Journal of Medicine and Health (JMH) Vol. 4 No. 2 August 2022 e-ISSN: 2442-5257 https://doi. org/10. 28932/jmh. Case Report Laporan Kasus Ae Sindroma Cogan Atipikal di RS Dr. Hasan Sadikin Bandung Case Report - Cogan Syndrome Atypical in Dr. Hasan Sadikin Hospital Prayudo M Putra*. Sally Mahdiani. Lina Lasminingrum Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran/Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Jalan Pasteur no. Bandung. Jawa Barat, 40161. Indonesia *Penulis korespondensi Email: prayudoputra@gmail. Received: June 22, 2022 Accepted: August 4, 2022 Abstrak Sindroma Cogan merupakan suatu kelainan autoimun langka dengan sekitar 250 kasus di seluruh dunia yang mengenai dewasa muda Ras Kaukasia pada dekade ke tiga kehidupan. Kelainan tersebut ditandai dengan gangguan audio-vestibular dan peradangan pada mata. Artikel ini merupakan case report dan di dalam artikel ini dilaporkan satu kasus Sindroma Cogan yang ditemukan di Poliklinik THT. KL. RS Dr. Hasan Sadikin Bandung. Tujuan case report ini adalah untuk menjadi laporan kasus dan pengetahuan karena kasus Sindroma Cogan sangat jarang Kasus: Seorang wanita berusia 59 tahun dengan kelainan autoimun, keratitis interstitial pada mata dan penurunan pendengaran pada kedua telinga, tanpa gangguan vestibuler. Pemeriksaan audiogram menunjukkan gangguan dengar tipe sensorineural derajat ringan pada kedua telinga. Pasien didiagnosis dengan Sindroma Cogan tipikal. Tata laksana pasien Sindroma Cogan tipikal berupa pemberian metilprednisolon 48 mg per hari dengan penurunan dosis bertahap dan prednison tetes mata memberikan respons baik. Simpulan case report ini adalah Sindroma Cogan merupakan kasus yang jarang ditemukan dan biasanya berhubungan dengan gangguan audiovestibuler dan inflamasi pada mata. Pengobatan Sindroma Cogan dengan kortikosteroid dosis tinggi memberikan respons yang baik. Kata kunci: Sindrom Cogan. How to Cite: Putra PM. Mahdiani S. Lasminingrum L. Laporan kasus - sindroma cogan atipikal di RS Dr. Hasan Sadikin Bandung. Journal of Medicine and Health. , 184-9. DOI: https://doi. org/10. 28932/jmh. A 2022 The Authors. This work is licensed under a Creative Commons AttributionNonCommercial 4. 0 International License. J Med Health. :184-9 Journal of Medicine and Health Vol. 4 No. 2 August 2022 Laporan Kasus Ae Sindroma CoganA e-ISSN: 2442-5257 Case Report Abstract Cogan's syndrome is a rare autoimmune disorder with around 250 cases worldwide affecting young Caucasian adults in the third decade of life. This disease is characterized by audiovestibular disorders and inflammation in the eye. In this article, a case of Cogan's Syndrome was reported found in Dr. Hasan Sadikin Bandung ENT-HNS Clinic. Objective for this case report is as case study and knowledge because CoganAos syndrome is a rare disease. Case: A 59year-old woman with autoimmune disorders, interstitial keratitis in the eye and hearing loss in both ears, and without vestibular disorders. Audiogram examination revealed mild degree of sensorineural hearing loss in both ears. Patient is diagnosed with typical Cogan's Syndrome. Management of typical Cogan's Syndrome patients are the administration of methylprednisolone 48 mg per day. with a gradual reduction in dose. and prednisone eye drops, provides good Conclusion for this case report is CoganAos syndrome are rare case and usually related with audiovestibular disorder and inflammation in the eye, management of Cogan's Syndrome with high doses of corticosteroids provides a good response. Keywords: Cogan Syndrome. Pendahuluan Sindroma Cogan pertama kali disebutkan pada tahun 1945 oleh seorang dokter ahli mata. David G. Cogan, yang melaporkan suatu sindroma keratitis interstitial non-sifilis dan gejala audiovestibuler yang mirip penyakit Meniere. Gejala okuler lain sindroma Cogan seperti konjungtivitis, uveitis, skleritis, dan koroiditis telah disebutkan dan merupakan suatu bentuk atipikal dari Sindroma Cogan. 