualitative Research Fifth Edition. California: SAGE Publications. DeVito, J. A. (2016). The Interpersonal Communication Book. England: Pearson Education Limited. DeVito, J. A. (2018). Komunikasi Antar Manusia (5th ed.). Malang: Karisma Publishing Group. Dimock, M. (2019, January 17). Defining generations: Where millennials end and postmillennials begin. https://www.Pewresearch.Org/Short- Reads/2019/01/17/Where-Millennials-End-and-Generation-z-Begins/ Doni, F. R. (2017). Perilaku Penggunaan Media Sosial pada Kalangan Remaja. Indonesian Journal on Software Engineering. Jayani, D. H. (2021). “Proporsi Populasi Generasi Z dan Milenial Terbesar di Indonesia, dalam” https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/05/24/proporsi- JURNAL KOMUNIKASI DIGITAL - DIGICATION populasi-generasi-z-dan-milenial-terbesar-di-indonesia (diakses pada 28 Juni 2023, 18:40 WIB). Kalaloi, A. F. (2019). Media Sosial dan Keberanian Mengutarakan Pendapat di Era Kontemporer: Menelik Teori Spiral of Silence dalam Ruang Media Sosial. CHANNEL: Jurnal Komunikasi, Vol. 8, No. 2. Lou, dkk. (2021). Determinants of Fan Engagement in Social Media-Based Brand Communities: A Brand Relationship Quality Perspective. Sustainability (ISSN 2071-1050) Neuman, W. L. (2014). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches Seventh Edition. UK: Pearson. Paramesthi, E. A., dkk. (2022). Self-disclosure pada Aplikasi X Di Kalangan Mahasiswa (Studi Kasus Mahasiswa di Kota Surakarta). Jurnal Solidaritas: UNSRI, Vol. 6, No. 2. Paramesti, A. R., & Nurdiarti, R. P. (2022). Penggunaan Pseudonym di Second Account Instagram dalam Perspektif Etika Digital. Jurnal Communio: Jurnal Jurusan Ilmu Komunikasi, 11(1), 89–102. https://doi.org/10.35508/jikom.v11i1.5184 Rahmawati, A. S. (2015). Kualitas Hubungan Pada Individu Dewasa Awal Yang Menjalani Commuter Marriage. Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Supratman, L. P. (2018). Penggunaan Media Sosial oleh Digital Native. Jurnal Ilmiah LISKI, Vol. 15, No. 1. Tonis, dkk. (2022). Identifikasi Pendidikan Karalter Bagi Generasi-Z pada Era Society 5.0. Universitas Mahasaraswati Denpasar. Witvliet, C. V. O, dkk. (2023). Empathy and self-regulation in prosocial accountability: Gender and genetic (OXTR SNP rs53576) pathways. The Journal of Positive Psychology: Vol. 19, No. 2.