1,2 Penyakit autoimun yang terjadi pada Sindroma Cogan dapat bermanifestasi pada telinga dalam dengan ditandai adanya gangguan dengar tipe sensorineural bilateral yang terjadi selama 3-90 hari dan menunjukkan respons yang baik terhadap terapi Dalam kelompok penyakit autoimun telinga dalam. Sindroma Cogan berada dalam kategori khusus karena selain gangguan dengar sensorineural yang terjadi, juga harus disertai dengan adanya peradangan pada mata. Etiologi Sindroma Cogan belum diketahui secara jelas tetapi beberapa bukti mendukung mekanisme autoimun, terutama untuk kelainan pada telinga Infeksi dianggap sebagai pemicu penyakit ini, serta paparan substansi toksik atau polutan juga disebutkan sebagai agen yang mungkin terlibat. 3,4 Angka kejadian Sindroma Cogan dilaporkan sebanyak 250 kasus di seluruh dunia dan disebutkan terbanyak dialami oleh Ras Kaukasia baik pada laki-laki atau perempuan. Kasus pertama dilaporkan di Yordania pada tahun 4 Hingga saat ini belum ada data kejadian mengenai Sindroma Cogan di Indonesia. Tujuan case report ini adalah untuk menjadi laporan kasus dan pengetahuan karena kasus Sindroma Cogan sangat jarang ditemukan. J Med Health. :184-9 Journal of Medicine and Health Vol. 4 No. 2 August 2022 Laporan Kasus Ae Sindroma CoganA e-ISSN: 2442-5257 Case Report Laporan Kasus Laporan kasus ini telah disetujui oleh komite etik Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung dengan no etik LB. 01/X. 5/23/2019. Seorang pasien perempuan usia 59 tahun di konsultasikan dari bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dengan diagnosis suspek Cogan Syndrome. Keratopati OD, suspek pan-uveitis, gangguan dengar dan rheumatoid arthritis. Pasien mengeluhkan penurunan pendengaran dan telinga berdenging pada kedua telinga sejak 3 bulan sebelum kedatangan. Keluhan disertai telinga berdenging yang terjadi sejak 2 bulan yang lalu. Tidak didapatkan riwayat peradangan pada saluran nafas atas dan Saat ini keluhan disertai dengan mata merah dan penurunan penglihatan pada kedua mata. Nyeri dirasakan oleh pasien pada lebih dari 2 sendi setiap pagi dan juga terdapat kekakuan pada sendi di pagi hari. Pasien memiliki riwayat hipertensi terkontrol sejak 1 tahun yang lalu. Tidak ada riwayat terpapar bising dalam jangka waktu lama. Pada pemeriksaan visus didapatkan visus pasien okuli dekstra dan sinistra 20/70. Pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan gangguan dengar tipe sensorineural derajat ringan pada kedua telinga dengan rerata intensitas pendengaran pada kedua telinga adalah 32,5 dB HL. Pada pasien dilakukan pemeriksaan gans sensory test dan tidak didapatkan kelainan vestibuler. Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan adalah tes ANA dengan hasil negatif dan pemeriksaan rheumatoid factor positif. Telah diberikan terapi kortikosteroid berupa metilprednisolon 48 mg sehari dengan penurunan dosis bertahap, prednison tetes mata 3x2 tetes pada kedua mata dan diberi tambahan ranitidine 2x150 mg. Diberikan terapi selama 2 minggu kemudian pasien kontrol dan keluhan telinga berdenging hilang. Gambar 1 Pasien Sindroma Cogan dengan Keratitis Interstitial Sumber: dokumentasi Rumah Sakit J Med Health. :184-9 Journal of Medicine and Health Vol. 4 No. 2 August 2022 Laporan Kasus Ae Sindroma CoganA e-ISSN: 2442-5257 Case Report Gambar 2 Gambaran Keratitis Interstitial12 Diskusi Pasien pada kasus yang dilaporkan menurut Vinceneux termasuk dalam bentuk Sindroma Cogan tipikal karena ditandai dengan adanya kelainan mata yang secara primer diwakili oleh adanya keratitis interstitial yang dimana biasanya dapat menyebabkan mata merah, nyeri pada mata, fotofobia, dan penglihatan kabur. Pada pemeriksaan pasien dengan keratitis interstitial di temukan adanya infiltrasi granula dan ireguler pada kornea, berdampak pada bagian posterior dari kornea yang dekat dengan limbus. Inflamasi okuler dapat melibatkan beberapa bagian dari mata dan menyebabkan iridosiklitis, konjungtivitis, episkleritis, skleritis anterior atau posterior, atau vaskulitis retina. 5 Keterlibatan audiovestibular memberikan gambaran klinis serupa dengan MeniereAos disease dengan penurunan pendengaran yang terjadi secara progresif. 6 Menurut Kessel et al gejala audiovestibular yang paling sering terjadi adalah gangguan pendengaran, tinitus, vertigo, ataksia dan osilopsia. Gangguan pendengaran . nilateral atau bilatera. sebagian besar mirip dengan perjalanan gangguan pendengaran tipe sensorineural. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini tidak terdapat adanya gangguan vestibuler seperti vertigo, ataksia, maupun osilopsia. Hal tersebut sesuai dengan jurnal systematic review yang menyebutkan bahwa gangguan vestibuler tidak selalu bermanifestasi pada Sindroma Cogan. Hanya sedikit pasien yang mengalami gejala klinis vestibulopati yang berlangsung selama berhari-hari dan berminggu-minggu pada saat onset. 5 Gangguan pendengaran yang terjadi bersifat tiba-tiba, biasanya bilateral, fluktuatif dan atau progresif. Proses menuju gangguan pendengaran sensorineural terdeteksi dengan pemeriksaan audiometri nada murni pada hampir 50% pasien selama periode follow up, dengan gangguan pendengaran permanen pada satu telinga telah diamati pada 20% pasien. 6 Menurut Espinoza et al, beberapa studi telah menemukan adanya autoantibodi pada telinga dalam dan endotel antigen pada pasien Sindroma Cogan, yang pada beberapa kasus tidak selalu berkorelasi dengan tanda klinis. Pada studi Lunardi et al disebutkan bahwa peptida imun dominan pada 8 pasien dengan Sindroma Cogan yang menunjukkan kesamaan dengan autoantigen termasuk SSA/Ro dan CD148 J Med Health. :184-9 Journal of Medicine and Health Vol. 4 No. 2 August 2022 Laporan Kasus Ae Sindroma CoganA e-ISSN: 2442-5257 Case Report yang diekspresikan pada epitel sensoris telinga dalam dan sel endotel. Ketika disuntikkan kepada hewan sebagai transfer pasif autoantibodi atau imunisasi aktif peptida autoantigen, peptida cogan menginduksi gejala-gejala Sindroma Cogan, termasuk gangguan pendengaran dan penyakit 8,17 Sindroma cogan adalah salah satu penyakit yang jarang ditemukan, dimana biasanya mengenai usia dewasa muda. laporan yang menetapkan usia dari pasien dengan sindroma cogan berkisar antara 3-50 tahun telah dipublikasikan. Rerata usia dari onset penyakit ini adalah 29 Tidak ada predileksi jenis kelamin pada beberapa literatur. Terdapat kurang dari 250 kasus yang dilaporkan dalam literatur dan sebagian besar disebutkan pasien dengan ras kaukasia pada laki-laki dan perempuan. 9,10,18 Kelainan pada mata dan penyakit sistemik berespons cepat dengan terapi menggunakan kortikosteroid. 10Pada keratitis interstitial dan uveitis anterior pada sindroma cogan dapat digunakan pemakaian kortikosteroid tetes mata . eperti asetil prednisolone 1%) dan golongan midriatik untuk penanganan dari gejala okuler . yeri pada mata, mata merah, fotofobi. Perbaikan biasa ditunjukkan dalam 3-7 hari. 12,19 Secara khusus prednisone . mg/kg/har. diberikan terkadang dalam dosis terbagi untuk menghasilkan periode singkat dari imunosupresi yang sering terjadi dengan menurunkan dosis setelah 2-4 minggu apabila terdapat perbaikan. Dalam kasus relaps, dosis kortikosteroid harus ditingkatkan dengan peningkatan dosis secara bertahap tergantung dari respons klinis. Adanya kondisi gagal respons dalam 2-3 minggu, ketidakmampuan untuk melakukan peningkatan dosis prednisone hingga 10 mg/hari secara bertahap atau terdapat toksisitas yang diinduksi glukokortikoid adalah indikasi penggunaan obat imunosupresif tambahan. 13,14,20 Obat imunosupresif yang telah digunakan termasuk methotrexate . -25 mg/mingg. , azathioprine . ,5-2,5 mg/kg/har. , siklofosfamid . -3 mg/kg/hari PO), dan siklosporin A . mg/kg/har. Obat-obat ini digunakan apabila terdapat kontra indikasi dalam pemberian kortikosteroid. 15,16,21 Simpulan Sindroma Cogan merupakan suatu sindroma keratitis interstitial non sifilis dengan gejala audiovestibuler yang mirip dengan penyakit meniere. Penyakit ini belum pernah dilaporkan di Indonesia sehingga tidak ada data dari kejadian sindroma Cogan ini. Pengobatan Sindroma Cogan dengan kortikosteroid dosis tinggi memberikan respons yang baik. Daftar Pustaka